BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan di tengah masyarakat modern memiliki tingkat persaingan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menghambat cita-cita dan aktivitas. Permasalahan yang dihadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kecacatan bagi sebagian orang merupakan suatu masalah yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan di tengah masyarakat modern memiliki tingkat persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya.

IRRA MAYASARI F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

BAB 6 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah sebuah permasalahan yang diyakini dapat menghambat cita-cita bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa menjadi bibit wirausaha (Indra 2010). Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk. Masalah yang timbul adalah faktor apa yang mendasari proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Motivasi berprestasi memiliki peranan penting yang harus dimiliki oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan semakin selektif menerima

BAB I PENDAHULUAN. hambatan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak masyarakat yang kesulitan dalam mendapatkan penghasilan untuk

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Karakteristik Wirausaha. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 02Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia saat ini dapat dikatakan memiliki angka

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dimilikinya. Dengan bekerja, individu dapat melayani kebutuhan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA SISWA SMK. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manuisia bertujuan untuk melihat kualitas insaniah. Sebuah pengalaman

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

BAB II LANDASAN TEORITIK

2016 MINAT SISWA PENYANDANG TUNANETRA UNTUK BERKARIR SEBAGAI ATLET

: Mizha zhulqurnain NIM : Jurusan : S1.SI.M

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN VOKASIONAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan

KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN. PERTEMUAN KETIGA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. 7,6%, Diploma I/II/III dengan 6,01% dan universitas sebesar 5,5%. Pada posisi

LAMPIRAN KUESIONER. Nama responden : Jenis kelamin : Laki-laki (L)/ Perempuan (P) Usia responden. a) <40. b) c) >60

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak

manusianya.setiap tahun ribuan mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi tersebut di Indonesia. Hal ini seharusnya dapat memberikan keuntungan besar

BAB I PENDAHULUAN. bidang apapun. Salah satunya dalam bidang perekonomian. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dibandingkan. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan tidak dapat diukur dengan uang ataupun harta kekayaan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB II TINJAUAN DIFABEL DAN PUSAT PELAYANAN DIFABEL

I. PENDAHULUAN. ekonomi merosot hingga minus 20% mengakibatkan turunnya berbagai. jumlah masyarakat penyandang masalah sosial di daerah perkotaan.

I. PENDAHULUAN. penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan studi di universitas. Pada saat menjalani studi, mahasiswa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang

KOMPETENSI KEPEMIMPINAN WIRAUSAHAWAN. (Studi kasus pada lulusan Akademi Pimpinan Perusahaan, Jakarta tahun 2013)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kematangan Vokasional dan Motivasi Berwirausaha Pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Dewi Ratnawati 1) Istiana Kuswardani 2) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN

PEMBERDAYAAN WARGA DIFABEL: KUNCI SUKSES PENGGALIAN POTENSI DALAM BIDANG BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

implikasi dan mengajukan rekomendasi sebagai tindak lanjut dari penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. (sumber:kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) 2. Menurut pakar John C. Maxwell, difabel adalah

KARAKTERISTIK DAN KETERAMPILAN HIDUP MENJADI WIRAUSAHA PADA MAHASISWA UPN VETERAN JAWA TIMUR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Asep Jolly, 2015 Pengembangan model komunitas pembelajaran untuk meningkatkan kewirausahaan

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejarah aktivitas manusia berkomunikasi timbul sejak manusia diciptakan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Pada Bab V ini dikemukakan kesimpulan dari hasil penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

I. PENDAHULUAN. Bagian pertama ini membahas beberapa hal mengenai latar belakang masalah,

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi saat ini menimbulkan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha berarti melakukan kegiatan usaha (bisnis). hasil yang dapat dibanggakan (Sadono Sukirno, 2004:367).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan vokasi yang

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. menciptakan SDM yang berkualitas adalah melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia untuk pembangunan. Olahraga merupakan kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang harus merata mencapai pedesaan dan perkotaan. Karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN. bidang perekonomiannya. Pembangunan ekonomi negara Indonesia di. ide baru, berani berkreasi dengan produk yang dibuat, dan mampu

BAB I PENDAHULUAN. berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu, manusia

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Entrepreneurship and Inovation Management

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan di tengah masyarakat modern memiliki tingkat persaingan yang semakin tinggi untuk mendapatkan suatu pekerjaan atau kesempatan bekerja bagi individu yang belum mendapat pekerjaan atau menganggur. Pada masa sekarang bangsa Indonesia sedang menghadapi masalah yang berhubungan dengan jumlah pengangguran. Menurut Sumahamijaya, Yasben dan Dana (2003) pada dasarnya dunia wirausaha merupakan pilihan yang cukup rasional dalam situasi dan kondisi yang tidak mampu diandalkan, akan tetapi sampai saat ini dunia wirausaha belum menjadi lapangan pekerjaan yang diminati dan dinanti bagi para sarjana sekalipun, padahal salah satu ciri yang menonjol pada negaranegara maju adalah banyaknya wirausahawan atau wiraswastawan. Kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa Barat dan Jepang adalah justru karena mereka mampu melahirkan tenaga-tenaga yang mempunyai minat wirausaha tinggi sebanyak 2 % dari jumlah penduduk, 20 % tenaga wiraswasta menengah, dan sisanya adalah tenaga wiraswasta biasa. Data di atas menunjukkan bahwa wirausaha belum menjadi pilihan bagi kaum muda. Namun mengubah pandangan sebagian besar masyarakat yang terlanjur menganggap wirausaha sebagai profesi yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi ini tidaklah mudah, karena pandangan ini sudah tertanam di sebagian besar masyarakat Indonesia yang lebih menginginkan bekerja kantoran. 1

2 Menurut Anshar, Anwar dan Omsa (2008) pengangguran tidak hanya disebabkan oleh terbatasnya kesempatan kerja, tetapi juga oleh ketidakmampuan pencari kerja untuk memenuhi persyaratan atau kualifikasi yang diminta oleh dunia usaha. Oleh karena itu, setiap pencari kerja perlu dibekali pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu. Sikap yang diperlukan oleh semua orang baik yang akan berwirausaha maupun sebagai pencari kerja adalah sikap wirausaha. Motivasi merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologis. Sebagai ilustrasi, keinginan anak untuk membaca majalah misalnya, terpengaruh oleh kesiapan alat-alat indra untuk mengucap kata. Keberhasilan mengucap kata dari simbol pada huruf-huruf mendorong keinginan untuk menyelesaikan tugas baca. Hal ini tentu berlaku untuk semua individu, tak terkecuali panyandang penyandang cacat. Walaupun golongan ini mengalami hambatan secara fisik, namun bisa jadi hal tersebut bukanlah merupakan penghalang besar untuk berprestasi, penyandang penyandang cacat tetap dapat menunjukkan bahwa mereka sebenarnya berharga dan tidak selalu menjadi beban. Meskipun secara fisik terdapat kekurangan, namun semangat dan produktivitasnya tidak diragukan lagi. Pada sebagian penyandang penyandang cacat yang berprestasi, pandangan lingkungan yang kurang menguntungkan tidak dijadikan sebagai hambatan untuk berprestasi, melainkan sebagai motivasi bagi agar dapat menyesuaikan diri pada lingkungan. Semua orang mempunyai hak untuk bekerja, begitu pula pada para penyandang cacat. Dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun

3 1997 tentang Penyandang Cacat, pada Bab IV pasal 9 yang berbunyi Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pasal 13 yang berbunyi Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajad kecacatannya. Dalam Undang Undang tersebut jelaslah bahwa kesempatan untuk bekerja bagi penyandang cacat sama dengan orang normal lainnya.. Penyandang cacat merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan. Istilah penyandang cacat beberapa kali berubah yaitu diawali dari istilah penderita cacat, penyandang cacat, disable (diambil dari istilah disable person yang berarti orang tidak mampu) dan. Pengertian penyandang cacat menurut PP no. 36 tahun 2009 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Penyandang Cacat adalah seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan tubuh, dan atau mental yang oleh karenanya dapat merupakan rintangan atau hambatan baginya untuk melakukan kegiatan selayaknya. Cacat tubuh bawaan maupun bukan bawaan sama-sama menimbulkan kondisi psikologis dalam diri seseorang. Individu yang menderita cacat tubuh sejak lahir atau cacat tubuh bawaan mungkin dapat menerima keadaan tubuhnya sehingga individu lebih tegar dan tidak mengalami traumatik yang berlebihan. Bagi penderita cacat tubuh bawaan biasanya lebih dapat menerima kecacatannya, sejak dilahirkan mereka sudah terbiasa dengan keadaan tubuh yang cacat,

4 sehingga biasanya kecacatan tidak begitu menjadi hambatan dalam menjalani hidup. Seperti pendapat Coleridge, (2006) bahwa bagi penyandang cacat bawaan telah belajar menerima kondisi dirinya karena telah mengalami rehabilitasi sejak dini. Menurut Tarsidi (2005) individu dengan kecacatan bawaan yaitu individu yang lahir cacat atau kecacatannya terjadi sebelum usia tiga tahun biasanya mempunyai pengalaman yang berbeda dari individu dengan kecacatan dapatan yaitu yang kecacatannya terjadi sesudah usia tiga tahun. Misalnya, seorang anak yang lahir tanpa penglihatan berasumsi bahwa semua orang tidak mempunyai penglihatan seperti dirinya, hingga anak itu cukup besar untuk memahami yang sesungguhnya mungkin berbeda. Kebalikannya, bila kehilangan penglihatan itu terjadi kemudian, individu itu akan lebih memahami keterbatasan fungsionalnya, karena pengetahuan dan pengalaman yang pernah diperolehnya melalui penglihatan. Individu itu juga akan dapat membandingkan apa yang dapat dilakukannya atau cara orang berinteraksi sebelum dan sesudah kehilangan penglihatan. Kecacatan yang terjadi tiba-tiba, individu dan keluarganya tidak mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi kecacatan itu, sedangkan dengan kecacatan yang terjadi secara berangsur-angsur, individu dapat mempunyai lebih banyak waktu untuk mendapatkan informasi tentang kecacatan itu dan oleh karenanya dapat membuat perencanaan. Cacat bukan bawaan relatif lebih sulit dalam mengembangkan motivasi berwirasusaha karena tekanan-tekanan psikologis yang dirasakan lebih berat dibandingkan cacat bawaan. Tekanan psikologis ini dapat mempengaruhi

5 kreatitivitas, perilaku, cara berpikir, pengambilan keputusan dalam menentukan perencanaan untuk berwirausaha. Padahal menurut beberapa pendapat ahli, individu yang memiliki ciri berwirausaha antara lain harus memiliki perspektif ke depan, memiliki kreativitas yang tinggi, memiliki sifat inovasi yang tinggi, memiliki komitmen terhadap pekerjaan, memiliki tanggung jawab, memiliki kemandirian atau ketidaktergantungan terhadap orang lain, dan selalu mencari peluang, keinginan untuk berprestasi (Suryana, 2006). Ulasan di atas sesuai dengan pengamatan yang telah peneliti lakukan terhadap beberapa penyandang cacat yang dibina di Pusat Pengembangan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) di Colomadu, Surakarta. Deskripsinya sebagai berikut: N, 36 tahun salah satu kakinya lumpuh akibat polio yang dideritanya ketika kecil berhasil menekuni usaha konveksi dan merekrut belasan orang penyandang cacat lain untuk menjadi pegawai. Menurut N, kecacatan yang dimiliki seseorang bukanlah suatu hambatan yang berat jika ia memiliki keinginan yang kuat untuk sukses, tekun, dan harus berani berlatih keterampilan dengan sebaik-baiknya dan mendapat dukungan dari orang lain. N mengatakan pada masa mendapatkan rehabilitasi ia berlatih lima sampai 10 jam per hari untuk belajar menjahit. Akhrinya ia dapat mencapai kesuksesan dengan ketekunan dan kerja kerasnya. Lain pula kisah yang terjadi pada AP 29 tahun, penderita cacat bukan bawaan, salah satu kaki dan tanga nnya diamputasi karena mengalami kecelakaan pada tahun 2006. Sampai sekarang ia masih mengalami trauma yang berat sehingga tetap menjalani konseling untuk menghilangkan trauma tersebut. Meskipun secara fisik sudah mengalami kesembuhan namun secara psikis ia belum merasa mampu untuk belajar mandiri apalagi membuat wirausaha sendiri.

6 Fenomena di atas menunjukkan meskipun sama-sama menderita cacat, namun adanya perbedaan yang kuat mengenai karakteristik psikologis individu antara cacat bawaan dan bukan bawaan yang berimplikasi pada motivasi berwirausaha. Bagi individu cacat bukan bawaan, kecacatan yang terjadi secara berangsur-angsur, individu mungkin menolak implikasi kecacatan itu untuk waktu yang lebih lama sehingga tidak membuat perencanaan ataupun belajar keterampilan alternative hingga terpaksa melakukannya. Hal inilah yang nantinya berpengaruh terhadap motivasi berwirausaha pada penyandang cacat Menurut Sariman (2005) mengutip kajian yuridis jaminan hak atas pekerjaan bagi penyandang cacat fisik menurut pasal 14 UU nomor: 4 tahun 1997 di Surakarta menyebutkan bahwa kuota 1 % (satu persen) jaminan hak atas pekerjaan bagi penyandang cacat fisik belum bisa terpenuhi, dengan demikian perjuangan penyandang cacat untuk dapat hidup mandiri mau tidak mau harus dimulai dengan wirausaha mandiri. Agar dalam bekerja dapat optimal, maka diperlukan motivasi yang tinggi dalam bekerja. Motivasi berwirausaha mempunyai tingkat yang berbeda pada masing-masing individu tetapi didasarkan oleh aspek-aspek yang sama. Dalam pemenuhan aspek-aspek tersebut individu tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan-kebutuhan itu dan bila salah satu kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi akan membawa dampak yang negatif pada wirausaha. Selain itu pula usaha penyandang cacat selama ini tidak dapat secara maksimal memanfaatkan keterampilan yang diperoleh. Hal ini disebabkan jenis usaha yang dikembangkan bersifat monoton (tidak variatif) sehingga kalah bersaing dengan usaha lain terutama yang dikelola oleh orang yang tidak cacat.

7 Beberapa penelitian yang memiliki kaitan dengan penyandang cacat antara lain dilakukan oleh Mansour (2007) pada sebuah penelitian melalui skala yang diistribusikan pada sejumlah pengusaha, mereka (responden) pada dasarnya mendukung kebijakan untuk memperkerjakan penyandang cacat, namun mereka hanya sedikit saja yang mau menerimanya. Kurangnya keahlian, produkvitivas dan prestasi merupakan alasan utama mereka tidak memperkerjakan penyandang cacat Cramm dan Finkenflügel (2008) pada penelitiannya mengungkap tentang pemberian fasilitas kredit atau modal usaha kepada anak cacat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa, meskipun pemberian kredit direkomendasikan untuk diberikan kepada penyandang cacat namun hal ini tidak terpengaruh pada mekanisme dan penyertaan dalam pemberian kredit. Solusi yang pragmatis adalah bekerja dengan sumber daya yang tersedia untuk mengubah keadaan orang-orang cacat Barker (2003) pada penelitiannya yang membahas tentang perbedaan kedewasaan berkarir keputusan karir antara siswa laki-laki cacat dengan dan tanpa cacat. Hasil penelitian menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan keputusan dalam pengambilan karir antara siswa yang cacat dengan tidak cacat, namun skor emosional pada siswa cacat dan skor ketidakmampuan belajar lebih rendah daripada siswa sekolah tanpa cacat pada keseluruhan ukuran kedewasaan karir. Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan sebelumnya maka diharapkan semua penyandang cacat baik itu bawaan maupun bukan bawaan mampu menerima dan menyadari keadaan diri, lebih percaya diri, mampu

8 mengendalikan tekanan, bebas beraktivitas dan lebih mandiri dengan mengikuti berbagai keterampilan dan pengembangan diri sehingga lebih percaya diri, optimis, idka putus serta memiliki semangat dan motivasi yang tinggi untuk berwirausaha. Kenyataannya banyak penyandang cacat bawaaan maupun bukan bawaan yang kurang memiliki motivasi berwirausaha karena perasaan minder, merasa sudah tidak berharga, tidak percaya diri dan malu dengan keadaan tubuhnya yang cacat. Penderita cacat tubuh lebih bersifat pasif atau tergantung dan pasrah dengan keadaan tubuhnya, yang lama-lama bisa mengganggu tugas perkembangannya. Adanya penolakan diri tersebut, penderita cacat tubuh akan semakin kesulitan mengubah hambatan-hambatan psikologis kepribadiaannya. Berdasarkan ulasan tersebut maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu : Adakah perbedaan motivasi berwirausaha pada penyandang cacat tubuh bawaan dan bukan bawaan. Dari rumusan masalah tersebut penulis menindaklanjuti dengan sebuah penelitian yang berjudul: Perbedaan motivasi berwirausaha pada penyandang cacat tubuh bawaan dan bukan bawaan B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1. Perbedaan motivasi berwirausaha pada penyandang cacat tubuh bawaan dan bukan bawaan. 2. Tingkat motivasi berwirausaha pada penyandang cacat tubuh bawaan dan bukan bawaan.

9 C. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan bermanfaat: 1. Manfaat teoritis, sebagai satu wujud kontribusi akademis dalam mengembangkan konsep pengembangan masyarakat dalam perspektif strategi berwirausaha pada penyandang cacat tubuh. 2. Manfaat praktis,: a. Bagi penyandang cacat Penelitian ini memberikan informasi mengenai motivasi berwirausaha pada penyandang cacat tubuh bawaan dan bukan bawaan, sehingga diharapkan dapat dijadikan sebagai motivasi untuk meningkatkan motivasi berwirausaha. b. Bagi orangtua Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai motivasi berwirausaha pada penyandang cacat tubuh bawaan dan bukan bawaan, sehingga orangtua diharapkan lebih dapat memperhatikan dan memberikan dorongan secara maksimal agar penyandang cacat dapat hidup secara mandiri dengan berwirausaha. c.bagi yayasan Rehabilitasi Penyandang Cacat Memberikan informasi dan pemikiran yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan strategi berwirausaha pada penyandang cacat tubuh. 3. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan bahan acuan dalam penelitian lain, khususnya yangm berkaitan dengan mengenai motivasi berwirausaha pada penyandang cacat tubuh bawaan dan bukan bawaan.