BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam memandang manusia sebagai makhluk yang termulia dan sempurna. Ia diciptakan dengan sebaik-baik bentuk dan dibekali dengan berbagai potensi untuk dapat digunakan dalam prosesnya menuju tujuan penciptaan. Akal, hati dan indra merupakan perangkat terhebat yang dibawa manusia ketika ia dilahirkan. Akan tetapi, dengan kelemahannya, manusia tidak dapat secara langsung menggunakan perangkat yang dibawa ketika lahir tanpa adanya bantuan dari orang disekitarnya. Hal ini menjadikan keharusan adanya upaya dan rasa tanggung jawab dari orang sekitar untuk secara sadar membantu manusia baru mengembangkan dirinya menuju kedewasaan. Dalam perkembangannya upaya seperti ini disebut dengan istilah pendidikan. Selanjutnya, proses pendidikan ini mendapat tempat yang agung dalam pandangan Islam. Manusia yang menempuh pendidikan telah dijanjikan derajat yang tinggi dihadapan Allah. Sebagaimana firman-nya dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi: 1
2 ي ا أ ي ه ا ال ذ ين آم ن وا إ ذ ا ق يل ل ك م ت ف س ح وا في ال م ج ال س ف اف س ح وا ي ف س ح الل ه ل ك م و إ ذ ا ق يل ان ش ز وا ف ان ش ز وا ي ر ف ع الل ه ال ذ ين آم ن وا م ن ك م و ال ذ ين أ وت وا ال ع ل م د ر ج ات و الل ه بم ا ت ع م ل ون خ ب ير. Dari ayat tersebut dapat dilihat tingginya kedudukan orang yang beriman dan berilmu. Ilmu didapatkan melalui proses pendidikan. Dengan demikian, pendidikan merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia. Berkaitan dengan keharusan pendidikan bagi setiap manusia, pemerintah Republik Indonesia telah memberikan perhatian yang besar yaitu dengan disusunnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangung jawab. 1 Secara ringkas dapat dilihat bahwa tujuan pendidikan yang diinginkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 adalah terbentuknya manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa (IMTAQ) serta berilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Untuk mewujudkan hal ini, secara umum ada tiga lembaga 1 Indonesia, Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Depag RI, 2007), h. 8
3 pendidikan yang terlibat, yaitu lembaga pendidikan informal (pendidikan dalam keluarga), lembaga pendidikan formal (pendidikan di sekolah) dan lembaga pendidikan nonformal (pendidikan di masyarakat). Kegiatan pendidikan di lembaga pendidikan formal dilakukan melalui proses yang disebut dengan belajar-mengajar. Belajar diartikan sebagai aktivitas pengembangan diri melalui pengalaman, bertumpu pada kemampuan diri belajar di bawah bimbingan pengajar. 2 Selain itu, belajar diartikan pula sebagai serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. 3 Sedangkan mengajar merupakan aktivitas memberikan arahan dan kemudahan bagi pelajar dalam mencari cara menemukan sesuatu (bukan memberi sesuatu) berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh pelajar. 4 Selanjutnya, sehubungan dengan tujuan terbentuknya manusia yang beriman dan bertaqwa (IMTAQ), maka lahirlah mata pelajaran pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran yang diwajibkan pada setiap jenjang pendidikan formal. Fikih merupakan salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam rumpun Pendidikan Agama Islam (PAI). Mempelajari Fikih berarti mempelajari tatanan peraturan yang ditetapkan untuk manusia dalam urusan beribadah kepada Allah dan ibadah-ibadah 2 Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.51. 3 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.13. 4 Umar Tirtarahardja dan La Sula, loc. cit.
4 muamalah yang terkait dengan sesama makhluk. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Fikih merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya berilmu pengetahuan tetapi juga mempunyai tatanan hidup yang teratur dan berlandaskan pada nilai keimanan dan ketaqwaan. Terkait dengan hal di atas, pencapaian hasil yang maksimal dalam proses belajar-mengajar merupakan sesuatu yang sangat diharapkan oleh semua pihak. Tetapi dalam pelaksanaan, ada banyak hal yang akan mempengaruhi. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono menyebutkan secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kematangan fisik maupun psikis. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor sosial, faktor budaya, faktor lingkungan fisik dan faktor lingkungan spiritual atau keamanan. 5 Dilihat dari faktor internal, salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam belajar adalah kurangnya sikap kemandirian belajar. Ditemukan fakta bahwa siswa terkesan selalu menunggu arahan dari orang lain. Mereka tidak memiliki inisiatif untuk belajar sendiri jika tidak ada arahan. Kebanyakan dari mereka juga belum menyadari tanggung jawab terhadap belajar. Padahal, kesadaran dan kemampuan bertanggung jawab dalam belajar merupakan hal yang penting dalam rangka pencapaian prestasi belajar yang maksimal. h.130-131. 5 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
5 Kemandirian belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar. 6 Pembelajaran akan lebih efektif jika siswa melakukan kegiatan belajar atas kesadaran dan kemauannya sendiri, bukan dalam keadaan terpaksa atau tertekan. Siswa yang belajar dengan kesadaran dan kemauannya sendiri dan penuh rasa tanggung jawab, tentu akan berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi dirinya. Dia akan mencari berbagai cara dan menggunakan berbagai sumber daya yang ada untuk membantunya mencapai tujuan belajar. Tetapi, dalam hal ini, kemampuan siswa untuk mandiri tidak dapat tumbuh begitu saja, diperlukan proses dan bimbingan dari pendidik untuk membawa siswa pada kemandirian. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pendidikan sewajarnya menyediakan fasilitas yang lengkap dan memberikan bimbingan yang terarah pada terwujudnya kemandirian. Menurut Hermann Holstein, kemampuan siswa belajar mandiri dalam pelajaran di sekolah dapat diwujudkan dengan menciptakan situasi-situasi belajar yang didalamnya menjadikan siswa melakukan kegiatan belajar secara mandiri. 7 Madrasah Aliyah Negeri 2 Kandangan merupakan madrasah yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri & mengikuti pendidikan lebih lanjut. Seiring dengan tujuan ini, madrasah ini berupaya melengkapi siswa dengan berbagai fasilitas 6 Umar Tirtarahardja dan La Sula, op. cit., h.50. 7 Hermann Holstein, Schuler Lernen Selbstanding: Situationen Lernen im Schulunterricht, diterjemahkan oleh Soeparmo dengan judul, Murid Belajar Mandiri: Situasi Belajar Mandiri dalam Pelajaran Sekolah, (Bandung: Remadja Karya, 1987), h.x.
6 belajar yang lengkap di bawah bimbingan pendidik yang berkompeten. Selain itu, dalam rangka pembentukan generasi yang mandiri, madrasah ini mengupayakan setiap pembelajaran diarahkan pada terciptanya pembelajaran-pembelajaran yang didalamnya menjadikan siswa melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Berdasarkan hasil observasi awal, perwujudan pembelajaran yang memperhatikan terciptanya kemandirian siswa dalam belajar pada mata pelajaran Fikih sudah mulai dicoba dilakukan dengan menggunakan metode penugasan mandiri dan diskusi makalah kelompok dalam rangka mencapai hasil belajar yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Kemandirian Belajar dengan Prestasi Belajar Fikih Siswa Kelas XI Madrasah Aliyah Negeri 2 Kandangan. B. Definisi Operasional Untuk menghindari adanya penafsiran yang salah terhadap judul di atas, maka penulis perlu menegaskan beberapa istilah sebagai berikut. 1. Kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. 8 Kemandirian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemandirian belajar yang meliputi: (1) kemandirian dalam perencanaan belajar dengan indikator berinisiatif merencanakan proses belajar dan menetapkan standar dan tujuan belajar untuk diri sendiri; (2) kemandirian dalam pelaksanaan 8 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.710.
7 belajar dengan indikator bertanggung jawab terhadap tugas-tugas belajar, mengendalikan diri dan berinisiatif menetapkan strategi belajar yang tepat untuk diri sendiri; (3) kemandirian dalam mencermati hasil belajar dengan indikator mampu mencermati ketercapaian tujuan belajar dan berinisiatif mengambil tindakan tepat untuk perbaikan dan peningkatan hasil belajar. 2. Belajar adalah aktivitas fisik dan psikis siswa dalam rangka mendapat suatu perubahan yang merupakan hasil dari interaksinya dengan lingkungan yang mencakup aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. 3. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan. 9 Prestasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pretasi belajar yang dilihat dari nilai rapor siswa. 4. Fikih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang membahas tentang ilmu-ilmu syariah amaliah baik dalam lingkup ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah yang terdapat di Madrasah Aliyah Negeri 2 Kandangan Dengan demikian, yang dimaksud dalam judul di atas adalah penelitian mengenai tingkat kemampuan siswa berinisiatif mengatur, mengarahkan, mengendalikan diri sendiri dan bertanggung jawab terhadap tugas belajar Fikih tanpa bergantung kepada orang lain dan hubungannya dengan prestasi belajar Fikih siswa kelas XI Madrasah Aliyah Negeri 2 Kandangan. 9 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op. cit., h.895.
8 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kemandirian belajar Fikih siswa kelas XI MAN 2 Kandangan? 2. Bagaimana prestasi belajar Fikih siswa kelas XI MAN 2 Kandangan? 3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kemandirian belajar dengan prestasi belajar Fikih siswa kelas XI MAN 2 Kandangan? D. Alasan Memilih Judul Adapun yang menjadi alasan penulis mengangkat judul ini adalah: 1. Mengingat kemandirian belajar merupakan salah satu faktor yang cukup mempengaruhi ketercapaian prestasi belajar yang maksimal. 2. Kemandirian merupakan salah satu sikap yang dituntut keberadaannya sebagai hasil dari proses pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3. Mengingat penulis saat ini sedang menempuh kuliah di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam pada konsentrasi Fikih sehingga penulis memfokuskan penelitian ini pada mata pelajaran Fikih. 4. Waktu yang ada disekolah untuk mata pelajaran Fikih sangat terbatas sehingga diperlukan kemandirian belajar dari siswa untuk dapat mencapai hasil yang maksimal.
9 E. Tujuan Penelitian Bertitik tolak dari rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tingkat kemandirian belajar Fikih siswa kelas XI MAN 2 Kandangan. 2. Mengetahui prestasi belajar Fikih siswa kelas XI MAN 2 Kandangan. 3. Mengetahui hubungan kemandirian belajar dengan prestasi belajar Fikih siswa kelas XI MAN 2 Kandangan. F. Tinjauan Pustaka Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian Syukeri Gazali (2013) dengan skripsi yang berjudul Belajar Mandiri dalam Mengembangkan Efektivitas dan Kreatifitas Siswa pada Rumpun Mata Pelajaran PAI di MTsN 2 Gambut. Dalam penelitiannya dihasilkan bahwa belajar mandiri cukup efektif dalam mengembangkan efektivitas dan kreatifitas siswa pada rumpun mata pelajaran PAI. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Syukeri Gazali (2013) yaitu meneliti tentang belajar dan kemandirian. Perbedaannya adalah penelitian Syukeri Gazali (2013) menekankan pada proses pembelajaran yang berbasis mandiri, adapun penelitian yang penulis lakukan ditujukan pada sikap mandiri pada pribadi siswa dalam belajar dan penulis menghubungkannya dengan prestasi belajar siswa.
10 G. Anggapan Dasar Kemandirian belajar merupakan hal yang penting dalam keberhasilan proses pembelajaran. Siswa yang memiliki tingkat kemandirian belajar tinggi akan mencapai prestasi belajar yang tinggi. Sebaliknya siswa yang memiliki tingkat kemandirian belajar rendah akan mencapai prestasi belajar yang rendah. H. Hipotesis Sehubungan dengan permasalahan penelitian ini yaitu ada tidaknya hubungan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar Fikih siswa kelas XI MAN 2 Kandangan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan yang signifikan antara kemandirian belajar Fikih dan prestasi belajar Fikih siswa kelas XI MAN 2 Kandangan. Hipotesis yang diajukan selanjutnya akan diuji kebenarannya dengan bantuan statistik dengan data-data yang terkumpul. I. Signifikansi Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk: 1. Sebagai bahan informasi dan sumbangan pemikiran bagi penulis, guru, siswa dan lembaga pendidikan dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, terutama yang berkenaan dengan kemandirian belajar dan hubungannya dengan prestasi belajar siswa.
11 2. Bahan informasi bagi penulis lain yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut tentang masalah yang serupa. 3. Penambah khazanah ilmu pengetahuan bagi perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan perpustakaan IAIN Antasari Banjarmasin. J. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah memahami isi pembahasan, maka penulis memuat sistematika penulisan sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, alasan memilih judul, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, anggapan dasar, hipotesis, signifikansi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teoritis, yang diharapkan dapat menunjang bobot penilaian. Pada bab ini disajikan mengenai belajar, kemandirian belajar, komponen-komponen kemandirian belajar, prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, hubungan kemandirian belajar dengan prestasi belajar siswa dan konsep mata pelajaran Fikih. Bab III Metode Penelitian, yang berisikan tentang jenis dan pendekatan penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, kerangka dasar penelitian, desain pengukuran, teknik pengolahan dan analisis data, serta prosedur penelitian. Bab IV Laporan Hasil Penelitian yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, penyajian data, analisis data dan pembahasan.
Bab V Penutup yang terdiri dari simpulan dan saran-saran. 12