DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SATINAN. bahwa berdasarkan standar internasional di bidang NOMOR 13 TAHUN bahwa korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung. Menimbang: a.

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, T

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENINGKATAN TRANSPARANSI PEMILIK PERPRES NO. 13 TAHUN 2018 DALAM PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME MANFAAT DARI KORPORASI SESUAI

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak As

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 38 /POJK.04/2014 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.05/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENGELOLA STATUTER PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA. BAB I KETENTUAN UMUM

^uur#i,io,',?i5n,u'o TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENAMBAHAN MODAL PERUSAHAAN TERBUKA TANPA MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAH

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2017, No Cara Pemblokiran dan Pembukaan Pemblokiran Akses Sistem Administrasi Badan Hukum Perseroan Terbatas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nom

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. PERSEROAN. Daftar. Badan Hukum. Data. Tata Cara.

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Nega

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI PENGGUNAAN UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK!NQONES!A SALIN AN

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 177, Tam

2017, No tentang Biaya Jasa Hukum Notaris untuk Pendirian Perseroan Terbatas bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah; Mengingat : 1. Undang-Undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2016, No penyelesaian sengketa di luar pengadilan, perlu mengatur mengenai mekanisme pemblokiran dan pembukaan pemblokiran akses sistem admini

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PIHAK PELAPOR DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara.

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan L

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana d

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2014, No Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2017 TENTANG PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH PERUSAHAAN TERBUKA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA NOMOR :... TENTANG DIVESTASI SAHAM

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL KEPADA BUMD PT PERDANA MULTIGUNA SARANA BANDUNG BARAT

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Ne

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KRITERIA DAN PENERBITAN DAFTAR EFEK SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme dapat mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, serta membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa berdasarkan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, perlu adanya pengaturan dan mekanisme untuk mengenali pemilik manfaat dari suatu korporasi guna memperoleh informasi mengenai pemilik manfaat yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum; c. bahwa korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, selama ini belum ada pengaturannya sehingga perlu mengatur penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406). MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME. 1 / 11

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 2. Pemilik Manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada Korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari Korporasi baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham Korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden ini. 3. Instansi Berwenang adalah instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang memiliki kewenangan pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, perizinan usaha, atau pembubaran Korporasi, atau lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan dan pengaturan bidang usaha Korporasi. 4. Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi adalah sistem administrasi yang diselenggarakan oleh Instansi Berwenang dalam pemberian pelayanan pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, perizinan usaha, atau pembubaran Korporasi, baik secara elektronik maupun nonelektronik. Pasal 2 (1) Pengaturan dalam Peraturan Presiden ini melingkupi penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi. (2) Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perseroan terbatas; b. yayasan; c. perkumpulan; d. koperasi; e. persekutuan komanditer; f. persekutuan firma; dan g. bentuk korporasi lainnya. BAB II PENETAPAN PEMILIK MANFAAT KORPORASI Pasal 3 (1) Setiap Korporasi wajib menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi. (2) Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit merupakan 1 (satu) personil yang memiliki masing-masing kriteria sesuai dengan bentuk Korporasi. 2 / 11

Pasal 4 (1) Pemilik Manfaat dari perseroan terbatas merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria: a. memiliki saham lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; b. memiliki hak suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; c. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh perseroan terbatas per tahun; d. memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris; e. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun; f. menerima manfaat dari perseroan terbatas; dan/atau g. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas. (2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d. Pasal 5 (1) Pemilik Manfaat dari yayasan merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria: a. memiliki kekayaan awal lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada yayasan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; b. memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan pembina, pengurus, dan pengawas yayasan; c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan yayasan tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun; d. menerima manfaat dari yayasan; dan/atau e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kekayaan lain atau penyertaan pada yayasan. (2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. Pasal 6 (1) Pemilik Manfaat dari perkumpulan merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria: a. memiliki sumber pendanaan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) pada perkumpulan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar; b. menerima hasil kegiatan usaha lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh perkumpulan per tahun; c. memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan pengurus dan pengawas perkumpulan; d. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perkumpulan tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun; e. menerima manfaat dari perkumpulan; dan/atau 3 / 11

f. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas sumber pendanaan perkumpulan. (2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c. Pasal 7 (1) Pemilik Manfaat dari koperasi merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria: a. menerima sisa hasil usaha lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh koperasi per tahun; b. memiliki kewenangan baik langsung maupun tidak langsung, dapat menunjuk atau memberhentikan pengurus dan pengawas koperasi; c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan koperasi tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun; d. menerima manfaat dari koperasi; dan/atau e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal koperasi. (2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. Pasal 8 (1) Pemilik Manfaat dari persekutuan komanditer merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria: a. memiliki modal dan/atau nilai barang yang disetorkan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sebagaimana tercantum dalam perikatan pendirian persekutuan komanditer; b. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh persekutuan komanditer per tahun; c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan persekutuan komanditer tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun; d. menerima manfaat dari persekutuan komanditer; dan/ atau e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal dan/atau nilai barang yang disetorkan pada persekutuan komanditer. (2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. Pasal 9 (1) Pemilik Manfaat dari persekutuan firma merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria: a. memiliki modal yang disetorkan lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sebagaimana tercantum dalam perikatan pendirian persekutuan firma; b. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh persekutuan firma per tahun; c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan persekutuan firma tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun; 4 / 11

d. menerima manfaat dari persekutuan firma; dan/atau e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal pada persekutuan firma. (2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. Pasal 10 (1) Pemilik Manfaat dari bentuk korporasi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf g merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria: a. memiliki modal, baik dalam bentuk uang atau aset lainnya yang bernilai lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sebagaimana tercantum dalam perikatan pendirian korporasi; b. menerima keuntungan atau laba lebih dari 25% (dua puluh lima persen) atau laba yang diperoleh korporasi per tahun; c. memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan korporasi tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun; d. menerima manfaat dari korporasi; dan/atau e. merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas modal yang disetorkan pada korporasi. (2) Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. Pasal 11 Korporasi menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi berdasarkan informasi yang diperoleh melalui: a. anggaran dasar termasuk dokumen perubahan anggaran dasar, dan/atau akta pendirian Korporasi; b. dokumen perikatan pendirian Korporasi; c. dokumen keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS), dokumen keputusan rapat organ yayasan, dokumen keputusan rapat pengurus, atau dokumen keputusan rapat anggota; d. informasi Instansi Berwenang; e. informasi lembaga swasta yang menerima penempatan atau pentransferan dana dalam rangka pembelian saham perseroan terbatas; f. informasi lembaga swasta yang memberikan atau menyediakan manfaat dari Korporasi bagi Pemilik Manfaat; g. pernyataan dari anggota direksi, anggota dewan komisaris, pembina, pengurus, pengawas, dan/atau pejabat/pegawai Korporasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya; h. dokumen yang dimiliki oleh Korporasi atau pihak lain yang menunjukkan bahwa orang perseorangan dimaksud merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas; i. dokumen yang dimiliki oleh Korporasi atau pihak lain yang menunjukkan bahwa orang perseorangan dimaksud merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kekayaan lain atau penyertaan pada Korporasi; dan/atau j. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Pasal 12 5 / 11

(1) Korporasi menentukan kategori penetapan Pemilik Manfaat dari Korporasi sesuai dengan informasi yang telah disampaikan oleh Korporasi kepada Instansi Berwenang. (2) Penentuan kategori penetapan Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menilai tingkat kualitas informasi Pemilik Manfaat. (3) Kategori penetapan Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagai berikut: a. teridentifikasinya Pemilik Manfaat; b. belum teridentifikasinya Pemilik Manfaat; atau c. belum terverifikasinya Pemilik Manfaat. (4) Teridentifikasinya Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan kategori Korporasi yang telah menetapkan Pemilik Manfaat setelah dilakukan identifikasi dan verifikasi Pemilik Manfaat dari Korporasi. (5) Belum teridentifikasinya Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan kategori Korporasi yang telah menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi, namun belum dilakukan identifikasi dan verifikasi. (6) Belum terverifikasinya Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan kategori Korporasi yang telah menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi setelah identifikasi dilakukan, namun verifikasi belum dilakukan. Pasal 13 (1) Selain Pemilik Manfaat yang telah ditetapkan oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Instansi Berwenang dapat menetapkan Pemilik Manfaat lain. (2) Penetapan Pemilik Manfaat lain oleh Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar penilaian Instansi Berwenang yang bersumber dari: a. hasil audit terhadap Korporasi yang dilakukan oleh Instansi Berwenang berdasarkan Peraturan Presiden ini; b. informasi instansi pemerintah atau lembaga swasta yang mengelola data dan/ atau informasi Pemilik Manfaat, dan/atau menerima laporan dari profesi tertentu yang memuat informasi Pemilik Manfaat; dan/atau c. informasi lain yang dapat dipertanggungiawabkan kebenarannya. (3) Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum untuk perseroan terbatas, yayasan, dan perkumpulan; b. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah untuk koperasi; c. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya; dan d. lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan dan pengaturan bidang usaha Korporasi. BAB III PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT Pasal 14 (1) Korporasi wajib menerapkan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi. 6 / 11

(2) Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjuk pejabat atau pegawai untuk: a. melaksanakan penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi; dan b. menyediakan informasi mengenai Korporasi dan Pemilik Manfaat dari Korporasi atas dasar permintaan Instansi Berwenang dan instansi penegak hukum. Pasal 15 (1) Prinsip mengenali Pemilik Manfaat oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 meliputi: a. identifikasi Pemilik Manfaat; dan b. verifikasi Pemilik Manfaat. (2) Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat oleh Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat: a. permohonan pendirian, pendaftaran, pengesahan, persetujuan, atau perizinan usaha Korporasi; dan/ atau b. Korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya. Pasal 16 (1) Korporasi melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a melalui pengumpulan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi. (2) Pengumpulan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup: a. nama lengkap; b. nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor; c. tempat dan tanggal lahir; d. kewarganegaraan; e. alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas; f. alamat di negara asal dalam hal warga negara asing; g. Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor identitas perpajakan yang sejenis; dan h. hubungan antara Korporasi dengan Pemilik Manfaat. (3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilengkapi dengan dokumen pendukung. Pasal 17 (1) Korporasi melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b melalui penelitian kesesuaian antara informasi Pemilik Manfaat dengan dokumen pendukung. (2) Dalam hal diperlukan, Instansi Berwenang dapat melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b. Pasal 18 (1) Korporasi wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang. (2) Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan surat pernyataan dari 7 / 11

Korporasi mengenai kebenaran informasi yang disampaikan kepada Instansi Berwenang. (3) Pihak yang dapat menyampaikan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi meliputi: a. pendiri atau pengurus Korporasi; b. notaris; atau c. pihak lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau pengurus Korporasi untuk menyampaikan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi. Pasal 19 (1) Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi pada saat permohonan pendirian, pendaftaran, pengesahan, persetujuan, atau perizinan usaha Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dilakukan melalui: a. penyampaian informasi Pemilik Manfaat dalam hal Korporasi telah menetapkan Pemilik Manfaat; atau b. penyampaian surat pernyataan kesediaan Korporasi untuk menyampaikan informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang dalam hal Korporasi belum menetapkan Pemilik Manfaat. (2) Korporasi yang belum menyampaikan informasi Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menetapkan dan menyampaikan informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Korporasi mendapat izin usaha/tanda terdaftar dari instansi/lembaga berwenang. (3) Korporasi menyampaikan informasi atau surat pernyataan Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) melalui Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi. Pasal 20 (1) Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi pada saat Korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan cara Korporasi menyampaikan setiap perubahan informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang melalui Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi. (2) Penyampaian perubahan informasi Pemilik Manfaat oleh Korporasi kepada Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak terjadinya perubahan informasi Pemilik Manfaat. Pasal 21 Korporasi wajib melakukan pengkinian informasi Pemilik Manfaat secara berkala setiap 1 (satu) tahun. Pasal 22 (1) Korporasi, notaris, atau pihak lain yang menerima kuasa dari Korporasi wajib menatausahakan dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak tanggal pendirian atau pengesahan Korporasi. (2) Dalam hal Korporasi bubar, likuidator wajib menatausahakan dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak pembubaran Korporasi. (3) Dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi: a. dokumen perubahan Pemilik Manfaat dari Korporasi; 8 / 11

b. dokumen pengkinian informasi Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; dan c. dokumen lain terkait informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi. BAB IV PENGAWASAN Pasal 23 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dilakukan oleh Instansi Berwenang. (2) Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Berwenang memiliki kewenangan: a. menetapkan regulasi atau pedoman sebagai pelaksanaan Peraturan Presiden ini sesuai dengan kewenangannya; b. melakukan audit terhadap Korporasi; dan c. mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini. (3) Pengawasan oleh Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. (4) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Berwenang bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. (5) Dalam hal diperlukan untuk kepentingan pengawasan, Instansi Berwenang dapat berkoordinasi dengan lembaga terkait sesuai dengan kewenangannya. Pasal 24 Korporasi yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 14, dan pasal 18 sampai dengan Pasal 22 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V KERJA SAMA DAN PERMINTAAN INFORMASI PEMILIK MANFAAT Bagian Kesatu Kerja Sama Informasi Pemilik Manfaat Pasal 25 Instansi Berwenang mengelola informasi mengenai Pemilik Manfaat yang disampaikan oleh Korporasi dalam Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi. Pasal 26 (1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme oleh Korporasi, Instansi Berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat dengan instansi peminta, baik dalam lingkup nasional maupun 9 / 11

internasional. (2) Pelaksanaan kerja sama pertukaran informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam lingkup nasional dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelaksanaan kerja sama pertukaran informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam lingkup internasional dilakukan oleh Instansi Berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang hubungan luar negeri dan perjanjian internasional. Pasal 27 (1) Kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat antara Instansi Berwenang dengan instansi peminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) berupa permintaan atau pemberian informasi Pemilik Manfaat secara elektronik atau non elektronik. (2) Instansi peminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. instansi penegak hukum; b. instansi pemerintah; dan c. otoritas berwenang negara atau yurisdiksi lain. (3) Pemberian informasi Pemilik Manfaat secara elektronik oleh Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemberian hak akses kepada instansi peminta. (4) Pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada kerja sama antara Instansi Berwenang dan instansi peminta. Pasal 28 (1) Selain dengan instansi peminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Instansi Berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat dengan pihak pelapor. (2) Pihak pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan setiap orang yang menurut peraturan perundang-undangan mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. (3) Pemberian informasi Pemilik Manfaat kepada pihak pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Instansi Berwenang dalam rangka penerapan prinsip mengenali pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Permintaan Informasi Pemilik Manfaat Pasal 29 (1) Setiap orang dapat meminta informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang. (2) Permintaan informasi mengenai Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keterbukaan informasi publik. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN 10 / 11

Pasal 30 Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Korporasi yang telah mendapatkan atau masih dalam proses pendaftaran, pengesahan, persetujuan, pemberitahuan, dan perizinan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib mengikuti penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Peraturan Presiden ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini berlaku. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Peraturan Presiden ini mulai berlaku diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 1 Maret 2018 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. JOKO WIDODO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 5 Maret 2018 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 23 11 / 11