PEMAHAMAN MASYARAKAT LOKAL TERHADAP KONSEP PENGELOLAAN KAWASAN KEPESISIRAN TERPADU DI KAWASAN SAMAS. Wening Yashinta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Pantai Samas dahulu merupakan daerah yang terkenal dan UKDW

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

* TUJUAN PENGELOLAAN DAS 14/06/2013. ASPEK HUKUM PENGELOLAAN DAS BERDASARKAN PP No. 37 Tahun 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

Grafik 1. Area Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan Secara Terpadu Dan Berkelanjutan

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB 2 KETENTUAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iii I. PENDAHULUAN... 1 II. KONSEP PENGELOLAAN... 1

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

BAB VIII KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. (1). Potensi sumberdaya di kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele.

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Oleh/By : Triyono Puspitojati ABSTRACT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

POKJA AIR MINUM DAN SANITASI KABUPATEN KEPULAUAN ARU

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

X. ANALISIS KEBIJAKAN

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

BUPATI BARITO KUALA KEPUTUSAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR / 87 /KUM/2013 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sosial (social development); pembangunan yang berwawasan

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

Transkripsi:

PEMAHAMAN MASYARAKAT LOKAL TERHADAP KONSEP PENGELOLAAN KAWASAN KEPESISIRAN TERPADU DI KAWASAN SAMAS Wening Yashinta wening.yashinta@live.com Joko Christanto jokochris@ugm.ac.id Estuning Tyas Wulan Mei estu.mei@geo.ugm.ac.id Abstract Local community has a great involvement as one of stakeholder in coastal management so it s necessary to know their understanding of Integrated Coastal Zone Management concept. The objectives of this study were: 1) to describe the community understanding of Integrated Coastal Zone Management, 2) to know the sector that has the greatest role in Samas Area, 3) to know the problems and issues concerning the environment contained in Samas Area, and 4) to know the policies which have implemented in Samas Coastal Zone. The method that used in this study is a survey method which is done in qualitative manner with purposive sampling technique. The results of this study indicate that the majority of local community doesn t understand the meaning of Integrated Coastal Zone Management. The management of Samas Coastal Zone is still not considered to be integrated because all elements are not fully implemented yet, both elements of stakeholders, sectors, environmental, and scientific disciplines. Keywords : Integrated Coastal Zone Management, Local Community Understanding, Stakeholders, Samas Area Abstrak Masyarakat lokal sebagai salah satu pelaku dalam pengelolaan memiliki keterlibatan yang besar maka perlu diketahui pemahaman mereka terhadap konsep Pengelolaan Kawasan Kepesisiran Terpadu. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) untuk mendeskripsikan pemahaman masyarakat lokal terhadap konsep Terpadu, 2) untuk mengetahui sektor yang memiliki peran terbesar dalam Pengelolaan Kawasan, 3) untuk mengetahui permasalahan dan isu-isu lingkungan yang terdapat di Kawasan Samas, dan 4) untuk mengetahui kebijakan yang diterapkan di Kawasan Samas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang dilakukan secara kualitatif dengan pengambilan sampel melalui teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagain besar masyarakat lokal belum memahami maksud dari konsep Terpadu. Pengelolaan Kawasan Samas dianggap masih belum terpadu karena seluruh unsur yang ada belum diterapkan secara utuh, baik unsur multipihak, sektor, lingkungan, maupun disiplin ilmu. Kata kunci : Terpadu, Pemahaman Masyarakat Lokal, Stakeholder, Kawasan Samas 1

PENDAHULUAN Kekayaan sumberdaya kepesisiran sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun seiring berjalannya waktu, pemanfaatan sumberdaya kepesisiran menjadi semakin tak terkendali. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya wawasan lingkungan pada masyarakat serta belum adanya keterpaduan pengelolaan. Terpadu (Integrated Coastal Zone Management) merupakan salah satu konsep pengelolaan wilayah kepesisiran yang diartikan sebagai sarana pengelolaan holistik yang bekerja lintas sektor, lintas disiplin, dan dibatasi kelembagaan. Konsep tersebut juga merupakan proses bertahap dan kontinyu untuk mencapai tujuan dan sasaran dengan menggunakan keputusan tertentu yang membutuhkan keterpaduan sumberdaya, penggunaan, permasalahan, dan sarana. Tujuan akhir dari Konsep Secara Terpadu tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kawasan Samas merupakan salah satu kawasan kepesisiran di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berpotensi untuk dikembangkan. Kawasan ini merupakan salah satu objek tujuan wisata dengan berbagai aktivitas manusia dan kegiatan/sektor di dalamnya. Banyaknya kegiatan manusia di wilayah tersebut memberikan dampak positif sekaligus dampak negatif bagi kawasan kepesisiran. Kondisi lingkungan di Kawasan Kepesisiran Samas cenderung berubah menjadi semakin parah pada saat ini. Hal tersebut senada dengan terjadinya fenomena abrasi yang cukup parah pada tanggal 29 Juni 2013 yang mengakibatkan lumpuhnya beberapa kegiatan sektor ekonomi yang ada (bpbd.bantul.kab.go.id). Tindakan masyarakat yang dianggap kurang berwawasan lingkungan menunjukkan adanya ketidaksamaan persepsi tentang tindakan pengelolaan kawasan kepesisiran. Masyarakat lokal sebagai salah satu pelaku dalam pengelolaan kawasan kepesisiran memiliki keterlibatan yang besar maka perlu diketahui pemahaman mereka terhadap konsep Terpadu. Pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan oleh multipihak (stakeholders) di kawasan kepesisiran termasuk akan sangat bergantung pada pemahaman dari isu-isu wilayah kepesisiran dan ilmu pengetahuan untuk memberikan masukan bagi kebutuhan informasi dalam pengelolaannya. Pemahaman ini seharusnya tumbuh dari para pengguna wilayah kepesisiran (Jati, 2012). Terpadu untuk Kawasan Samas memerlukan dukungan dari setiap kegiatan/sektor yang berkembang di kawasan tersebut. Kegiatan/sektor ini akan mengindikasikan adanya pengelolaan kawasan kepesisiran secara terpadu. Kegiatan saling bersinergi tersebut merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap pengelolaan kawasan kepesisiran secara terpadu. Selain itu, kegiatan tersebut mencakup aspek ekologi, sosial, dan ekonomi sehingga mampu memberikan dampak positif terhadap perkembangan kawasan kepesisiran yang ada. Terpadu mengkaji mengenai dampak buruk kegiatan multipihak maupun sektor terhadap lingkungan kepesisiran tersebut. Dampak buruk tersebut mengakibatkan adanya permasalahan mengenai lingkungan yang ada. Di Kawasan Samas 2

sendiri, kondisi lingkungan kepesisiran yang ada cenderung mengalami penurunan kualitas dari waktu ke waktu. Penurunan kualitas lingkungan tersebut berpotensi untuk menjadi semakin buruk apabila tidak dilakukan upaya tertentu untuk menanggulangi oleh para pihak yang berkaitan dengan pengelolaan Kawasan Samas. Kondisi lingkungan tersebut juga berkaitan dengan kebijakan yang diterapkan di kawasan tersebut. Kebijakan yang diterapkan di kawasan kepesisiran yang dimaksud dalam hal ini adalah kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan Kawasan Samas, baik dalam cakupan wilayah mikro maupun makro. Kondisi lingkungan yang relatif buruk akan mencerminkan bentuk kebijakan yang diterapkan di wilayah tersebut. Tema dan judul yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan Pengelolaan Kawasan Terpadu. Tema dan judul tersebut diangkat dengan alasan karena sesuai dengan kondisi dan isu-isu lingkungan di Kawasan Samas pada saat ini. Selain itu, permasalahan kawasan pesisir yang terjadi tersebut memerlukan adanya keterpaduan antara berbagai hal, seperti keterpaduan pemahaman berbagai pihak, keterpaduan kegiatan, keterpaduan lingkungan maupun keterpaduan peraturan yang berlaku di wilayah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai untuk: 1. mendeskripsikan pemahaman masyarakat lokal terhadap konsep Terpadu 2. mengetahui jenis sektor yang mempunyai peran terbesar dalam Terpadu 3. mengetahui permasalahan dan isu-isu mengenai lingkungan yang terdapat di Kawasan Samas 4. mengetahui kebijakan yang diterapkan di Kawasan Samas Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut. Kawasan pesisir dapat diartikan sebagai bagian dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya. Dalam penelitian ini, kawasan kepesisiran yang menjadi objek kajian adalah meliputi wilayah Dusun Ngepet, baik yang memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengelolaan Kawasan Samas. Cakupan Kawasan Samas dalam penelitian ini juga meliputi kawasan Pantai Samas yang dianggap mempunyai keterkaitan besar dalam hal pengelolaan kawasan kepesisiran secara keseluruhan. Terpadu yang dalam istilah asing dikenal dengan Integrated Coastal Zone Management (ICZM) merupakan suatu proses pengelolaan yang kontinyu dan dinamis, serta dapat menyarankan peraturan, strategi dan kebijakan yang sesuai untuk pengelolaan wilayahnya. Selain itu, ICZM merupakan suatu konsep pengelolaan yang mampu meminimalisasi biaya, kerusakan lingkungan serta mampu mengambil penggunaan yang paling efisien (Ramesh dan Vel, 2011). Menurut Keputusan Menteri Departemen Kelautan Perikanan (2002), ICZM dapat diartikan sebagai suatu proses pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan jasa lingkungan yang mengintegrasikan antara kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, perencanaan horizontal dan masyarakat, perencanaan horizontal dan vertikal, ekosistem darat dan laut, sains dan manajemen sehingga pengelolaan sumberdaya tersebut berkelanjutan dan 3

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Dalam mewujudkan ICZM diperlukan adanya pendekatan yang komprehesif melalui sistem koordinasi, kooperasi, dan konsultasi antara pihak terkait yang berkepentingan dalam wilayah pesisir atau multipihak (stakeholders). Yang dimaksud dengan multipihak adalah pelaku/pengelola dan pengguna dari sumberdaya pesisir. Dalam penelitian ini multipihak yang dimaksud meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas atau instansi, serta masyarakat lokal. Multipihak yang dipilih sebagai objek utama dalam penelitian ini adalah masyarakat lokal. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan terhadap tingginya intensitas interaksi masyarakat lokal kawasan kepesisiran akibat dari lokasi tempat tinggal masyarakat tersebut yang relatif dekat. Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, pengertian masyarakat lokal yang dimaksud adalah kelompok masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu. Masyarakat lokal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penduduk yang bertempat tinggal di Kawasan Samas yang melakukan sebagian besar kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup di kawasan tersebut. Pemahaman masyarakat lokal yang dimaksud dalam hal ini adalah berupa pengetahuan atau kemampuan masyarakat lokal dalam menerima suatu hal. Penelitian ini membatasi pemahaman masyarakat lokal tersebut sebagai pemahaman konsep pengelolaan pesisir secara terpadu yang dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan kemampuan. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif. Dalam penelitian ini data diolah dan disajikan secara deskriptif. Metode yang digunakan untuk memperoleh data adalah metode survei kualitatif. Metode tersebut dipilih dengan alasan karena penelitian yang dilakukan bersifat menyeluruh serta terdapat interaksi secara langsung antara variabel pada objek penelitian tersebut. Selain itu, penelitian yang dilakukan lebih menekankan pada proses dari penelitian itu sendiri. Metode survei merupakan metode penelitian yang menerapkan pengamatan langsung terhadap objek yang akan dikaji di lapangan atau wilayah kajian. Menurut Effendi dan Tukiran (2012), penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil dan menggunakan sampel dari suatu populasi serta menggunakan kuesioner sebagai instrumen untuk mendapatkan data pokok. Penentuan sampel dilakukan melalui teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel yang didasarkan pada tujuan penelitian tertentu. Penentuan sampel tersebut dilakukan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Pertimbangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis mata pencaharian masyarakat lokal. Teknik penentuan sampel jenis ini bertujuan untuk mendapatkan data yang bersifat spesifik sehingga data yang diperoleh tersebut lebih efektif untuk kemudian diolah lebih lanjut. Melalui teknik penentuan sampel ini maka secara langsung populasi yang digunakan juga akan terarah dan terpilih. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi populasi tiap-tiap multipihak. Sedangkan untuk sampel responden yang digunakan adalah individu dari setiap kelompok multipihak tersebut. Sampel responden diambil dengan memfokuskan sasaran pada masyarakat lokal (penduduk) yang tinggal di kawasan kepesisiran 4

tersebut melalui kuesioner serta melalui wawancara mendalam terhadap key person. Sampel responden dengan sasaran masyarakat lokal (penduduk) diambil sebanyak 37 sampel dari seluruh wilayah RT yang ada. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan karena jumlah masyarakat lokal (penduduk) secara keseluruhan yang ada sangat banyak sehingga dilakukan pembatasan pengambilan responden. Pengambilan sampel sebanyak 37 ini didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa sampel minimal 30 merupakan sampel yang dianggap memiliki distribusi normal untuk populasi yang dianggap cenderung bersifat homogen. Sampel yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan mempertimbangkan jenis mata pencaharian penduduk yang ada dan juga kejenuhan data yang dikumpulkan. Menurut Roscoe (1975, dalam Sekaran, 2006), pengambilan sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemahaman Masyarakat terhadap Konsep Pengelolaan Kawasan Kepesisiran Terpadu Apabila dilihat secara keseluruhan dari informasi hasil penelitian yang ada diketahui bahwa sebagian besar masyarakat lokal belum memahami maksud dari konsep Pengelolaan Kawasan Kepesisiran Terpadu. Hal ini terlihat dari pemahaman yang disampaikan oleh masyarakat tersebut belum sesuai dengan acuan teori yang ada serta hanya sebesar 21,6% atau hanya sebanyak 8 responden dari total 37 responden (Tabel 1) yang mampu menjawab pertanyaan wawancara. Masyarakat cenderung hanya memahami konsep tersebut secara tidak utuh. Masyarakat lokal pada umumnya akan lebih mudah untuk memahami suatu fenomena yang secara nyata terjadi dan terdapat di sekitarnya. Masyarakat lokal tersebut juga relatif sulit untuk memahami sebuah konsep Pengelolaan Kawasan Kepesisiran Terpadu apabila hanya disampaikan sebatas teori saja tanpa ada tindakan nyata. Tabel 1. Analisis Konsep Keterpaduan Unsur Multipihak (n=37) Selain itu, pemahaman masyarakat lokal akan maksud dari konsep Secara Terpadu dalam penelitian ini cukup bervariasi. Bervariasinya pemahaman masyarakat yang dapat dihimpun dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa setiap masyarakat memiliki perbedaan persepsi dan cara pandang dalam menghadapi suatu keadaan. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari, baik tentang mata pencaharian, kondisi lingkungan sosial sekitar, hingga pengaruh dari pihak pemerintah dan pihak lainnya. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan kepesisiran dianggap memiliki keterkaitan dengan pemahaman masyarakat tersebut terhadap konsep Terpadu. Kondisi yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat yang dijadikan sebagai sampel mengaku tidak memiliki keterlibatan dalam kegiatan pengelolaan kawasan kepesisiran yang ada. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukkan bahwa sebanyak 54% responden mengaku tidak terlibat dalam kegiatan pegelolaan Kawasan Kepesisiran Samas. Keterlibatan yang dimaksud dalam hal ini adalah keterlibatan dalam bentuk sumbangan tenaga ataupun ide dalam 5

penyelenggaraan kegiatan pengelolaan Kawasan Kepesisiran Samas. Masyarakat lokal yang tidak memiliki keterlibatan dalam pengelolaan Kawasan Kepesisiran Samas tersebut merupakan masyarakat yang terdistribusi dalam beberapa wilayah RT (tidak terpusat dalam salah satu wilayah RT). Gambar 1. Persentase Keterlibatan Masyarakat Dalam Samas (n=37) Namun, di sisi lain sebagian besar stakeholder lain, yaitu pemerintah daerah serta SKPD lainnya, telah memahami maksud dari konsep pengelolaan pesisir terpadu meskipun belum dipahami secara utuh. Peran Sektor terhadap Pengelolaan Kawasan Kepesisiran Kegiatan/sektor yang dianggap memiliki peran terbesar oleh masyarakat lokal adalah pertanian yaitu sebesar 83% (Gambar 2). Informasi yang diperoleh dari masyarakat menjelaskan bahwa kegiatan/sektor pertanian memiliki peran terbesar karena mampu memberikan dampak positif secara nyata terhadap kehidupan masyarakat lokal tersebut. Kegiatan/sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja petani yang merupakan masyarakat lokal setempat dan mampu berkembang dalam kegiatan budidaya pertanian lahan pasir. Hal tersebut dirasakan sangat bermanfaat oleh masyarakat lokal. Gambar 2. Persentase Peran Kegiatan/Sektor Dalam Samas Berdasarkan Informasi Responden (n=37) Masyarakat lokal yang dijadikan responden memahami peran suatu kegiatan/sektor dalam pengelolaan Kawasan Samas sebagai suatu sumbangan atau dampak positif yang dapat dirasakan oleh masyarakat lokal tersebut dan lingkungan. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat key person yang sebagian besar menyatakan bahwa kegiatan/sektor yang memiliki peran terbesar dalam pengelolaan Kawasan Samas saat ini adalah pertanian. Kegiatan/sektor pertanian dianggap sangat potensial untuk dikembangkan karena hasil dari kegiatan/sektor tersebut cukup besar dan lahan pasir yang digunakan juga berpotensi untuk dikembangkan secara lebih luas. Isu-Isu Permasalahan Lingkungan Kondisi Kawasan Kepesisiran Samas pada saat ini sangat identik dengan budidaya tanaman hortikultura yang dikembangkan di lahan pasir Kawasan Samas (Gambar 3). Banyak masyarakat yang melakukan alih pekerjaan menjadi petani lahan pasir, baik sebagai pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Sebagian besar permasalahan lingkungan yang terjadi di Kawasan Samas merupakan permasalahan lingkungan fisik. Sebagian besar permasalahan lingkungan fisik tersebut terjadi di kawasan kepesisiran bagian selatan yaitu di sekitar permukiman pantai (Gambar 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan di sebagian Kawasan Samas, terutama di bagian selatan kawasan. Hal tersebut juga 6

dipengaruhi oleh kondisi kawasan kepesisiran bagian selatan yang merupakan objek wisata pantai sehingga muncul anggapan bahwa banyak pengunjung pantai yang kurang berwawasan lingkungan. Selain itu juga didukung oleh masyarakat yang tinggal di permukiman tepi pantai, yang sebagian besar merupakan pendatang, kurang memiliki kesadaran akan kelestarian lingkungan. Penerapan Kebijakan dalam Pelaksanaan Pengelolaan Kawasan Samas Kebijakan yang diterapkan dalam pengelolaan Kawasan Samas secara umum cukup baik yang ditunjukkan dengan beberapa kegiatan dan produk pengelolaan oleh pemerintah daerah dan SKPD seperti sosialisasi penanggulangan abrasi oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan RPJMD oleh BAPPEDA. Beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan kepesisiran Samas adalah sebagai berikut: a. UU No 25 tahun 2004 b. UU No 24 tahun 2007 c. UU No 26 tahun 2007 d. UU No 27 tahun 2007 dan Perda RTRW No 1 tahun 2014 e. Perda RTRW Kab. Bantul No 4 tahun 2011 Analisis Konsep Keterpaduan Dalam Pengelolaan Kawasan Samas Berdasarkan analisis terhadap keempat unsur keterpaduan yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, diperoleh hasil bahwa pelaksanaan pengelolaan Kawasan Samas dianggap masih belum mencapai kondisi terpadu karena seluruh unsur yang ada belum diterapkan secara terpadu, baik unsur multipihak, sektor, lingkungan, maupun unsur disiplin ilmu. Meski demikian, dalam proses perencanaan mengelola Kawasan Samas, key person menyatakan bahwa telah dilakukan koordinasi dan kerja sama dalam perencanaannya. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan masih belum dianggap terpadu akibat kurangnya koordinasi dan kerja sama antara unsurunsur yang ada. Harapan Multipihak a. Pemerataan Kemakmuran Antarsektor b. Pengurangan Permasalahan Prostitusi di Kawasan Samas c. Koordinasi Pelaksanaan Program Tiap Sektor d. Keseimbangan Antarmasyarakat dan Lingkungan e. Pendampingan terhadap Masyarakat KESIMPULAN 1. Pemahaman masyarakat terhadap konsep Pengelolaan Kawasan Kepesisiran Terpadu beragam dan sebagian besar responden dianggap belum mengetahui maksud dari konsep pengelolaan kawasan kepesisiran yang dilakukan secara terpadu. 2. Kegiatan/sektor yang memiliki peran terbesar dalam pengelolaan Kawasan Samas adalah pertanain. 3. Terdapat berbagai permasalahan lingkungan akibat masih terbatasnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan serta kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah. 4. Kebijakan sudah dipersiapkan secara komprehensif dan cukup baik diterapkan oleh pemerintah daerah dan SKPD di bawahnya, namun sosialisasi kebijakan tersebut terhadap masyarakat masih sangat kurang. DAFTAR PUSTAKA Effendi, Sofian dan Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei (Edisi Revisi 2012). Jakarta: LP3ES. Jati, Raditya. 2012. Model Pengelolaan Wilayah Kepesisiran Secara Terpadu Untuk Pengembangan 7

Sistem Pendukung Keputusan Perencanaan Pembangunan Kota Pesisir Berkelanjutan (Kasus Di Kota Semarang dan Kota Cilacap). Disertasi. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Pemerintah Desa Srigading. 2012. Dokumen Rencana Jangka Menengah Desa Srigading Tahun 2012-2016. Yogyakarta: Pemerintah Desa Srigading. Ramesh, Devaraj Asir and Vel, Arumugam Senthil. 2011. Methodology of Secara Terpadu Plan Preparation: Case Study of Andaman Island di India. Journal of Environmental Protection Vol. 2 No. 750-760 Hal. 2. Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Gambar 3. Peta Peruntukan Kawasan Samas 8

Gambar 4. Peta Sebaran Permasalahan Lingkungan Kawasan Samas 9