1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori Penelitian 2.2.1 Teori Sinyal (Signaling Theory) Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Untuk mengurangi asimetri informasi perusahaan harus mengungkapkan informasi yang 10
11 dimiliki baik informasi keuangan maupun non keuangan (Sharpe, 1997 dan Ivana 2005 dalam Butar, 2011). Salah satu informasi yang wajib diuangkapkan oleh perusahaan adalah informasi tentang non performing financing, dimana bank akan sangat memperhatikan resiko non performing financing karena mengingat sebagian besar bank memberikan kredit pada bisnis utamanya, dengan adanya pemberian informasi Non performing Financing (NPF) pihak eksternal dapat mengetahui kondisi bank yang baik atau yang buruk, karena Non Performing Financing (NPF) dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kelangsungan hidup suatu bank. 1.2 Telaah Pustaka 1.2.1 Bank Umum Syariah Menurut UU RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank Islam atau yang disebut bank syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank ini usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
12 disesuaikan dengan prinsip syariat Islam (Perwataatmadja dan Antonio 2001 dalam Mutaminah dan Chasanah 2012). Bank Syariah adalah sistem perbankan dalam Ekonomi Islam didasarkan pada konsep pembagian baik keuntungan maupun kerugian artinya siapa yang ingin mendapatkan hasil dari tabungannya, juga harus bersedia mengambil risiko. Bank-bank syariah dikembangkan berdasarkan prinsip yang tidak membolehkan pemisahan antara hal yang temporal (keduniaan) dan keagamaan. Prinsip ini mengharuskan kepatuhan kepada syariah sebagai dasar dari semua aspek kehidupan. Kepatuhan ini tidak hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi transaksi bisnis pun harus sesuai dengan ajaran syariah. Bank Islam menolak bunga sebagai biaya untuk penggunaan uang dan pinjaman sebagai alat investasi (Popita, 2013). Menurut peraturan bank Indonesia nomor 6 tahun 2004 pasal 2 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, memberikan definisi bahwa bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukum yang diperkenankan adalah perseroan terbatas atau PT. Dalam buku yang berjudul Manajemen Bank Syari ah, secara garis besar hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut di tentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar akad. Bersumber dari lima dasar konsep inilah dapat
13 ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah : (1) sistem simpanan, (2) bagi hasil, (3) margi keuntungan, (4) sewa, (5) jasa (fee). Kegiatan utama perbankan syariah tersebut harus menggunakan prinsip dasar bank syariah yang ditetapkan, yaitu: Mudharabah, Musyarakah, Wadi ah, Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah, Qardh, Rahn, Hiwalah/Hawalah, dan Wakalah (Ihsan, 2011 dalam mutaminah dan chasanah, 2012) 1.2.2 Non Performing Financing (NPF) pada Bank Syariah Risiko kredit muncul jika bank tidak bisa memperoleh kembali cicilan pokok atau bunga dari pinjaman yang diberikannya dan atau investasi yang sedang dilakukannya. Suatu kredit dinyatakan bermasalah jika bank benar-benar tidak mampu menghadapi risiko yang dtimbulkan oleh kredit tersebut. Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam tidak dapat dan tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya (Antonio 2001 dalam Mutaminah dan Chasanah 2012). Sebagian besar bank melakukan pemberian kredit sebagai bisnis utamanya. Saat ini, sejarah menunjukkan bahwa risiko kredit merupakan kontributor utama yang menyebabkan kondisi bank memburuk, karena nilai kerugian yang ditimbulkannya sangat besar sehingga mengurangi modal bank secara cepat. Indikator yang
14 menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin dari besarnya non performing financing (NPF). Non performing financing (NPF) adalah rasio antara pembiayan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Dalam praktik perbankan sehari-hari, pembiayaan bermasalah adalah pembiayaanpembiayaan yang kategori kolektabilitasnya masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet. NPL atau NPF adalah kredit yang kategori kolektibilitasnya di luar kolektibilitas kredit lancar dan kredit dalam perhatian khusus (Leon dan Ericson 2007 dalam Poetry dan Sanrego 2011). Pada bank syariah istilah Non Performing loan (NPL) diganti Non Performing Financing (NPF) karena dalam syariah menggunakan prinsip pembiayaan. NPF merupakan tingkat risiko yang dihadapi bank. NPF adalah jumlah kredit yang bermasalah dan kemungkinan tidak dapat ditagih. Semakin besar nilai NPF maka semakin buruk kinerja bank tersebut. (Mutaminah dan Chasanah 2012). Perhitungan Non Performing Financing (Menurut peraturan BI), sebagai berikut : NPF Satuan yang digunakan pada variabel Non Performing Financing (NPF) yaitu berupa persentase %. 1.2.3 Faktor NPF Bank Syariah Non performing financing (NPF) merupakan salah satu indikator kesehatan kualitas aset bank dalam mengelola penyaluran
15 pembiayaan. Penilaian kualitas aset merupakan penilaian terhadap kondisi aset bank dang kecukupan manajemen risiko kredit. Menurut peraturan Bank Indonesia nomor 6 tahun 2004 tentang sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Syariah, semakin tinggi nilai NPF (di atas 5%), maka bank tersebut tidak sehat. Non performing financing (NPF) pada dasarnya disebabkan oleh faktor Eksternal dan Internal. Kedua faktor tersebut tidak dapat dihindari karena saling berkaitan dan mempengaruhi kegiatan usaha bank. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Faktor Eksternal a. Gross Domestic Product Gross Domestic Product (GDP) artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat. Ada dua tipe GDP, yaitu : 1. GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.
16 2. GDP dengan harga tetap atau GDP riil, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain (McEachern 2000 dalam Mutaminah dan chasanah, 2012). Gross Domestic Product (GDP) adalah indikator dari pertumbuhan ekonomi yang merupakan ukuran penting dalam menjelaskan kinerja ekonomi yang secara langsung merupakan kinerja dari pelaku ekonomi yang menyediakan barang dan jasa termasuk industri perbankan. Dalam penelitian ini variabel GDP merupakan data mentah yang diperoleh berupa data nominal, yaitu data yang dihitung berdasarkan harga yang berlaku pada saat itu dan bukan merupakan murni berasal dari peningkatan produksi barang dan jasa, sehingga pada pengolahan harus diubah menjadi data riil yang digunakan adalah dalam bentuk pertumbuhan GDP. Perhitungan Variabel GDP sebagai berikut (Popita, 2013) : GDP Keterangan: GDP t = GDP tahun ke-t
17 GDP t-1 = GDP tahun sebelumnya Satuan yang digunakan pada variabel Gross Domestic Product yaitu berupa persentase (%). b. Kurs Kurs adalah harga dalam negeri dari mata uang luar negeri atau mata uang asing. Nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang Indonesia menggambarkan kestabilan ekonomi di negara Indonesia (Mutaminah dan Chasanah, 2012). Kurs atau nilai tukar adalah harga dari mata uang luar negeri. Kenaikan nilai tukar (kurs) mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang (mata uang asing lebih murah, hal ini berarti nilai mata uang asing dalam negeri menigkat). Penurunan nilai tukar (kurs) disebut depresiasi mata uang dalam negeri (mata uang asing menjadi lebih mahal, berarti mata uang dalam negeri merosot) (Dornbusch, et.al 2008 dalam Kewal 2012). Perhitungan Variabel Kurs sebagai berikut : KURS = x 100% Keterangan : KURS t = Kurs pada tahun ke-t KURS t-1 = Kurs pada tahun sebelumnya
18 Satuan yang digunakan pada variabel Kurs yaitu berupa persentase (%). c. Inflasi Inflasi secara umum merupakan naiknya harga barang dan jasa sebagai akibat jumlah uang (permintaan) yang lebih banyak dibandingkan jumlah barang atau jasa yang tersedia (penawaran). Inflasi akan mempengaruhi kegiatan ekonomi baik secara makro maupun mikro termasuk kegiatan investasi. (Mutaminah dan Chasanah, 2012). Inflasi merupakan peningkatan tingkat harga umum dalam suatu perekonomian yang berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu. Pertumbuhan jumlah uang yang melebihi pertumbuhan sektor riil inilah yang menyebabkan terjadinya inflasi karena mengakibatkan daya beli uang selalu menurun, dan kecenderungan pemberian pinjaman secara berlebihan, padahl disisi lain keadaan seperti ini mengakibatkan pengguna dana mengalami kesulitan dalam pengembalian dana. Sehingga bank syariah bersikap hati-hati dalam pemberian dana (Rahmawulan 2008 dalam Popita, 2013). Perhitungan Variabel Inflasi sebagai berikut : Laju Inflasi = X 100%
19 Keterangan : IHK t = Inflasi pada tahun ke-t IHK t-1 = Inflasi pada tahun sebelumnya 2. Faktor Internal Satuan yang digunakan pada variabel Kurs yaitu berupa persentase (%). a. Financing Deposit Ratio (FDR) Financing Deposit Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur komposisi jumlah pembiayaan yang diberikan dibandingkan jumlah dana pihak ketiga yang digunakan (Kasmir 2008 dalam Paramita 2012). Financing Deposito Ratio (FDR) menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Popita, 2013).. Perhitungan variabel FDR sebagai berikut: FDR = x 100% Satuan yang digunakan pada variabel Financing Deposit Ratio yaitu berupa persentase (%). b. Profit Loss Sharing (PLS) Profit Loss Sharing (PLS) diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. Jenis Pembiayaan profit loss
20 sharing (PLS) terdiri dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah di mana pembiayaan pembiayaan profit loss sharing tergolong pembiayaan yang memiliki risiko tinggi terhadap kredit bermasalah. Mudharabah merujuk pada bentuk kerjasama usaha antara dua belah pihak. Pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, dan pihak lainnya menjadi pengelola dana (mudharib) sedangkan musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menjalankan suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Arifin, 2000 dalam Muchlis, 2011). Nasution dan Wiliasih (2007) dalam Mutaminah dan Chasanah (2012) mengembangkan variabel rasio return profit loss sharing (PLS) dibanding return total pembiayaan. Variabel ini dikembangkan sebagai instrument untuk melihat sejauh mana keseriusan bank dalam mencegah terjadinya moral hazard dengan tingkat rasio NPF sebagai indikatornya. Variabel ini cermin kebijakan tingkat kehatihatian. Perhitungan variabel RR adalah sebagai berikut: RR = Keterangan :
21 RR : Rasio return Pembiayaan Profit Loss Sharing (PLS) terhadap retun total financing (pembiayaan) RPls : jumlah pendapatan pembiayaan PLS (mudharabah dan musyarakah) RF : jumlah seluruh pendapatan pembiayaan 2.3 Penelitian Terdahulu Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti 1. Mutaminah dan Chasanah (2012) Judul dan Objek Penelitian Analisis eksternal dan internal dalam menentukan non performing financing bank umum syariah di Indonesia Variabel Gross Domestic Product (GDP), Kurs, Inflasi, Profit Loss Sharing (PLS) Metode Analisis Regresi Linear Berganda Hasil Penelitian Pertumbuhan gross domestic product (GDP) riil berpengaruh positif dan kurs nilai tukar rupiah terhadap dollar mempunyai pengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF), inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF), rasio return profit loss sharing terhadap return total pembiayaan atau rasio return mempunyai pengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF) dan rasio alokasi
22 pembiayaan murabahah terhadap alokasi pembiayaan profit loss sharing (PLS) atau rasio financing berpengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF). 2. Paramita (2012) 3. Popita (2013) Implikasi kebijakan pemberian pembiayaan dan pengaruh financing deposito ratio terhadap non performing financing (studi kasus PT. Bank Muamalat Pontianak) Analisis penyebab terjadinya non performing financing pada bank umum syariah di Indonesia Financing Deposito Ratio (FDR) Gross Domestic Product (GDP), Inflasi, Profit Loss Sharing (PLS) dan total aset Analisis Regresi Sederhana Analisis Regresi Linier Berganda financing deposito ratio (FDR) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF) Pertumbuhan gross domestic product (GDP) riil dan financing deposito ratio (FDR) berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF), inflasi dan rasio return profit loss sharing (PLS) terhadap return total pembiayaan berpengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF).
23 4. Halim (2015) 5. Linda et al (2015) 6. Poetry dan Sanrego (2011) Faktor internal dan faktor eksternal yang memepengaruhi non performing loan di bank pemerintah dan bank swasta Jawa Timur periode 2008-2012 Pengaruh inflasi, kurs dan tingkat suku bunga terhadap non performing loan pada PT. Bank tabungan negara (Persero) Tbk cabang Padang Pengaruh variabel makro dan mikro terhadap non performing loan (NPL) perbankan konvensional dan non performing financing (NPF) perbankan syariah Gross domestic product dan inflasi Kurs dan inflasi kurs, gross domestic product (GDP), inflasi Least square Regresi linear berganda Analisis forecast error variance decomposi -tion (FEVD) Inflasi berpengaruh positif terhadap non performing loan (NPL), sedangkan gross domestic product (GDP) berpengaruh negatif terhadap non performing loan (NPL) Inflasi berpengaruh positif terhadap non performing loan (NPL) sedangkan kurs berpengaruh negatif terhadap non performing loan (NPL). kurs, gross domestic product (GDP), inflasi berpengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF). 2.4 Kerangka Pemikiran Bank Umum Syariah adalah lembaga keuangan yang mempunyai tugas memberikan pelayanan seperti pembiayaan, jasa-jasa pembayaran lainnya serta peredaran uang yang pengelolaannya dilakukan secara
24 prinsip syariat Islam. Pada bank umum syariah mempunyai produkproduk perbankan syariah seperti tabungan, giro, deposito, pembiayaan murabahah, salam, rahn, ishtina, pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah. Adanya produk-produk dalam perbankan syariah ini, akan menimbulkan risiko- risiko pada setiap masing-masing produk. Salah satu risiko yang akan timbul pada pembiayaan bermasalah perbankan syariah yaitu Non Performing Financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah. Non Performing Financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah merupakan kredit bermasalah yang terdiri dari kredit berklasifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Penyebab terjadinya NPF atau pembiayaan bermasalah terjadi akibat faktor-faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi kondisi ekonomi makro ekonomi seperti gross domestic product (GDP), kurs, Inflasi yang mempengaruhi tingkat rasio non performing financing (NPF). Sedangkan faktor internal meliputi financing deposit ratio (FDR) dan kebijakan pembiayaan ratio return profit loss sharing (PLS) bank syariah.
25 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Gross Domestic Product H1 (-) Kurs H2 (-) Inflasi H3 (+) H4(+) Fiancing Deposit ratio H5(-) Profit Loss Sharing 2.5 Hubungan antara variabel Independen terhadap Variabel Dependen 2.5.1 Hubungan Gross Domestic Product (GDP) terhadap Non Performing Financing (NPF) Gross Domestic Product (GDP) artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Pada saat perekonomian dalam kondisi stabil maka
26 konsumsi masyarakat juga stabil sehingga tabungan juga akan stabil (sesuai dengan teori Keynes). Tetapi manakala perekonomian mengalami krisis, maka konsumsi akan meningkat dikarenakan harga barang yang naik dan kelangkaan barang di pasar serta menurunkan tingkat tabungan masyarakat karena adanya kekhawatiran terhadap lembaga perbankan. Peningkatan konsumsi yang diiringi dengan menurunnya investasi dan tingkat GDP riil maka mengindikasikan penurunan dalam memproduksi barang dan jasa (Popita, 2013). Gross Domestic Product (GDP) digunakan untuk mengukur semua barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian suatu negara dalam periode tertentu. Kaitan GDP dengan kredit bermasalah, dalam kondisi resesi (terlihat dari penurunan GDP) dimana terjadi penurunan penjualan dan pendapatan perusahaan, maka akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam mengembalikan pinjamannnya. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya outstanding kredit tidak lancar. Sementara itu ketika GDP meningkat maka NPF menurun, sebab saat ekonomi makro meningkat kemampuan nasabah dalam memenuhi kewajibannya (capability to pay-back) meningkat sehingga NPF menurun (Mutaminah dan Chasanah, 2012). Hasil penelitian Popita (2013), Mutaminah dan Chasanah (2012), menunjukan bahwa GDP berpengaruh negatif terhadap NPF.
27 H1 : Gross domestic product (GDP) berpengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF). 2.5.2 Hubungan Kurs terhadap Non Performing Financing (NPF) Kurs mata uang asing adalah harga dalam negeri dari mata uang luar negeri atau mata uang asing. Nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang Indonesia menggambarkan kestabilan ekonomi di negara Indonesia. Penguatan nilai tukar rupiah, semakin kuat rupiah semakin bagus perekonomian nasional di negara ini. Perubahan kurs mata uang juga akan sangat berpengaruh pada kelancaran usaha nasabah (Hendri, 2011 dalam Mutaminah dan Chasanah, 2012). Jika terjadi kenaikan tingkat nilai tukar rupiah terhadap dollar menjadikan produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif karena harga barang dan jasa dalam negeri menjadi lebih rendah daripada harga barang pada negara lain. Harga barang dan jasa dalam negeri relatif rendah akan meningkatkan permintaan permintaan luar negeri akan barang dan jasa dalam negeri. Penjualan dalam negeri meningkat dan kondisi keuangan masyarakatpun membaik. Dengan demikian, kenaikan nilai tukar akan membantu nasabah dalam mengembalikan kredit atau pembiayaannya (Poetry dan sanrego, 2011). Hasil penelitian Poetry dan Sanrego (2011), menunjukan bahwa Kurs berpengaruh negatif terhadap NPF.
28 H2 : Kurs berpengaruh negatif terhadap non performing financing (NPF). 2.5.3 Hubungan Inflasi terhadap Non Performing Financing (NPF) Inflasi merupakan peningkatan tingkat harga umum dalam suatu perekonomian yang berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu. Pertumbuhan jumlah uang yang melebihi pertumbuhan sektor riil inilah yang menyebabkan terjadinya inflasi karena mengakibatkan daya beli uang selalu menurun, dan kecenderungan pemberian pinjaman secara berlebihan, padahal disisi lain keadaan seperti ini mengakibatkan pengguna dana mengalami kesulitan dalam pengembalian dana. Sehingga bank syariah bersikap hati-hati dalam pemberian dana.(popita, 2013). Inflasi secara umum didefinisikan naiknya harga barang dan jasa sebagai akibat jumlah uang (permintaan) yang lebih banyak dibandingkan jumlah barang atau jasa yang tersedia (penawaran). Inflasi akan mempengaruhi kegiatan ekonomi baik secara makro maupun mikro termasuk kegiatan investasi. Inflasi juga menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang berakibat pada penurunan penjualan. Penurunan penjualan yang terjadi dapat menurunkan return perusahaan. Penurunan return yang terjadi akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar angsuran kredit. Pembayaran angsuran yang semakin tidak tepat menimbulkan kualitas kredit semakin buruk bahkan
29 terjadi kredit macet sehingga meningkatkan angka non performing financing (Taswan, 2006 dalam Mutaminah dan Chasanah, 2012). Hasil penelitian Mutaminah dan Chasanah (2012), Linda et al (2015), menunjukan bahwa Inflasi berpengaruh positif terhadap NPF. H3 : Inflasi berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF) 2.5.4 Hubungan Financing Deposit Ratio (FDR) terhadap Non Performing Financing (NPF) Financing Deposit Ratio (FDR) menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi FDR menunjukan semakin besar pula dana pihak ketiga yang dipergunakan untuk penyaluran kredit, yang berarti bank telah mampu menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik. Di sisi lain FDR yang terlampau tinggi dapat menimbulkan resiko likuiditas bagi bank, menerangkan bahwa FDR mempengaruhi penawaran kredit yang dilakukan oleh pihak bank. Semakin tinggi nilai FDR suatu bank, maka pihak bank akan menurunkan jumlah penawaran kredit yang dilakukan. Sehingga FDR memiliki pengaruh positif terhadap NPF. Hasil penelitian
30 dari Popita (2013), menunjukkan bahwa FDR secara parsial berpengaruh positif terhadap NPF. H4 : Financing Deposit Ratio berpengaruh positif terhadap non performing financing (NPF) 2.5.5 Hubungan Profit Loss Sharing (PLS) terhadap Non Performing Financing. Profit Loss Sharing (PLS) dibanding return total pembiayaan (RR) merupakan gambaran perbandingan antar pendapatan yang dihasilkan oleh pembiayaan profit loss sharing dengan return total pembiayaan. Tingkat risiko model model pembiayaan dalam bank syariah berdasarkan persepsi bank, menempatkan model pembiayaan profit loss sharing pada posisi pembiayaan paling berisiko dibanding model pembiayaan lainnya. Pembiayaan profit loss sharing (PLS) tergolong pembiayaan yang memiliki risiko tinggi terhadap kredit bermasalah. Jadi jika return pembiayaan profit loss sharing meningkat maka akan menurunkan kredit bermasalah atau non performing financing. Adanya komitmen dan keprofesionalisan dari pihak bank untuk memperoleh return yang tinggi sehingga semakin tinggi kepastian return yang akan didapat oleh pihak bank maka akan menurunkan tingkat rasio non performing financing (NPF) pada bank umum syariah di Indonesia.
31 Hasil Penelitan dari Mutaminah dan Chasanah (2012), Popita (2013), menunjukkan bahwa variabel PLS berpengaruh negatif terhadap NPF. H5 : Profit Loss Sharing berpengaruh negatif terhadap non performing financing