BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri seseorang yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan dan memberikan kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian tujuan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang untuk beraktifitas dalam pencapaian tujuan. Motivasi tidak akan terjadi, jika tidak dirasakan rangsangan terhadap hal semacam itu di atas yang akan menumbuhkan motivasi dan motivasi yang tumbuh dapat menjadikan motor atau dorongan untuk mencapai tujuan (Irwanto, 1996). Adanya motivasi akan mampu mempengaruhi kesembuhan pasien, karena dengan adanya motivasi pasien akan mau melakukan pengobatan. Pasien yang dinyatakan dokter menderita penyakit tertentu, jika tidak didukung adanya motivasi untuk sembuh dari diri pasien tersebut dipastikan akan menghambat proses kesembuhan. Keadaan pikiran pasien sangat berpengaruh untuk dapat mengambat atau mendorong kesembuhan pasien dari penyakit. Motivasi untuk sembuh menjadi suatu kekuatan yang berasal dari dalam diri pasien yang mendorong perilaku menuju kesembuhan yang ingin dicapai. Banyak persoalan timbul ketika seseorang menderita penyakit tertentu tidak memiliki motivasi bagi kesembuhannya sendiri. Hambatan ini mungkin terjadi karena sebagian besar kurangnya dukungan dari lingkuangan yang ada pada dirinya. Pasien sangat membutuhkan banyak dukungan dan bantuan dari diri orang lain yang ada disekitarnya, dukungan informasi sangat diperlukan bagi pasien untuk mendapatkan petunjuk dan informasi yang dibutuhkan (Smet, 1994). Perlunya motivasi sembuh bagi pasien sangat penting karena dengan motivasi sembuh dapat menjadi salah satu kekuatan untuk mempercepat kesembuhan. Motivasi ini dapat menjadikan pasien bersedia menjalani setiap terapi kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Namun demikian, masih banyak ditemukan motivasi sembuh yang rendah yang dirasakan oleh 1
2 pasien. Seolah-olah merasa harapan hidupnya sudah rendah dan tidak ada lagi yang patut untuk diperjuangkan. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2010) yang melakukan penelitian berkaitan dengan motivasi sembuh pada pasien di Rumah Sakit Sultan Agung Semarang. Berdasarkan penelitian ini menemukan motivasi sembuh yang rendah pada pasien. Tujuan utama pasien masuk rumah sakit adalah mencapai kesembuhan, namun demikian terdapat beberapa pasien yang mempunyai motivasi sembuh yang rendah. Rendahnya motivasi sembuh oleh pasien tersebut ditunjukkan dengan penolakan pasien dalam menerima terapi pengobatan dari tim medis. Pasien melepas sendiri infus yang melekat pada tubuhnya atau menolak pemberian obat yang dilakukan oleh tim medis. Pasien yang melakukan hal ini biasanya setelah mengetahui tentang penyakitnya yang susah untuk disembuhkan atau pasien tua yang tidak ingin menambah beban keluarga dan selalu merepotkan. Sehingga pilihan untuk menghadapi kematian dianggapkan sebagai jalan yang terbaik. Motivasi pasien untuk sembuh, selaim beberapa hal di atas juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan rumah sakit, dokter, perawat dan tim kesehatan lainnya. Perawat adalah profesi yang sangat dekat dengan pasien yang memungkinkan perawat selalu berhubungan dengan pasien (Nurjannah, 2001). Hubungan perawat dengan pasien merupakan pengalaman belajar timbal balik dan pengalaman emosional korektif bagi pasien. Kunci hubungan aktivitas perawat dan pasien adalah motivasi, memotivasi pasien agar melakukan aktivitas berdasarkan kebutuhan. Perawat menggunakan diri dan teknik-teknik klinik tertentu dalam bekerja untuk meningkatkan penghayatan dan perubahan perilaku pasien (Stuart dan Laraia, 2001). Pasien akan dapat termotivasi apabila didukung dengan kepercayaan pasien terhadap perawat. Dalam memulai hubungan tugas utama perawat adalah penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka, perumusan kontrak dengan klien dan membina hubungan saling percaya klien terhadap perawat. Terbinanya hubungan percaya (trust) merupakan media dalam mengembangkan hubungan antara perawat dan klien maupun keluarga untuk melakukan suatu tindakan penolongan yang nyaman bagi klien.
3 Seorang perawat untuk melakukan anamnese harus mampu menciptakan kenyamanan, kepercayaan. Kenyamanan, kepercayaan meru pakan point penting dalam menyamakan suatu persepsi terhadap sesuatu yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap pasien. Kesamaan persepsi diperlukan karena pada setiap interview, pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap pasien diperlukan kolaborasi. Kolaborasi akan berjalan lancar bila perjalanan, lintas nilai-nilai budaya pasien dan perawat terjadi proses asimilasi, yang akan membuahkan nilai-nilai baru yang menjadi milik pasien dan perawat. Pasien akan bersedia berkolaborasi bila setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat dimengerti, difahami berdasarkan pada tolok ukur nilai-nilai pasien yang mendasari persepsi setiap tindakan pada dirinya. Adekuat perspepsi antara perawat dan pasien dalam setiap tindakan dalam proses perawatan merupakan salah satu pendorong terjadinya percepatan therapy Penelitian yang dilakukan oleh Saho (2010) yang meneliti tentang kepercayaan pasien terhadap perawat dengan tingkat kecemasan di RSUD Kodya Semarang mendapatkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kepercayaan pasien dengan tingkat kecemasan. Kepercayaan pasien terhadap perawat dapat tercipta dari berbagai sikap dan perilaku perawat termasuk dilakukannya komunikasi terapeutik. Kepercayaan juga merupakan keinginan suatu pihak untuk menjadi pasrah atau menerima tindakan dari pihak lain berdasarkan pengharapan bahwa pihak lain tersebut akan melakukan suatu tindakan tertentu yang penting bagi pihak yang memberi kepercayaan (Lendra, 2004), sehingga keberhasilan seorang perawat dalam mengambil keputusan dan tindakan dalam melakukan asuhan keperawatan antara lain tidak terlepas dari bagaimana pembentukan hubungan dan situasi kepercayaan itu terbentuk (Gunarsa, 1998). Perawat membina kepercayaan terhadap klien melalui pendekatan prilaku yang efektif antara lain dengan sikap penerimaan dan penghargaan pada keunikan setiap individu, iklim dimana pasien merasa aman, dan sikap saling membagi pemahaman pendapat dan pikiran dan
4 menciptakan kehangatan, ketulusan, pemahaman empati, dan perhatian positif yang tidak bersyarat (Rogers, 1974 dalam Hidayat, 2008). Hubungan interpersonal antar individu yang berfokus pada hubungan yang membantu (helping relationship) antara perawat dengan pasien dalam bentuk hubungan saling percaya melalui perasaan empati, ketulusan, respek dan kerahasiaan dapat mengurangi kecemasan klien yang pada akhirnya dapat menciptakan motivasi pasien untuk sembuh (Stuart & Sundeen 1998). Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam dengan rasa saling percaya yang dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping. Berdasarkarkan survey pendahuluan, peneliti mencoba menggali informasi dari Ny. S (58 thn) di Ruangan Nusa Indah yang menderita luka akibat diabetes melitus saat peneliti melakukan survey pendahuluan. Melalui observasi partisipatif dimana peneliti menyembunyikan identitas yang sebenarnya, Hasil wawancara ini peneliti mendapatkan bahwa dalam tahap pra interaksi perawat kurang empati dalam tukar menukar perilaku, menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang teraupetik. Pada tahap orientasi perawat tidak menyapa dan memperkenalkan diri, tidak menjelaskan tujuan sehingga terlihat bahwa tidak adanya hubungan percaya sehingga klien tampak kebingungan dan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tremor halus dan suara kadang-kadang meninggi. Pada tahap kerja, perawat kurang responsif dengan respon klien yang ditimbulkan akibat tindakan yang diberikan. Perawat kurang aktif dalam berkomunikasi. Sikap perawat diam, kurang aktif mengeksploitasi perasaan pasien saat dilakukan tindakan. Pada tahap terminasi perawat tidak menvalidasi tindakan tadi. Perawat tidak menjelaskan tujuan yang tindakan yang dilakukan dan perawat tidak merapikan klien. Hal-hal semacam inilah yang menyebabkan klien merasa rendah diri bahwa penyakitnya sudah sulit untuk disembuhkan dan seolah-olah harapannya sangat tipis.
5 Berkaitan dengan hal tesebut di atas maka dalam penelitian ini dicoba untuk mengupas masalah kepercayaan pasien pad perawat dengan motivasi sembuh pasien. B. Rumusan masalah Banyaknya tindakan perawat yang kurang memberi perhatian yang baik dan tidak bersahabat dengan pasien menyebabkan kepercayaan pasien terhadap perawat menjadi rendah. Hasil wawancara dengan pasien menunjukkan bahwa perawat hanya melakukan tindakan keperawatan sementara komunikasi tidak berjalan baik dan bahkan perawat tidak memberikan penjelasan kepada pasien atas tindakan yang diberikan. Tindakan perawat semacam ini menyebabkan motivasi pasien untuk dapat segera sembuh dari penyakitnya menjadi rendah. Berkaitan dengan hal tesebut di atas maka pertanyaan penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kepercayaan pasien pada perawat dengan motivasi untuk sembuh pada pasien di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang Ruang Nusa Indah? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara kepercayaan pasien pada perawat dengan motivasi untuk sembuh pada pasien di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang Ruang Nusa Indah. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan kepercayaan pasien pada perawat di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang Ruang Nusa Indah. b. Mendeskripskan motivasi sembuh pasien di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang Ruang Nusa Indah. c. Menganalisis hubungan antara kepercayaan pasien pada perawat dengan motivasi untuk sembuh pada pasien di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang Ruang Nusa Indah.
6 D. Manfaat penelitian 1. Bagi perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perawat dalam bekerja bahwa kepercayaan pasien pada perawat sangat diperlukan untuk menumbuhkan motivasi sembuh. 2. Bagi pasien Pasien diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaannya pada perawat yang membantu proses penyembuhan sehingga dapat membantu mempercepat kesembuhan pasien. 3. Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya yang ingin meneliti tentang hal-hal yang mempengaruhi motivasi sembuh pada pasien E. Bidang ilmu Bidang ilmu yang terkait judul adalah ilmu keperawatan sendiri, yakni keperawatan jiwa.