16 BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Pengertian Peraturan Perundang-Undangan Istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving) dalam beberapa kepustakaan mempunyai dua pengertian yang berbeda. Dalam kamus umum istilah legislation dapat diartikan dengan perundang-undangan dan pembuatan undang-undang (John M. Echols dan Hasan Shadily, 1987: 353). Pengertian wetgeving dalam Juridisch woodenboek diartikan sebagai berikut: Perundang-undangan merupakan proses pemebentukan atau proses yang membentuk peraturan negara, baik di tingkat pusat, maupun di tingkat daerah. Perundang-undangan adalah sebagala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Menurut Bagir Manan, pengertian peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: 1) Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum. 2) Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuanketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, status atau suatu tatanan.
17 3) Merupakan peraturan yang mempunyai cirri-ciri umum-abstrak, artinya tidak mengatur atau tidak ditujukan kepada objek, peristiwa atau gejala konkret tertentu. 4) Dengan mengambil pemahaman dala kepustakaan Belanda, peraturan perundang-undangan lazim disebut dengan wet in materiele zin, atau sering juga disebut dengan algmeen verbindende voorschrift yang meliputi antara lain: de supranationale algemeen vorbindende voorschriften, wet, AMvB, de Ministeriele verordening, de gemeentelijke roadsverordeningen, de provincial staten verordeningen. Dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dirumuskan pula tentang kedua pengertian tersebut dalam pasal 1 angka 1 dan angka 2, yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang-Undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesaha, pengundangan, dan penyebarluasan. 2. Peraturan Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum (Maria Farida Indrati S, 2007: 11).
18 Dengan kata lain, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Peraturan perundang-undangan memuat aturan dan mekanisme hubungan antar warga negara, warga negara dan negara, serta antara warga negara dengan pemerintah (pusat dan derah), dan antar lembaga negara. Dari pengertian peraturan perundang-undangan sebagaimana dirumuskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: 1) Peraturan perundang-undangan berupa keputusan tertulis. Dengan demikian peraturan perundang-undangan mempunyai bentuk dan format tertentu. 2) Peraturan perundang-undangan dibentuk dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku. 3) Peraturan perundang-undangan berisi aturan pola tingkah laku. Peraturan perundang-undangan bersifat mengatur. 4) Peraturan perundang-undangan mengikat secara umum. Artinya, perturan perundang-undangan tidak ditujukan kepada individu tertentu.
19 Dalam peraturan perundang-undangan tentunya dilandasi oleh landasan yang bersifat filosifis, sosiologis dan yuridis. Adapun penjelasannya dapat diuraikan sebagai berikut: a. Landasan Filosofis, yaitu filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa yang berisi nilai-nilai moral atau etika dari bangsa tersebut. b. Landasan Sosiologis, yaitu suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuanketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran ukum masyarakat. c. Landasan Yuridis, yaitu landasan yang menjadi dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan. (http://athanakcerdas.blospot.co.id/2012/04/pentingnya-peraturanperundang-undangan.html, diakses pada tanggal 11 September 2017: 09.00 WIB) Secara umum, terdapat asas-asas yang menyertai peraturan perundang-undangan. Adapun asas-asas tersebut adalah sebagai berikut a. Asas hierarki. b. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. c. Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undangundang yang lama. d. Undang-undang yang baru mengesampingkan undang-undang yang lama. e. Undang-undang tidak berlaku surut.
20 Dalam kehidupan bernegara, peraturan perundang-undangan mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Sebagai landasan bagi penyelenggara negara dalam mengambil keputusan dan kebijakan negara sehingga kebijakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. b. Untuk mewujudkan kepastian hukum, baik bagi penyelenggara negara maupun bagi warga negara. c. Untuk menciptakan ketertiban umum, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Sebagai warga negara. kita tentunya harus menyadari begitu pentingnya sebuah peraturan itu. Jika sebagai warga negara tidak peduli akan pentingnya peraturan itu, maka kita tidak akan mencapai ketentraman dan ketenangan dalam kehidupan. Pentingnya peraturan perundang-undangan bagi warga negara adalah sebagai berikut: 1) Memberikan kepastian hukum bagi warga negara. 2) Melindungi dan mengayomi hak-hak warga negara, artinya hak-hak tersebut telah ada sebelum peraturan itu dibuat dan undang-undang ada untuk menjamin agar hak-hak terus terjaga. 3) Menciptakan ketertiban dan ketentraman, artinya jika tidak ada peraturan, berarti tidak bisa terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam berwarga negara.
21 Jadi dapat disimpulkan bahwa sangat pentingnya sebuah peraturan perundang-undangan bagi warga negara. Undang-undang mampu merapikan kekacauan yang terjadi. Bila segalanya telah baik dan terkendali, maka ketertiban dan ketentraman akan datang dengan sendirinya. (http://athanakcerdas.blospot.co.id/2012/04/pentingnya-peraturanperundang-undangan.html, diakses pada tanggal 11 September 2017: 09.00 WIB) B. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Peraturan perundang-undangan dalam konteks negara Indonesia adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga atau pejabat yang berwenang yang mengikat secara umum. Hierarki maksudnya adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan diatur dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menegaskan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. 4. Peraturan Pemerintah. 5. Peraturan Presiden.
22 6. Peratura Daerah Provinsi. 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Definisi UUD 1945 sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-Undangan. UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis negara Republik Indonesia dalam peraturan Perundang-Undangan, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. (http://fadilaw.blogspot.com/2013/12/hierarki-peraturan-perundangundangan.html, diakses pada tanggal 11 September 2017: 09.00 WIB). 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tap MPR merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidingsidang MPR atau bentuk putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal bersifat penetapan. Dimasukkannya Tap MPR pada UU No. 12 tahun 2011 yang mana pada UU No. 10 tahun 2004 Tap MPR tidak digunakan, hanya merupakan bentuk penegasan saja bahwa produk hukum
23 yang dibuat berdasarkan Tap MPR, masih diakui dan berlaku secara sah dalam sistem perundang-undangan Indonesia. (http://fadilaw.blogspot.com/2013/12/hierarki-peraturan-perundangundangan.html, diakses pada tanggal 11 September 2017: 09.00 WIB). 3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Definisi Undang-Undang sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 3 UU No. 12 tahu 2011 adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden. 4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana yang dimaksud pada pasal 1 angka 4 UU No. 12 tahun 2011 adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. (http://fadilaw.blogspot.com/2013/12/hierarki-peraturan-perundangundangan.html, diakses pada tanggal 11 September 2017: 09.00 WIB). Adapun ketentuan dari Perpu ini adalah sebagai berikut: a. Perpu dibuat oleh Presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR. b. Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan. c. DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
24 d. Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut. 5) Peraturan Pemerintah (PP) Definisi Peraturan Pemerintah sebagaimana yang terdapat pada pasal 1 angka 5 UU No. 12 tahun 2011 adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. (http://fadilaw.blogspot.com/2013/12/hierarki-peraturan-perundangundangan.html, diakses pada tanggal 11 September 2017: 09.00 WIB). Di dalam UU No. 12 tahun 2011 dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut hirarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. 6) Peraturan Presiden (Perpres) Peraturan Presiden merupakan Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya dan Perpres ini ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah perundang - undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaaan pemerintahan. 7) Peraturan Daerah Provinsi Peraturan Daerah (Perda) Provinsi merupakan Peraturan Perundang- Undangan yang dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama
25 Gubernur. Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah negara yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah administrasi. Daerah otonom ini, dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Dalam pelaksanaannya, kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan daerah. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentanga dengan peraturan perundangan di atasnya. 8) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Perda merupakan peraturan perundangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota. (http://fadilaw.blogspot.com/2013/12/hierarki-peraturan-perundangundangan.html, diakses pada tanggal 11 September 2017: 09.00 WIB). C. Proses Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Di dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, adanya peraturan perundang-undangan yang baik akan banyak menunjang penyelenggaraan dan pembangunan sehingga lebih memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan negara yang diinginkan. Sedang untuk membuat suatu peraturan perundangundangan yang baik sangat diperlukan adanya persiapan-persiapan yang matang dan mendalam, antara lain pengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam perundang-undangan dan pengetahuan tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut di dalam suatu peraturan
26 perundang-undangan yang secara singkat tapi jelas, dengan suatu bahasa yang baik serta mudah dipahami, disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimat-kalimatnya. (Maria Farida Indrati S, 1998: 134). Proses atau tata cara pembuatan undang-undang merupakan suatu tahapan kegiatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk membentuk undang-undang. Proses ini diawali dari terbentuknya suatu ide atau gagasan tentang perlunya pengaturan terhadap suatu permasalahan, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan mempersiapkan rancangan undang-undang baik oleh DPR, oleh DPRD, maupun oleh Pemerintah, kemudian pembahasan rancangan undang-undang di DPR untuk mendapatkan persetujuan bersama, dilanjutkan dengan pengesahan dan diakhiri dengan pengundangan. (Maria Indrati S, 2007: 10). Secara garis besar, proses pembentukan Undang-Undang terdiri atas bebepara tahap, yaitu: a. Proses persiapan pembentukan undang-undang, yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan Pemerintah, di lingkungan DPR atau di lingkungan DPD. b. Proses pembahasan di DPR. c. Proses pengesahan oleh Presiden. d. Proses pengundangan (oleh Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya dibidang peraturan perundang-undangan).
27 Tahap-tahap pembentukan peraturan perundang-undangan pada umumnya dilakukan sebagai berikut: 1) Perencanaan Penyusunan Undang-Undang Pembentukan peraturan perundang-undangan dilaksanakan sesuai dengan Program Legislasi Nasional, yang merupakan perencanaan penyusunan Undang-Undang yang disusun secara antara DPR dan Pemerintah Republik Indonesia. (Maria Indrati S, 2007: 12). Koordinasi penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) antara DPR dan Pemerintah tersebut dilakukan melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi, sedangka di lingkungan Pemerintah dikorrdinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya meliputi bidang peraturan perundang-undangan. (Maria Indrati S, 2007: 13). 2) Persiapan Pembentukan Undang-Undang Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun dari DPD yang disusun berdasarkan Prolegnas. Dalam hal-hal tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar Prolegnas.
28 3) Pengajuan Rancangan Undang-Undang Pengajuan RUU yang berasal dari Presiden, DPR dan DPD diatur dalam pasal 18 dan pasal 19 UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menetapakan bahwa: Pasal 18 a. Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh Menteri atau Pimpina Lembaga Pemerintah Non Departemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggungjawabnya. b. Pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan undangundang yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggungjwabnya di bidang peraturan perundang-undangan. c. Tata cara mempersiapakan rancangan undang-undang dari Presiden selanjutnya diatur oleh Peraturan Presiden. Pasal 19 a. Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. b. Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. c. Tata cara pengajuan rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah. Setelah rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden selesai disiapkan, maka sesuai dengan pasal 20 UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, rancangan undangundang tersebut akan diajukan ke DPR dengan Surat Presiden. Dalam Surat Presiden tersebut akan ditegaskan mengenai penunjukan menteri yang akan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang di DPR. (Maria Indrati S, 2007: 15).
29 Selanjutnya DPR akan membahas RUU yang berasal dari Presiden tersebut dalam jangka waktu 60 hari sejak surat Presiden diterima oleh DPR. Untuk memudahakan pembahasan RUU di DPR, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa akan memperbanyak naskah RUU tersebut dalam jumlah yang diperlukan. Selain itu, sesuai dengan pasal 22 ayat (2) UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, penyebarluasan RUU yang berasal dari Presiden dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Apabila RUU tersebut berasal dari DPR, maka sesuai dengan ketentuan pasal 22, RUU yang telah disiapkan oleh DPR akan disampaikan kepada Presiden dengan surat pimpinan DPR. Selanjutnya Presiden akan menugasi menteri yang mewakili Presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR, yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat pimpinan DPR tersebut diterima oleh Presiden. Untuk hal ini, menteri yang mewakili Presiden perlu mengordinasikan persiapan pembahasan RUU tersebut dengan Menteri (yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang peraturan perundang-undangan. (Maria Farida Indrati S, 2007: 15). Penyebarluasan RUU yang berasal dari DPR dilaksanakan oleh Sekjen DPR, sesuai dengan pasal 22 ayat (1) UU No. 22 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Karena sejatinya penyebarluasan (pengumuman) merupakan pemberitahuan secara materiil suatu peraturan perundang-undangan kepada masyarakat, maka tujuannya
30 adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang isi serta maksudmaksud yang terkandung di dalamnya. Penyebarluasan peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan melalui media elektronik, seperti TVRI, internet sepert situs resmi DPR RI, serta media cetak yang terbit di Indonesia. Adapun peraturan perundang-undangan tersebut ditempatkan dalam Lembaga Negara RI, Berita Negara RI, Lembaran Daerah, dan Berita Daerah. Di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan baik, tentunya berlaku asas-asas yang membuat peraturan perundang-undangan tersebut layak untuk diberlakukan dan dapat diterima oleh masyarakat. Asas mengenai peraturan perundang-undangan ini diatur pada pasal 5 UU No. 10 tahun 2004 (Aziz Syamsuddin, 2010: 44), yang meliputi: a. Kejelasan tujuan. b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan. d. Dapat dilaksanakan. e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan. f. Kejelasan rumusan. g. Keterbukaan. Adapun penjelasan dari tiap-tiap asas tersebut adalah sebagai berikut: a. Yang dimaksud dengan kejelasan tujuan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan, harus mempunyai tujuan yang jelas.
31 b. Yang dimaksud dengan asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/ pejabat pembentuk peraturan perundangundangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang tidak berwenang. c. Yang dimaksud dengan asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan. d. Yang dimaksud dengan asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. e. Yang dimaksud dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. f. Yang dimaksud dengan asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah
32 dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksnaannya. g. Yang dimksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasanya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan (Aziz Syamsuddin, 2010: 45). Dalam pasal 6 ayat (2) UU No. 10 tahun 2004 juga dirumuskan asasasas yang harus terkandung dalam materi muatan peraturan perundangundangan sebagai berikut: a. Asas pengayoman. b. Asas kemanusiaan. c. Asas kebangsaan. d. Asas kekeluargaan. e. Asas kenusantaraan. f. Asas bhineka tunggal ika. g. Asas keadilan. h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. i. Asas ketertiban dan kepastian hukum. j. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Adapun penjelasan dari tiap-tiap asas di atas adalah sebagai berikut:
33 a. Yang dimaksud dengan asas pengayoman adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat. b. Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. c. Yang dimaksud dengan asas kebangsaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. d. Yang dimaksud dengan asas kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. e. Yang dimaksud dengan asas kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. f. Yang dimaksud dengan asas bhineka tunggal ika adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan
34 keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. g. Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. h. Yang dimaksud dengan asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial. i. Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. j. Yang dimaksud dengan asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara (Aziz Syamsuddin, 2010: 46-47).
35 D. Akibat Hukum Peraturan Perundang-Undangan Akibat hukum dari suatu peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Terciptanya landasan bagi penyelenggara negara dalam mengambil keputusan dan kebijakan negara sehingga kebijakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. b. Terwujudnya kepastian hukum, baik bagi penyelenggara negara maupun bagi warga negara. c. Terciptanya ketertiban umum, baik dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.