KARAKTERISTIKIBU BERSALIN DENGAN EPISIOTOMI DIRUMAH BERSALIN MARGA WALUYA SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI 2008-31 DESEMBER 2009 Oleh Siti Yulaikah dan Vina Jestar Novika ABSTRAK RAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN EPISIOTOMI DI RUMAH BERSALIN MARGA WALUYA SURAKARTA PERIODE 1 JANUARI 2008-31 DESEMBER 2009. Episiotomi adalah insisi perineum dan vagina unuk mencegah perobekan traumaik saat melahirkan. Tidak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa penggunaan episiotomi yang rutin mempunyai efek yang bermanfaat, tetapi ada bukti yang jelas bahwa hal ini membahayakan, sehingga untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada penilaian klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai kondisi. Tujuan penelitian ini adalah unuk mengetahui karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta berdasarkan umur dan paritas ibu. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif dengan pendekatan retrospektif. Subyek penelitian ini adalah semua ibu besalin dengan episiotomi di RB Maga Walya Surakarta periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009 sebanyak 34 orang (5,87%). Metode pengumpulan daa secara sekunder dengan mencatat dari rekam medik RB Waluya Surakarta. HasiU penelitian ini didapatkan ibu bersalin sebanyak 579 orang dengan episiotomi sebanyak 34 orang (5,87%). Karakterisik ibu bersalin dengan episiotomi, diketahui frekuensi tertinggi berdasarkan umur yaitu pada umur 20-35 tahun sebanyak 29 orang sedangkan frekuensi tertinggi berdasarkan paitas yaitu primipara sebanyak 22 orang. Saran bagi tenaga kesehatan, sebaiknya dalam melakukan tindakan episiotomi harus berdasarkan atas indikasi. Kata kunci : Ibu Bersalin, Episiotomi PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi, 307 per 100.000 kelahiran hidup dengan angka tersebut Indonesia menduduki peringkat pertama AKI, di wilayah Asia Tenggara. Pada hal, target tahun 2000 adalah 225 per 100.000 kelahiran hidup (Menkes, 2009: 2).
Sebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ibu akibat infeksi merupakan indikator kurang baiknya upaya pencegahan dan manajemen infeksi. Pola morbiditas maternal menggambarkan pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil, karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat sekitar persalinan (Depkes RI, 2001 : 1-2). Perdarahan bisa terjadi pada proses persalinan dan post partum. Perdarahan post partum primer adalah semua perdarahan dalam 24 jam setelah persalinan dengan penyebab : antonia uteri, inversio uteri, trauma jalan lahir (termasuk robekan spontan maupun yang disebabkan tindakan seperti persalinan dengan alat, termasuk bedah sesar, episiotomi, dsb) (Depkes RI, 1999: 33). Episiotomi adalah insisi perineum dan vagina untuk mencegah perobekan traumatik saat melahirkan (Dorland, 2005: 752). Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut (Saifuddin, 2008: 455). Alasan yang baik untuk melakukan episiotomi selama persalinan normal hingga kini dapat berupa : tanda-tanda gawat janin, kemajuan persalinan yang tidak cukup, ancaman robekan derajat tiga (Terrnasuk derajat tiga dipersalinan sebelumnya) (Subekli, 2007: 3). Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku (Wiknjosastro, 2002: 195). Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan, sehingga jangan dilakukan terlalu dini (Saifuddin, 2002: P-17). Peran tenaga kesehatan dalam menurunkan morbiditas maternal dan perinatal dari kehamilan dan persalinan sampai dengan bayi baru lahir mempunyai posisi strategis. Dari keadaan ini bagaimana karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi 7 Apabila dapat diketahui karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi maka akan dapat digunakan sebagai gambaran tenaga kesehatan dalam memberi asuhan terhadap seorang ibu walaupun calon ibu khususnya. masyarakat sebagai pengguna RB Marga Waluya Surakarta dan
juga bagi petugas kesehatan yang berkecimpung dalam bidang kebidanan. Hai tersebut di atas memotivasi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009. 2. Rumusan Masalah Dengan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta Periods 1 Januari 2008-31 Desember 2009? 3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009. 3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui jumlah ibu bersalin di RB Marga Waluya Surakarta Periode l Januari 2008-31 Desember 2009. b. Untuk mengetahui jumlah ibu bersalin dengan tindakan episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009. c. Untuk mengetahui karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009, berdasarkan umur ibu. d. Untuk mengetahui karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009 berdasarkan paritas ibu, berdasarkan paritas ibu.
METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoatmodjo, 2005: 138). Dan menggunakan pendekatan secara retrospektif yaitu penelitian yang berusaha melihat ke belakang (backward looking), artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi, kemudian dari efek tersebut ditelusuri penyebabnya atau variabel-variabel yang mempengaruhi akibat tersebut (Notoatmodjo, 2005: 27). 2. VariabeI Penelitian Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu, misal umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya (Notoatmodjo, 2002: 70). Pada penelitian ini variabel yang diambil adalah karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi. 3. Definisi Operasional Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel diamati/diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2005: 46).
Tabel 1 Definisi Operasional Karakteristik Ibu Bersalin dengan Episiotomi Variabel Karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi : Definisi Operasional Ciri ibu bersalin dengan episiotomi Kategori Episiotomi tanpa episiotomi Skala Nominal - Umur Usia Ibu saat bersalin yang ditentukan dalam tahun - Paritas Jumlah kelahiran yang pernah dialami ibu (berapa kali ibu melahirkan) < 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun Primipara (l) Multipara (2-4) Grandemultipara (>5) Ordinal Ordinal 4. Populasi dan Sampel 4.1 Populasi Menurut Machfoedz (2009) populasi penelitian adalah keseluruhan subyek penelitian. Sedangkan menurut Sugiyono (2002) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Sebagai populasi penelitian ini adalah semua ibu bersalin di RB Marga Waluya Surakarta periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009 sebanyak 34 orang. 4.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang dinilai/karakteristiknya kita ukur dan nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi (Sabri, 2008: 4). Pada penelitian ini tidak menggunakan sampel. Akan tetapi subyek penelitian yaitu diambil dari semua populasi, yaitu ibu-ibu bersalin dengan episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009 sebanyak 34 responden.
5. Alat dan Metode Pengumpulan Data 5.1 Alat Pengumpulan Data Yang dimaksud dengan alat penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005: 48). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis seperti bolpoin, pensil, penggaris, buku, kalkulator dan komputer. 5.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah menjelaskan cara atau metode yang digunakan untuk pengumpulan data. Metode pengumpulan dapat berupa pengambilan data sekunder dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005: 47-48) Dalam penelitian ini pengumpulan data sekunder yaitu data yang didapat tidak secara langsung dari obyek penelitian. Peneliti rr.endapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain (Riwidikdo, 2009: 12). Dalam penelitian ini data diperoleh dengan mencatat data dari rekam medik di RB Marga Waluya Surakarta periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009. 6. Metode Pengolahan dan Analisa Data 6.1 Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan teknik statistik untuk pengolahan data kuantitatif yaitu data yang berhubungan dengan angka-angka yang diperoleh dengan mengubah data kualitatif ke dalam data kuantitatif (Notoatmodjo, 2005: 185). Data yang diperoleh dan dikumpulkan kemudian diolah dengan tahapan sebagai berikut : a. Mengedit (Editing) Editing dimaksudkan untuk meneliti tiap daftar pertanyaan yang diisi agar menjadi lengkap, editing dilaksanakan pada saat pengambilan data, agar jika terjadi kesalahan atau kekeliruan dapat diperbaiki atau dilengkapi.
b. Pengkodean (Coding) Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut jenisnya, dilakukan dengan memberikan tanda pada masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, untuk selanjutnya dimasukkan dalam table kerja untuk mempermudah pembacaan. c. Tabulasi Tabulasi adalah kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel- tabel sesuai dengan kriteria. d. Mengubah data kualitatif menjadi presentase dilakukan dengan membagi frekuensi (f) dengan jumlah seluruh observasi dikalikan 100, dalam rumus matematika sebagai berikut : P f N x 100 Keterangan : P : Prosentase F : Frekuensi N : jumlah seluruh observasi (Budiarto, 2002: 37) 6.2 Analisis Data Pada penelitian ini menggunakan analisa univariate yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005: 188). Dalam penelitian ini analisa univariate dilakukan terhadap karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan melihat status pasien ibu bersalin di bagian catatan rekam medik RB Margo Waluyo Surakarta periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009, didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 2 Distribusi frekuensi ibu bersalin di RB Marga Waluya Surakarta Periode 1 Januari 2008 31 Desember 2009 No. Persalinan Frekuensi Persentase 1 Episiotomi 34 5,87 2 Tanpa episiotomi 545 94,13 Sumber : Rekam Medik RB Marga Waluya Surakarta Berdasarkan tabel 2 di atas didapatkan jumlah ibu bersalin sebanyak 579 persalinan, 34 kasus (5,87%) ibu bersalin dengan episiotomi dan 545 kasus (94,13%) ibu bersalin tanpa episiotomi. Tabel 3 Distribusi frekuensi ibu bersalin dengan episiotomi Berdasarkan umur ibu di RB Marga Waluya Surakarta Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009 No. Umur Frekuensi Persentase 1 < 20 0 0 2 20-35 29 85.29 3 >35 5 14.71 Jumlah 34 100 Sumber : Rekam Medik RB Marga Waluya Surakarta Berdasarkan tabel 3 di atas didapatkan ibu bersalin dengan episiotomi frekuensi tertinggi pada umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 29 orang (85,29 %) dan frekuensi terendah pada umur lebih dari 35 tahun sebanyak 5 orang (14,71%), tidak ditemukan kasus ibu bersalin dengan episiotomi pada umur kurang dari 20 tahun.
Tabel 4 Distribusi frekuensi ibu bersalin dengan episiotomi berdasarkan Paritas ibu di RB Marga Waluya Surakarta Periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009 No. Paritas Frekuensi Persentase 1 Primipara 22 64.71 2 Multipara 9 26.47 3 Grandemultipara 3 8.82 Jumlah 34 100 Sumber : Rekam Medik RB Marga Waluya Surakarta Berdasarkan tabel 4 di atas didapatkan ibu bersalin dengan episiotcmi berdasarkan paritas, frekuensi tertinggi pada primipara yaitu sebanyak 22 orang. (64,71 %) dan frekuensi terendah pada grandemultipara sebanyak 3 orang (8,82%). 2. Pembahasan Angka kejadian ibu bersalin dengan episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009 sebanyak 34 kasus (5,87 %) dari 579 persalinan. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa dari 34 kasus ibu bersalin dengan episiotomi frekuensi tertinggi pada kelompok umur 21-35 tahun yaitu 29 kasus (85,29%) dan terendah pada kelompok umur kurang dari 35 tahun sebanyak 5 kasus (14,71), tidak didapatkan kasus ibu bersalin dengan episiotomi pada umur kurang dari 20 tahun. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Propinsi Jawa Tengah (2002), saat yang terbaik untuk melangsungkan perkawinan bagi wanita adalah setelah usia 20 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, usia wanita yang paling baik untuk melahirkan adalah usia 20-30 tahun. Sedangkan melahirkan pada usia muda (usia di bawah 20 tahun), dapat menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan ibu dan anak yang dilahirkan, karena kesehatan bayi sangat dipengaruhi usia ibu pada waktu melahirkan. Banyak penelitian telah membuktikan, bahwa ibu yang melahirkan di bawah usia 20 tahun, mendatangkan resiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
yang melahirkan pada umur 20-30 tahun. Menurut Rochjati (2003), ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih, dimana pada usia tersebut terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Bahaya yang dapat terjadi pada kelompok ini antara lain persalinan tidak lancar/macet dan perdarahan setelah bayi lahir. Hal ini ditegaskan dengan pendapat Oxorn (2003) yang menyebutkan bahwa salah satu indikasi dilakukannya episiotomi yaitu adanya halangan kemajuan persalinan akibat perineum kaku. Perineum yang tebal atau mempunyai jaringan parut akan memperlambat kala dua (Farrer, 1999: 159). Belum dapat dijelaskan mengapa ibu bersalin dengan episiotomi banyak terjadi pada kelompok umur 20-35 tahun. Hal ini dimungkinkan bahwa wanita sekitar umur 20-35 tahun mempunyai anggapan pada umur tersebut merupakan waktu yang tepat untuk hamil dan mereka berfikir pada wanita hamil umur 20-35 tahun mempunyai resiko kehamilan yang sedikit. Pada tabel 4 menunjukkan bahwa dari 34 kasus ibu bersalin dengan episiotomi, frekuensi tertinggi dialami pada wanita dengan paritas pertama (primipara) yaitu sebanyak 22 kasus (64,71%), multipara 9 kasus (26,47%), dan yang terendah pada grandemultipara yaitu sebanyak 3 kasus (8,82%). Sarwono (2000) mengemukakan bahwa pada primipara perineum elastis, sedang pada multipara tidak utuh, longgar dan lembek. Indikasi episiotomi ditinjau dari ibu yaitu apabila terjadi peregangan perineum pada persalinan akan diikuti dengan terjadinya peregangan perineum yang lebih besar lagi pada kasus tertentu, misalnya primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstrasi vakum, dan anak besar. Menurut Manuaba (1998), indikasi episiotomi hampir pada semua primigravida, multigravida dengan perineum kaku, pada persalinan prematur atau letak sungsang, dan pada persalinan dengan tindakan pervaginam. Sedangkan menurut Mansjoer (2000) mengemukakan bahwa episiotomi biasanya dikerjakan pada hampir semua primipara atau perempuan dengan perineum kaku.
Subekti (2003) berpendapat bahwa robekan perineal sering kali terjadi, khususnya pada wanita primipara. Di Amerika Serikat, episiotomi dilakukan pada 50-90 % wanita yang melahirkan anak pertamanya, sehingga membuat episiotomi sebagai prosedur pembedahan rutin di negara tersebut. Tidak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa penggunaan episiotomi yang rutin mempunyai efek yang bermanfaat, tetapi ada bukti yang jelas bahwa hal ini membahayakan. Menurut Sarwono (2008), tidak dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin karena mengacu pada pengalaman dan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh beberapa pakar dan klinisi, ternyata tidak terdapat bukti bermakna tentang manfaat episiotomi rutin. Dari hasil penelitian terdapat kesesuaian antara teori yang menjelaskan bahwa episiotomi sering terjadi pada primipara, tetapi belum dapat dijelaskan mengapa terdapat kasus ibu bersalin dengan episiotomi pada multipara dan grandemultipara. Hasil penelitian didapatkan ibu bersalin dengan episiotomi pada multipara sebanyak 11 orang (26,47 %) dan pada grandemultipara sebanyak 3 orang (8,82 %). Hal itu dimungkinkan bahwa tindakan episiotomi dilakukan pada multipara dan grandemultipara berdasarkan atas indikasi episiotomi selain dari segi paritas misalnya adanya persalinan dengan tindakan pervaginam, persalinan pada ibu dengan perineum kaku untuk mengelakkan robekan yang tidak teratur, bisa juga dari faktor fetal seperti bayi prematur, bayi-bayi besar, bayi dengan posisi abnormal, dan lain-lain, dimana kasuskasus tesebut sering dijumpai pada ibu bersalin. Penulis tidak bisa menjelaskan secara terperinci mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ibu bersalin dengan episiotomi pada multipara dan grandemultipara sehubungan dengan keterbatasan peneliti dalam mengambil data sekunder. Dalam penelitian ini mempunyai keterbatasan yang bersumber dalam subyek penelitian yang menggunakan data sekunder berasal dari rekam medik KB Marga Waluya Surakarta sehingga Penulis tidak bisa menjelaskan secara terperinci mengenai faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ibu bersalin
dengan episiotomi selain dari umur dan paritas sehubungan dengan keterbatasan peneliti dalam mengambil data sekunder. Keterbatasan kemampuan peneliti dalam melakukan pengumpulan data berpengaruh terhadap hasil informasi yang tepat dan benar dari subyek maupun data yang terdapat di lokasi penelitian. Peneliti hanya mengetahui karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi dari segi umur dan paritas. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka penulis dapat memperoleh kesimpulan bahwa : a. Jumlah ibu bersalin di RB Marga Waluya Surakarta periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009 sebanyak 579 persalinan. b. Jumlah ibu bersalin dengan episiotomi di RB Marga Waluya Surakarta periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009 sebanyak 34 orang (5,87%) dari 579 persalinan. c. Karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi berdasarkan umur ibu tertinggi pada umur 20-35 tahun sebanyak 29 orang (85,91%) d. Karakteristik ibu bersalin dengan episiotomi berdasarkan paritas, frekuensi tertinggi pada primipara sebanyak 22 orang (64,71%). 2. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka sebagai upaya atau mempertahankan kualitas pelayanan yang diberikan, ada beberapa saran sebagai berikut. 2.1 Untuk Masyarakat a. Bagi ibu hamil supaya mengikuti senam hamil yang bermanfaat dalam proses persalinan terutama untuk menghindari komplikasi jalan lahir.
b. Bagi ibu bersalin supaya proses persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan di sarana kesehatan. 2.2 Untuk Pelayanan Kesehatan a. Rumah bersalin diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan optimal terhadap kasus ibu bersalin dengan episiotomi agar keselamatan ibu dan janin terjamin. b. Bagi tenaga kesehatan, dalam melakukan tindakan episiotomi harus berdasarkan atas indikasi episiotomi tersebut untuk mencegah terjadinya komplikasi pada intrapartum. 2.3 Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai bahan pertimbangan penelitian dan pengembangan kasus episiotomi selanjutnya yang dimungkinkan dengan penambahan variabel atau cakupan supaya diperluas meliputi waktu, lokasi, populasi atau sampel, dan desain penelitian. DAFTARPUSTAKA Affandi, B. 2009. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR/POGI. BKKBN Propinsi Jawa Tengah. 2000. Buku Pedoman Keseharian Reproduksi Remaja (KRR). Semarang: IBRD Loan. Budiarto, 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Depkes RI. 1999. Perdarahan Post Partum. Jakarta: Depkes RI.. 2001. Rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Sater (MDS) di Indonesia. 2001-2010. Jakarta: Depkes RI. Dorland. 2005. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. Farrer, H. 1999. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC. Machfoedz, I. 2009. Statistika Induktif. Yogyakarta: Fitramaya. Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC. Menkes. 2009. http://wwvv.itjen.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle &sid=2707&ite mid=2. 4 April 2009 Jam 13.10. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri, jilid 1. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Oxorn, II.2003. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica. Riwidikdo. 2009. Statistika Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Rochjati, P. 2003. Skrining Antenatal pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga University Press. Sabri, L. 2008. Statistika Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Saifuddin, AB, dkk. 2008. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP., dkk.2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI.YBP. Subekti, NB.2003. Perawatan dalam Kelahiran Normal. Jakarta: EGC. Sugiyono. 2008. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP.