BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street Parking Menjadi Offstreet. (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB III LANDASAN TEORI

Persyaratan Teknis jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang)

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

Gambar 2.1 Rambu yield

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

BAB II DASAR TEORI Jalan Perkotaan

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata Kunci: Evaluasi, pola pergerakan, efektivitas, ZoSS. iii

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dari hasil survei inventaris jalan didapat data-data ruas Jalan Pintu Satu Senayan. Panjang. ( m )

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN

BAB II TINJAU PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA KINERJA RUAS JALAN HASANUDDIN KOTA MANADO

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Kajian Azaz Manfaat Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Sultan Thaha Kota Jambi. Fakhrul Rozi Yamali

Agus Surandono 1,a*, Amri Faizal 2,b

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

BAB III LANDASAN TEORI

JALUR PEJALAN KAKI / PEDESTRIAN PADA JALAN UMUM

PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG

PENGANTAR TRANSPORTASI

ANALISA DAMPAK HAMBATAN SAMPING DAN U-TURN TERHADAP KECEPATAN KENDARAAN (STUDI KASUS DEPAN PASAR FLAMBOYAN JALAN GAJAH MADA KOTA PONTIANAK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

TUGAS AKHIR STUDI KEBUTUHAN FASILITAS PENYEBERANGAN DI KOTA TANGERANG ( STUDI KASUS JL. JENDERAL SUDIRMAN DAN JL. MH. THAMRIN )

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta

ANALISIS EFEKTIVITAS ZONA SELAMAT SEKOLAH DAN KINERJA RUAS JALAN

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

ANALISIS HAMBATAN SAMPING AKIBAT AKTIVITAS PERDAGANGAN MODERN (Studi Kasus : Pada Jalan Brigjen Katamso di Bandar Lampung)

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Sipil Statik Vol.2 No.1, Januari 2014 (29-36) ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi geometri teluk bus

PERTEMUAN KE-8 UJIAN TENGAH SEMESTER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DERAJAT KEJENUHAN JALAN DUA ARAH DENGAN MAUPUN TANPA MEDIAN DI KOTA BOGOR. Syaiful 1, Budiman 2

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG

1. Manajemen Pejalan Kaki

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Jalur Pejalan Kaki Pejalan kaki merupakan salah satu pengguna jalan yang memiliki hak dalam penggunaan jalan. Oleh sebab itu, fasilitas bagi pejalan kaki perlu disediakan guna memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1999), jalur pejalan kaki merupakan lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki. Jalur pejalan kaki dapat berupa trotoar, penyeberangan sebidang (penyeberangan zebra dan penyeberangan pelican), dan penyeberangan tidak sebidang. Menurut Danisworo (1991), jalur pejalan kaki merupakan jalur yang dibuat terpisah dari jalur kendaraan umum, biasanya terletak bersebelahan atau berdekatan dengan jalur kendaraan. Menurut Carr, Stephen, et. All (1992) jalur pejalan kaki merupakan bagian dari kota, dimana orang bergerak dengan kaki, biasanya disepanjang sisi jalan yang direncanakan atau terbentuk dengan sendirinya yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya. 3.2 Fungsi Jalur Pejalan Kaki Fungsi utama jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut. 1. Sebagai pemisah antar jalur kendaraan dengan pejalan kaki. 25

26 2. Sebagai jalur pejalan kaki yang berperan dalam menghubungkan antar tempat fungsional dengan tempat fungsional lainnya. 3. Sebagai tempat transit, dimana pada jalur pejalan kaki terdapat halte, tempat beristirahat dan lain-lain. 4. Sebagai wadah pergerakan pejalan kaki, yang memungkinkan pejalan kaki melakukan berbagai aktivitas. 3.3 Kriteria Fasilitas Pejalan Kaki Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1999), kriteria jalur pejalan kaki secara teknik adalah sebagai berikut. 1. Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 orang pejalan kaki menjadi 150 cm. 2. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum jalur pejalan kaki (W) digunakan rumus :.... (3.1) Keterangan : P = Volume Pejalan Kaki (orang/menit/meter); W = Lebar Jalur Pejalan Kaki (m). 3. Lebar jalur pejalan kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat perlengkapan jalan (road furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya.

27 4. Penambahan lebar jalur pejalan kaki apabila terdapat fasilitas dapat dilihat dalam tabel 3.1. Tabel 3.1 Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki No. Jenis Fasilitas Lebar Tambahan (cm) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kursi roda Tiang lampu penerang Tiang lampu lalu lintas Rambu lalu lintas Kotak surat Keranjang sampah Tanaman peneduh Pot bunga 100-120 75-100 100-120 75-100 100-120 100 60-120 150 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1999 5. Jalur pejalan kaki harus diperkeras (menggunakan blok beton, perkerasan aspal atau plesteran) dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan sekitarnya harus diberi pembatas atau batas penghalang. 3.4 Tingkat Standar Pelayanan Jalur Pejalan Kaki Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/PRT/M/2014, standar pelayanan jalur pejalan kaki terdiri atas beberapa tingkatan seperti dibawah ini.. 1. Standar A, para pejalan kaki dapat berjalan dengan bebas, termasuk dapat menentukan arah berjalan dengan bebas, dengan kiecepatan yang relatif cepat tanpa menimbulkan gangguan antar pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 12 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki <16 orang/menit/meter.

28 2. Standar B, para pejalan kaki masih dapat berjalan dengan nyaman dan cepat tanpa menggangu pejalan kaki lainnya, namun keberadaan pejalan kaki lainnya sudah mulai berpengaruh pada arus pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 3.6 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki <16-23 orang/menit/meter 3. Standar C, para pejalan kaki dapat bergerak dengan arus yang searah secara normal walaupun pada arah yang berlawanan akan terjadi persinggungan kecil, dan relatif lambat karena keterbatasan ruang antar pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki 2,2-3,5 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki <23-33 orang/menit/meter. 4. Standar D, para pejalan kaki dapat berjalan dengan arus normal, namun harus sering berganti posisi dan merubah kecepatan karena arus berlawanan pejalan kaki memiliki potensi untuk menimbulkan konflik. Luas jalur pejalan kaki 1,2-2,1 m2/orang dengan arus pejalan kaki <33-49 orang/menit/meter. 5. Standar E, para pejalan kaki dapat berjalan dengan kecepatan yang sama, namun pergerakan akan relatif lambat dan tidak teratur ketika banyaknya pejalan kaki yang berbalik arah atau berhenti. Luas jalur pejalan kaki 0, 5 1,3 m 2 /orang dengan arus pejalan kaki >49-75 orang/menit/meter 6. Standar F, para pejalan kaki berjalan dengan kecepatan arus yang sangat lambat dan terbatas karena sering terjadi konflik dengan pejalan kaki yang searah atau berlawanan. Standar F sudah tidak nyaman dan sudah tidak sesuai dengan kapasitas ruang pejalan kaki. Luas jalur pejalan kaki <0,5 m2/orang dengan arus pejalan kaki beragam.

29 3.5 Jenis Jalur Pejalan Kaki 3.5.1 Trotoar Menurut Keputusan Ditjen Bina Marga tentang Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum (1999) trotoar merupakan jalur pejalan kaki yang terletak pada daerah milik jalan yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan lalu lintas kendaraan. 3.5.2 Penyeberangan Menurut Dinas Pekerjaan Umum, fasilitas penyeberangan terdiri dari beberapa jenis antara lain sebagai berikut. 1. Penyeberangan Sebidang : a. zebra cross, menurut Keputusan Ditjen Bina Marga tentang Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum (1999), penyeberangan zebra adalah fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi marka untuk memberi ketegasan/batas dalam melakukan lintasan, b. pelican cross, Menurut Keputusan Ditjen Bina Marga tentang Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum (1999), penyeberangan pelikan merupakan fasilitas untuk menyeberangi pejalan kaki sebidang yang dilengkapi dengan marka dan lampu pengatur lalu lintas.

30 2. Penyeberangan Tak Sebidang : a. jembatan penyeberangan, merupakan salah satu fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar dengan menggunakan jembatan, sehingga pejalan kaki terpisah dari lalu lintas kendaraan secara fisik, b. terowongan, merupakan salah satu fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki yang dibangun pada kawasan dengan arus lalu lintas dan arus penyeberang yang tinggi. Fasilitas ini dibangun apabila fasilitas penyeberang lainnya tidak memungkinkan untuk digunakan. 3.5.3 Lapak Tunggu Menurut Pedoman Perencanaan Jalur pejalan Kaki pada Jalan Umum (1999) lapak tunggu adalah fasilitas untuk berhenti sementara pejalan kaki dalam melakukan penyeberangan, penyeberangan dapat berhenti sementara sambil menunggu kesempatan melakukan penyeberangan berikutnya. Fasilitas tersebut diletakkan pada median jalan. 3.6 Desain Trotoar Lebar jalur pejalan kaki yang berada di kedua tepi jalan harus cukup untuk menampung volume pejalan kaki dilokasi tersebut. Standar desain jalur pejalan kaki atau trotoar berdasarkan beberapa kriteria dapat dilihat pada tabel 3.2 dan 3.3.

31 Tabel 3.2 Standar Minimum Lebar Trotoar Berdasarkan Lokasi No. Lokasi Trotoar Lebar Trotoar Minimal (m) 1. 2. 3. 4. Jalan di daerah pertokoan dan kaki lima Di wilayah perkantoran utama Di wilayah industri a. Pada jalan primer b. Pada jalan akses Di wilayah pemukiman a. Pada jalan primer b. Pada jalan akses 4 meter 3 meter 3 meter 2 meter 2,25 meter 2 meter Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65, 1993 Tabel 3.3 Standar Minimum Lebar Trotoar Berdasarkan Jumlah Pejalan kaki No. Jumlah Pejalan Kaki/detik/meter Lebar Minimum Trotoar (m) 1. 2. 3. 4. 6 orang 3 orang 2 orang 1 orang 2,3 5,0 1,5 2,3 0,9 1,5 0,6 0,9 Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65, 1993 Menurut Pedoman Teknik Persyaratan Aksesibilitas pada Jalan Umum (1999), agar dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki maka trotoar harus diperkeras dan diberi pembatas yang dapat berupa kereb atau batas penghalang serta diberi elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan. Perkerasan dapat terdiri atas blok-blok beton, perkerasan aspal atau perkerasan semen. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-4% supaya tidak terjadi genangan air.

32 3.7 Ruang Bebas Trotoar Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/PRT/M/2014, ruang bebas jalur pejalan kaki harus memiliki kriteria dan spesifikasi sebagai berikut. 1. Memberikan keleluasaan pada pejalan kaki. 2. Memiliki aksesibilitas yang tinggi. 3. Menjamin keamanan dan keselamatan. 4. Memiliki pandangan bebas terhadap kegiatan sekitar. 5. Mengakomodasi kebutuhan sosial pejalan kaki. 6. Memiliki tinggi paling sedikit 2,5 meter 7. Memiliki kedalaman paling sedikit 1 meter. 8. Memiliki lebar samping paling sedikit 0,3 meter. Sumber : Menteri Pekerjaan Umum, 2014 Gambar 3.1 Ruang Bebas Trotoar

33 3.8 Desain Fasilitas Penyeberangan Menurut Lampiran No. 10 Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga mengenai Pedoman Teknik Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum (1999), penentuan jenis-jenis fasilitas penyeberangan jalan dapat ditentukan dengan cara membandingkan arus lalu lintas penyeberang jalan dengan arus lalu lintas kendaraan yang melintas seperti tertera pada tabel 3.4 sebagai berikut. Tabel 3.4 Jenis Fasilitas Penyeberangan Berdasarkan PV 2 PV 2 P V Rekomendasi > 10 8 50 1100 300 500 Zebra Cross > 2 x 10 8 50 1100 400 750 Zebra Cross dengan Lapak Tunggu > 10 8 50 1100 >500 Pelican Cross > 10 8 >1100 >300 Pelican Cross > 2 x 10 8 50 1100 >750 Pelican Cross dengan Lapak Tunggu > 2 x 10 8 >1100 >400 Pelican Cross dengan Lapak Tunggu Sumber: Ditjen Bina Marga, 1999 Keterangan : P = Arus lalu lintas penyeberangan pejalan kaki, dinyatakan dengan orang/jam. V = Arus lalu lintas kendaraan dua arah per jam, dinyatakan dalam kendaraan/jam. Berikut merupakan grafik penentuan jenis fasilitas penyeberangan jalan.

34 Sumber : Ditjen Bina Marga, 1995 Arus Penyeberangan (Orang/jam) Gambar 3.2 Grafik Penentuan Fasilitas Penyeberangan Jalan 3.9 Analisis Kelayakan Pejalan Kaki Parameter yang digunakan dalam analisis kelayakan pejalan kaki merupakan beberapa karakteristik pejalan kaki secara umum adalah sebagai berikut. 1. Kecepatan Pejalan Kaki, merupakan kecepatan rerata pejalan kaki yang dinyatakan dalam satuan m/detik. Panjang daerah Penelitian (m) Kecepatan =.... (3.2) Satuan waktu (detik) 2. Arus Rerata Pejalan Kaki, merupakan jumlah pejalan kaki yang melintasi suatu titik dalam suatu satuan waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam pejalan kaki/15 menit (Ped/15mnt). Arus Pejalan Kaki = Jumlah pejalan kaki tiap 15 menit (Ped)...(3.3) 15 menit

35 3. Kepadatan pejalan kaki, merupakan jumlah rerata area jalan atau area antrian yang dinyatakan dalam satuan pejalan kaki per meter persegi (Ped/m 2 ) Jumlah pejalan kaki tiap siklus (ped) Kepadatan pejalan kaki = Luas trotoar dalam tinjauan (m2)...(3.4) 3.10 Analisis Kelayakan Ruas Jalan Analisis kelayakan ruas jalan menggunakan rumus sebagai berikut. 1. Kapasitas ruas jalan C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs..(3.5) 2. Derajat Kejenuhan DS = V C....(3.6) Parameter yang digunakan dalam analisis kelayakan ruas jalan adalah sebagai berikut. 1. Kapasitas Dasar, besarnya kapasitas dasar jalan kota yang dijadikan acuan adalah sebagai Berikut : Tabel 3.5 Kapasitas Dasar Jalan Tipe Jalan Kapasitas Dasar (SMP/Jam) Keterangan 4 Jalur dipisah atau jalan satu arah 1.650 Tiap Lajur 4 Lajur tidak dipisah 1.500 Tiap Lajur 2 lajur tidak dipisah 2.900 Kedua Lajur Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

36 2. Faktor penyesuaian lebar jalur (FCw), faktor penyesuaian lebar jalan seperti ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 3.6 Faktor Penyesuaian Lebar Jalan Tipe Jalan Lebar Jalan Cw Efektif 3,00 0,92 3,25 0,96 4 Jalur dipisah atau 3,50 1,00 jalan satu arah 3,75 1,04 4,00 1,08 3,00 0,91 3,25 0,95 4 Lajur tidak dipisah 3,50 1,00 3,75 1,05 4,00 1,09 5,00 0,56 6,00 0,87 7,00 1,00 2 lajur tidak dipisah 8,00 1,14 9,00 1,25 10,00 1,29 11,00 1,34 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 Keterangan Tiap Lajur Tiap Lajur Kedua Arah 3. Faktor penyesuaian arah lalu-lintas ( FCsp ), besarnya faktor penyesuaian pada jalan tanpa menggunakan pemisah tergantung kepada besarnya split kedua arah seperti tabel berikut. Tabel 3.7 Faktor Penyesuaian Arah Lalu Lintas Split Arah % - % 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 Fsp 4/2 Tidak Dipisah 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

37 4. Faktor penyesuaian kerb dan bahu jalan ( FCsf ), faktor penyesuaian kapasitas jalan antar kota terhadap lebar jalan dihitung dengan menggunakan tabel berikut. Tipe Jalan 4/2 D 4/2 UD 2/2 UD atau Jalan Satu Arah Tabel 3.8 Faktor Penyesuaian Hambatan samping Kelas Hambatan Samping VL L M H VH VL L M H VH VL L M H VH Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu Lebar Bahu Efektif (Ws) 0,5 1,0 1,5 2,0 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,94 0,92 0,89 0,82 0,73 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91 5. Faktor Ukuran Kota ( Fcs ) berdasarkan hasil penelitian ternyata ukuran kota mempengaruhi kapasitas seperti ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 3.9 Faktor Ukuran Kota Ukuran Kota (Juta Orang) Faktor Ukuran Kota (Fcs) < 0,1 0,86 0,1 0,5 0,90 0,5 1,0 0,94 1,0 3,0 1,00 3,0 1,01 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997