BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DI PUSKESMAS DESA DAYEUH KOLOT KABUPATEN BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Infeksi saluran pernafasan akut sampai saat ini masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

DEA YANDOFA BP

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Anak merupakan generasi penerus bangsa untuk melanjutkan

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan,

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang sering menyerang anak-anak. Salah satu penyakit saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Infeksi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di Indonesia. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian karena ISPA terutama pada bayi dan balita. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sangat sering dijumpai dan merupakan penyebab kematian paling tinggi pada anak balita. Kejadian ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor terutama status gizi. Peneliti ingin mengetahui seberapa besar hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (Rustandi, 2011). World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada usia balita. Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selal u menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2012 di Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % - 41,4 % dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2013 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi 1

2 terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10% dari seluruh kematian balita), sedangkan di Jateng 28 % (2012), 27,2 % tahun 2013 (DepKes, 2013). Rendahnya status gizi disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu: ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dan kemiskinan. Kondisi sosial ekonomi keluarga yang rendah merupakan penyebab kurang gizi pada anak, karena jika anak sudah jarang makan, maka otomatis akan kekurangan gizi. Penelitian Wibowo (2007) yang menyatakan ada hubungan antara status gizi dengan penyakit ISPA pada balita. Status gizi yang baik umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi. Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA pada balita, ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekwensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. ISPA yang disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian ISPA pada balita adalah gizi yang kurang, status imunisasi yang tidak lengkap, membedong bayi (menyelimuti yang berlebihan), tidak mendapat ASI yang memadai, defisiensi vitamin A, kepadatan tempat tinggal, polusi udara akibat asap dapur, orang tua perokok dan keadaan rumah yang tidak sehat (Depkes, 2013). Faktor - faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA diantaranya yaitu status gizi, dimana status gizi yang kurang muncul sebagai faktor resiko yang penting terjadinya ISPA. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi

3 sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi (Dharmage, 2009). Diketahui bahwa ISPA mempunyai kontribusi 28 % sebagai penyebab kematian pada bayi < 1 tahun dan 23 % pada anak balita (1 5 tahun) dimana 80 % - 90 % dari seluruh kematian ISPA disebabkan oleh pneumonia. Hasil data Puskesmas Gunungpati bulan Oktober Desember 2013 terdapat 473 balita usia 12-59 bulan yang terkena ISPA. ISPA di Puskesmas Gunungpati berdasarkan pada tahun 2012 sebanyak 87,49%, tahun 2013 sebanyak 84,49%. ISPA merupakan salah satu sepuluh besar penyakit diurutan pertama dari sepuluh besar penyakit lainnya. (Data Puskesmas Gunungpati, 2013). Kurang gizi pada anak dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak sehat akan menyebabkan penurunan reaksi kekebalan tubuh yang berarati kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Keadaan tersebut yang menyebabkan anak sangat potensial terkena penyakit infeksi seperti ISPA. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rina Maya Sari (2010), tentang hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang ISPA dengan kejadian ISPA, dimana pengetahuan berhubungan erat dengan dengan kejadian ISPA. Bertitik tolak dari uraian dilatar belakang, maka masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah apakah ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita usia 12-59 bulan di Puskesmas Gunungpati Semarang. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang diteliti adalah apakah ada hubungan antara status gizi dengan

4 kejadian ISPA pada balita usia 12-59 bulan yang berkunjung di Puskesmas Gunungpati Semarang? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita usia 12-59 bulan yang berkunjung di Puskesmas Gunungpati Semarang. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1. Mendiskripsikan status gizi pada anak usia 12-59 bulan yang berkunjung di Puskesmas Gunungpati Semarang. 1.3.2.2. Mendiskripsikan penyakit ISPA pada anak usia 12-59 bulan yang berkunjung di Puskesmas Gunungpati Semarang. 1.3.2.3. Menganalisis hubungan status gizi anak usia 12 59 bulan dengan kejadian ISPA yang berkunjung di Puskesmas Gunungpati Semarang. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.4.1. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan meningkatkan ilmu pengetahuan penulis dan sebagai sarana dalam menerapkan teori yang telah di peroleh selama mengikuti kuliah serta hasil penelitian ini juga sebagai pengalaman meneliti. 1.4.2. Bagi Institusi Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan program dalam memberikan masukan meningkatkan dan memperbaiki gizi dan

5 pencegahan ISPA serta perawatan ISPA pada balita dan penemuan kasus dini dengan faktor resiko. 1.4.3. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang pencegahan ISPA serta perawatan ISPA pada balita. 1.5. Keaslian Penelitian 1.5.1. Galuh Nita Prameswari (2009), J udul penelitian Hubungan lama pemberian ASI Eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA. Hasil penelitian menyimpulkan ada hubungan yang signifikan antara lama pemberian ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA. 1.5.2. Rina Maya Sari (2010), menel iti tentang hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang ISPA dengan kejadian ISPA di Sungai Arang Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Arang Padan Tahun 2009. 1.5.3. Sugiarto (2004), judul Penelitiannya Hubungan antara Faktor Pengetahuan, Sikap dan Praktik Ibu dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Tratbang Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan. Kesimpulan penelitiannya adalah ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap antara praktik dan sikap ibu. 1.5.4. Mei Elyana (2 009), judul penelitiannya hubungan frekuensi ISPA dengan status gizi balita di klinik Masjid Agung Jawa Tengah, kesimpulan frekuensi ISPA berhubungan dengan status gizi balita. Semakin tinggi frekuensi ISPA, status gizi balita semakin kurang