Majalah MATAN edisi 129, April 2017 Memanfaatkan Diri untuk Orang Lain Oleh: Ahmad Fatoni, Lc., M.Ag. Kaprodi PBA Universitas Muhammadiyah Malang إ ن أ ح س ن ت م أ ح س ن ت م لا ن ف س ك م و إ ن أ س ا ت م ف ل ه ا Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri. (QS. Al-Isra: 7) Suatu hari, sepeninggal wafat Rasulullah SAW, Abu Hurairah RA beri tikaf di masjid Nabawi. Beliau tertarik ketika mengetahui ada seseorang duduk bersedih di pojok masjid yang sama. Abu Hurairah pun menghampirinya. Menanyakan ada apa gerangan hingga ia tampak berduka. Setelah mengetahui masalah yang menimpanya, Abu Hurairah segera menawarkan bantuan. Mari keluar bersamaku wahai saudara, aku akan memenuhi keperluanmu, ajak Abu Hurairah. Apakah kau akan meninggalkan i'tikaf demi menolongku?" tanya orang tersebut dengan heran. Ya. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Sungguh berjalannya seseorang di antara kamu untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, lebih baik baginya daripada i'tikaf di masjidku ini selama sebulan Kisah ini diriwayatkan oleh Thabrani & Ibnu Asakir. Sebagaimana Abu Hurairah, setiap Muslim senyatanya juga memiliki semangat menolong dan memberi manfaat kepada sesama. Bahkan memanfaatkan diri untuk sesama adalah salah satu karakter seorang Muslim, bukan hanya mencari manfaat dari orang atau memanfaatkan orang lain. Pesan inilah yang Allah perintahkan dalam surah Al-Isra: 7 di atas.
Seorang Muslim, setelah membingkai kehidupannya dengan misi ibadah kepada Allah semata, sebagaimana petunjuk dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56, ia lalu mewujudkannya dengan memberikan manfaat kepada orang lain. Siapa pun Muslim itu, di mana pun ia berada, dan apa pun profesinya, selalu memiliki orientasi untuk memberikan manfaat seluas-luasnya. Seorang Muslim bukan manusia egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ambil contoh, seorang Muslim yang menjadi pedagang atau pebisnis, maka orientasinya bukan hanya meraup untung sebesar-besarnya, tetapi bagaimana ia memberikan manfaat kepada orang lain dengan membantu mereka memperoleh apa yang mereka butuhkan. Seorang Muslim yang menjadi dokter, orientasinya adalah bagaimana ia memberikan pelayanan terbaik untuk kesehatan pasiennya. Bahkan tak lupa selalu mendoakan pasien-pasiennya agar diberi kesembuhan. Maka, seorang dokter Muslim pantang membeda-bedakan pelayanan terhadap pasiennya hanya karena perbedaan status sosial. Seorang Muslim yang menjadi guru atau dosen, orientasinya bukan sekedar mengajar lalu menunggu gaji di awal bulan, tetapi bagaimana ia memberikan pendidikan terbaik kepada peserta didiknya. Ia mengasihi mereka seperti mengasihi putranya sendiri, dan selalu memikirkan bagaimana cara terbaik dalam melakukan pewarisan ilmu sehingga peserta didiknya lebih cerdas, lebih kompeten dan berkarakter. Seolah memanfaatkan diri demi orang lain, akan membuat waktu kita tersita, harta kita berkurang, tenaga dan pikiran kita terkuras. Namun sesungguhnya, saat kita memberikan manfaat kepada orang lain, kita sedang menanam kebaikan untuk diri kita sendiri. Jika kita menolong orang lain, Allah akan menolong kita. Allah SWT berfirman: إ ن أ ح س ن ت م أ ح س ن ت م لا ن ف س ك م و إ ن أ س ا ت م ف ل ه ا
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri. (QS Al-Isra: 7) Rasulullah SAW menegaskan: م ن ك ان ف ى ح اج ة أ خ يه ك ان الل ه ف ى ح اج ت ه Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah membantu keperluannya (Muttafaq 'alaih). Jika kita menolong dan membantu sesama, pertolongan dari Allah bukan sekedar di dunia, tetapi juga di akhirat. Jika kita memberikan manfaat kepada orang lain, Allah memudahkan kita bukan hanya dalam urusan dunia, tetapi juga pada hari kiamat kelak. Sabda Rasulullah SAW: م ن ن فس ع ن م و م ن ك ر ب ة م ن م ع س ر ي سر الل ه ع ل ي ه ال ف ى دن ي ا و الا خ ر ة ك ر ب ال دن ي ا ن فس الل ه ع ن ه ك ر ب ة م ن ك ر ب ي و م ال ق ي ام ة و م ن ي سر ع ل ى Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu min dari berbagai kesulitan dunia, Allah akan menyelesaikan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat (HR. Muslim). Berbuat baik pada sesama semestinya menjadi kewajiban bagi setiap umat manusia. Tidak peduli apa pun agama yang dianut, kita senyatanya memerlakukan orang lain dengan baik jika ingin diperlakukan baik pula. Manfaat perbuatan baik seringkali tidak hanya berupa pahala bagi seseorang, bahkan ketika masih di dunia perbuatan yang dilakukan dapat kembali padanya dengan cara yang tak diduga-duga. Sebagaimana kisah yang dituturkan Fianda Arsianti (2014) berikut ini, tentang manfaat perbuatan baik seorang wanita yang dilakukan secara istiqamah ternyata memberikan hikmah luar biasa.
Ada seorang wanita yang membuat roti untuk makanan keluarganya setiap hari. Setiap harinya, wanita ini membuat roti ekstra untuk diberikannya pada orang lain yang kebetulan melewati rumahnya. Dia meletakkan roti itu pada jendela rumahnya untuk siapa saja yang ingin mengambil roti tersebut. Setiap hari, ada pria kakek-kakek yang sudah bungkuk datang dan mengambil roti itu. Tetapi, bukannya mengucapkan terima kasih, pria tua itu malah menggerutu sejumlah kata yang selalu dia ucapkan setiap hari. Beginilah kira-kira ucapannya: Perbuatan burukmu akan tetap bersamamu, manfaat perbuatan baikmu akan kembali kepadamu. Hal ini berlangsung secara terus-menerus, hari demi hari. Pria bungkuk itu selalu datang dan mengambil roti seraya mengatakan sesuatu dengan mengucapkan, Perbuatan burukmu akan tetap bersamamu, manfaat perbuatan baikmu akan kembali kepadamu. Wanita itu merasa sebal dengannya, Bukannya berterima kasih, umpatnya dalam hati. Setiap hari pria tua itu mengatakan hal yang sama, apa maksudnya? Pikir wanita itu. Suatu hari, tiba-tiba dia memiliki keinginan untuk menyingkirkan pria bungkuk itu. Dia berniat membuat roti dengan racun di dalamnya. Namun, ketika akan meletakkannya pada jendela, dia gemetar dan tersadar. Apa yang telah aku lakukan? Pikirnya. Roti itu akhirnya dibakarnya dan dia menggantinya dengan roti biasa. Seperti hari-hari sebelumnya, pria tua itu datang lagi dan tetap mengatakan hal yang sama. Putra wanita itu pergi merantau jauh dari tempat tinggalnya. Dan sudah berbulan-bulan dirinya tak mendapatkan kabar tentang keberadaan putranya. Wanita ini terus berdoa agar putranya diberi keselamatan. Malam itu, pintu rumahnya diketuk dari luar, wanita itu pun membuka pintu rumahnya dan terkejut melihat sang anak berdiri di hadapannya. Sang putra terlihat sangat kurus dan lemah, rupanya dia kelaparan. Si anak menatap ibunya dan berkata, Ibu, ini keajaiban. Saat aku masih jauh dari sini, aku kelelahan dan pingsan. Aku mungkin akan mati kelaparan, tetapi pada
saat itu ada seorang kakek-kakek datang melintas dan memberiku sebuah roti, ungkap sang anak. Pria tua itu berkata, ini yang aku makan setiap hari. Hari ini aku harus memberikannya padamu karena kamu lebih membutuhkannya dari pada aku. Seketika wajah ibunya memucat dan tersandar di tembok. Dia teringat akan roti beracun yang nyaris saja dia berikan pada orang bungkuk itu pagi tadi. Andai saja dia memberikannya kepada si kakek tua itu, tentu anaknyalah yang akan dia racuni dengan tangannya sendiri. Akhirnya dia menyadari arti kata yang selalu diucapkan pria bungkuk itu, Perbuatan burukmu akan tetap bersamamu, manfaat perbuatan baikmu akan kembali kepadamu. Surat Al-Isra ayat 7 di atas kian memertegas bahwa jika seseorang itu memberikan manfaat kepada orang lain, apa pun bentuknya baik berupa harta, tenaga, maupun ilmu, maka mereka sama saja dengan memberikan manfaat bagi dirinya sendiri. Sebaliknya, apabila seseorang berbuat mudharat untuk orang lain maka sama saja dengan berbuat mudharat untuk dirinya sendiri. Segala perilaku kemaslahatan atau kemudharatan seseorang, konsekuensi dan akibatnya akan ditanggung oleh yang bersangkutan. Dengan kata lain, buah perbuatan baik atau buruknya seseorang itu akan kembali kepada dirinya sendiri. Wallahu a lam.