2.2 Klasifikasi Paving Block Berdasarkan klasifikasinya Paving Block dibedakan menjadi beberapa klasifikasi diantaranya sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. 2. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

Paving Block. Construction s Materials Technology

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING. Naskah Publikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X PENGARUH PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN PAVING BLOCK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. penambal, adukan encer (grout) dan lain sebagainya. 1. Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

BAB III LANDASAN TEORI

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sifat beton itu. Departemen Pekerjaan Umum 1989-(SNI ). Batako terdiri dari beberapa jenis batako:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istimewa Yogyakarta. Alirannya melintasi Kabupaten Sleman dan Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja Kuat Tekan Beton dengan Accelerator Alami Larutan Tebu 0.3% Lampiran 1 Foto Selama Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. ini adalah paving block dengan tiga variasi bentuk yaitu berbentuk tiga

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam pembangunan. Akibat besarnya penggunaan beton, sementara material

Pemeriksaan Gradasi Agregat Halus (Pasir) (SNI ) Berat Tertahan (gram)

PENGENALAN SEMEN SEBAGAI BAHAN PEMBENTUK BETON. Ferdinand Fassa

BAB III LANDASAN TEORI

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. A. Kajian Pustaka

BAB III LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

BAB III LANDASAN TEORI. sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas kerja untuk dapat berperan serta dalam meningkatkan sebuah

BAB III LANDASAN TEORI. Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat. Secara proporsi komposisi unsur pembentuk beton adalah:

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Semen (Portland) padatan berbentuk bubuk, tanpa memandang proses

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

Pengaruh Variasi Jumlah Semen Dengan Faktor Air Yang Sama Terhadap Kuat Tekan Beton Normal. Oleh: Mulyati, ST., MT*, Aprino Maramis** Abstrak

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen, agregat halus,

PENGARUH PECAHAN BATA PRESS SEBAGAI BAHAN PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN BETON TERHADAP NILAI KUAT TEKAN

ABSTRAK. Pengaruh Penambahan Tras Batu Bata Terhadap Kuat Tekan Mortar Sebagai Bahan Dasar Paving Block.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

hendak dicapai, maka diskusi antara insinyur perencana dan pemborong pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

PENGARUH PENGGUNAAN ZEOLIT DAN SIKAMENT-520 TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN PORTLAND POZZOLAND CEMENT (PPC)

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

BAB III METODE PENELITIAN

Mortar adalah campuran dengan komposisi tertentu antaray. bahan-ikat dan agregat halus (pasir) yang telah mengeras, dengan air

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB III LANDASAN TEORI. adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland. dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir.

BAB II STUDI PUSTAKA

V. HASIL PENELITIAN. Tabel V-1 Hasil analisa fly ash Analisis kimia Satuan Fly ash Pasaran

PENAMBAHAN CaCO 3, CaO DAN CaOH 2 PADA LUMPUR LAPINDO AGAR BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT

PRESENTASI SEMINAR SKRIPSI

PENGGUNAAN PASIR DAN KERIKIL LOKAL DI KABUPTEN SUMENEP SEBAGAI BAHAN MATERIAL BETON DI TINJAU DARI MUTU KUAT BETON

TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LUMPUR BAKAR SIDOARJO UNTUK BETON RINGAN DENGAN CAMPURAN FLY ASH, FOAM, DAN SERAT KENAF

REAKTIVITAS BERBAGAI MACAM POZZOLAN DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN MEKANIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

PENGARUH PENGGUNAAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KUAT TEKAN DAN DAYA SERAP AIR PADA PAVING BLOCK

TINJAUAN KUALITAS BATAKO DENGAN PEMAKAIAN BAHAN TAMBAH SERBUK HALUS EX COLD MILLING. Naskah Publikasi

BERAT ISI AGREGAT HALUS UNTUK MATERIAL BETON

PENGARUH SEMEN TERHADAP MUTU BETON

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Bata beton merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air dengan perbandingan 1 semen : 3 pasir. Bata beton difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural. Bata beton yang baik adalah yang masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan bata beton menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia 1982 (PUBI-1982) pasal 6 antara lain adalah berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ±400 mm, lebar ±200 mm, tebal ±100-200 mm, kadar air 25-35% dari berat, dan memiliki kuat tekan antara 2-7 N/mm 2 atau (2-7/9,81) kg/mm 2. Berdasarkan persyaratan fisik bata beton standar dalam PUBI- 1982 memberikan batasan standar bahwa untuk bata beton dengan nilai kuat tekan 2-3,5 MPa dapat dipakai pada konstruksi yang tidak memikul beban. Untuk kuat tekan 2 MPa dapat dipasang pada tempat yang terlindung dari cuaca luar dan diberi lapisan pelindung. Bata beton dapat berwarna seperti warna aslinya atau diberi zat warna pada komposisinya dan digunakan untuk halaman baik di dalam maupun di luar bangunan. Menurut SNI 03-0691-1996 Bata beton (Paving Block) adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu bata beton itu. 2.2 Klasifikasi Paving Block Berdasarkan klasifikasinya Paving Block dibedakan menjadi beberapa klasifikasi diantaranya sebagai berikut: 9

2.2.1 Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Cara Pembuatannya a. Paving Block Press Manual/ Tangan Paving Block press manual/ tangan termasuk jenis Paving Block dengan kategori D-C (10-15 Mpa). Sesuai dengan mutunya yang rendah, bata beton jenis ini memiliki nilai jual yang rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, bata beton ini umumnya digunakan untuk non structural, seperti untuk taman dan pejalan kaki dengan daya beban yang rendah. b. Paving Block Press Mesin Vibrasi/ Getar Paving Block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan umumnya memiliki mutu kelas C-B (15-20 Mpa). Dalam pemakaiannya, bata beton ini digunakan untuk pelataran parkir. C. Paving Block Press Mesin Hidrolik Paving Block jenis ini diproduksi dengan mesin press hidrolik dengan kuat tekan 300 kg/cm 2. Bata beton ini dapat dikategorikan Paving Block degan mutu B- A (20-40 Mpa). Pemakaian bata beton ini digunakan untuk perkerasan jalan hingga perkerasan lahan pelataran terminal peti kemas di pelabuhan (Wintoko, 2007). 2.2.2 Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Penggunaannya Klasifikasi bata beton menurut SK SNI 03-0691-1994 terdiri dari : a. Bata beton mutu A digunakan untuk jalan. b. Bata beton mutu B digunakan untuk pelataran parkir. c. Bata beton mutu C digunakan untuk pejalan kaki. d. Bata beton mutu D digunakan untuk taman dan penggunaan lain. 10

Kuat Tekan Ketahanan aus Penyerapan air Mutu (MPa) ( mm/menit ) rata- rata Min. Ratarata Ratarata Min (%) A 40 35 0.090 0.103 3 B 20 17.0 0.130 0.149 6 C 15 12.5 0.160 0.184 8 D 10 8.5 0.219 0.251 10 Tabel 2.1 Mutu Paving Block 2.3 Pengujian Benda Uji Pengujian benda uji Paving Block menurut SNI 031-0691-1996 yaitu : 2.3.1 Pengujian Penyerapan Air a. Lima buah benda uji dalam keadaan utuh direndam dalam air hingga jenuh (24jam), ditimbang beratnya dalam keadaan basah. b. Kemudian dikeringkan dalam dapur pengering selama kurang lebih 24 jam, pada suhu kurang lebih 105 C sampai beratnya pada dua kali penimbangan berselisih tidak lebih dari 0,2% penimbangan yang terdahulu. c. Penyerapan air dihitung sebagaiberikut. Dimana : BA = berat beton basah, dalam kg BB = berat beton kering, dalam kg 2.3.2 Pengujian Kuat Tekan a. Ambil 10 buah contoh uji masing-masing dipotong berbentuk kubus dan rusuk-rusuknya disesuaikan dengan ukuran contoh uji. 11

b. Contoh uji yang telah siap, ditekan hingga hancur dengan mesin penekan yang dapat diatur kecepatannya. Kecepatan penekanan dari mulai pemberian beban sampai contoh uji hancur diatur dalam waktu 1 sampai 2 menit arah penekanan pada contoh uji disesuaikan dengan arah tekanan beban didalam pemakaiannya. Kuat tekan dihitung dengan rumus sebagai berikut: Dimana : P = beban tekan, N L = luas bidang tekan mm 2 Kuat tekan rata-rata dari contoh bata beton dihitung dari jumlah kuat tekan dibagi jumlah contoh uji. 2.3.3 Ketahanan Terhadap Natrium Sulfat a. Peralatan pengujian: 1) Larutan jenuh garam natrium sulfat yang jernih dengan berat jenis antara 1,151-1,174. 2) Bejana tempat merendam contoh dalam larutan natrium sulfat b. Prosedur Pengujian: 1) Dua buah benda uji utuh (bekas pengujian ukuran) dibersihkan dari kotoran yang melekat, kemudian dikeringkan dalam dapur pengering pada suhu (105+2) C hingga berat tetap lalu didinginkan dalam desikator. 2) Setelah dingin ditimbang sampai ketelitian 0,1 gram, kemudian direndam dalam larutan jenuh garam natrium sulfat selama 16 sampai dengan 18 jam, setelah itu diangkat dan didiamkan dulu agar cairan yang berlebih meniris. 3) Selanjutnya masukkan benda uji kedalam dapur pengering pada suhu (105+2) C selama kurang lebih 2 jam, kemudian didinginkan sampai suhu kamar. 4) Ulangi pernedaman dan pengeringan ini sampai 5 kali berturut-turut. 5) Pada pengeringan yang terakhir, benda uji dicuci sampai tidak ada lagi sisa sisa garam sulfat yang tertinggal. 12

6) Untuk mengetahui bahwa tidak ada lagi garam sulfat yang tertinggal, larutan pencucinya dapat diuji dengan larutan BaCl2. 7) Untuk mempercepat pencucian dapat dilakukan pencucian dengan air panas bersuhu kurang lebih 40-50 C. 8) Setelah pencucian sampai bersih, benda uji dikeringkan dalam dapur pengering sampai berat tetap (± 2-4 jam), didinginkan dalam desikator. Kemudian ditimbang lagi sampai ketelitian 0,1gram. 9) Disamping itu diamati keadaan benda uji apakah setelah perendaman dalam larutan garam natrium sulfat terjadi atau nampak adanya retakan, gugusan atau cacat-cacat lainnya. 10) Laporkan keadaan setelah perendaman itu dengan kata-kata: - Baik/ tidak cacat, bila tidak nampak adanya retak-retak atau perubahan lainnya. - Cacat/ retak-retak, bila nampak adanya retak-retak (meskipun kecil), rapuh, gugus dan lain-lain 11) Apabila selisih penimbangan sebelum perendaman dan setelah perendaman tidak lebih dari 1 % dan benda uji tidak cacat nyatakan bendabenda uji tadi baik. Bila selisih penimbangan dari 2 diantara 3 benda uji tadi lebih besar dari 1 %, sedang benda ujinya baik (tidak cacat) nyatakan benda uji secara keseluruhan menjadi cacat. 2.3.4 Pengujian Ketahanan aus a. Ambil lima buah contoh uji dipotong berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 50 mm x 50 mm dan tebal 20 mm (untuk pengujian ketahanan aus). b. Sisa dari pemotongan dibuat benda uji persegi dengan ukuran kurang dari 20 mm (untuk penentuan berat jenis) c. Mesin aus yang dipergunakan, cara-cara mengaus dan mencari berat jenis dikerjakan sesuai SNI 03-0028-1987, cara uji ubin semen. d. Benda uji yang telah diukur dan telah ditimbang, diletakkan pada tempatnya pada mesin pengaus, dibebani dengan beban tambahan sebesar 3 1/3kg. 13

e. Mesin pengaus dijalankan dan setelah pengaus pertama berlangsung 1 menit, benda uji diputar 90, dan pengausan dilanjutkan. Setiap setelah pengausan berlangsung 1 menit benda uji diputar 90, dan hal ini dilakukan sampai berlangsung 5x1 menit. Selama menit-menit pengausan, permukaan yang diaus harus selalu diamati setiap menit apakah lapisan kepala ini telah ada yang habis. 1) Benda uji yang lapisan kepalanya tidak habis setelah pengausan selama 5 menit, dibersihkan dari debu dan serpihan kemudian ditimbang sampai ketelitian 10 mg. 2) Jika sebelum pengausan berlangsung 5 menit lapisan kepala telah ada yang habis, pengausan dihentikan pada menit terakhir habisnya lapisan kepala, lalu benda uji dibersihkan dari debu dan ditimbang. 3) Catat hasil penimbangan ini dan hitung selisih berat benda uji sebelum dan sesudah diaus. Bagi benda uji yang belum habis lapisan kepalanya, pengausan dapat dilanjutkan sampai pada menit-menit habisnya lapisan kepala atau sampai menit ke15. 4) Benda uji untuk berat jenis lapisan kepala, setelah kering ditimbang lalu ditentukan volumenya. Hitung berat jenis masing-masing benda uji dengan ketelitian sampai 2 desimal, dan hitung nilai rata-rata dari 10 benda uji. 5) Ketahanan aus masing-masing benda uji dapat dihitung sebagai berikut: Dimana : A = selisih berat benda uji sebelum dan sesudah diaus, dalam gr BJ= berat jenis rata-rata lapisan kepala, dalam gr/cm 3 I = Luas permukaan bidang aus, dalam cm 3 w = Lamanya pengausan, dalam menit. 14

2.4 Semen Portland Semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. 2.4.1 Jenis Semen Portland Jenis/tipe semen yang digunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe semen yang telah distandarardisasi di Indonesia. Menurut SNI 0031-81, semen Portland dibagi menjadi lima tipe, yaitu : Tipe I Ordinary Portland Cement (OPC), semen untuk penggunaan umum,tidak memerlukan persyaratan khusus (panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat, kekuatanawal). Tipe II Moderate Sulphate Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap sulfat sedang dan mempunyai panas hidrasi sedang. Tipe III High Early Strength Cement, semen untuk beton dengan kekuatan awal tinggi (cepat mengeras). Tipe IV Low Heat of Hydration Cement, semen untuk beton yang memerlukan panas hidrasi rendah,kekuatan awal rendah. Tipe V High Sulphate Resistance Cement, semen untuk beton yang tahan terhadap kadar sulfat tinggi. 15

Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen jenis OPC (Ordinary Portland Cement) atau Tipe I, yaitu semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus, antara lain bangunan perumahan, gedunggedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya. 2.4.2. Bahan Penyusun Semen Portland Bahan utama pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silica (SiO3), alumina (Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali. Untuk mengontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi, sedangkan gipsum (CaSO4.2H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen. (Tri Mulyono, 2004). Komposisi senyawa utama dan senyawa pembentuk dalam semen portland dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3 berikut ini. Tabel 2.2 Komposisi senyawa utama semen portland (Tri Mulyono, 2003) Rumus Kimia Notasi Persen Berat Nama Kimia Trikalsium Silikat 3CaO.SiO2 C3S 55 Dikalsium Silikat 2CaO.SiO2 C2S 18 Tirikalsium aluminat 3CaO.Al2O3 C3A 10 Tetrakalsium 4CaO.Al2O3.Fe2O C4AF 8 Gipsum CaSO4.2H2O CSH2 6 2.5 Agregat Agregat adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh perekat semen (CUR 2, 1993). Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat yang kecil 16

berfungsi sebagai pengisi celah yang ada di antara agregat berukuran besar (Nawy, 1998). Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur permukaannya. 2.5.1 Agregat Halus Agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu, dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : a. Susunan Butiran ( Gradasi) Modulus kehalusan (fineness modulus), menurut hasil penelitian (larrard, 1990) menunjukan bahwa pasir dengan modulus kehalusan 2,5 s/d 3,0 pada umumnya akan menghasilkan beton mutu tinggi (dengan fas yang rendah) yang mempunyai kuat tekan dan workability yang optimal. Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan akanmemperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus. Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu : Pasir kasar : 2.9 < FM <3.2 Pasir sedang : 2.6 < FM <2.9 Pasir halus : 2.2 < FM < 2.6 Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan ASTM C33 74a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : 17

Tabel 2.3 Batasan gradasi untuk agregat halus menurut ASTM C33-74a Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap Saringan (%) 9.5 mm (3/8 in) 100 4.76 mm (No. 4) 95 100 2.36 mm ( No.8) 80 100 1.19 mm (No.16) 50 85 0.595 mm ( No.30 ) 25 60 0.300 mm (No.50) 10 30 0.150 (No.100) 2 10 b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 5 % (terhadap berat kering). Apabila kadar Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci. c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % (terhadap berat kering). d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan beton, atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah danlembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat: 1) Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%. 2) Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 18

2.6 Fly Ash Fly Ash adalah abu terbang yang diperoleh dari pembakaran batubara dengan suhu 1600 o C yang memiliki kandungan komponen silika sebesar 72,2%. Karena sifatnya menyerupai semen sehingga dapat berfungsi sebagai bahan perekat dan dapat mengurangi penggunaan semen. Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua fly ash tersebut adalah banyaknya calsium, silika, aluminium dan kadar besi di fly ash tersebut. Walaupun kelas F dan kelas C sangat ketat ditandai untuk digunakan fly ash yang memenuhi spesifikasi ASTM C618, namun istilah ini lebih umum digunakan berdasarkan asal produksi batubara atau kadar CaO. Fly ash kelas F merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini memiliki kadar kapur yang rendah (CaO < 10%). Fly ash kelas C diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau subbituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat selfcementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah kuat apabila bereaksi dengan air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Fly ash kelas C ini mengandung kapur lebih besar dari fly ash kelas F (CaO > 20%). Sehingga fly ash dari PT. SOCI MAS yang digunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan kedalam fly ash kelas F, karena kadar kapur dalam fly ash ini sebesar 4,79% (CaO < 10%). 19

Gambar 2.1 Skema mendapatkan fly ash ElectroStatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap debu dengan effisiensi tinggi (mencapai diatas 90%) dan rentang partikel yang didapat cukup besar. Dengan menggunakan electro static precipitator (ESP) ini, jumlah limbah debu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16 % (efektifitas penangkapan debu mencapai 99,84%). Air Heater merupakan alat yang berfungsi untuk memanaskan udara yang digunakan untuk menghembusatau meniup bahan bakar agar dapat terbakar sempurna. ID Fans (Induced Draft Fan) merupakan alat dari boiler yang berfungsi sebagai penghisap asap yang dikeluarkan dari ruang pembakaran. Gambar 2.2 Fly Ash 20

Dari hasil pengujian di lab karakteristik Fly Ash mengandung unsur: Tabel 2.4 Unsur yang terkandung dalam Fly Ash No. Parameter Satuan Hasil Metode 1. Silika sebagai SiO2 % 72,2 Gravimetri 2. Aluminium sebagai % 18,8 Perhitungan Al2O3 3. Besi sebagai Fe2O3 % 0,79 A A S 4. Kalsium sebagai CaO % 4,79 Tritimetri 5. Magnesium sebagai % 3,50 Gravimetri MgO 6. Sodium sebagai Na2O % 0,03 A A S 7. Potasium sebagai K2O % 0,04 A A S 8. Fosfor sebagai P2O5 % 0,19 Spektrofotometri 9. Sulfur (S) % 2,12 Gravimetri 10. Mangan mg/kg 81,8 A A S Sumber : Laboratorium Penguji Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan Dari hasil pemeriksaan kandungan silika pada Fly Ash sangat dimungkinkan dilakukannya pemanfaatan abu tersebut sebagai bahan substitusi semen yang dapat digunakan pada pembuatan Paving Block. 2.7 Bottom Ash Bottom Ash adalah material hasil sisa pembakaran batubara yang tidak sempurna yang memiliki partikel meyerupai pasir dengan karakteristik fisik berwarna abu-abu gelap, berbentuk butiran berporos sehingga dianggap mampu mengurangi penggunaan pasir. Gambar 2.3 Skema mendapatkan bottom ash 21

Gambar 2.4 Bottom Ash Dari hasil pengujian di lab karakteristik Bottom Ash mengandung unsur: Tabel 2.5 Unsur yang terkandung dalam Bottom Ash No. Parameter Satuan Hasil Metode 1. Silika sebagai SiO2 % 53,4 Gravimetri 2. Aluminium sebagai % 6,77 Perhitungan Al2O3 3. Besi sebagai Fe2O3 % 1,27 A A S 4. Kalsium sebagai CaO % 8,74 Tritimetri 5. Magnesium sebagai % 4,12 Gravimetri MgO 6. Sodium sebagai Na2O % 0,06 A A S 7. Potasium sebagai K2O % 0,08 A A S 8. Fosfor sebagai P2O5 % 0,13 Spektrofotometri 9. Sulfur (S) % 1,05 Gravimetri 10. Mangan mg/kg 404 A A S Sumber : Laboratorium Penguji Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan 2.8 Air Fungsi dari air disini antara lain adalah sebagai bahan pencampur antara semen dan agregat. Air harus bebas dari bahan yang bersifat asam, alkali, dan minyak. Air yang mengandung tumbuh-tumbuhan busuk harus benar-benar dihindari karena dapat mengganggu pengikatan semen. Pada umumnya air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum juga memenuhi syarat bila dipakai untuk membuat beton, dengan pengecualian pada air minum yang banyak mengandung sulfat (Oglesby, 1996). 22

Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat menyebabkan : 1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan 2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan 3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan 4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton 5. Bercak-bercak pada permukaan beton. Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organik dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika perawatan cukup lama. Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut: 1. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak daripada beton. 2. Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan. 3. Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya. Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak seluruhnya selesai. Sebagai akibatnya batako yang dihasilkan akan kurang kekuatannya. 23

Adapun hukum perbandingan air semen dari Abrams, sebagai berikut: Pada bahan-bahan beton dan keadaan pengujian tertentu, jumlah air campuran yang dipakai menentukan kekuatan beton, selama campuran cukup plastis dan dapat dikerjakan (Murdock, L.J.,1991). Campuran cukup plastis maksudnya adalah ketika bahan-bahan beton pertama kali dicampurkan, bentuknya menyerupai sebuah adonan, lunak, encer, sehingga dapat dituang dan dibentuk menjadi bermacam-macam bentuk. Tahapan ini dinamakan kondisi plastis. Beton harus dalam kondisi plastis pada saat penuangan (pengecoran) dan pemadatan (kompaksi). Hukum ini memberikan arti, bahwa beton yang dipadatkan sempurna dengan agregat yang baik dan pada kadar semen tertentu, kekuatannya tergantung pada perbandingan air semen. Maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total (semen + agregat halus) material yang menentukan, melainkan hanya perbandingan antara air dan semen pada campuran yang menentukan. 24