REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

dokumen-dokumen yang mirip
Kebijakan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

KEWENANGAN PERIZINAN REKLAMASI

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

Reklamasi Rawa. Manajemen Rawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

MENATA WILAYAH PESISIR, PULAU KECIL, DAN TANAH REKLAMASI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Sejarah Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun an yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Sejarah Desa Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun an

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2013

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Gambar. Skema Batas Wilayah Pesisir

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. gelombang laut, maka harus dilengkapi dengan bangunan tanggul. diatas tadi dengan menggunakan pemilihan lapis lindung berupa

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURANDAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

GUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang curah hujannya cukup

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

LAPORAN PRAKTIKUM REKLAMASI PANTAI (LAPANG) REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA Dilaksanakan dan disusun untuk dapat mengikuti ujian praktikum (responsi) mata kuliah Reklamasi Pantai Disusun Oleh : Nama NIM Kelompok Asisten : Muhammad Riski Aridanto : H1K013050 : 4 (Empat) : Jamalludin FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2015

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepualauan terbesar didunia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Canada. Sebagian besar masyarakat pantai memiliki tingkat pendapatan dan derajat kesejahteraan yang rendah. Hal ini merupakan ancaman bagi kualitas lingkungan pesisir. Dengan melihat kondisi ekonomi masyarakat pesisir yang lemah dan pertumbuhan penduduk yang pesat menuntut adanya pemenuhan kebutuhan yang lebih besar, sehingga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada secara berlebih. Hal ini yang mendasari adanya pembangunan di wilayah pesisir. Seperti hal-nya pembangunan di pesisir pulau Karimunjawa yang dimana salah satu tempat dekat dengan dermaga, terlihat bangunan menyerupai gundukan tanah yang berguna untuk mempermudah kapal-kapal untuk bersandar. Selain itu, juga terdapat sebuah bangunan milik Dinas Kelautan dan Perikanan di Karimunjawa yang terletak tidak jauh dari gundukan tanah. Bangunan ini diperuntukan untuk nelayan yang ingin melakukan usaha budidaya. Perlu diketahui bahwa pembangunan wilayah pesisir dapat menimbulkan berbagai macam dampak terhadap kualitas lingkungan, walaupun pihak yang memanfaatkan wilayah tersebut mendapatkan untung. Dampak dari kurang sadaranya masyarakat akan fungsi pesisir juga dapat menyebabkan adanya kerusakan lingkungan. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka kegiatan para pengguna sumberdaya diwilayah pesisir perlu diarahkan sehingga akan timbul kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya wilayah pesisir.

1.2 Rumusan Masalah Sampai saat ini hasil pembangunan berupa gundukan tanah dan bangunan milik Dinas Kelautan dan Perikanan masih terlihat. Penduduk setempat khususnya para nelayan cenderung melihat keuntungan dari hasil pembangunan berupa gundukan tanah tersebut. Karena gundukan tanah tersebut membantu dan memudahkan para nelayan untuk menyandarkan kapal-kapalnya. Hal ini disebabkan pada tahun 80an, daerah yang digunakan untuk kapal-kapal bersandar sekarang itu sangat dangkal, maka dahulu apabila waktu surut datang, kapal-kapal nelayan tidak ada yang bisa bersandar. Sehingga dengan mengeruk dan menimbun pasir merupakan solusi masalah ini, namun hal yang perlu diperhatikan adalah kelestarian dari biota-biota yang ada hidup didaerah tersebut. Selain itu, hal yang berbeda dikatakan pada penduduk setempat dengan adanya bangunan milik Dinas Kelautan dan Perikanan. Bangunan tersebut tidak membawa dampak baik ataupun buruk untuk masyarakat. Dahulu daerah tersebut hanyalah daratan yang langsung berhadapan dengan laut, sekitar 10 tahun yang lalu di dirikanlah bangunan tersebut. Namun pada saat kami survey lapangan ke tempat tersebut, bangunan tersebut tampak sepi dan tidak terdapat aktifitas yang berarti. 1.3 Tujuan Untuk mengetahui karakteristik bangunan reklamasi pantai yang ada di Karimunjawa dan menganalisis dampak yang terjadi akibat adanya reklamasi pantai.

II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi 2.1.1 Alat Alat yang digunakan pada praktikum Reklamasi Pantai ini adalah alat tulis, kamera, dan meteran. 2.1.2 Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum Reklamasi Pantai ini adalah hasil wawancara warga setempat dan dokumentasi. 2.2 Metode Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan mengkaji persepsi masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di Karimunjawa yang bersifat survey ke lapangan. 2.3 Waktu dan Tempat Praktikum dilakukan Senin, 2 November 2015 pukul 17.30 WIB di kawasan Dermaga Karimunjawa, Jawa Tengah.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Gambar 1. Gundukan Tanah atau Tanggul (Nomor 1) dan Bangunan Dinas Kelautan dan Perikanan (Nomor 2) (Google Earth) 3.1.1 Gundukan Tanah Tabel 1. Karakteristik Bangunan Reklamasi Pantai No Parameter Keterangan Ukuran Bangunan : 1 Panjang Lebar Tinggi 126,9 m 63,1 m 1,5-2m 2 Bentuk Bangunan Bentuk L 3 Metode Reklamasi Pengurugan 4 Bahan Baku Batu Kapur, Rubble dan Pasir 5 Jumlah Dana Rp. 75.000.000,-

3.1.2 Bangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Tabel 2. Karakteristik Bangunan Reklamasi Pantai No Parameter Keterangan Ukuran Bangunan : 1 Panjang Lebar Tinggi 40 m 50 m 3-5 m 2 Bentuk Bangunan Segitiga Sama Sisi 3 Metode Reklamasi Pengurugan 4 Jumlah Dana Rp. 4.000.000.000,- 3.2 Pembahasan 3.2.1 Pulau Karimunjawa Taman Nasional Karimunjawa terletak di utara pulau Jawa yang secara geografis Taman Nasional Karimunjawa terletak pada koordinat 5 40 39-5 55 00 LS dan 110 05 57-110 31 15 BT. Secara administratif kawasan ini termasuk Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Taman Nasional ini memiliki luas 111.625 ha yang meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan 1.507,70 ha kawasan darat. Taman Nasional Karimunjawa merupakan satu-satunya kawasan pelestarian alam perairan di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang merepresentasikan keutuhan dan keunikan pantai utara Jawa Tengah (Siregar, 2015) Kepulauan Karimunjawa secara administratif merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Jepara, terletak sekitar 50 mil di sebelah Utara kota Semarang. Luas Wilayah kepulauan ini adalah 10.225 hektar dengan luas wilayah daratan 7.120 hektar yang tersebar di antara 27 pulau. Jarak antar pulau hanya dapat ditempuh dengan

melelui jalur laut, kecuali pulau Karimunjawa dan kemajuan yang sudah mempunyai jalan penghubung lewat darat (Sardiyatmo,2005) Kawasan Taman Nasional Karimunjawa merupakan perwakilan lima tipe ekosistem yaitu ekosistem terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, hutan mangrove, hutan pantai, serta hutan hujan tropis dataran rendah. Keberadaan ekosistem tersebut sangat penting untuk menjaga kestabilan sistem hidrologi dan iklim mikro wilayah kepulauan Karimunjawa. Hilang atau rusaknya salah satu ekosistem yang ada akan menyebabkan ketidakseimbangan fungsi ekosistem lainnya. 3.2.2 Reklamasi Pantai di Karimunjawa Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumberdaya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Seperti yang terjadi di kepulauan Karimunjawa, tidak sedikit di bagian pulau tersebut telah mengalami reklamasi pantai yang di dirikan atas dasar kebutuhan masyarakat setempat. Secara umum bentuk reklamasi ada dua, yaitu reklamasi menempel pantai dan reklamasi lahan terpisah dari pantai daratan induk. Cara pelaksanaan reklamasi sangat tergantung dari sistem yang digunakan. Menurut Buku Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir yang di keluarkan oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (2005), reklamasi dibedakan atas 4 sistem, yaitu sistem timbunan, sistem polder, sistem kombinasi antara polder dan timbunan, dan sistem drainase. Berdasarkan hasil yang didapat di lapangan hasil pembangunan berupa gundukan tanah awalnya hanya perairan biasa. Sedangkan bangunan DKP yang ada dilapang awalnya hanya daratan biasa yang pada bagian ujung daratan tersebut sudah menjorok ke laut. Hal ini bisa di katakan bahwa kedua hasil pembangunan tersebut menggunakan

sistem reklamasi timbunan (Siregar, 2015) Sistem reklamasi timbunan adalah reklamasi yang dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada diatas muka air laut tinggi (High water leverl). Sistem timbunan cocok dilakukan pada derah tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi, seperti di Karimunjawa, Indonesia. Untuk reklamasi pantai biasanya memerlukan material urugan yang cukup besar yang tidak hanya diperoleh dari sekitar pantai saja, tetapi dapat didatangkan dari beberapa kawasan lain yang memerlukan jasa angkutan (Siregar, 2015) Berdasarkan hasil survey lapang dan wawacancara nelayan setempat, gundukan tanah atau bisa juga disebut tanggul ini berbentuk huruf L. Di bagian tengah antar daratan dengan gundukan tanah tersebut awalnya adalah daratan dangkal, namun kini telah diurug sehingga kedalamannya bertambah. Sehingga pada saat surutpun kapalkapal masih bisa bersandar. Fungsi gundukan tanah atau tanggul adalah sebagai penghalang gelombang. Sedangkan bangunan milik Dinas Kelautan dan Perikanan diperkirakan berbentuk segitiga sama sisi yang mendatar. Terlihat dari bagian ujung dari luas bangunan tersbut menjorok kearah laut. Suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia pasti memiliki manfaat juga dampak pada sekelilingnya, begitu juga dengan kegiatam reklamasi pantai. Seperti yang ada di Karimunjawa, di suatu tempat terdapat gundukan tanah atau tanggul dan bangunan milik pemerintah yang berdiri bersebelahan. Untuk hasil pembangunan berupa gundukan tanah atau tanggul, masyarakat setempat khususnya nelayan cenderung melihat keuntungan dari hasil pembangunan berupa gundukan tanah tersebut. Karena gundukan tanah tersebut membantu dan memudahkan para nelayan untuk menyandarkan kapal-kapalnya. Sedangkan pendirian bangunan milik Dinas Kelautan dan Perikanan merupakan hasil pemekaran kawasan dari lahan yang semula tidak

berguna menjadi daerah yang benilai ekonomis tinggi. Selain itu, tempat ini juga di maksudkan untuk membantu menyalurkan masyarakat untuk bisa melakukan budidaya pada ikan seperti ikan kerapu. Bahan baku gundunkan tanah atau tanggul adalah batu kapur, rubble dan pasir. Proses pembuatannya dibantu dengan alat berat berupa Excavator, untuk biaya operator Excavator yakni sebesar Rp 150.000,-/hari (Carialatberat.com, 2015). Estimasi biaya yang dikeluarkan dalam pengerjaan tersebut sekitar 3 bulan dan sudah termasuk sewa alat sebesar Rp 75.000.000,-. Sedangkan bahan yang digunakan untuk pondasi bangun milik DKP yaitu pasir, batu pecah dan semen. Biaya pasir dan batu pecah per m 3 sebesar Rp 100.000,00 dan di tambahan dengan biaya semen 3 ton sebesar Rp 15.000.000,00 (@Rp 5.000/kg), serta biaya sewa alat penggiling (Molen) sebesar Rp 400.000,00/hari sudah termasuk bahan bakar (Gadingjaya.com, 2015), maka diestimasikan biaya yang dikeluarkan dalam pengerjaan tersebut selama kurang lebih satu tahun adalah sebesar Rp 4.000.000.000,- Kegiatan reklamasi pantai akan mengubah kondisi dan ekosistem pesisir dan tentunya tidak akan sebaik ekosistem yang alami. Bisa dikatakan dibalik dampak positif yang diberikan kedua bangunan, pasti ada dampak negatif yang ditimbulkan. Umumnya dari hasil reklamasi pantai yang paling sering terkena dampak negatif yakni alam. Terkadang kita tidak menyadari bahwa apa yang menurut kita baik seperti reklamasi pantai, belum tentu baik buat alam. Bahkan tidak menutup kemungkinan ekosistem yang ada akan rusak. Sama seperti halnya yang terjadi di Karimunjawa, gundukan tanah atau tanggul yang di dirikan memang menguntungkan bagi nelayan, namun disisi lain biota-biota yang semula hidup disana akan terganggu. Mungkin karena aktifitas perkapal, bakan bakar yang tumpah dan lain-lain. Sehingga biota atau organisme yang ditemukan jarang sekali, padahal di daerah tersebut terdapat ekosistem lamun.

Sedangkan pada bangunan milik Dinas yang bersebelahan dengan gundukan tanah tersebut, saat survey lapangan terlihat sangat sepi dan tidak aktifitas yang berarti. Selain itu, kondisinya pun kurang terawat, ini bisa menandakan bahwa pembangunan tersebut sia-sia. Selain itu, biota yang dahulu hidup di daerah tersebut pun terganggu. Sehingga harus pindah ke tempat yang lebih baik lagi (Siregar,2015) Reklamasi pantai seharusnya diarahkan pada tujuan utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Usaha reklamasi janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan komersial belaka. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat dilaksanakan dengan terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah. Perencanaan reklamasi harus diselaraskan dengan rencana tata ruang kota. Dan tidak kalah pentingnya adalah dengan melihat beberapa aspek dalam kegiatan reklamasi pantai yakni Aspek teknis meliputi hidro-oceanografi, hidrologi, batimetri, topografi, geomorfologi, dan/atau geoteknik ; Aspek lingkungan hidup yaitu aspek yang melihat kondisi lingkungan hidup yang meliputi kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas udara, kondisi ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang), flora dan fauna darat serta biota perairan ; Aspek sosial ekonomi meliputi demografi, akses publik, dan potensi relokasi (Sardiyatmo,2005).

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Kurangnya perhatian masyarakat terhadap dampak negatif yang ditimbulkan. Mereka masih menganggap bahwa selama kenyamanan hidup mereka tidak terganggu, dampak negatif belum merupakan ancaman. 2. Saran Reklamasi pantai seharusnya diarahkan pada tujuan utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Perencanaan reklamasi harus diselaraskan dengan rencana tata ruang kota.

DAFTAR PUSTAKA Cari Alat Berat. 2015. Jual dan Sewa Berbagai Alat Berat. http://www.carialatberat.com Gading Jaya Teknik. 2015. Menyewakan : Molen Beton, Vibrator, Satmper dan lainlain. Bekasi. http://www.gadingjaya.com Sardiyatmo. 2005. Kepedulian Masyarakat Pesisir Karimunjawa Terhadap Masalah Pencemaran. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang Siregar M. 2015. Dasar Hukum Pengaturan Dalam Penyelenggaraan Reklamasi Pantai di Kota Batam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan praktikum