12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang diberikan pasti akan terbayar. Penerima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan. 1 Pembiayaan berdasarkan Pasal 1 butir 25 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah bit Tamlik. c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam dan Isthisna d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh 1 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011) hal 105-106
13 e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil. 2 Di samping itu, terdapat pada ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, setiap nasabah bank syariah yang mendapat pembiayaan dari bank syariah apa pun jenisnya, setelah jangka waktu tertentu wajib hukumnya untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank syariah berikut imbalan atau bagi hasil atau tanpa imbalan untuk transaksi dalam bentuk qardh setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Berdasarkan hal itu pembiayaan adalah transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam, dan transaksi sewa menyewa jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu yang telah ditentukan. 2 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 64-65
14 2. Warung Mikro a. Pengertian Warung Mikro Warung Mikro merupakan istilah yang digunakan di Bank Syariah Mandiri untuk produk pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang memiliki usaha mikro (pedagang, pedagang kaki lima, tukang dan sebagainya) yang kekurangan dana untuk mengembangkan usahanya. Pembiayaan mikro merupakan pembiayaan bersifat produktif kepada nasabah perorangan/badan usaha dengan limit sampai dengan Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Termasuk dalam segmen mikro adalah pembiayaan dengan tujuan multiguna kepada nasabah perorangan dengan limit sampai dengan Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) yang disalurkan melalui Warung Mikro. Usaha mikro adalah aktivitas yang menghasilkan pendapatan yang dilakukan individu atau rumah tangga di wilayah pedesaan atau perkotaan. Aktivitas yang biasanya padat karya dan menggunakan teknologi rendah pada umumnya meliputi aktivitas nonfarm, manufaktur, perdagangan dan jasa. Contoh konkrit adalah perdagangan yang dilakukan penjaja jalanan dan pedagang kedai, jasa tukang sepatu, produksi komoditas, manufaktur skala kecil. Usaha mikro diorganisir sebagai kepemilikan sendiri atau dimiliki dan dioperasikan wirausaha dan kebanyakan tidak tercatat di lembaga pemerintah. Jumlah tenaga kerja 10 orang atau kurang yang rata-rata tidak terampil,
15 sehingga hanya mampu menghasilkan produk-produk sederhana. 3 Seperti yang sudah banyak diketahui, usaha skala mikro dan kecil (UMK) mempunyai peran yang penting sebagai sumber utama lapangan kerja dan pendapatan di negara-negara yang sedang berkembang. b. Undang-Undang Tentang UMKM Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah kriterianya sebagai berikut : 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut : a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 3 (http//google. book, diakses pada tanggal 22 Maret 2017)
16 Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut : a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut : a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). c. Produk Warung Mikro 1. Pembiayaan Usaha Mikro Tunas (PUM-Tunas)
17 a) Limit pembiayaan minimal Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) sampai dengan Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). b) Jangka waktu maksimal 36 bulan c) Biaya administrasi sesuai dengan ketentuan Bank Syariah Mandiri. 2. Pembiayaan Usaha Mikro Madya (PUM-Madya) a) Limit pembiayaan minimal Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). b) Jangka waktu maksimal 36 bulan c) Biaya administrasi sesuai dengan ketentuan Bank Syariah Mandiri. 3. Pembiayaan Usaha Mikro Utama (PUM-Utama) a) Limit pembiayaan minimal Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). b) Jangka waktu maksimal 48 bulan c) Biaya administrasi sesuai dengan ketentuan Bank Syariah Mandiri. d. Peruntukan Pembiayaan Warung Mikro 1) Golongan berpenghasilan Tetap/Golbertap (Multiguna) Pembiayaan yang ditunjukkan kepada seseorang dan badan usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan plafon pembiayaan mulai dari Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 2) Non-Golbertap (Produktif) Pembiayaan yang ditunjukkan kepada seseorang dan badan usaha untuk memenuhi kebutuhan produktif dengan plafon pembiayaan mulai dari Rp.
18 2.000.000,00 (dua juta rupiah) sampai dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). e. Persyaratan Pembiayaan Warung Mikro Data yang diperlukan oleh officer bank didasari pada kebutuhan dan tujuan pembiayaan. Untuk pembiayaan konsumtif, data yang diperlukan adalah data yang dapat menggambarkan kemampuan nasabah untuk membayar pembiayaan dari penghasilan tetapnya. 4 Data yang diperlukan antara lain : 1. Untuk pegawai (karyawan swasta/pns/abri) a) Kartu identitas calon nasabah dan istri : Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor. b) Kartu Keluarga dan Surat Nikah c) Slip gaji terakhir d) Surat referensi dan kantor tempat bekerja atau SK pengangkatan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). e) Salinan rekening bank 3 bulan terakhir f) Salinan tagihan rekening telepon dan listrik g) Data obyek pembiayaan h) Data jaminan 2. Untuk pengusaha perorangan Golbertap (Golongan Berpenghasilan Tetap). a) Kartu identitas calon nasabah dan istri : Katu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor. 147-148 4 Sunarto Zulkifli, Perbankan Syariah, (Jakarta : PT. Bestari Buana Murni, 2007) hal
19 b) Kartu Keluarga dan Surat Nikah c) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) d) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) e) Salinan rekening bank 3 bulan terakhir f) Salinan tagihan rekening telepon dan listrik 3 bulan terakhir g) Data obyek pembiayaan h) Data jaminan 3. Untuk professional seperti dokter, pengacara, dan lain-lain a) Kartu identitas calon nasabah dan istri : Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor. b) Kartu Keluarga dan Surat Nikah c) Surat izin profesi d) Surat izin praktik e) Salinan rekening bank 3 bulan terakhir f) Salinan tagihan rekening telepon dan listrik 3 bulan terakhir g) Data obyek pembiayaan h) Data jaminan : valuabilitas, legalitas, dan marketibilitas Untuk pembiayaan produktif, data yang diperlukan adalah data yang dapat menggambarkan kemampuan usaha nasabah untuk melunasi pembiayaan. 5 Adapun data-data yang diperlukan antara lain : a. Calon nasabah adalah perorangan 1) Legalitas usaha 151-152 5 Sunarto Zulkifli, Perbankan Syariah, (Jakarta : PT. Bestari Buana Murni, 2007) hal
20 2) Kartu identitas calon nasabah dan istri : Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor. 3) Kartu keluarga dan surat nikah 4) Laporan keuangan 2 tahun terakhir 5) Past performance 1 tahun terakhir 6) Bisnis plan 7) Data obyek pembiayaan 8) Data jaminan b. Calon nasabah adalah badan hokum 1) Akta pendirian usaha berikut perubahannya yang sesuai dengan ketentuan pemerintah. 2) Legalitas usaha 3) Identitas pengurus 4) Laporan keuangan 2 tahun terakhir 5) Past performance 1 tahun terakhir 6) Bisnis plan 7) Data obyek pembiayaan 8) Data jaminan Berdasarkan penjelasan di atas, warung mikro merupakan pembiayaan yang bersifat produktif kepada nasabah perorangan/badan usaha mikro yang dapat menghasilkan pendapatan yang dilakukan individu atau rumah tangga di wilayah pedesaan atau perkotaan.
21 3. Penilaian Pemberian Kualitas Pembiayaan Penilaian merupakan suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui hasil pengukuran. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 PBI No. 8/21/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diubah dengan PBI No. 9/9/PBI/2007 dan PBI No. 10/24/PBI/2008, kualitas pemberian pembiayaan dinilai berdasarkan aspekaspek : a) Prospek usaha b) Kinerja (performance) nasabah c) Kemampuan membayar / kemampuan menyerahkan barang pesanan. 6 Di samping itu, atas dasar penilaian aspek-aspek tersebut kualitas pemberian pembiayaan ditetapkan menjadi 5 (lima) golongan yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancer, diragukan dan macet. Dan di dalam praktik perbankan kualitas pemberian pembiayaan untuk golongan lancar disebut golongan I (satu), untuk golongan dalam perhatian khusus disebut golongan II (dua), Untuk golongan kurang lancar disebut golongan III (tiga), untuk golongan diragukan disebut golongan IV (empat) dan untuk golongan macet disebut golongan V (lima). Adapun kriteria komponen-komponen dari aspek penetapan penggolongan kualitas pemberian pembiayaan diatur dalam Lampiran I Surat Edaran Bank 6 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 66-67
22 Indonesia No. 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Aktiva Produktif Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diubah dengan SEBI No. 10/36/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 (SEBI No. 8/22/DPbS). Di dalam Lampiran I SEBI tersebut diadakan pembedaan pengaturan mengenai penggolongan kualitas pemberian pembiayaan berdasarkan pengelompokan produk pembiayaan, yaitu sebagai berikut: a) Penggolongan Kualitas Mudharabah dan Musyarakah ( MM ) b) Penggolongan Kualitas Murabahah, Isthisna, Qardh dan Transaksi Multijasa ( MIQAT ). c) Penggolongan Kualitas Ijarah atau Ijarah Muntahiyah bi Tamlik d) Penggolongan Kualitas Salam. Dalam ketentuan tersebut masing-masing aspek yang dinilai diuraikan dalam komponen-komponen sebagai berikut : a. Aspek prospek usaha meliputi komponen-komponen : 1) Potensi pertumbuhan usaha 2) Kondisi pasar dan posisi nasabah dalam persaingan 3) Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja 4) Dukungan dari group atau afiliasi 5) Upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup (bagi nasabah berskala besar yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup).
23 b. Aspek kinerja (performance) nasabah meliputi komponen-komponen sebagai berikut : 1) Perolehan laba 2) Struktur permodalan 3) Arus kas 4) Sensitivitas terhadap risiko pasar c. Aspek kemampuan membayar/kemampuan menyerahkan barang pesanan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : 1) Ketepatan pembayaran pokok dan marjin/bagi hasil/fee 2) Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan nasabah 3) Kelengkapan dokumentasi pembiayaan kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan. 4) Kesesuaian penggunaan dana 5) Kewajaran sumber pembayaran kewajiban. 7 Selanjutnya untuk menetapkan golongan kualitas pemberian pembiayaan, pada masing-masing komponen ditetapkan kriteria-kriteria tertentuuntuk masingmasing kelompok produk pembiayaan. Sebagai contoh untuk produk murabahah, dari aspek kemampuan membayar angsuran nasabah maka pembiayaan digolongkan kepada : a. Pembiayaan Lancar (Pass) Apabila pembayaran angsuran tepat waktu, tidak ada tunggakan, sesuai dengan persyaratan akad, selalu menyampaikan laporan keuangan secara 7 Veithzal Rivai, Islamic Banking, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010) hal 742-749
24 teratur dan akurat, serta dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat. Pembiayaan yang digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria tersebut di bawah ini : 1) Pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif 3) Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral). b. Dalam Perhatian Khusus (Special Mention) Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan margin sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari, selalu menyampaikan laporan keuangan secara teratur dan akurat, dokumentasi perjanjian piutang lengkap dan pengikatan agunan kuat, serta pelanggaran terhadap persyaratan perjanjian piutang yang tidak prinsipil. Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang belum melampaui 90 hari. 2) Kadang-kadang terjadi cerukan 3) Mutasi rekening relative aktif 4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan. 5) Didukung oleh pinjaman baru
25 c. Kurang Lancar (Substandard) Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan margin yang telah melewati 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari, penyampaian laporan keuangan tidak teratur dan meragukan, dokumentasi perjanjian piutang kurang lengkap dan pengikatan agunan kuat, terjadi pelanggaran terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang dan berupaya melakukan perpanjangan piutang untuk menyembunyikan kesulitan keuangan. Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan kurang lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Terdapat tunggakan pokok dan bunga yang telah melampaui 90 hari. 2) Sering terjadi cerukan 3) Frekuensi mutasi rekening relative rendah 4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari. 5) Dokumentasi pinjaman yang lemah d. Diragukan (Doubtful) Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan margin yang telah melewati 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan 270 (dua ratus tujuh puluh) hari. Nasabah tidak menyampaikan informasi keuangan atau tidak dapat dipercaya, dokumentasi perjanjian piutang tidak lengkap dan pengikatan agunan lemah serta terjadi pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok perjanjian piutang.
26 Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan diragukan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang yang telah melampaui 180 hari. 2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari 4) Terjadi kapitalisasi bunga 5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun pengikatan jaminan. e. Macet Apabila terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan margin yang telah melewati 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, dan dokumentasi perjanjian piutang dan pengikatan agunan tidak ada. 8 Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan macet apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga yang telah mencapai 270 hari. 2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru 3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. 8 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 66-71
27 4. Pengertian Pembiayaan Bermasalah Dari segi produktivitasnya (performance-nya) pembiayaan bermasalah yaitu kemampuannya menghasilkan pendapatan bagi bank, sudah berkurang/menurun dan bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Bahkan dari segi bank, sudah tentu mengurangi pendapatan, memperbesar biaya pencadangan, yaitu PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif), sedangkan dari segi nasional, mengurangi kontribusinya terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar, diragukan dan macet. 9 Di dalam penjelasan Pasal 37 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah antara lain dinyatakan bahwa kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Apabila bank tidak memperhatikan asas-asas pembiayaan yang sehat dalam menyalurkan pembiayaannya, maka akan timbul berbagai risiko yang harus ditanggung oleh bank antara lain berupa : 1) Utang/kewajiban pokok pembiayaan tidak dibayar 2) Margin/Bagi hasil / fee tidak dibayar 3) Membengkaknya biaya yang dikeluarkan 9 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 66
28 4) Turunnya kesehatan pembiayaan (finance soundness). 10 Risiko-risiko tersebut dapat mengakibatkan timbulnya pembiayaan bermasalah (non performing financing/npfs) yang disebabkan oleh faktor intern bank. Secara umum pembiayaan bermasalah disebabkan oleh faktor-faktor intern dan faktor-faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Timbulnya kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam kebijakan pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup. Faktor ekstern adalah faktorfaktor yang berada di luar kekuasaan manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi dan lain-lain. 11 Berdasarkan penjelasan diatas, penilaian pemberian kualitas pembiayaan merupakan kegiatan usaha yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah dalam kerjanya kualitas pemberian pembiayaan dinilai dari prospek usaha, kinerja (performance) nasabah, dan kemampuan membayar / kemampuan menyerahkan barang pesanannya. 10 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 72-73 11 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 73-74
29 Untuk menentukan langkah yang perlu diambil dalam menghadapi pembiayaan bermasalah terlebih dahulu perlu diteliti sebab-sebab terjadinya pembiayaan bermasalah. Apabila pembiayaan bermasalah disebabkan oleh faktor eksternal seperti bencana alam, bank tidak perlu lagi melakukan analisis lebih lanjut. Namun suatu hal yang terpenting adalah bagaimana membantu nasabah untuk segera memperoleh penggantian dari perusahaan asuransi. Adapun yang perlu diteliti adalah faktor internal, yaitu yang terjadi karena sebab-sebab manajerial. Apabila bank telah melakukan pengawasan secara seksama dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, lalu timbul pembiayaan bermasalah, sedikit banyak terkait pula dengan kelemahan pengawasan itu sendiri. Kecuali apabila aktivitas pengawasan telah dilaksanakan dengan baik, masih juga terjadi kesulitan keuangan, perlu diteliti sebab-sebab pembiayaan bermasalah secara lebih mendalam. 5. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Restrukturisasi pembiayaan adalah langkah-langkah yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui : a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan
30 sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank. c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi : 1) Penambahan dana fasilitas pembiayaan bank 2) Konversi akad pembiayaan 3) Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah. 4) Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah. a. Bentuk-Bentuk Restrukturisasi Dalam Rangka Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah Restrukturisasi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah meliputi : 1) Penurunan imbalan atau bagi hasil 2) Pengurangan tunggakan imbalan atau bagi hasil 3) Pengurangan tunggakan pokok pembiayaan 4) Perpanjangan jangka waktu pembiayaan 5) Penambahan fasilitas pembiayaan 6) Pengambialihan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku 7) Konversi pembiayaan menjadi penyertaan pada perusahaan debitur Langkah-langkah tersebut dalam pelaksanaannya bisa dilakukan secara bersamaan (kombinasi), misalnya pemberian keringanan jumlah kewajiban
31 disertai dengan kelonggaran waktu pelunasan, perubahan syarat perjanjian dan sebagainya. 12 b. Tata Cara Restrukturisasi Pembiayaan Semua jenis pembiayaan dapat dilakukan restrukturisasi dengan memperhatikan karakteristik masing-masing bentuk pembiayaan. Antara lain dijelaskan restrukturisasi untuk masing-masing jenis pembiayaan sebagai berikut : 1. Piutang Murabahah dan Istishna Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah dan piutang istishna dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara : a. Penjadwalan kembali (rescheduling) Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning) Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. 12 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 75
32 c. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi piutang murabahah atau piutang istishna sebesar sisa kewajiban nasabah menjadi ijarah muntahiyyah bittamlik atau mudharabah atau musyarakah. d. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah. e. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi menjadi Penyertaan Modal Sementara. 13 2. Piutang Salam Pembiayaan dalam bentuk piutang salam dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara berikut : a. Penjadwalan kembali (rescheduling) Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo penyerahan barang salam tanpa mengubah spesifikasi dan kekurangan jumlah barang yang harus diserahkan nasabah kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning) Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain spesifikasi barang, jumlah, jangka waktu, jadwal penyerahan, pemberian potongan piutang dan lainnya tanpa menambah nilai barang yang harus diserahkan kepada BUS atau UUS. 13 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 76
33 c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik. 14 3. Piutang Qardh Pembiayaan dalam bentuk piutang qardh dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara : a. Penjadwalan kembali (rescheduling) Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning) Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. 15 4. Mudharabah dan Musyarakah Pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara : 14 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 77 15 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 78
34 a. Penjadwalan kembali (rescheduling) Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning) Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan dan lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik. d. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah. e. Penataan kembali (restructuring) Dengan melakukan konversi menjadi Penyertaan Modal Sementara. 16 Berdasarkan penjelasan di atas, metode atau langkah-langkah dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah salah satunya dapat dilihat dari metode rerstrukturisasi. Restrukturisasi pembiayaan adalah metode yang dilakukan bank dalam membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya. 16 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012) hal 83-91
35 Dalam tata cara restrukturisasi pembiayaan dapat dilihat dari masing-masing jenis pembiayaan yaitu, piutang murabahah dan istishna, piutang salam, piutang qardh, mudharabah dan musyarakah.