Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

DIABETES MELITUS (TIPE 2) PADA USIA PRODUKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk kesehatan dan perkembangan bagi anak-anak, remaja,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSU DR. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2015 TESIS.

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PENDERITA RAWAT JALAN RUMAH SAKIT DOKTER PIRNGADI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. rendah, terlalu banyak lemak, tinggi kolesterol, terlalu banyak gula, terlalu

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

Jurnal Keperawatan JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

ARTIKEL. Irnawati Marsaulina,* Arlinda Sari Wahyuni**

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB 2 DATA DAN ANALISA

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH:

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini. sudah membahayakan (Setiabudi, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

Angka Kejadian dan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di 78 RT Kotamadya Palembang Tahun 2010

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITI. Alamat: Jln Patra Raya Kp.Guji Rt 03/02 Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebon

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

METODE. Desain, Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN. utama bagi kesehatan manusia pada abad 21. World Health. Organization (WHO) memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

HUBUNGAN RIWAYAT KELUARGA, OBESITAS DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE II. Siti Novianti, Nur Lina RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun

METODE. Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian Variabel

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan prevalens penyakit ini terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB 3 METODE PENELITIAN. desain case control dengan memilih penderita DM Tipe II sebagai kasus dan bukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

Penelitian akan dilaksanakan di R.S.U Dr. Pirngadi Medan pada bulan Januari 2014 Juli 2015.

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. gizi ganda, dimana masalah terkait gizi kurang belum teratasi namun telah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

Sri Maryani 1, Dwi Sarbini 2, Ririn Yuliati 3 RSU PKU Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MILLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NIPAH PANJANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

*Dosen Program Studi Keperawatan STIKES Muhamamdiyah Klaten

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

Transkripsi:

Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian... Tipe 2 di Kota Sibolga Tahun 2005 Sempakata Kaban*, Sori Muda Sarumpaet**, Irnawati**, dan Arlinda Sari Wahyuni*** * Staf Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah ** Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU *** Dosen Fakultas Kedokteran USU Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 2 Juni 2007 Universitas Sumatera Utara 119

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 2 Juni 2007 120 Universitas Sumatera Utara

Karakteristik Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Pekerjaan Dapat dilihat pada Tabel 1. 2. Karakteristik Kasus dengan Riwayat Keluarga Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 Kasus yang memiliki riwayat keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 sebanyak 42 orang, tidak mempunyai riwayat sebanyak 58 orang. Garis keturunan ibu kandung yang paling besar yaitu sebanyak 17 orang (40,5%) dari 42 kasus yang mempunyai riwayat Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 2 Juni 2007 Universitas Sumatera Utara 121

Karangan Asli keluarga. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. 3. Pengaruh Riwayat Keluarga terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Proporsi kasus dengan ada riwayat keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 (kasus) sebanyak 42 orang (42%) dan pada kontrol sangat sedikit yaitu 6 orang (6%) sedangkan yang tidak mempunyai riwayat keluarga pada kasus sebanyak 58 orang (58%) dan sebagian besar pada kontrol yaitu 94 orang (94%). Hasil uji menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 (p<0,05) artinya bahwa ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kasus yang memiliki riwayat keluarga dengan kontrol terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Nilai Odds Ratio (OR)=11,3 artinya penderita diabetes melitus tipe 2 kemungkinan mempunyai riwayat keluarga 11,3 kali lebih besar daripada yang tidak menderita diabetes melitus tipe2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 3. 4. Pengaruh Obesitas terhadap kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Proporsi kasus dengan obesitas adalah sebanyak 66 orang (66%) dan pada kontrol sebanyak 30 orang (30%) sedangkan yang tidak obesitas pada kasus sebanyak 34 orang (34%) dan sebagian besar pada kontrol yaitu 70 orang (70%). Hasil uji menunjukkan bahwa nilai p = 0,000 (p<0,05) artinya bahwa ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kasus dengan obesitas dibanding dengan kontrol terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Nilai OR = 4,6 artinya penderita diabetes melitus tipe 2 kemungkinan menderita obesitas 4,6 kali lebih besar daripada yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 4. 5. Pengaruh Hipertensi terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Proporsi kasus dengan hipertensi sebesar 40% sedangkan pada kontrol sebesar 28%. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai p = 0,073 (p>0,05) artinya bahwa tidak ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kasus dengan menderita hipertensi dengan kontrol terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 5. Tabel 1. Karakteristik jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan, dan pekerjaan pada kasus dan kontrol di Kota Sibolga tahun 2005 Jenis Kelamin Kasus Kontrol X 2 n n (p value) Laki-laki 52 52 52 52 Perempuan 48 48 48 48 Umur 40 59 Tahun 70 70 70 70 60 70 Tahun 27 27 27 27 > 70 Tahun 3 3 3 3 Pendidikan Tidak Sekolah 1 1 3 3 SD 5 5 20 20 SLTP 21 21 35 35 SLTA 51 51 36 36 Akademi/PT 22 22 6 6 Pekerjaan PNS/TNI/Polri 43 43 21 21 IRT 30 30 18 18 Pensiunan 13 13 9 9 Wiraswasta 11 11 39 39 Buruh/Tani/Nelayan 3 3 13 13 0,000 1,000 0.000 1,000 25,229 0,000 33,221 0,000 122 Majalah Kedokteran Nusantara Universitas Volume 40 Sumatera No. 2 Juni Utara 2007

Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian... Tabel 2. Distribusi kasus berdasarkan hubungan riwayat keluarga di Kota Sibolga tahun 2005 Hubungan Riwayat Keluarga n Ibu Kandung 17 40,5 Ayah Kandung 10 23,8 Saudara Kandung 13 31 Saudara Ibu Kandung 2 4,8 Jumlah 42 100 Tabel 3. Distribusi proporsi berdasarkan riwayat keluarga dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005 Kasus Kontrol Riwayat Keluarga N N Ada Riwayat 42 42 6 6 Tidak ada Riwayat 58 58 94 94 *) Bermakna secara statistik X 2 (p-value) 35,526 (0,000*) OR (CI 95%) 11,3 (4,450-28,350) Tabel 4. Distribusi proporsi berdasarkan obesitas dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005 Kasus Kontrol OR X Obesitas 2 (CI 95%) N N (p - value) 1. Obesitas 66 66 30 30 2. Tidak Obesitas 34 34 70 70 *) Bermakna secara statistik 25,962 (0,000*) 4,6 (2,498 8,213 Tabel 5. Distribusi proporsi berdasarkan hipertensi dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005 Kasus Kontrol Hipertensi N n Hipertensi 40 40 28 28 Tidak Hipertensi 60 60 72 72 x 2 (p value) 3,209 0,073 OR (CI 95%) 1,7 (0,948-3,099) 6. Pengaruh Aktifitas Fisik terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Proporsi kasus dengan aktivitas fisik tidak baik sebesar 46% dan pada kontrol sebesar 14%. Hasil uji chi-square menunjukkan nilai p = 0,000 (p<0,05) artinya bahwa ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kasus dengan aktifitas fisik tidak baik dengan kontrol terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Nilai OR = 5,2 artinya penderita diabetes melitus tipe 2 kemungkinan aktifitas fisiknya tidak baik 5,2 kali lebih besar daripada yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 6. 7. Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Proporsi kasus dengan pola makan tidak baik sebanyak 35 orang (35%) dan pada kontrol sebanyak 22 orang (22%) sedangkan kasus dengan pola makan baik sebanyak 65 orang (65%) dan pada kontrol 78 orang (78%). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa nilai p = 0,042 (p<0,05) artinya bahwa ada perbedaan proporsi yang signifikan antara kasus dengan pola makan tidak baik dengan kontrol terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Nilai OR = 1,9 artinya penderita diabetes melitus tipe 2 kemungkinan memiliki pola makan yang tidak baik 1,9 kali lebih Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 2 Juni 2007 Universitas Sumatera Utara 123

Karangan Asli besar daripada yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Secara rinci dapat di lihat pada Tabel 7. 8. Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik ganda (Multiple logistic regresion) untuk mencari faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 pada usia 40 tahun keatas di kota Sibolga.Variabel penelitian ini ada 5 (lima) yaitu riwayat keluarga, obesitas, hipertensi, aktifitas fisik dan pola makan. Hasil bivariat antara variabel independen dengan dependen ternyata ada 4 (empat) variabel yang memiliki nilai p<0,25 yaitu variabel riwayat keluarga, obesitas, aktifitas fisik dan pola makan. Tahap selanjutnya keempat variabel tersebut dimasukkan sebagai kandidat untuk dilakukan sebagai analisis multivariat.. Dalam pemodelan ini semua variabel dicobakan secara bersama-sama, kemudian variabel yang memiliki nilai p- value>0,05 akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nilai p-value terbesar (backward selection) seperti terlihat pada Tabel 8. Setelah dikeluarkan variabel dengan nilai p<0,05 secara bertahap maka didapat 3 (tiga) variabel yang akan masuk sebagai kandidat model yaitu riwayat keluarga, obesitas dan aktifitas fisik, hasilnya terdapat pada Tabel 9. Dari Tabel 9 diperoleh model regresi dalam bentuk persamaan: Y = -7,326 + 2,274(riwayat keluarga) + 1,008 (aktifitas fisik) + 0,975 (obesitas) Secara keseluruhan model ini dapat memprediksikan tinggi atau rendahnya pengaruh faktor risiko dalam hubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 sebesar 75,5% (overal percentage 75,5%). Pada variabel riwayat keluarga dengan OR = 9,7 artinya orang yang menderita diabetes melitus tipe 2 memiliki riwayat keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 9,7 kali dari pada yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Demikian juga variabel obesitas dengan OR=2,6 artinya orang yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan keadaan obesitas 2,6 kali lebih besar dari pada orang yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Variabel aktifitas fisik dengan nilai OR = 2,7 artinya bahwa orang yang menderita diabetes melitus tipe 2 dengan aktifitas yang tidak baik 2,7 kali lebih besar dari pada orang yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2.Berdasarkan nilai OR maka dapat diperkirakan kekuatan pengaruh variabel riwayat keluarga, obesitas dan aktifitas fisik dalam hubungannya dengan kejadian dengan diabetes melitus tipe 2. Makin besar nilai OR makin kuat pula pengaruh variabel tersebut dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Variabel dengan nilai OR terbesar merupakan variabel paling dominan atau berisiko dalam hubungannya dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Pada penelitian ini variabel yang paling dominan adalah riwayat keluarga. Melalui model ini dengan 3 (tiga) variabel independent predictor yang terdiri dari riwayat keluarga, obesitas dan aktifitas fisik dapat memperkirakan pengaruh faktor risiko dengan hubungannya dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 sebesar 75,5%. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian diabetes melitus tipe 2. 1. Riwayat Keluarga Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa ada perbedaan proporsi riwayat kelaurga dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 (p = 0,0001) dan OR=11,3 artinya orang yang menderita diabetes melitus tipe 2 kemungkinan besar mempunyai riwayat keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 Hal ini dapat dijelaskan bahwa banyak masyarakat kota Sibolga dari garis keturunan penderita diabetes melitus tipe 2 yang mungkin salah satu dari garis keturunan ibu atau bapak dan juga kemungkinan dari keduaduanya yang tidak menimbulkan gejala secara klinis. Teori genetik diabetes melitus tipe 2 telah banyak dianut dan dikenal. Bila teori genetika ini dianggap benar, maka terdapat tiga tipe penduduk yaitu normal tidak diabetes, pembawa sifat tanpa tanda klinik (carier) dan penderita diabetes atau calon penderita. Bila satu kakek-nenek menderita diabetes melitus tipe 2, sedang orang tuanya tidak menderita maka risiko anak menderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 14%. Bila salah satu orang tua menderita diabetes melitus tipe 2 sedang tidak 124 Majalah Kedokteran Nusantara Universitas Volume 40 Sumatera No. 2 Juni Utara 2007

Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian... ada keluarga dekat lain menderita maka risiko anak menderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 22%. Bila satu orang tua dan satu kakek-nenek atau keluarga dekat yang lain menderita diabetes melitus tipe 2 maka risiko anak menderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 60%. 7 Timbulnya penyakit diabetes melitus tipe 2 sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Bila terjadi mutasi gen (thirifty gene alias gen kelaparan) menyebabkan kekacauan metabolisme yang berujung pada timbulnya diabetes melitus tipe 2. Gen yang diturunkan dari ibu dengan diabetes melitus tipe 2 ke anak lebih besar 10-30% dari ayah yang menderita diabetes,ini disebabkan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar. 8 Intervensi faktor riwayat keluarga dalam pengendalian terjadinya penyakit diabetes melitus tipe 2 berupa konseling perkawinan bagi remaja dan calon pengantin untuk tidak menikah sesama yang mempunyai faktor risiko riwayat keluarga. 2. Untuk memperlambat timbulnya penyakit diabetes melitus tipe 2 maka faktor risiko yang lain seperti obesitas, aktifitas fisik dan pola makan diminimalkan. 2. Obesitas Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa nilai (p = 0,000; OR = 4,5) variabel ini masuk kedalam analisis multivariat dengan hasil (p = 0,000; OR = 2,6) artinya ada pengaruh obesitas terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan karena konsumsi makanan mengandung kadar tinggi lemak dan kalori sementara aktifitas yang dilakukan kurang sehingga terjadi penimbunan energi dan asupan bahan makan di tubuh secara berlebihan. Obesitas menyebabkan tubuh menjadi semakin kurang sensitif terhadap efek insulin. Akibatnya pankreas memproduksi insulen dalam jumlah yang lebih banyak. Kemampuan penkreas untuk memproduksi cukup insulin terbebani oleh tingkat resistensi insulinnya, tingginya kadar gula darah menandai timbulnya diabetes melitus tipe 2. 9 Program penurunan berat badan di kota Sibolga dapat dilakukan berupa diet rendah kalori seimbang dan tinggi serat untuk mengurangi akumulasi lemak dalam tubuh dan melakukan aktifitas fisik tambahan seperti berolah raga maka penggunaan energi meningkat dan juga bermanfaat untuk mengendalikan gula darah, kolesterol dan trigliserida. Bersama-sama dengan diet dan aktifitas fisik makin bertambah defisit kalori dan juga pengeluaran energi bertambah. 3. Hipertensi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi hipertensi pada kasus sebesar 40% sedang pada kontrol 28%. Walaupun proporsi hipertensi pada kasus lebih tinggi dari pada kontrol namun hasil uji Chi-Square tidak ada pengaruh hipertensi terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan karena hipertensi dipengaruhi oleh faktor umur yang pada penelitian ini di matching sehingga hipertensi pada penderita diabetes melitus tipe 2 hampir sama jumlahnya dengan yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2.Pengendalian hipertensi dalam menurunkan kejadian diabetes melitus tipe 2 di kota Sibolga perlu dilakukan walaupun hasil uji statistik tidak ada pengaruh yang bermakna. 4. Aktivitas Fisik Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa nilai p = 0,000; OR = 6,2. Variabel ini masuk kedalam analisis multivariat dengan hasil p = 0,017; OR = 2,7 artinya ada pengaruh aktifitas fisik terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan karena penderita diabetes melitus yang terpilih kebanyakan bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang memiliki aktifitas kurang dan tidak berolah raga yang dilaksanakan sekali seminggu di tempat bekerja. Di kota Sibolga kegiatan olah raga belum memasyarakat, walaupun melalui media elektronik sering di dengar anjuran untuk olah raga secara teratur. Dari pemerintah kota Sibolga belum ada hal yang spesifik terprogram secara rutin, yang ada hanya bagi PNS kegiatan olah raga bersama satu kali seminggu. Selain kegiatan olah raga yang rutin upaya lain yang dapat dilakukan berupa melakukan pekerjaan di dalam rumah. 5. Pola Makan Hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa ada pengaruh pola makan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 2 Juni 2007 Universitas Sumatera Utara 125

Karangan Asli menggunakan uji Chi-Square (p = 0,042; OR = 1,9), namun pada hasil uji regresi logistik tidak ada pengaruh pola makan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan karena sumber makanan di kota Sibolga tidak bervariasi, selain hal tersebut adanya kebiasaan makan bersama antar keluarga seperti arisan, pesta, sehingga pola makan penderita diabetes melitus tipe 2 tidak berbeda jauh dengan yang tidak menderita diabetes melitus tipe 2. Masukan makanan lebih banyak dari kebutuhan kalori sehari maka makanan ini akan ditimbun dalam bentuk glikogen dan lemak. Apabila sel beta tidak lagi mampu untuk memproduksi insulin sesuai dengan asupan makanan maka menyebabkan sel beta dekompensasi yang akhirnya menimbulkan diabetes melitus tipe 2. Pola makan merupakan determinan terjadinya obesitas, secara tidaklangsung akan menyebabkan diabetes melitus 2. Intervensi yang dapat dilakukan dengan cara mengubah pola makan dengan diet seimbang cukup kalori dan tinggi serat serta mensosialisasikannya kepada pengelola kantin karena penderita diabetes melitus tipe 2 kebanyakan PNS yang sarapan dan makan siang di kantin kerja. 6. Population Attributable Risk (PAR) Untuk mengukur potensi dampak atau kontribusi dari faktor yang diteliti terhadap kejadian penyakit adalah ukuran Population Attributable Risk (PAR) atau Attributable fraction (Beaglehole, R). PAR dapat dihitung dengan mempergunakan data pada penelitian studi kasus kotrol yaitu dengan cara menghitung setiap prevalens rate kelompok terpapar (kelompok risiko) dan prevalens rate kelompok tidak terpapar (tidak berisiko). Rumus PAR adalah sebagai berikut: Pe Pu PAR = X 100% Pe Pe = Prevalens rate pada kelompok terpapar Pu = Prevalens rate pada kelompok tidak terpapar Berdasarkan rumus diatas maka dapat dihitung PAR setiap faktor risiko yang diteliti. Perhitungan prevalens rate kelompok terpapar dan prevalens rate kelompok tidak terpapar dari hasil penelitian yang terdapat pada Tabel Distribusi faktor risiko (Tabel 10). Hasil perhitungan PAR faktor risiko yang masuk menjadi kandidat model (prediktor) pengendalian kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 6. Distribusi proporsi berdasarkan aktifitas fisik dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005 Kasus Kontrol Aktifitas Fisik n n Tidak Baik 46 46 14 14 Baik 54 54 86 86 *) Bermakna secara statistik X 2 (p-value) 24,381 (0,000*) OR (CI 95%) 5,2 (2,629-10,415) Tabel 7. Distribusi proporsi berdasarkan pola makan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005 Pola Makan Kasus Kontrol n n Tidak Baik 35 35 22 22 Baik 65 65 78 78 *) Bermakna secara statistik x 2 (p-value) 4,147 (0,042*) OR (CI 95%) 1,9 (1,020-3,573) 126 Majalah Kedokteran Nusantara Universitas Volume 40 Sumatera No. 2 Juni Utara 2007

Sempakata Kaban dkk. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian... Tabel 8. Uji regresi logistik ganda untuk identifikasi variabel yang akan masuk dalam model dengan p<0,05 Variabel B P OR 95% CI Riwayat Keluarga 2,277 0,000 9,743 3,742-25,370 Obesitas 1,144 0,019 3,139 1,208-8,156 Aktifitas fisik 0,939 0,033 2,558 1,079-6,061 Pola makan * -0,260 0,059 0,771 0,298-1,996 Constant -7,024 0,000 0,001 *) Dikeluarkan secara bertahap (backward selection) Tabel 9 Hasil analisis regresi logistik ganda pemodelan faktor risiko diabetes melitus tipe 2 pada usia 40 tahun ke atas di Kota Sibolga tahun 2005 Variabel B SE Wald df Sig. Exp (B) 95% CI Riwayat Keluarga 2,274 0,489 21,661 1 0,000 9,719 3,730-25,323 Obesitas 0,975 0,370 6,947 1 0,008 2,650 1,284-5,471 Aktifitas fisik 1,008 0,423 5,686 1 0,017 2,739 1,197-6,272 Constant -7,326 1,199 37,321 1 0,000 0,001 Overal percentage 75,5% Tabel 10. Population Attributabel Risik (PAR) Kandidat model (prediktor) pengendalian kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga tahun 2005 Kandidat Model Pe Pu PAR Riwayat Keluarga 87,5 38,2 56,3 Obesitas 68,8 33,7 52,5 Aktifitas Fisik 76,7 38,6 49,7 Pola Makan 61,4 45,5 25,9 Tabel 10 menunjukkan PAR dari adanya riwayat keluarga yang paling besar, yaitu sebesar 56,3% dan diikuti obesitas sebesar 52,5% serta aktifitas fisik sebesar 49,7%. PAR adanya riwayat keluaraga menderita diabetes melitus tipe 2 sebesar 56,3% artinya bahwa prevalens penyakit diabetes melitus tipe 2 yang terdapat pada populasi di Kota Sibolga diperkirakan disebabkan oleh adanya kontribusi dari riwayat keluarga sebesar 56,3%. Bila faktor riwayat keluarga dapat dihilangkan maka sebesar 56,3% dari prevalens penyakit diabetes melitus tipe 2 di kota Sibolga diturunkan. KESIMPULAN 1. Berdasarkan variabel yang diteliti menunjukkan bahwa untuk riwayat keluarga, obesitas, aktifitas fisik dan pola makan ada perbedaan kemungkinan menderita diabetes melitus tipe 2. 2. Dari semua variabel yang di uji diketahui bahwa variabel riwayat keluarga yang paling dominan terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2 diikuti aktifitas fisik dan obesitas. 3. Berdasarkan hasil uji regresi logistik secara keseluruhan model ini dapat memprediksi tinggi rendahnya pengaruh faktor risiko dalam hubungannya dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga sebesar 75,5% (Overall Percentage). 4. Kontribusi adanya riwayat keluarga sebesar 56,3% (PAR=56,3%), obesitas sebesar 52,5% (PAR=52,5%) dan aktifitas fisik 49,7% (PAR=49,7%) untuk menurunkan/meningkatkan prevalens penyakit diabetes melitus tipe 2 di Kota Sibolga. 5. Model pengendalian diabetes melitus tipe 2 dengan mengintervensi riwayat keluarga, aktifitas fisik dan obesitas berupa diet makanan seimbang serta peningkatan aktifitas di dalam rumah. Berdasarkan persamaan regresi logitik secara matematis dapat dihitung Y = -7,326 + 2,274(riwayat keluarga) + 1,008 (aktifitas fisik) + 0,975 (obesitas). Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 2 Juni 2007 Universitas Sumatera Utara 127

Karangan Asli DAFTAR PUSTAKA 1. Soegondo, S., et al., 2004. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2. WHO., 1994. Prevention of Diabetes Mellitus. Report WHO Study Group. Genewa. 3. Tanaya, Z., 1999. Hubungan antara aktifitas Fisik dengan Status Gizi Usia Lanjut Binaan Puskesmas di Jakarta Barat Tahun 1997. Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. 4. Hiswani., 2000. Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah dan Diskusi dalam Meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Perubahan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Dokter Pirngadi Medan. Thesis Program Pasca Sarjana.Universitas Gajah Mada. Yokyakarta. 5. Zein, U., et,al., 2004 Infeksi Sebagai Faktor penyebab Rawat Inap Penderita Diabetes. Majalah Kedokteran Nusantara. Volume-37. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 6. Centers Disease Control and Prevention., 2004. Primary Prevention of type 2 Diabetes Mellitus by Lifestyle Intervention: Implication for Health Policy. www.cdc,gov/arsip/diabetes,html, Diakses 18 Mei 2005. 7. Ranakusuma, A., 1997. Buku Ajar Praktis: Metabolik Endokrinologi Rongga Mulut. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 8. Tutle, J., et,al., 1999. Diabetes In The New Mellennium. Sydney: Endocrinology and Diabetes Reserch Foundation. 9. Waspaji, S., 2002 Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 128 Majalah Kedokteran Nusantara Universitas Volume 40 Sumatera No. 2 Juni Utara 2007