BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat bantu, maupun sebagai ilmu (bagi ilmiyawan) sebagai pembimbing

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mulyati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dhelvita Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sukar bagi sebagian besar siswa yang mempelajari matematika. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Menara Kudus), Jilid II, hlm Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, (Kudus:

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. intelektual. Matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. paling digemari dan menjadi suatu kesenangan. Namun bagi sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemampuan matematis siswa. Menurut Suryadi (2012: 37) ada berbagai kemampuan yang bisa dikembangkan melalui matematika. Kemampuan tersebut dapat berkontribusi pada tiga dimensi kebutuhan anak yakni untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, digunakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat, atau untuk menunjang kebutuhan yang berkaitan dengan pekerjaan. Dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Depdiknas, 2006) disebutkan bahwa mata pelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkombinasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Demikian pula halnya tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 1

2 2000, yang menetapkan enam kemampuan penting yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, yaitu (1) pemahaman konsep, (2) pemecahan masalah, (3) penalaran dan pembuktian, (4) komunikasi, (5) koneksi, (6) representasi. Berdasarkan kompetensi-kompetensi pembelajaran matematika yang harus dicapai siswa baik yang tertuang dalam KTSP maupun NCTM, nampak bahwa kemampuan pemecahan masalah dan representasi matematis merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika. Hanya saja istilah representasi dalam KTSP disebutkan dalam kalimat mengkombinasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Masalah terjadi jika ada kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan, antara apa yang telah diketahui dengan apa yang ingin diketahui. Sedangkan proses bagaimana mengatasi kesenjangan yang terjadi disebut proses memecahkan masalah. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, masalah dalam pembelajaran matematika adalah suatu persoalan atau pertanyaan yang bersifat menantang yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang sudah biasa dilakukan / sudah diketahui (Shadiq, 2004:10). Pentingnya pemecahan masalah matematis ditegaskan dalam NCTM (2000: 52) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ruseffendi (2006: 341) bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat-pendapat tersebut menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis sangatlah penting. Oleh karena itu kemampuan seseorang dalam memecahan masalah matematis perlu terus dilatih sehingga orang tersebut mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya.

3 Akan tetapi, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa Indonesia masih rendah. Hal ini berdasar pada hasil survey Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Hasil survey TIMSS pada tahun 2003 menunjukkan kompetensi matematika siswa SMP Indonesia berada di peringkat 34 dari 45 negara dengan rerata skor 411. Pada tahun 2007 siswa Indonesia berada di peringkat 36 dari 49 negara dan rerata skor siswa turun menjadi 397, jauh lebih rendah dibanding rerata skor pada tahun 2003. Pada tahun 2011 Indonesia kemudian menduduki peringkat 38 dari 45 negara dengan mengumpulkan skor 386. Pada survey tersebut salah satu aspek kognitif yang dinilai adalah kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah tidak rutin (Mulis, et al dalam Nailah, 2012). Data lain sebagai pembanding dapat dilihat melalui Ujian Nasional (UN). Pada tingkat SMP terdapat empat mata pelajaran yang diujikan termasuk matematika. Dilihat dari rata-rata keseluruhan mata pelajaran yang diujikan, hasil UN 2011/2012 jenjang SMP diperoleh bahwa provinsi Jawa Barat mendapat urutan ke-20 dari 33 provinsi yang ada. Sedangkan jika dilihat dari rata-rata nilai UN matematika saja maka Jawa Barat menempati urutan ke-22. Dengan nilai ratarata 7,24 maka Jawa Barat masih jauh tertinggal dari Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara yang telah mencapai rata-rata 8,58 dan 8,50 pada UN matematika (Litbang Kemdikbud, 2012). Peringkat UN dan TIMSS ini memang tidak dapat dijadikan alat ukur mutlak bagi keberhasilan pembelajaran di Indonesia. Keberadaan posisi yang kurang memuaskan tersebut bisa saja dijadikan sebagai evaluasi untuk memotivasi guru dan semua pihak dalam dunia pendidikan sehingga siswa dapat lebih meningkatkan kemampuan matematisnya. Kemampuan pemecahan masalah matematis sangat erat hubungannya dengan kemampuan representasi matematis. Konstruksi representasi matematis yang tepat akan memudahkan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Suatu masalah yang rumit akan menjadi lebih sederhana jika menggunakan representasi

4 yang sesuai dengan permasalahan tersebut. Sebaliknya, konstruksi representasi matematis yang keliru akan membuat masalah menjadi sukar untuk dipecahkan. Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapanungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematis yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000: 67). Cai, Lane dan Jacabsin (dalam Fadillah, 2010) memandang representasi sebagai alat yang digunakan seseorang untuk mengkomunikasikan jawaban atau gagasan matematis yang bersangkutan. Makna yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Pape dan Tchoshanov (dalam Fadillah, 2010) yang menyatakan bahwa terdapat empat gagasan yang digunakan dalam memahami konsep representasi. Pertama, representasi dapat dipandang sebagai abstraksi internal dari ide-ide matematis atau skema kognitif yang dibangun oleh siswa melalui pengalaman; kedua, sebagai reproduksi mental dari keadaan mental yang sebelumnya; ketiga, sebagai sajian secara struktur melalui gambar, simbol ataupun lambang, dan keempat, sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa representasi adalah ungkapan-ungkapan ide matematis yang ditampilkan siswa sebagai model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya sebagai hasil dari interpretasi pikirannya. Suatu masalah dapat direpresentasikan melalui gambar, kata-kata (verbal), tabel, benda kongkrit atau simbol matematika. Kemampuan representasi matematis dapat membantu siswa dalam membangun konsep, memahami konsep dan menyatakan ide-ide matematis serta memudahkan siswa dalam mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Seperti yang diungkapkan oleh Jones (2000) terdapat beberapa alasan perlunya kemampuan representasi, yaitu: merupakan kemampuan dasar untuk membangun suatu konsep dan berfikir matematis, juga untuk memiliki kemampuan pemahaman konsep yang baik dan fleksibel yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Artinya suatu masalah yang dianggap rumit dan kompleks

5 bisa menjadi lebih sederhana jika orang tersebut memilih strategi dan pemanfaatan representasi matematis yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Sebaliknya, permasalahan menjadi sulit dipecahkan apabila representasinya keliru. Pentingnya siswa memiliki kemampuan representasi matematis dicantumkan juga dalam NCTM yaitu representasi adalah sentral dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat mengembangkan dan mendalami pemahamannya dalam konsep dan hubungan matematika sebagaimana mereka membuat, membandingkan dan menggunakan berbagai representasi. Bentuk representasi seperti objek fisik, gambar, diagram, grafik dan simbol dapat membantu siswa mengkomunikasikan pemikirannya (NCTM, 2000: 280). Meskipun representasi penting untuk dicapai dalam pembelajaran matematika, akan tetapi pelaksaannya bukan merupakan hal yang mudah. Kemampuan representasi matematis, khususnya siswa SMP, masih belum tertangani dengan baik. Studi pendahuluan pada penelitian Hutagaol (2007) menyatakan kurang berkembangnya daya representasi siswa khususnya siswa SMP karena siswa tidak pernah diberi kesempatan untuk melakukan representasinya sendiri, tetapi harus mengikuti apa yang sudah dicontohkan oleh guru yang menyebabkan siswa tidak mampu merepresentasikan gagasan matematis dengan baik. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Amri (2009: 4) menyatakan bahwa guru dalam pembelajaran matematika yang berhubungan dengan representasi masih menggunakan cara konvensional, sehingga siswa cenderung meniru langkah guru, siswa tidak pernah diberikan kesempatan untuk menghadirkan kemampuan representasi matematisnya yang dapat meningkatkan kemampuan matematisnya. Terdapat beberapa penggolongan mengenai representasi. Akan tetapi pada dasarnya representasi dapat digolongkan menjadi (1) representasi visual (gambar, diagram grafik, atau tabel); (2) representasi simbolik (pernyataan matematis/ notasi matematis, numerik/simbol aljabar); dan (3) representasi verbal (teks tertulis/kata-kata). Penggunaan semua jenis representasi tersebut dapat dibuat

6 secara lengkap dan terpadu dalam pengujian suatu masalah yang sama atau dengan kata lain representasi matematis dapat dibuat secara beragam (multipel representasi). Penggunaan multipel representasi akan memperkaya pengalaman belajar siswa. McCoy (Kartini, 2009) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika di kelas, representasi tidak harus terikat pada perubahan satu bentuk ke bentuk lainnya dalam satu cara, tetapi bisa dua cara atau bahkan dalam multi cara. Misalnya disajikan representasi berupa grafik, guru dapat meminta siswa membuat representasi lainnya seperti menyajikannya dalam tabel, persamaan/model matematika atau menuliskannya dengan kata-kata. Jadi dalam pembelajaran matematika tidaklah selalu harus guru memberikan suatu masalah verbal atau suatu situasi masalah yang kemudian guru meminta siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan berbagai representasi, namun dengan multipel representasi, guru dapat meminta siswa melakukan hal sebaliknya. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis sangatlah penting untuk dikembangkan. Akan tetapi, pada kenyataannya kedua kemampuan tersebut belum dikembangkan dengan maksimal. Hal ini disebabkan kurang difasilitasinya siswa dengan pembelajaran yang menarik dan memotivasi siswa dalam pembelajaran matematika. Sehingga, diperlukan untuk menciptakan strategi pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga mampu memotivasi belajar siswa, agar pembelajaran lebih bermakna, siswa lebih aktif dan mampu mengeksplor kemampuan yang dimilikinya. Dengan kata lain, perlu suatu pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk berperan aktif, menarik dan menantang siswa untuk berpikir sehingga berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam merepresentasikan, memahami materi saat pembelajaran berlangsung serta memecahkan masalah matematika. Dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat maka materi pelajaran yang disampaikan dapat dengan mudah dimengerti oleh siswa dan diharapkan terjadi

7 pembelajaran yang optimal. Salah satu alternatif model pembelajaran matematika yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuaan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis adalah model pembelajaran kuantum. Model pembelajaran kuantum menempatkan siswa pada keadaan yang nyaman dan menyenangkan. Dalam keadaan yang nyaman dan menyenangkan siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Dengan suasana nyaman dan menyenangkan serta keterlibatan siswa secara aktif, diharapkan siswa mendapat keleluasaan untuk menghadirkan representasinya sendiri. Setelah siswa dapat merenpresentasikan pemahamannya guru tinggal memfasilitasi agar representasinya tepat karena representasi yang tepat membuat masalah yang dihadapi siswa menjadi sederhana dan mudah untuk dipecahkan. Penelitian sebelumnya tentang pembelajaran kuantum adalah penelitian oleh Hepi Maizon tahun 2010, dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kuantum lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional. Selain itu ditemukan adanya peningkatan motivasi belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran kuantum. Penggunaan model pembelajaran kuantum selain untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis diharapkan juga dapat membuat siswa percaya diri dalam bermatematika, dalam hal ini kepercayaan diri yang dimaksud adalah self-esteem. Self-esteem merupakan salah satu komponen afektif yang juga harus diperhatikan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan matematika. Self-esteem dapat diartikan sebagai penilaian terhadap dirinya sendiri, dan percaya bahwa dirinya mampu dalam menyelesaikan soal matematika. Self-esteem sangat mempengaruhi siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Muijs dan Reynolds (Fadillah, 2010) mengatakan bahwa self-esteem yang rendah memiliki efek yang merugikan terhadap prestasi belajar siswa. Tobias (Fadillah, 2010) dalam penelitiannya melaporkan bahwa siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika adalah siswa yang memiliki self-esteem yang lemah.

8 Pengembangan self-esteem masih jarang diperhatikan. Masih rendahnya self-esteem siswa tampak pada rendah dirinya siswa dalam mengemukakan pendapat dan menunjukkan kemampuannya (Utari, 2007). Selain itu Kenneth Shore (Utari, 2007) menyatakan bahwa self-esteem berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Rendahnya self-esteem dapat memperendah hasrat belajar, mengaburkan fokus pikiran, dan enggan mengambil resiko. Sebaliknya, self-esteem yang positif membangun pondasi kokoh untuk kesuksesan belajar Jadi, guru sangat berperan dalam meningkatkan self-esteem siswa dalam pembelajaran matematika. Siswa yang telah merasa bahwa dirinya tidak akan pernah bisa sukses dalam matematika akan mudah putus asa ataupun tidak mau berusaha belajar matematika dan akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Dalam hal ini, pembelajaran yang baik apabila mampu menciptakan suatu kondisi pembelajaran yang efektif dan kondusif, agar siswa tidak selalu merasa matematika itu merupakan pelajaran yang rumit, dan agar siswa lebih menyenangi pelajaran matematika, sehingga siswa yang berkemampuan rendahpun dapat menyelesaikan masalah matematika dengan baik. Tidak ada lagi siswa yang merasa dirinya tidak mampu dalam menyelesaikan soal matematika dan diharapkan hasil belajar siswa dapat lebih meningkat. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini mengkaji kemampuan pemecahan masalah, representasi multipel matematis dan self esteem siswa dalam matematika dengan menggunakan model pembelajaran kuantum. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kuantum lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

9 2. Apakah peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kuantum lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 3. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi multipel matematis? 4. Bagaimana self esteem siswa dalam matematika yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kuantum? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kuantum dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Menelaah peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kuantum dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Menelaah hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi multipel matematis 4. Mengetahui self esteem siswa dalam matematika yang memperoleh model pembelajaran kuantum. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi berbagai kalangan berikut ini:

10 1. Bagi siswa, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, representasi multipel matematis siswa dan self esteem siswa dalam matematika. 2. Bagi guru, diharapkan dengan tersusunnya deskripsi yang rinci dari proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kuantum dapat menjadi acuan bagi guru ketika akan menerapkan model kuantum dalam pembelajarannya dan dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran matematika yang dapat digunakannya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis siswa. 3. Bagi peneliti, dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk penelitian lain dan pada penelitian yang relevan. E. Definisi Operasional Agar dalam pemahaman penulisan ini tidak terjadi kerancuan makna atau salah persepsi, maka dipandang perlu dalam penulisan ini dicantumkan definisi dari permasalahan yang diangkat: 1. Model pembelajaran kuantum adalah model pembelajaran yang memiliki strategi tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan rayakan (TANDUR). 2. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan untuk merumuskan masalah dari situasi sehari-hari ke dalam model matematika kemudian menyelesaikan masalah tersebut, memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika atau di luar matematika, menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. Soal pemecahan masalah matematis adalah soal-soal nonrutin yaitu soal yang untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang mendalam.

11 3. Kemampuan representasi multipel matematis adalah kemampuan menggunakan berbagai bentuk representasi baik berupa representasi visual (gambar, diagram grafik, atau tabel), representasi simbolik (pernyataan matematik/notasi matematik, numerik/simbol aljabar) maupun representasi verbal (teks tertulis/kata-kata), secara lengkap dan terpadu dalam pengujian suatu masalah yang sama. 4. Self esteem didefinisikan sebagai seberapa suka seseorang terhadap dirinya sendiri. Sedangkan Self esteem siswa dalam matematika adalah penilaian siswa terhadap kemampuan, keberhasilan, kemanfaatan dan kebaikan diri mereka sendiri dalam matematika. 5. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dengan metode ceramah atau ekspositori.