BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat di dunia. Seperti yang diungkapkan oleh Hill (2003),

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan yang tinggi. Hipertensi sering disebut the silent killer karena hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

PENDAHULUAN. kondisi yang disebut aterosklerosis yaitu penyempitan atau pengerasan pembuluh darah. Kondisi

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

BAB I PENDAHULUAN. yang melebihi 140/90 mmhg yang dikonfirmasikan pada berbagai kesempatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pula kelompok lanjut usia (lansia) di masyarakat (Sudiarto, 2007). Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan kekurangan gizi telah menurun, tetapi sebaliknya penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda gangguan metabolisme lipid (dislipidemia). Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. tingkat stress yang dialami. Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan lunak untuk. memperbaiki kerusakan yang dideritanya disebut menua aging

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia karena prevalensi yang masih tinggi dan terus meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari,

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Hidayah, (2006) memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara. berkembang, yang menjadikan penduduknya mengalami perubahan gaya hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. diastolik diatas 90 mmhg (Depkes, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN PENDAPATAN DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN HIPERTENSI DI WILAYAH PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. urat. Kebanyakan arthritis gout disebabkan oleh pembentukan asam urat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kolesterol yang meningkat dapat memfasilitasi proses penyempitan pembuluh. terjadinya penyakit jantung dan stroke (Davey, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sesuai waktu dan umur (Irianto, 2014). Penyakit degeneratif. dan tulang salah satunya adalah asam urat (Tapan, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

WIJI LESTARI J

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tidak langsung dapat meningkatkan angka usia harapan hidup. Di tahun

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi tahun. Dalam hal ini secara demografi struktur umur

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi ilmu kimia kolesterol merupakan senyawa lemak yang kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB 1 PENDAHULUAN. akhirnya mengubah gaya hidup manusia. Konsumsi makanan cepat saji, kurang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya. (Pratiwi, 2011). Menurut Leininger (1984) manusia

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus yang selanjutnya disingkat

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 : PENDAHULUAN. mengancam hidup seperti penyakit kardiovaskuler.

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian kerena payah jantung, infark miocardium, stroke, atau gagal. ginjal (Pierece, 2005 dalam Cahyani 2012).

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI WANITA USIA TAHUN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. Asia, khususnya di Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai hal yang menyusahkan, bahkan membahayakan jiwa. Namun di era

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

GAMBARAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PENDERITA HIPERTENSI SEBEUM DAN SESUDAH TERAPI BEKAM BASAH


BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi (tekanan darah tinggi) sering dikatakan sebagai silent killer

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya Umur Harapan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. Prevention (CDC) memperkirakan jumlah penderita hipertensi terus

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit stroke, infark miokard akut dan penyakit jantung koroner (PJK) di Indonesia sampai sekarang masih menempati posisi pertama sebagai penyakit penyebab kematian. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1998 penyakit yang digolongkan dalam penyakit sistem sirkulasi ini mencapai angka sebesar 24,4 %, meningkat dari tahun 1985 yaitu sebesar 5,9 %. Angka tersebut seharusnya cukup menjadi alasan untuk segera merubah perilaku, terutama kebiasaan hidup dan pola makan yang tidak sehat. Selain itu, berdasarkan laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa presentase kematian akibat penyakit kardivaskuler meningkat dari 5,9 % (1975) menjadi 9,1 % (1986) dan 19,0 (1995), Adapun salah satu faktor resiko utama penyakit kardiovaskuler adalah kadar kolesterol yang tinggi atau yang disebut hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia selalu diidentikan dengan penyakit jantung koroner (PJK) (Saryono, 2010). Hiperkolesterolemia ialah keadaan dimana kadar kolesterol dalam tubuh melebihi keadaan normal (Oetoro, 2007). Hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko kematian di usia muda. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2002 tercatat 4,4 juta kematian akibat hiperkolesterolemia atau sebesar 7,9% dari jumlah total kematian pada usia muda (WHO, 2008). Di Indonesia angka kejadian hiperkolesterolemia berdasarkan penelitian MONICA I (1994) sebesar 13,4% untuk wanita dan 11,4% untuk pria, Sedangkan pada penelitian MONICA II (1998) meningkat menjadi sebesar 16,2% untuk wanita dan 14% untuk pria. Pada 1

2 tahun 2004 prevalensi hiperkolesterolemia masyarakat pedesaan, mencapai 200-248 mg/dl atau mencapai 10,9 % dari total populasi, Penderita pada generasi muda yakni usia 25-34 tahun mencapai 9,3 %. Wanita menjadi kelompok paling banyak menderita masalah ini yakni 14,5 % atau hampir dua kali lipat kelompok laki-laki. Faktor penyebab hiperkolesterolemia diantaranya faktor keturunan, konsumsi makanan tinggi lemak, kurang olahraga dan kebiasaan merokok (Setiati, 2009). Pengobatan hiperkolesterolemia secara farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian bermacam-macam obat normolipidemia yaitu diantaranya golongan obat statin, fibrat, resin, inhibitor absorpsi kolesterol selektif dan asam nikotinat. Pengobatan tersebut bergantung pada pertimbangan klien termasuk mengenai biaya, karakteristik demografi, penyakit penyerta, dan kualitas hidup. Pengobatan hiperkolesterolemia saat ini belum efektif karena hampir 70% pasien hiperkolesterolemia di Indonesia gagal mencapai sasaran kadar kolesterol sesuai dengan panduan pengobatan, harga obatnya relatif mahal, sering terjadi kekambuhan dan menimbulkan efek samping yang lebih berbahaya (Prince dan Wilson,2005). Selain dengan mengkonsumsi obat-obatan hiperkolesterolemia juga bisa ditanggulangi dengan pengobatan tradisional yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak tidak jenuh, diantaranya yaitu kacang kedelai, bawang putih, bayam, wortel, alpukat dan teh yang sangat efektif untuk menurunkan kadar kolesterol. Saat ini ditemukan trend pengobatan hiperkolesterolemia, yaitu dengan menggunakan pengobatan alternatif dan komplementer (Complementary and Alternative Medicine) salah satunya yaitu terapi bekam atau cupping therapy yang akhir-akhir ini menjadi lebih populer di masyarakat dan mendapatkan kredibilitas dalam dunia biomedis kesehatan (Hill, 2003). Survey menunjukkan bahwa sekitar sepertiga dari

3 penduduk Inggris (Ernst, 1996) dan sedikit lebih tinggi di Amerika Serikat (Wootton dan Sparber, 2001) menggunakan bekam dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan seperti hipertensi, sakit kepala, low back pain, rehabilitasi stroke, dan hiperkolesterolemia (Lee, 2001). Teknik pengobatan terapi bekam (Cupping Therapy) adalah suatu proses membuang darah kotor berupa toksid/racun dari dalam tubuh melalui permukaan kulit (Jide, 2008). Bekam sendiri terbagi menjadi empat macam, yaitu bekam kering, bekam seluncur, bekam tarik dan bekam basah (Zhen, 2011). Manfaat dari terapi bekam yaitu diantaranya untuk peningkatan daya tahan tubuh (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (Kuratif) dan perawatan pasca sakit (rehabiloitatif). Terapi bekam tidak menimbulkan efek samping yang berat hanya dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh adanya bekas pengepokan dan penyayatan dikulit namun bekas tersebut akan hilang dalam waktu 2-3 hari. Sehingga terapi bekam aman untuk dilakukan. Pada penelitian ini pembekaman dilakukan oleh terapis yang sudah profesional dan terlatih. Sebenarnya terapi komplementer ini khususnya terapi bekam telah banyak ada di Indonesia, hanya saja peran perawat belum begitu terlihat disini. Peran Perawat disini yaitu secara holistik harus bisa mengintegrasikan prinsip mind-body-spirit dan modalitas dalam kehidupan sehari-hari dan praktek keperawatannya. Terapi komplementer menjadi salah satu cara bagi perawat untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik dengan menggunakan diri sendiri sebagai alat atau media penyembuh dalam rangka menolong orang lain dari masalah kesehatan. Terapi komplementer digunakan bersama-sama dengan terapi medis conventional, dalam hal ini perawat adalah salah satu pelaku dari terapi komplementer selain dokter dan praktisi terapi. Perawat dapat melakukan intervensi mandiri kepada pasien dalam fungsinya secara

4 holistik (bio, psiko, sosial, kultural, spiritual) dengan memberikan advocate dalam hal keamanan, kenyamanan dan secara ekonomi kepada pasien. Dengan menguasai terapi komplementer, akan menjadi nilai tambah bagi seorang perawat sehingga bisa memajukan profesinya (Mamat Lukman, 2012). Terapi bekam masih belum banyak diteliti khususnya di Indonesia, Salah satu penelitian yang dilakukan oleh dr. Muhammad Nabil Syarif dan tim laboratorium pada tahun 2001 bahwa terapi bekam dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah sebanyak 75% - 81,9% kasus dan berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Rumah Sehat Dompet Dhuafa, Balikpapan, Kalimantan Timur terdapat rerata pasien dari bulan September-Oktober 2011 sebanyak 150 orang pasien mendatangi klinik setiap bulan hanya untuk dibekam dan 30 orang diantaranya menderita kolesterol tinggi. Keluhan yang diungkapkan berupa kolesterol tinggi, pegal-pegal, hipertensi, asam urat tinggi dan nyeri ringan sampai dengan berat. Terapi bekam merupakan terapi yang cepat, aman dan efektif dalam melakukannnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik dengan melihat fenomena yang ada untuk dapat membuktikan Efektifitas Terapi Bekam Basah (Wet Cupping Therapy) terhadap Penurunan Kadar Kolesterol dalam Darah pada Penderita Hiperkolesterolemia di Rumah Sehat Dompet Dhuafa, Balikpapan, Kalimantan Timur. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Penyebab kematian manusia terbesar di dunia adalah kolesterol. Dengan kadar kolesterol yang tinggi di dalam tubuh manusia dapat memicu timbulnya berbagai macam penyakit komplikasi. Hal itulah yang mendorong munculnya berbagai macam metode pemeriksaan kesehatan, baik secara medis yang modern maupun alternatif salah satunya yaitu terapi bekam. Manfaat terapi bekam sudah banyak yang merasakan terutama yang memiliki penyakit kolesterol tinggi. Mengingat

5 terapi bekam dapat menurunkan kadar kolesterol maka secara spesifik penelitian ini mengangkat perumusan masalah Bagaimana Efektifitas Terapi Bekam Basah (Wet Cupping Therapy) dalam Menurunkan Kadar Kolesterol dalam Darah pada Penderita Hiperkolesterolemia. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Secara Umum Untuk mengetahui efektifitas terapi bekam basah (wet cupping therapy) terhadap penurunan kadar kolesterol dalam darah pada penderita hiperkolesterolemia di Rumah Sehat Dompet Dhuafa,Balikpapan, Kalimantan Timur. 1.3.2 Tujuan Secara Khusus 1) Untuk Mengidentifikasi karakteristik responden terapi bekam basah. 2) Untuk mengetahui kadar kolesterol responden sebelum dilakukan terapi bekam basah 3) Untuk mengetahui kadar kolesterol responden sesudah dilakukan terapi bekam basah 4) Menganalisa keefektifan penurunan kadar kolesterol pada responden sebelum dan sesudah terapi bekam basah 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi Akademis Secara akademis penelitian ini berguna untuk menambah informasi bagi perawat tentang pengobatan hiperkolesterolemia dengan terapi bekam

6 1.4.2 Manfaat bagi Profesi Keperawatan Meningkatkan pengetahuan perawat tentang manfaat terapi bekam, dan dapat menjadi bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan tentang hiperkolesterolemia. 1.4.3 Manfaat bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dalam mengembangkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan untuk diaplikasikan kepada diri sendiri dan masyarakat. 1.4.4 Manfaat bagi Masyarakat Memberikan pengetahuan tentang khasiat terapi bekam dalam kegunaannya untuk menurunkan kadar kolesterol pada penderita hiperkolesterolemia. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah ada sebelumnya. Namun, dari segi variabel dan subjek penelitian ini benar-benar asli dan belum pernah diteliti sebelumnya. Menurut penelitian Zahid Fikri (2012) mengenai Pengaruh terapi bekam terhadap penurunan kadar kolesterol pada pasien hiperkolesterolemia di Puskesmas Alun-Alun Gresik dengan menggunakan analisis Uji-T Independen dan Uji-T Dependen menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan yaitu terapi bekam efektif menurunan kadar kolesterol pada pasien hiperkolesterolemia umur 45 tahun keatas. Menurut Saryono (2010) pada penelitian tentang Penurunan kadar kolesterol total pada pasien hipertensi yang mendapat terapi bekam di Klinik An-nahl

7 Puewokerto dengan menggunakan Uji-T Dependen terdapat pengaruh yaitu terapi bekam efektif untuk menurunan kadar kolesterol total pada pasien hipertensi. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Saryono (2010) yaitu penelitian menggunakan terapi bekam pada penderita hipertensi sedangkan pada penelitian ini berbeda dalam subjek yang digunakan, dimana penelitian ini menggunakan penderita hiperkolesterolemia yang berada di Rumah Sehat Dompet Dhuafa Balikpapan sebagai subjek penelitian. Penelitian yang dilakukan Zahid Fikri (2012) yaitu penelitian pengaruh terapi bekam terhadap penurunan kolesterol pada pasien hiperkolesterolemia dengan menggunakan desain penelitian quasy experiment dengan kelompok kontrol dan analisis yang digunakan Uji-T Dependen dan Independen sedangkan dalam peneitian ini berbeda dalam segi desain penelitian dan analisis yang digunakan yaitu penelitian ini menggunakan desain penelitian pre eksperimental one group pretest-posttest tanpa kelompok kontrol dengan menggunakan analisis Uji-T dependen. 1.6 Batasan Penelitian Peneliti membatasi masalah penelitian ini hanya pada efektifitas terapi bekam basah (wet cupping therapy) terhadap penurunan kadar kolesterol dalam darah pada penderita hiperkolesterolemia.