22 Menurut Imam Asy-Syatibi Az -z ari> ah seperti yang dikutip oleh Andrewi adalah سل بم ا ه و ا لت و م ص ل ح ة ا لى م ف س د ة Melaksanakan sesuatu pe

dokumen-dokumen yang mirip
ال و س ی ل ة ا لت ي ی ت و ص ل ب ھ ا إ ل ى ال شي ء

BAB II. SADD Al-DHARIAH DAN MANAJEMEN RISIKO DALAM ISLAM

BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB II TEORI SADD AŻ-ŻARI< AH

BAB IV ANALISIS TRANSAKSI JUAL BELI BBM DENGAN NOTA PRINT BERBEDA SPBU PERTAMINA DI SURABAYA UTARA

BAB II KONSEP SADD AL-DHARI> AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II KONSEP SADD AZ -Z ARI> AH DALAM METODE ISTINBA<T HUKUM ISLAM. mad}arat. Untuk dapat melakukan perbuatan yang dituju itu disuruh atau

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

Kaidah Fiqh MENUTUP JALAN MENUJU KEMUNGKARAN. Publication: 1434 H_2013 M

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS SADD AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS SADD AL-DHARI> AH TERHADAP PRAKTIK KEGIATAN PEDAGANG KAKI LIMA DI FASILITAS UMUM PERUMAHAN TAMAN PINANG INDAH SIDOARJO

Makalah Syar u Man Qoblana

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH TUMBUK DESA DI DESA CENDIREJO KECAMATAN PONGGOK KABUPATEN BLITAR

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR:

PERAYAAN NATAL BERSAMA

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

ف ان ت ه وا و ات ق وا الل ه ا ن الل ه ش د يد ال ع ق اب

MENTASHARUFKAN DANA ZAKAT UNTUK KEGIATAN PRODUKTIF DAN KEMASLAHATAN UMUM

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

dan kepada kaum perempuan (sesama) mereka (QS an-nur [24]: 31).

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 285

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

PENYERANGAN AMERIKA SERIKAT DAN SEKUTUNYA TERHADAP IRAK

BAB IV. suatu transaksi. Pembiayaan yang terjadi yaitu pembiayaan mura>bah}ah bi alwaka>lah.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STRATEGI BUY ON RUMORS SELL ON NEWS DALAM PERDAGANGAN SAHAM DI BEI SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

Kaidah Fiqh. Seorang anak dinasabkan kepada bapaknya karena hubungan syar'i, sedangkan dinasabkan kepada ibunya karena sebab melahirkan

ZAKAT PENGHASILAN. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB IV ANALISIS PENDAPAT TOKOH NU SIDOARJO TENTANG MEMPRODUKSI RAMBUT PALSU

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

Adab makan berkaitan dengan apa yang dilakukan sebelum makan, sedang makan dan sesudah makan.

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG URF

UNTUK KALANGAN SENDIRI


BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSES KHITBAH YANG MENDAHULUKAN MENGINAP DALAM SATU KAMAR DI DESA WARUJAYENG

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

KAIDAH FIQH. "Mengamalkan dua dalil sekaligus lebih utama daripada meninggalkan salah satunya selama masih memungkinkan" Publication: 1436 H_2015 M

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Keutamaan Akrab Dengan Al Qur an

BAB IV ANALISIS SEWA MENYEWA TAMBAK YANG DIALIHKAN SEBELUM JATUH TEMPO MENURUT HUKUM ISLAM. A. Analisis Terhadap Akad Sewa Menyewa Tambak

BAB I PENDAHULUAN. nilai tambah yang dihasilkan melalui beberapa proses di antaranya jasa,

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. (QS. al-kautsar:2)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

الحكمة ضالة الموافي انما وجدها اخذها "

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan

Akal Yang Menerima Al-Qur an, dan Akal adalah Hakim Yang Adil

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

Satu kambing untuk satu orang, satu sapi/unta untuk tujuh orang dalam berkurban

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI LEGEN. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Praktek

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB I PENDAHULUAN. pertanggung jawabannya. Begitu pula dalam hal jual beli.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

Berkompetisi mencintai Allah adalah terbuka untuk semua dan tidak terbatas kepada Nabi.

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

PANDUAN ISLAMI DALAM MENAFKAHI ISTRI

Jawaban yang Tegas Dari Yang Maha Mengetahui dan Maha Merahmati

Sunnah menurut bahasa berarti: Sunnah menurut istilah: Ahli Hadis: Ahli Fiqh:

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi maksud-maksudnya yang kian hari makin bertambah. 1 Jual beli. memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.

CARA PRAKTIS UNTUK MENGHAFAL AL-QUR AN

BAB I PENDAHULUAN. agama Islam. Dia juga telah menjelaskan di dalam al-qur'an dan sunnah, prinsipprinsip

BAB IV PRODUKSI KOPI LUWAK DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM

"Jadilah orang yang wara' niscaya engkau menjadi manusia yang paling beribadah"

Transkripsi:

21 BAB II SADD AZ -Z ARI< AH A. Konsep Sadd Az -z ari> ah 1. Pengertian Sadd Az -z ari> ah س د terdiri dari dua kata, yaitu س د الذ ر ی ع ة Dilihat dari segi bahasa kata artinya menutup dan kata الذ ر ی ع ة berarti wasilah atau jalan ke suatu tujuan. Dengan demikian, Sadd Az -z ari> ah secara bahasa berarti Menutup jalan kepada suatu tujuan. 1 Maksudnya yaitu menutup jalan yang tujuannya menuju kepada kerusakan. Sesuai dengan tujuan syara menetapkan hukum untuk para Mukallaf, agar mencapai kemaslahatan dan menjauhkan diri dari kerusakan. 2 Akan tetapi pendapat tersebut ditentang oleh para ulama ushul lainnya, di antaranya ibnu Qayyim Aj-Jauziyyah yang menyatakan bahwa Az -z ari> ah itu tidak hanya menyangkut sesuatu yang dilarang, tetapi ada juga yang dianjurkan. Dengan demikian, lebih tepat kalau Az -z ari> ah itu dibagi menjadi dua, yaitu Az -z ari> ah (yang dilarang) dan fath Az -z ari> ah (yang dianjurkan). 3 1 Satria Efendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 172. 2 Masykur Anhari, Ushul Fiqh, (Surabaya: Diantama, 2008), 116. 3 Rachmat Syafe i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 132. 21

22 Menurut Imam Asy-Syatibi Az -z ari> ah seperti yang dikutip oleh Andrewi adalah سل بم ا ه و ا لت و م ص ل ح ة ا لى م ف س د ة Melaksanakan sesuatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan menuju pada suatu kemafsadatan. 4 Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa Sadd Az -z ari> ah adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya mengandung kemaslahatan, tetapi berakhir dengan suatu kerusakan. Contohnya, seseorang yang telah dikenai kewajiban membayar zakat, namun sebelum haul (genap setahun) ia menghibahkan hartanya kepada anaknya sehingga dia terhindar dari kewajiban zakat. 5 Secara umum fuqaha dan ulama ushul memakai Sadd Az -z ari> ah dengan makna khusus ini. Untuk menempatkannya dalam pembahasan yang (س د ( Sadd sesuai dengan yang dituju, kata Az -z ari> ah di dahului dengan yang artinya menutup. 6 Sedangkan menurut as-syaukani dalam Nasrun Rusli memberi definisi Az -z ari> ah dengan masalah (sesuatu) yang dilihat secara lahir adalah mubah (boleh), tetapi membawa kepada perbuatan yang terlarang. 4 Andewi Suhartini, Ushul Fiqih, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2012), 156. 5 Rachmat Syafe i, Ilmu Ushul Fiqih, 132. 6 Wahbah az-zuhaili, Us}u>l Al-Fiqh Al-Isla>mi>, (Damaskus: Dar al-fikr, 1986), 892-893.

23 Definisi tersebut mirip dengan definisi yang dirumuskan oleh asy-syatibi dalam Nasrun Rusli, yakni : segala yang membawa kepada sesuatu yang terlarang, yang mengandung mafsadah (kerusakan). Dari definisi ini muncul istilah Sadd Az -z ari> ah (menutup sarana kepada kejahatan). 7 Sebagai gambaran untuk memahami Sadd Az -z ari> ah dapat diilustrasikan dari pepatah yang mengatakan: lebih baik mencegah dari pada mengobati pepatah ini dapat kita pahami bahwa mencegah itu relatif lebih mudah dan tidak memerlukan biaya besar. Adapun mengobati resikonya lebih besar dan membutuhkan waktu serta biaya yang tidak sedikit. Hukum Islam dibangun atas dasar menarik maslahat dan menolak madarat. Untuk mencapai dua hal tersebut, maka diperlukan antisipasi dan usaha. 8 2. Dasar Hukum Sadd Az -z ari> ah Di dalam ruang lingkup Sadd Az -z ari> ah, Tidak ada dalil yang jelas dan pasti baik menurut nas} maupun ijma ulama tentang boleh atau tidak dalam mengunakannya. Namun demikian, ada beberapa nas} yang mengarah kepadanya, baik Al-Qur an maupun As-Sunnah, juga kaidah fiqh, di antaranya yakni: 7 Nasrun Rusli, Konsep Ijtiha>d Al-Syaukani; Relenvansinya Bagi Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos, 2009), 142-143. 8 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta: Penada Media Group, 2011), 104.

24 a. Al-Qur an و لا ت س ب وا ال ذ ين ي د ع ون م ن ا د ون ف ي س و با ا ع د و ا ب غ ير ع ل م Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. (QS. Al-An am: 108). 9 Maksud dari penjelasan ayat diatas ialah pada hakikatnya memaki-maki sembahan kaum musyrikin itu boleh. Namun, akan berdampak fatal jikalau kaum musyrikin itu memaki-maki Allah SWT beserta agamanya. Karena itulah, sebelum terjadinya balasan caci maki itu dilakukan, maka larangan mencaci maki tuhan terhadap agama lain maupun sebaliknya merupakan tindakan preventif (Az -z ari> ah). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): Ra> ina>, tetapi katakanlah: Unz urna>, dan Dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih. (QS. al-baqarah: 104). 10 9 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemahnya, 141. 10 Departemen Agama, Al-Qur an dan Terjemahnya, 16.

25 Penjelasan pada al-baqarah ayat 104 di atas, dapat dipahami bahwasannya suatu dampak negatif itu akan terjadi apabila melakukan perbuatan dikhawatirkan dapat menyebabkan pelanggaran jika melakukannya. Kata ra> ina> berarti: Sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Saat para sahabat menggunakan kata ini terhadap Rasulullah, orang Yahudi pun memakai kata ini dengan nada mengejek dan menghina Rasulullah SAW. Mereka menggunakannya dengan maksud kata ra> inan sebagai bentuk isim fail dari masdar kata ru u>nah yang berarti bodoh atau tolol. 11 و لا ي ض ر ب ن ب ا ر ج ل ه ن ل ي ع ل م م ا يخ ف ين م ن ز ين ت ه ن و ت وب وا إ لى ا جم يع ا أ ي ه ا ال م و م ن و ن ل ع ل ك م ت ف ل ح ون Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-Nu>r: 31). Maksud dari ayat diatas, menghentakkan kaki bagi perempuan mukmin itu sebenarnya boleh. Namun, akan membawa malapetaka jika yang mendengarkan itu selain suaminya yang dimana menimbulkan 11 Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin al-hasan bin al-husain at-taimi ar-razi, Mafatih al-ghaib (Tafsir ar-razi), juz 2, 26. Dalam Kitab Digital al-maktabah asy-sya>milah, versi 2.09.

26 syahwat bila selain suaminya mendengar suara kaki perempuan tersebut. b. Sunnah ع ن ا ع ب د ب ن ع م ر و ر ض ي الله ع ن ه م ا ق ال ق ال ر س ول الله ص ل ى الله ع ل ي ه و س ل م إ ن م ن أ ك بر ال ك ب اي ر أ ن ي ل ع ن ال رج ل و ال د ي ه ق يل ي ا ر س ول الله و ك ي ف ي ل ع ن ال رج ل و ال د ي ه ق ا ل ف ي س ب أ ب اه و ي س ب أ مه ي س ب ال رج ل أ ب ا ال رج ل Dari Abdullah bin Amr RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Termasuk di antara dosa besar seorang lelaki melaknat kedua orang tuanya. Beliau kemudian ditanya, Bagaimana caranya seorang lelaki melaknat kedua orang tuanya? Beliau menjawab, Seorang lelaki mencaci maki ayah orang lain, kemudian orang yang dicaci itu pun membalas mencaci maki ayah dan ibu tua lelaki tersebut. 12 Hadis tersebut menurut ulama fiqh Ibnu Tamiyyah dalam Nasrun Haroen, menunjukan bahwa Sadd Az -z ari> ah termasuk salah satu alasan untuk menetapkan hukum syara karena sabda Rasulullah di atas masih bersifat dugaan, namun atas dasar dugaan ini Rasulullah SAW melarangnya. 13 Para ulama Ushul Fiqih memandang Sadd Az -z ari> ah ada dua sisi, yaitu: 1) Dari sisi motivasi yang mendorong seseorang melakukan suatu pekerjaan, baik bertujuan utuk yang halal maupun yang haram. Seperti seseorang yang menikahi seorang wanita yang telah dicerai oleh suaminya sebanyak tiga kali, dengan tujuan agar wanita itu 12 Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-bukha>ri al-ja fi, al-jami> ash-sha>hih al-mukhtas>har, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), juz 5, 2228. 13 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos, 1996), 164.

27 boleh nikahi kembali oleh suami pertamanya. Pada dasarnya nikah menurut Islam dianjurkan, tetapi motivasinya mengandung tujuan yang tidak sejalan dengan tujuan Islam, maka nikah seperti ini dilarang. 2) Dari sisi suatu perbuatan seseorang yang membawa dampak negatif misalnya, seseorang Muslim yang mencacai maki sesembahannya kaum musyrik. Niatnya mungkin untuk menunjukan kebenaran aqidahnya yang menyembah Allah yang Maha Benar. Tetapi akibat caciannya ini bisa membawa dampak negatif yang lebih buruk lagi yaitu munculnya cacian yang serupa atau lebih dari itu maka perbuatan ini dilarang. 14 Perbedaan pendapat antara Syafi iyah dan Hanafiyah di satu pihak sedangkan Malikiyah dan Hanabilah di pihak lain dalam berhujjah dengan Sadd Az -z ari> ah adalah dalam masalah niat dan akad. Menurut ulama Syafi iyah dan Hanafiyah, dalam suatu transaksi, yang dilihat adalah akad yang disepakati oleh orang yang bertransaksi. Jika sudah memenuhi syarat dan rukun maka akad transaksi tersebut dianggap sah. Adapun masalah niat diserahkan kepada Allah SWT. 14 Elkafilah, Kehujjahan Sadd Az -z ari> ah dalam, http://elkafilah.wordpress.com,/artikel (diakses pada 20 Juni 2013).

28 Menurut mereka, selama tidak ada indikasi-indikasi yang menunjukkan niat dari perilaku. 15 Maka berlaku kaidah: ا ل ع بر ة ب ا ل م ع اني لا ب الا ل ف ا ظ و ال م ب اني Yang menjadi patokan dasar adalah makna/niat, bukan lafal dan bentuk. 16 Sedangkan Ulama Malikiyah dan Hanabilah mengatakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu pekerjaan itu dilihat dari niat, tujuan dan akibat dari pekerjaan yang dilakukan. Ibnu Qayyim Aj-Jauziyyah mengatakan apabila niat dan tujuannya tidak bertentangan dengan syara. Maka, dianggap perbuatan itu sah dan baik namun, apabila niat dan perbuatan itu bertentangan dengan kehendak syara maka perbuatan itu dianggap rusak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ulama Malikiyah dan Hanabilah dalam menilai perbuatan seseorang berpegang kepada tujuan dan akibat dari perbuatan itu. 17 Sementara itu Ulama Z}ahiriyyah tidak menerima Sadd Az -z ari> ah sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum syara penolakan ini sesuai dengan prinsip mereka yang berpegang pada nash, murni berpegang pada Al-Quran dan As-Sunnah dalam menetapkan suatu 15 Rachmat Syafe i, Ilmu Ushul, 138. 16 Ibid. 138. 17 Nasrun Haroen, Ushul, 170-171.

29 hukum tertentu dan tidak menerima campur tangan logika pemikiran manusia sebagai penetapan dalam masalah hukum. 18 c. Kaidah Fiqh م ا أ د ا إ لى الح ر ام ف ه و ح ر ام Apa yang membawa kepada yang haram maka hal tersebut juga haram hukumnya. 19 د ر ء ال م ف اس د أ و لى م ن ج ل ب ال م ص ال ح Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada meraih kebaikan (maslahah). 20 Dari kaidah diatas adalah bahwa segala perbuatan dan perkataan yang dilakukan mukallaf yang dilarang syara terkadang menyampaikan dengan sendirinya kepada kerusakan tanpa perantara, seperti zina, perncurian, dan pembunuhan. Namun terkadang tidak menyampaikan dengan sendirinya, tetapi dia menjadi wasilah kepada sesuatu yang lain yang menyampaikan kepada kerusakan tersebut, seperti khalwat yang tidak menjadi sebab terjadinya percampuran keturunan, tetapi dia menjadi perantara kepada zina yang menimbulkan kerusakan. 21 18 Ibid. 171. 19 A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana, 2011), 32. 20 Abdul Mudjib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih, 39 21 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1993), 322.

30 3. Macam-Macam Sadd Az -z ari> ah Para ahli ushul fiqih membagi Az -z ari> ah menjadi empat kategori. Pembagian ini mempunyai signifikansi manakala dihubungkan dengan kemungkinan membawa dampak negatif (mafsadah) dan membantu tindakan yang telah diharamkan. Adapun pembagian itu adalah sebagai berikut : 22 a) Az -z ari> ah yang secara pasti dan meyakinkan akan membawa kepada mafsadah. Misalnya, menggali sumur ditengah jalan umum yang situasinya gelap. Terhadap Az -z ari> ah semacam ini, para ahli ushul fiqh telah bersepakat menetapkan keharamannya. b) Az -z ari> ah yang berdasarkan dugaan kuat akan membawa kepada mafsadah. Misalnya menjual buah anggur kepada orang yang biasa memproduksi minuman keras. Terhadap Az -z ari> ah semacam ini, para ahli ushul fiqh juga telah bersepakat menetapkan keharamannya. c) Az -z ari> ah yang jarang/kecil kemungkinan membawa kepada mafsadah, seperti menanam dan membudidayakan tanaman anggur. Terhadap Az z ari> ah semacam ini, para ahli ushul fiqh juga telah bersepakat menetapkan kebolehannya. d) Az -z ari> ah yang berdasarkan asumsi biasa (bukan dugaan kuat) akan membawa kepada mafsadah. Misalnya, transaksi jual beli secara kredit. 22 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), 142-143.

31 Berdasarkan asumsi biasa, transaksi demikian akan membawa kepada mafsadah, terutama bagi debitur. Mengenai Az -z ari> ah semacam ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat, perbuatan tersebut harus dilarang atau menjadi haram atas dasar Sadd Az -z ari> ah, dan ada juga yang berpendapat sebaliknya. Menurut Imam al-syathibi dalam Nasrun haroen mengemukakan tiga syarat yang harus dipenuhi sehingga perbuatan Sadd Az -z ari> ah itu dilarang, yaitu: 1) Perbuatan yang boleh dilakukan itu membawa kepada kemafsadatan. 2) Kemafsadatan lebih kuat dari kemaslahatan pekerjaan. 3) Dalam melakukan perbuatan yang dibolehkan unsur kemafsadatannya lebih banyak. 23 4. Penerapan Sadd Az -z ari> ah Dari Masa ke Masa Tujuan asal dari Sadd Az -z ari> ah adalah untuk menciptakan suatu maslahat dan menghindari mafsadat. Ia ibarat penguat bagi masḷahạh mursalah dan dalam penetapan hukum. 24 Di kalangan ulama Us}ul terjadi perbedaan pendapat dalam menetapkan boleh atau tidaknya menggunakan Sadd Az -z ari> ah sebagai dalil syara. Sebagaimana dijelaskan M. Quraish Shihab, Ulama Malikiyah menggunakan Q.S. Al-An am ayat 108 dan Q.S. 23 Nasrun Haroen, Ushul, 162. 24 Al-Ima>m Muhammad Abu Zahrah, Us}u>l Al-Fiqh, Terj. Saefullah Ma'shum dkk, Ushul Fiqh, (Pasar Minggu: Pustaka Firdaus, cet. 1, 1994), 439.

32 An-Nu>r ayat 31 yang dijadikan alasan untuk menguatkan pendapatnya tentang Sadd Az -z ari> ah. 25 Jumhur ulama menempatkan faktor manfaat dan mafsadat sebagai pertimbangan dalam menetapkan hukum, salah satunya dalam metode Sadd Az -z ari> ah ini. Dasar pegangan jumhur ulama untuk menggunakan metode ini adalah kehati-hatian dalam beramal ketika menghadapi perbenturan antara maslah}at dan mafsadat. Bila maslah}at dominan, maka boleh dilakukan; dan bila mafsadat yang dominan, maka harus ditinggalkan. Namun, jika sama-sama kuat, maka untuk menjaga kehati-hatian harus mengambil prinsip yang berlaku. 26 ذ ر ء ال م ف اس د م ق دم ع ل ى ج ل ب ال م ص ال ح Menolak segala bentuk kemafsadatan lebih didahulukan daripada mengambil kemaslahatan. 27 Berikut ini beberapa kasus yang dikategorikan dalam metode Sadd Az -z ari> ah yaitu pada masa kekhalifahan Umar, setelah Rasulullah meninggal banyak orang yang mendatangi pohon yang pernah diadakannya Baiat Ridhwan pada zaman Nabi, dengan melakukan shalat dibawahnya. Melihat fenomena ini, berkatalah Umar, Saya lihat kalian wahai manusia, telah 25 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur an Volume 4, (Jakarta: Lentera Hati, 2001), 237. 26 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2011), 429. 27 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, 164.

33 kembali kepada Al-Uzza. Dari sekarang siapapun yang datang ke situ dan tempat-tempat yang seperti itu, maka aku akan membunuhnya dengan pedang sebagaimana dibunuhnya orang-orang murtad. Umar kemudian memerintahkan pohon itu untuk ditebang, dan akhirnya dirobohkan pohon itu. 28 Pada dasarnya, shalat boleh dilakukan dimana saja meskipun dibawah pohon itu, akan tetapi karena adanya kekuatiran bahwa shalat di bawah pohon itu akan bisa menjadikan sarana atau sebab ternodanya kemurnian keesaan Allah SWT, maka ditebanglah pohon itu. Kemudian, dalam kasus pemberian hadiah kepada hakim. Seorang hakim dilarang menerima hadiah dari pihak yang sedang berperkara, sebelum perkara itu diputuskan, karena dikhawatirkan akan membawa kepada ketidakadilan dalam menetapkan hukum mengenai kasus yang sedang ditangani. Pada dasarnya menerima pemberian adalah boleh, tetapi dalam kasus ini harus dilarang. 29 Dalam hal ini apabila ada antara yang halal dan yang haram bercampur dan dibiarkan begitu saja, maka akan berbunyi kaidah seperti ini: إ ذ اج ت م ع الح لا ل و الح ر ام غ ل ب الح ر ام 28 Muhammad Baltaji, Manhaj Umar bin Khathab, Terj. Masturi Ilham, Metodologi Ijtiha>d Umar bin Al-Khathab, (Jakarta: Khalifa, 2005), 487. 29 Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos, 1997), 143.

34 Bila berbaur yang haram dengan yang halal, maka yang haram mengalahkan yang halal. 30 Jadi, didalam ketetapan Islam sudah jelas bahwasannya dosa sesuatu yang haram tidak hanya pada pelakunya saja, akan tetapi cakupannya meluas, meliputi semua pihak yang terlibat baik secara moral maupun material. Semua menanggung dosa sesuai dengan keterlibatannya. Dalam hal sebagai contoh khamr, Nabi saw. Melaknat peminum, pembuat, dan pembawanya, juga yang dibawanya dan yang memakan hasil jualnya. 31 Dengan demikian, kedudukan Sadd Az -z ari> ah dari masa ke masa ini dalam perkembangannya tidak menjadikan Sadd Az -z ari> ah tidak digunakan sama sekali justru sebaliknya, sangatlah efektif dalam menanggani permasalahan zaman yang selalu berkembang (ter-update) sehingga diperlukanlah sebuah istimbath hukum dari ulama Ushul fiqh untuk menetapkan suatu hukum tertentu untuk diterapkan pada masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya bernotabe agama Islam. 30 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 405 31 Yusuf Qardhawi, Al-Ha>lal wa Al- Ha>ram fi> Al-Islam, Terj. WahidAhmadi, dkk, Halal Haram Dalam Islam, (Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2011), 55.