BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan program pendidikan bermula pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik. Proses pembelajaran yang dilakukan adalah guru mendorong adanya kegiatan pembelajaran yang menuntut kemampuan peserta didik untuk berfikir, menggali informasi, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam upaya mewujudkan fungsi pendidikan sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia, perlu adanya peningkatan suasana pembelajaran yang konstruktif bagi berkembangnya kemampuan pemahaman peserta didik sehingga dapat terwujud potensi-potensi yang sesuai dengan tantangan pembangunan nasional, untuk itu hakekat belajar dengan segala dimensinya merupakan hal mutlak yang harus dipahami oleh pendidik. Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat berguna untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam upaya memahami ilmu pengetahuan lainnya. Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu masalah yang menuntut perhatian lebih dari para pendidik, karena pendidikan memegang peranan yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Peranan pendidikan menyebabkan matematika dijadikan mata pelajaran wajib di setiap jenjang pendidikan formal. Selama ini matematika diakui sebagai mata pelajaran yang sulit dan yang tidak disukai siswa. Padahal matematika merupakan ilmu pengetahuan yang hampir selalu diterapkan setiap hari. Ruseffendi (Kriwandi, 2008) menyatakan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang kurang disenangi, dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan memperdayakan. Hudojo (Cahyani, 2007:2) menyatakan bahwa penyebab dari sikap negatif siswa terhadap matematika tersebut diakibatkan karena matematika merupakan ide abstrak yang tidak dapat begitu saja dipahami oleh siswa. Ide abstrak tersebut perlu dinyatakan dalam bentuk representasi yang berbeda sehingga lebih mudah dipahami siswa. Dienes (Jaenudin, 2008:3) mengemukakan bahwa konsep 1
matematika dapat dipelajari dengan baik bila representasinya dimulai dengan benda-benda konkret yang beraneka ragam. Proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru dan peserta didik di sekolah menengah pertama masih belum memenuhi tujuan pendidikan yang diharapkan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor selain yang dipaparkan sebelumnya diantaranya kurang optimalnya aktivitas guru dalam memberikan pemahaman materi pada siswa dan adanya kemampuan serta minat siswa yang heterogen. Pada pembelajaran matematika, aktivitas guru dalam memberikan pemahaman materi pada siswa salah satunya melalui pemberian bantuan agar siswa dapat dengan mudah melaksanakan tugas kompleks setahap demi setahap. Pemberian bantuan tersebut menjadi bagian penting pada pembelajaran matematika yang cenderung terdiri dari ide abstrak. Adanya kemampuan dan minat siswa yang heterogen juga memiliki pengaruh pada tingkat keberhasilan tujuan pendidikan yang diharapkan. Setiap siswa belum tentu memiliki kemampuan dan minat yang tinggi terhadap matematika. Hal itu tentunya menjadi kendala dalam meningkatkan daya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Siswa yang memiliki kemampuan dan minat yang tinggi tentunya akan lebih mudah memahami materi walaupun hanya dengan sedikit bantuan. Begitu pula sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan dan minat yang rendah pada pembelajaran matematika, akan begitu sulit memahami meteri yang disampaikan, terlebih lagi dengan sedikit bantuan.pencapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran matematika dapat dinilai salah satunya dari keberhasilan siswa dalam memahami matematika dan memanfaatkan pemahaman ini untuk menyelesaikan persoalan dalam matematika maupun dalam ilmu-ilmu lain dan diukur dengan tes hasil belajar siswa. Syaban (2003) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dalam kurikulum di Indonesia menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan beragumentasi (reasoning), kemampuan berkomunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation). Vergnaud (Cahyani, 2007:12) menyatakan bahwa representasi merupakan unsur yang 2
penting dalam teori belajar mengajar matematika, tidak hanya karena pemakaian sistem simbol yang juga penting dalam matematika dan kaya akan kalimat dan kata, beragam dan universal, tetapi juga untuk dua alasan penting yakni : (1) Matematika mempunyai peranan penting dalam mengkonseptualisasikan dunia nyata. (2) Matematika mempunyai homomorphis yang luas, yang merupakan penurunan dari struktur hal-hal yang pokok. Dua alasan tersebut menjelaskan bahwa representasi matematis sangat berperan untuk mengubah ide abstrak menjadi konsep yang nyata, misalkan dengan gambar, simbol, kata-kata, grafik, dan lain-lain. Selain itu matematika dapat memberikan gambaran yang luas tentang analogi konsep dari berbagai topik yang ada. Ini menunjukkan bahwa kemampuan representasi matematis sangat diperlukan oleh siswa dalam memahami matematika. Namun kemampuan representasi matematis siswa khususnya siswa SMP ternyata masih rendah. Dari data Trends in International Mathematics and Sciense Study (TIMSS) tahun 2011 untuk bidang matematika indonesia menempati peringkat 38 dari 42 negara (Kompas, 2012). Dalam pencapaian siswa, TIMSS memperkenalkan empat tingkatan siswa yaitu: (1) Rendah, siswa memiliki sejumlah pengetahuan tentang bilangan cacah dan desimal, operasi, serta grafik sederhana. (2) Sedang, siswa dapat menerapkan pengetahuan matematika dasar secara langsung dalam berbagai situasi. (3) Tinggi, siswa dapat menerapkan pemahaman dan pengetahuan siswa dalam berbagai situasi yang relatif kompleks. (4) Lanjut, siswa memiliki karakteristik dapat mengorganisasikan informasi dan menarik kesimpulan darinya, membuat rapatan (generalisasi), serta memecahkan masalah tidak rutin. Kemampuan representasi matematis dapat digolongkan pada tingkatan tinggi karena aktivitas penterjemahan masalah atau ide matematis ke dalam bentuk baru berarti terdapat aktivitas menerapkan pemahaman dan pengetahuan siswa dalam beragam situasi yang relatif kompleks. Ternyata kurang dari 4% siswa di Indonesia yang berada dalam tingkatan tinggi. Angka ini menunjukkan bahwa kemampuan representasi matematis siswa Indonesia sangat rendah khususnya siswa SMP. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan 3
oleh Hudiono (Maulia, 2010:3) diketahui bahwa guru jarang memperhatikan representasi yang dikembangkan siswa, akibatnya siswa cenderung meniru langkah guru. Padahal menurut McCoy, Baker, dan Little (Jaenudin, 2008), cara terbaik membantu siswa memahami matematika melalui representasi adalah dengan mendorong mereka menemukan atau membuat representasi sebagai alat berpikir dalam mengkomunikasikan gagasan matematis dan justru pihak yang paling berwenang dalam membuat dorongan tersebut di sekolah adalah guru. Dalam proses belajar matematika peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi dan kemampuan representasi matematis. Komunikasi adalah unsur penting dalam sebuah pembelajaran. Pembelajaran tidak bisa berjalan tanpa dukungan komunikasi. Tidak ada perilaku pembelajaran yang tidak dilahirkan oleh komunikasi. Komunikasi meniti beratkan pada fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Komunikasi antar guru dan siswa maupun siswa dengan siswa sangat penting dalam proses belajar mengajar untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Agar kedua kemampuan tersebut berkembang dengan baik, maka pembelajaran harus menjadi lingkungan dimana siswa dapat terlibat secara aktif dalam banyak kegiatan matematika yang bermanfaat. Dengan berkembangnya kedua kemampuan tersebut maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Oleh karena itu pembelajaran yang diharapkan agar kemampuan komunikasi dan representasi pada siswa dapat meningkat. Terdapat sebuah teknik pembelajaran yaitu teknik scaffolding yang inti kegiatannya ada pada bimbingan guru. Scaffolding merupakan jembatan yang digunakan untuk menghubungkan apa yang sudah diketahui oleh siswa dengan sesuatu yang baru akan dikuasai / diketahui siswa. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Vygotsky (Priyatni, 2008) yang menyatakan bahwa tingkat perkembangan kemampuan anak itu berbeda dalam dua tingkatan, yaitu tingkat kemampuan aktual (yang dimiliki anak) dan tingkat kemampuan potensial (yang baru akan dikuasai anak). Zona antara tingkat kemampuan aktual dan potensial itu disebut zone of proximal defelopment (ZPD). Untuk mencapai tingkat potensial tersebut, siswa memerlukan tangga atau jembatan untuk mencapainya. Salah satu tangga itu adalah bantuan 4
dari seorang guru yang berupa penggunaan dukungan atau bantuan tahap demi tahap dalam belajar dan pemecahan masalah. Dan teknik pembelajaran scaffolding bertujuan untuk menjembatani zona kemampuan aktual dan potensial seseorang. Pembelajaran dengan teknik scaffolding memberikan ruang untuk guru membuat bantuan yang dapat digunakan agar siswa dapat dengan mudah melaksanakan tugas kompleks setahap demi setahap. Kemampuan komunikasi siswa yang sangat kurang, hal ini terlihat pada saat pembelajaran berlangsung, siswa hanya mendengarkan guru. Jarang terjadi interaksi antara guru dengan siswa ataupun antar siswa. Aktivitas dan hasil untuk belajar pada siswa sangat rendah, bahkan siswa harus selalu didampingi saat belajar dan mengerjakan tugas tanpa didampingi siswa tidak akan mengerjakan apa yang ditugaskan oleh guru. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti : Pembelajaran Matematika Dengan Teknik Scaffolding Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi dan Representasi Matematis Siswa SMP Ar Rohmah Putri Bourding School Dau. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan teknik scaffolding. 2. Bagaimana aktivitas siswa pada pembelajaran matematika dengan teknik scaffolding. 3. Bagaimana hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika dengan teknik scaffolding. 4. Bagaimana kemampuan komunikasi dan representasi matematika siswa dalam pembelajaran menggunakan teknik scaffolding. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : 5
1. Pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan teknik scaffolding. 2. Aktivitas siswa pada pembelajaran matematika dengan teknik scaffolding. 3. Hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika dengan teknik scaffolding. 4. Kemampuan komunikasi dan representasi matematika siswa dalam pembelajaran menggunakan teknik scaffolding. 1.4 Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak terkait, antara lain: 1. Bagi guru, untuk memberikan informasi kepada guru matematika untuk memilih alternatif, dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan teknik scaffolding untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan dijadikan masukan bagi guru matematika dalam peningkatan kualitas pengajaran dengan menggunakan teknik scaffolding. 2. Bagi siswa, untuk meningkatkan kemampuan komunikasidan representasi matematis sehingga siswa lebih berani untuk mengemukakan gagasan dan lebih sistematis dalam pemecahan masalah. 3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pedoman penelitian selanjutnya. 4. Bagi peneliti, dapat digunakan sebagai bekal peneliti untuk mengajar dikemudian haridan menambah pengetahuan peneliti. 1.5 Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahfahaman dalam penafsiran tentang penelitian ini maka penulis perlu memberikan penegasan istilah atau definisi operasional pada judul skripsi ini sebagai berikut: 1. Teknik Scaffolding Teknik scaffolding adalah sebuah teknik pembelajaran yang diasumsikan sebagai jembatan yang digunakan untuk menghubungkan apa yang sudah diketahui oleh siswa dengan sesuatu yang baru akan dikuasai / diketahui 6
siswa. Inti dari teknik scaffolding terletak pada bimbingan guru yang diberikan secara bertahap setelah siswa diberi permasalahan, sehingga kemampuan aktualnya mencapai kemampuan potensial. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, atau memberikan contoh. Biasanya bantuan-bantuan yang diberikan oleh guru disebut intervensi belajar. 2. Kemampuan Komunikasi Matematika Kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematika untuk menyatakan dan memahami ide-ide serta hubungan matematika (NCTM, 1989:213). Kemampuan komunikasi siswa khususnya kemampuan komunikasi tertulis diantaranya siswa dapat mengubah bahasa dalam soal dengan menggunakan bahasa matematika, dapat menggunakan simbol dan menyelesaikan permasalahan yang ada pada soal. 3. Kemampuan Representasi Matematis Kemampuan menampilkan ungkapan-ungkapan dari ide matematika sebagai model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapi sebagai hasil dari interpretasi pikiran. Kemampuan representasi meliputi kemampuan mengungkapkan masalah melalui gambar, kata-kata, tabel, benda konkret atau simbol matematika. 4. Aktivitas Siswa Aktivitas belajar siswa adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar yang bersifat fisik maupun mental (Sardiman, 2012:100). Pada penelitian ini, aktivitas belajar siswa yang diukur adalah kemampuan berorganisasi atau berkelompok dan keaktifan dalam kelompok berupa aktivitas lisan, mendengarkan, bertanya, menjawab mencatat dan mental. 5. Hasil Belajar Siswa Hasil belajar adalah kompetensi belajar siswa yang berupa kompetensi kognitif dan diperoleh melalui tes. 7
1.6 Batasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dalam penelitian ini diberikan batasan pada hal-hal sebagai berikut: 1. Materi yang disampaikan dalam penelitian ini adalah pada pokok bahasan perbandingan. 2. Inti dari teknik scaffolding adalah (a) Pertama, menyetting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antara kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda. Sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit terbantu oleh teman dan guru, (b) Kedua, dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin dapat mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran sendiri. 3. Indikator komunikasi matematika secara lisan : (a) penggunaan bahasa matematika, (b) penggunaan representasi matematika, (c) kejelasan matematika. 4. Kemampuan representasi meliputi kemampuan mengungkapkan masalah melalui gambar, kata-kata, tabel, benda konkret atau simbol matematika. 5. Aktivitas siswa dalam berkelompok yang akan diamati dalam penelitian ini, seperti Visual activities, Oral activities, Listening activities, Writing activities dan Mental activities 1.7 Kerangka Berpikir Pembelajaran Matematika Teknik Scaffolding Kemampuan Komunikasi dan Representasi Matematis Siswa Penggunaan Bahasa Matematika Penggunaan Represenrasi Matematika Kejelasan Presentasi Aktivitas Siswa Visual activities Oral activities Listening activities Writting activities Mental activities Hasil Belajar Siswa Gambar 1.1 Kerangka Berpikir 8
Pembelajaran matematika merupakan aktivitas belajar yang sudah direncanakan agar dapat memfasilitasi dan membantu peserta didik untuk belajar memahami arti simbol-simbol dalam matematika, sehingga dapat membantu memudahkan peserta didik dalam memecahkan masalah.selain itu, kemampuan komunikasi siswa yang sangat kurang, hal ini terlihat pada saat pembelajaran berlangsung, siswa hanya mendengarkan guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa obyek dalam matematika itu semuanya abstrak dan untuk mempelajari dan memahami ide-ide abstrak itu memerlukan representasi, maka untuk mempermudah dan memperjelas dalam penyelesaian masalah matematika, representasi sangat berperan, yaitu untuk mengubah ide abstrak menjadi konsep yang nyata, misalkan dengan gambar, simbol,persamaan, kata-kata, grafik, dan table. Penggunaan teknik scaffolding dapat mendorong siswa menjadi siswa yang mandiri dan mengatur diri sendiri. Tugas guru adalah membantu, menyediakan atau mengatur lingkungan belajar siswa, dan mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa serta memberi dukungan dinamis (scaffolding), sehingga setiap siswa bisa berkembang secara maksimal dalam melakukan aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan teknik scaffolding. Aktivitas siswa yang akan diamati dalam penelitian ini, seperti visual activities, oral activities, listening activities, writing activities dan mental activities. 9