BAB I PENDAHULUAN. PSAK 50/55 (revisi 2006) yang merupakan produk dari adoposi standar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency

BAB I PENDAHULUAN. (International Federation of Accountant) harus tunduk kepada SMO (Statment

I. PENDAHULUAN. menilai kinerja perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, untuk penilaian (judgement) dan pengambilan keputusan oleh pemakai

BAB I PENDAHULUAN. laba. Sehingga informasi yang tepat sangat berpengaruh dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk disajikan dengan integritas yang tinggi (Jamaan, 2008:1). perusahaan menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar.

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham) sebagai prinsipal. Manajer sebagai agent memiliki asimetri

BAB 1 PENDAHULUAN. Corporate governance telah menjadi topik bahasan utama dalam. bisnis global seiring dengan meningkatnya kompleksitas dan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan didirikan dengan tujuan yang jelas yaitu untuk memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap perusahaan, laporan keuangan adalah suatu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Tujuan laporan

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan perusahaan (Yustini dan Cholis, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan perusahaan melalui laporan keuangan. Di Indonesia, laporan

BAB I PENDAHULUAN. eksternal untuk menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan harus

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkan antara dua belah pihak yaitu antara pihak yang memiliki

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kinerja suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi. Menurut IAI (2011) tujuan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh peluang pasar yang ada. Selain bersaing dengan perusahaan lokal

Laporan keuangan menjadi sarana bagi perusahaan untuk menyampaikan. informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan proses akhir dalam proses akuntansi yang

BAB I PENDAHULUAN. stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur

BAB I PENDAHULUAN. pemakai lainnya untuk proses pengambilan keputusan. Informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi-informasi

BAB I PENDAHULUAN. independen mengalami peningkatan. Laporan keuangan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Laporan keuangan yang menjadi sumber informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan bisnis dalam skala nasional dan. intemasional, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan pada masa tertentu. Laporan keuangan menggambarkan situasi

BAB I PENDAHULUAN. menuju International Financial Reporting Standards (IFRS) telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan yang dapat memberikan informasi bagi pemakainya. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengungkapan informasi secara terbuka mengenai perusahaan

Kasus Manipulasi Laporan Keuangan Bank Lippo dan Degradasi. Kepercayaan Publik. berbeda ke publik dan manajemen BEJ. Dalam laporan keuangan per 30

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang telah go public dan terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia wajib

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi kompetisi global seperti ini, Good Corporate Governance (GCG)

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen laba (earning management) sering kali dianggap negatif oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar bagi perusahaan-perusahaan agar dapat bersaing secara ketat dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban kepada para pihak yang berkepentingan, laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi di pasar bursa indonesia sampai pada saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. tentunya terlibat dalam kasus hukum, pada kenyataannya banyak. perusahaan yang membuat laporan keuangan tanpa menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan pasar modal di Indonesia pada masa

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, terutama yang bersifat keuangan dan dimaksudkan untuk bermanfaat dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BABl PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan sarana bagi perusahaan untuk menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan. kinerja manajemen dalam mengelola sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi disebut juga aktivitas jasa yang mempunyai fungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kehidupan ekonomi masyarakat pada era saat ini tidak terlepas dari dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah sebuah unit kegiatan produksi yang mengolah sumber

BAB I PENDAHULUAN. ada dalam laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB I PENDAHULUAN. penting yang berkaitan dengan kondisi perusahaaan, keandalan dari informasi

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari banyak bermunculan pesaing-pesaing baru didalam dunia usaha. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. dengan melihat dan menganalisis laporan keuangan perusahaan. Manajemen sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan laporan

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan pada perusahaan di masing-masing negara juga berbeda.untuk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan adalah laporan keuangan. Sebuah perusahaan secara periodik

BAB I PENDAHULUAN. 2003) mengenai manipulasi laporan keuangan, serta sering terjadinya mogok kerja

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance semakin meningkat karena banyak terjadi pelanggaran tata

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang terbuka banyak melibatkan perusahaan dalam suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat bersaing guna mempertahankan efisiensi dan kelangsungan usahanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi pihak pihak yang berkepentingan atau pemakai laporan keuangan. Pihakpihak

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan adalah informasi yang diperoleh dari laporan keuangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari minat investor terhadap perusahaan dengan tingkat saham yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Makin tinggi perdapatan per kapita masyarakat, makin mampu

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan),

BAB I PENDAHULUAN. yaitu untuk menghimpun dana dari pihak yang kelebihan dana (kreditur) dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal Indonesia merupakan salah satu wadah berinvestasi yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan menyajikan laporan keuangan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Industri biasa dilakukan oleh perusahaan untuk dapat bersaing dengan kompetitornya.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan menyusun laporan keuangan sebagai bukti

BAB I PENDAHULUAN. berintegritas. Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 2,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pengungkapan dan penyajian informasi secara akurat sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang sebenarnya. Oleh karena itu laporan keuangan menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan informasi yang relevan dan tepat waktu dalam setiap pembuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Ujiyantho dan Pramuka, 2007) dalam Putri dan Yuyetta (2013). Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. selama beberapa dekade terakhir ini adalah manajemen laba. Manajemen laba seolaholah

BAB I PENDAHULUAN. adalah laporan keuangan. Laporan keuangan selain merupakan media

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia terhadap Good Corporate Governance (GCG) mulai. yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan haruslah memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bentuk pajak (Jin dan Machfoedz, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan salah satu standar

BAB I PENDAHULUAN. pihak-pihak yang berkepentingan yaitu kepada para stakeholder, laporan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau

BAB I PENDAHULUAN. pada perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (return) atas UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. Penghasilan Komprehensif Lain (PSAK 1 Revisi 2013, p. 80A). Pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. tentang aktivitas perusahaan selama periode waktu tertentu. Pemakai internal

BAB I PENDAHULUAN. pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Sehingga laporan keuangan harus memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan harga saham. Semakin tinggi nilai perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan hilangnya kepercayaan publik dan investor untuk berinvestasi

BAB I PENDAHULUAN. modal sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian PSAK 50/55 (revisi 2006) yang merupakan produk dari adoposi standar akuntansi keuagan internasional IFRS (International Financial Reporting Standard) tentang instrumen keuangan merupakan salah satu dari sekian banyak PSAK (Pernyataan Standar Keuangan) yang menuai banyak pertentangan bagi industri perbankan di Indonesia. Industri perbankan merupakan salah satu industri yang banyak terkena dampak akibat konvergensi PSAK 50/55(revisi 2006). Sekarang ini pada industri perbankan belum semuanya standar terkait IFRS telah digunakan karena ada beberapa standar yang bertentangan dengan sistem perbankan di Indonesia. Beberapa peraturan dalam PSAK 50/55 (revisi 2006) memerlukan perubahan pola pikir dan sistem internal bank. Penerapan peraturan ini tidak mungkin ditunda karena akan menghambat perkembangan perbankan nasional untuk bersaing secara global. Menurut Deputi Direktur Pengawas II BI (Bank Indonesia) Budy Iskandar menuturkan PSAK revisi 2006 sebenarnya mulai berlaku sejak 2010 tetapi tidak semua bank memiliki data yang tersusun rapi guna memenuhi persyaratan dalam kewajiban pencatatan Historis. Yang menjadi penghambat utama dalam penerapan PSAK ini adalah pengembangan infrastruktur khususnya dalam teknologi informasi dimana pada model lama masih menggunakan nilai buku, bukan nilai wajar. Menurut 1

2 Deputi Gubernur Bank Indonesia (selanjutnya disingkat BI) Muliaman Darmansyah Hadad penerapan PSAK 50 dan 55 tentang instrumen keuangan tidak dapat dihindari, karena merupakan kesepakatan umum sistem akuntansi yang harus dipatuhi. Namun, pelaksanaannya pada perbankan nasional dilakukan secara bertahap. Terdapat dua motivasi peneliti ingin meneliti masalah ini. Pertama karena penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) merupakan adopsi dari IFRS yang merupakan standar baru sehingga menjadi tema yang menarik untuk dibahas. Konvergensi akuntansi yang dimanifestasikan dalam bentuk penerapan IFRS di Indonesia dimulai sejak Indonesia menghadiri forum G20 di London. Dalam forum itu disepakati bahwa IFRS merupakan suatu standar pelaporan keuangan internasional yang akan diberlakukan secara global guna terciptanya satu standar pelaporan keuangan yang sama untuk setiap negara. Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi terdapat dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara-negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di Indonesia konvergensi IFRS memiliki tiga tahapan, yaitu tahap adopsi (2008-2010), tahap persiapan akhir (2011), dan tahap implementasi (2012). Sebagai standar baru, standar PSAK 50/55 memiliki banyak hambatan dalam penerapannya, seperti perubahan mekanisme pencadangan yang dulu menggunakan PPAP (Penyisihan Pengahpusan Akiva Produktif) sekarang menggunakan

3 perhitungan pembentukan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) kolektif. Bank juga mengeluhkan cara pengukuran kredit bermasalah secara kolektif karena banyaknya jenis kredit dan jangka waktunya berbeda. Alasan kedua ialah industri perbankan merupakan industri yang cukup berpengaruh dalam perekonomian Indonesia karena memiliki total asset sekitar 5000 triliun. Hal tersebut menyebabkan sektor perbankan memiliki peran yang cukup besar dalam kemajuan perekonomian Indonesia sehingga perubahan-perubahan yang ada di sektor perbankan banyak mendapat perhatian banyak praktisi dan akademisi. Informasi laba adalah informasi yang sering menjadi sasaran manajemen perusahaan untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya dengan mengesampingkan kepentingan para investor. Hal ini terjadi karena adanya asimetri informasi antara pihak pemegang saham sebagai Principal dengan pihak manajemen sebagai agen, sehingga hal ini sering dimanfaatkan manajemen untuk melakukan manajemen laba. Salah satu cara melakukan manajemen laba dapat dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu sehingga laba dapat dimanipulasi sesuai dengan keinginan manajemen. Selama ini tindakan manajemen laba sering menyeret beberapa perusahaan besar kaliber dunia seperti, Enron, Merck dan WorldCom, sedangkan untuk di Indonesia sendiri ada PT Lippo Tbk dan PT Kimia Farma Tbk. Perusahaan-perusahaan tersebut melakukan mark up dan perekayasaan pada laba bersih perusahaan. Dalam laporan tersebut, Kimia Farma menyebutkan berhasil memperoleh laba sebesar Rp. 132 miliar, tapi setelah dilakukan audit ulang dan laporan keuangannya disajikan kembali ternyata terdapat kesalahan yang cukup

4 mendasar yaitu dengan melakukan overstated pada akun persediaan di laporan keuangan tersebut dan kenyataannya laba justru lebih rendah Rp. 32,6 Miliar dari laba awal yang dilaporkan. Sama halnya dengan kasus PT. Kimia Farma Tbk, kasus pada PT. Lippo Tbk pada tahun 2002, berawal dari diketahuinya manipulasi pada pelaporan keuangannya. Pada saat itu, laporan keuangan per 30 September 2002 Bank Lippo kepada publik bertanggal 28 November menyebutkan, total aktiva perseroan Rp 24. triliun dan laba bersih Rp. 98 miliar. Namun dalam laporannya ke BEJ (sekarang BEI) bertanggal 27 Desember 2002, manajemen menyebutkan total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 triliun (turun 1,2 triliun) dan mengalami rugi bersih sebesar Rp. 1,3 triliun. Akibatnya perbedaan itu segera manimbulkan kontroversi dan polemik pada para stakeholders. Manajemen Bank Lippo beralasan bahwa perbedaan tersebut terjadi karena ada penurunan asset yang diambil alih atau forclosed asset dari Rp. 2,393 triliun menjadi Rp 1,420 triliun dan hal ini mengakibatkan penurunan tingkat CAR (Capital Adequate Ratio) pada neraca dari 24,77 menjadi 4,23%, namun beberapa pihak menduga perbedaan ini terjadi karena manajemen melakukan praktik manajemen laba. BAPEPAM akhirnya memberi sanksi berupa denda dan pencopotan direksi dan pihak terkait yang terlibat dalam kasus tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Anggraita (2012), bahwa dampak penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan hasil penelitian Nasution dan Setiawan (2007) menunjukkan bahwa pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 bank-bank di Indonesia

5 melakuka manajemen laba, hal ini dilakukan dengan pola memaksimalkan labanya. Salah satu alasan perusahaan perbankan melakukan manajemen laba adalah ketatnya regulasi pada perbankan jika dibandingkan dengan industri lain, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria CAR minimum (Nasution dan Setiawan, 2007). Pengadopsian standar akuntansi internasional ke standar akuntansi domestik akan menghasilkan laporan keuangan yang berkredibilitas tinggi karena IFRS menetapkan persyaratan akan item-item pengungkapan yang semakin tinggi, sehingga bisa meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas yang tinggi dalam menjalankan perusahaan. Pengadopsian IFRS membawa berbagai dampak pada aspek-aspek pengukuran item pelaporan keuangan, dan penerapan IFRS pada item ini akan mengurangi tingkat manajemen laba (Situmorang, 2011). Dampak utama dari PSAK 50/55 (revisi 2006) adalah dalam valuasi pencadangan kredit bermasalah. PSAK tersebut menekankan pada objektivitas dalam penentuan Cadangan Kerugian Nilai (CKPN) dimana diketahui CKPN itu berdampak pada laba perbankan karena letaknya sendiri berada pada laporan laba rugi. Manajemen laba bisa dilakukan terhadap akun ini. Dengan dikeluarkannya PSAK 50/55 (revisi 2006) maka kredit atau pencadangan kredit bermasalah yang akan diberikan harus berdasarkan data historis 3 tahun ke belakang, sehingga membuat manajemen akan semakin sulit dalam menghitung CKPN. Penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) dapat menimbulkan hal yang positif maupun negatif. Hal positifnya ialah bila diterapkan dengan benar maka penerapan

6 PSAK 50/55 (revisi 2006) meningkatkan akurasi dan keinformatifan CKPN, karena pada PSAK ini memiliki aturan yang sangat ketat sehingga sulit bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba. Namun demikian karena sifat PSAK 50/55 (revisi 2006) yang principle based dan akan menekankan pada konsep maka pada penerapannya dapat memberikan ruang yang lebih bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba. Ditambah lagi dengan tingkat kompleksitas yang tinggi dari PSAK 50/55 (revisi 2006) karena merupakan standar yang baru dalam dunia akuntansi. Jika sumber daya manusianya tidak siap dan teknologi informasi yang tidak mendukung maka tingkat keakuratan informasi yang dihasilkan akan menurun. Corporate Governance merupakan salah satu mekanisme untuk mengurangi konflik keagenan yang terjadi di perusahaan. Corporate Governance juga merupakan mekanisme yang dapat melindungi pemegang saham minoritas/non-pengendali dari ekspropriasi yang dilakukan oleh para pemegang saham pengendali dan manajer (Sabrina, 2010). Ekspropriasi merupakan pencabutan hak milik perorangan untuk kepentingan umum yang disertai pemberian ganti rugi. Dalam penelitian ini corporate Governance diproksikan melalui kepemilikan institusional dan kualitas audit. Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham mayoritas/pengendali yang biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, dan investasi). Kepemilikan institusional mempunyai saham yang banyak pada suatu perusahaan sehingga sering dimanfaatkan sebagai sarana untuk memonitoring manajemen (Anggraini, 2011). Keberadaan investor institusional

7 dipandang mampu menjadi alat monitoring efektif bagi perusahaan karena investor institusi memiliki porsi kepemilikan saham yang besar sehingga bisa melakukan kontrol secara intensif kepada para manajemen (Junaidi, dalam Sefiana, 2008). Investor institusi sering juga disebut sebagai investor yang canggih (Sophisticated) yang seharusnya dapat menggunakan informasi sekarang untuk memprediksi laba di masa depan dibanding dengan investor non-institusi. Kepemilikan institusional yang tinggi dapat mengurangi tingkat manajemen laba tergantung pada tingkat kecanggihan investor tersebut (Veronica dan Utama, 2005 dalam Indriani, 2010). Penelitian kualitas audit di Indonesia secara umum masih sangat terbatas validitasnya, yaitu menggunakan ukuran KAP yang berafiliasi dengan Big 4 atau spesialisasi industri KAP. Studi Herusetya (2009) dan Mayangsari (2004) mengembangkan sebuah pengukuran kualitas audit multidimensi dengan menggunakan composite measures yaitu dengan menghitung semua proksi kualitas audit secara terpisah kemudian diberikan skor-skor untuk dihitung secara bersamaan yang diyakini lebih valid, disebut Audit Quality Metric Score (selanjutnya disebut AQMS), meliputi dimensi kompetensi dan independensi. Sejauh pengetahuan penulis, pengukuran dengan pendekatan AQMS ini merupakan pendekatan yang pertama digunakan oleh Antonius Herusetya dalam penelitian kualitas audit. Penelitian ini mereplikasi penelitian Viska Anggraita (2012). Beda penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah dengan menambah kualitas audit sebagai

8 variable pemoderasi, kualitas audit diukur dengan menggunakan Composite Measure, dan memperpanjang periode penelitian dari tahu 2009-2011. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terjadi penurunan manajemen laba melalui cadangan penurunan nilai kredit yang diberikan (CKPN) pada bank-bank di Indonesia setelah penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006)? 2. Apakah kepemilikan Institusional memoderasi pengaruh penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap manajemen laba pada bank-bank di Indonesia? 3. Apakah kualitas audit memoderasi pengaruh penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap manajemen laba pada bank-bank di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap manajemen laba melalui CKPN pada bank-bank yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia). 2. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris efek moderasi kepemilikan institusional pada pengaruh penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap manajemen laba melalui CKPN.

9 3. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris efek moderasi kualitas audit pada pengaruh penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap manajemen laba melalui CKPN. D. Manfaat Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat dan kontribusi sebagai berikut: 1. Bidang teoritis. a. Sebagai salah satu acuan yang dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian di bidabang Akuntansi Keuangan dan Pasar Modal khususnya pada Industri Perbankan. 2. Bidang praktisi. a. Memberikan wacana alternatif bagi para pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan perbankan dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba. b. Bagi perusahaan perbankan, hasil penelitian ini juga bermanfaat kepada para pemegang saham dari perusahaan perbankan yang ingin mewujudkan corporate governance sehingga bisa meminimalisi manajemen laba. b. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor untuk menilai suatu perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk membeli suatu saham perusahaan.

10 c. Bagi kreditur, penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada kreditur tentang kinerja perusahaan perbankan yang melakukan kontrak utang dengan kreditur, sehingga perusahaan yang menjadi pihak kreditur tidak akan mengalami kerugian nantinya akibat perusahaan perbankan yang memiliki utang terhadap kreditur mengalami kebangkrutan. d. Bagi manajemen, penelitian ini diharapkan dapat memberikan penecerahan kepada manajemen bahwa manajemen laba itu tidak baik karena dapat merugikan perusahaan dengan menurunnya nilai perusahaan dan merugikan pribadi sendiri.