SEJARAH PERKEMBANGAN JEMBATAN GANTUNG ULTRA-PANJANG. Oleh : Prof.DR.Ir. Wiratman Wangsadinata

dokumen-dokumen yang mirip
JEMBATAN GANTUNG ULTRA-PANJANG UNTUK JEMBATAN SELAT SUNDA

JEMBATAN SELAT SUNDA PENYEBERANGAN ANTARA JAWA DAN SUMATERA

JEMBATAN BENTANG PANJANG: KONSEP DAN KEBIJAKAN PERENCANAAN. Oleh: Dr. Ir. Mustazir Ir. Herry Vaza, MEngSc. Ir. Bambang Wikanta Ir.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. di wilayah Sulawesi terutama bagian utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

STRUKTURAL FUNICULAR: KABEL DAN PELENGKUNG

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

PERILAKU DINAMIS PORTAL BAJA BIDANG BERTINGKAT DENGAN VARIASI BUKAAN TITIK PUNCAK PENGAKU DIAGONAL GANDA K JURNAL. Disusun Oleh:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

1- PENDAHULUAN. Baja Sebagai Bahan Bangunan

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER UNTUK MENGURANGI PENGARUH BEBAN GEMPA PADA STRUKTUR BANGUNAN TINGGI DENGAN LAYOUT BANGUNAN BERBENTUK U

TATA CARA PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN GANTUNG UNTUK PEJALAN KAKI

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perencanaan suatu bangunan tahan gempa, filosofi yang banyak. digunakan hampir di seluruh negara di dunia yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung (PPTGIUG, 1981) maupun di

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

Penerbit Universiras SematangISBN X Judul Struktur Beton

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

TOPIK PEMBAHASAN : MODEL MODEL JEMBATAN

Gambar detail dari jembatan rangka

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR YANG SUDAH BERDIRI DENGAN UJI ANALISIS DAN UJI BEBAN (STUDI KASUS GEDUNG SETDA KABUPATEN BREBES)

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

PENGARUH ANGIN PADA BANGUNAN. 1. Perbedaan suhu yang horisontal akan menimbulkan tekanan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sistem Rangka Bracing Tipe V Terbalik

T I N J A U A N P U S T A K A

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 2

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

ANALISIS PERENCANAAN DINDING GESER DENGAN METODE STRUT AND TIE MODEL RIDWAN H PAKPAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

STUDI KOMPARASI SIMPANGAN BANGUNAN BAJA BERTINGKAT BANYAK YANG MENGGUNAKAN BRACING-X DAN BRACING-K AKIBAT BEBAN GEMPA

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DINAMIK STRUKTUR GEDUNG DUA TOWER YANG TERHUBUNG OLEH BALOK SKYBRIDGE

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 4 KAJIAN TEKNIS FLY OVER

PERBANDINGAN BERAT KUDA-KUDA (RANGKA) BAJA JENIS RANGKA HOWE DENGAN RANGKA PRATT

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

Transkripsi:

SEJARAH PERKEMBANGAN JEMBATAN GANTUNG ULTRA-PANJANG Oleh : Prof.DR.Ir. Wiratman Wangsadinata 1. BENTANG MAKSIMUM Dalam merencanakan jembatan gantung untuk menyeberangi suatu selat, pertanyaan pertama yang timbul adalah berapa panjang bentang maksimum yang dapat dipakai untuk penyeberangan tersebut. Bila kita tinjau sejarah jembatan gantung, peningkatan panjang bentang selalu berkaitan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Bentang-bentang yang lebih panjang mula-mula dicapai dengan mengganti kabel utama jembatan dari rantai besi menjadi kabel tali baja dengan kekuatan bajanya yang semakin meningkat. Tali baja standar untuk kabel utama jembatan gantung dewasa ini mempunyai kekuatan 1.770 MPa dan berat jenis 0,076 MN/m 3. Tetapi menjelang akhir abad ke duapuluh, peningkatan panjang bentang jembatan gantung yang pesat terutama disebabkan oleh pengetahuan yang semakin meningkat mengenai berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kinerja jembatan. Mari kita tinjau panjang bentang jembatanjembatan gantung sejak jembatan gantung modern pertama di Menai (Inggris) dengan bentang 177 meter selesai dibangun pada tahun 1826 sampai sekarang ini, seperti dicantumkan dalam Tabel 1 dan ditunjukkan dalam Gambar 1. Tabel 1. Jembatan gantung dengan lonjakan panjang bentang Tahun Nama Jembatan Negara Panjang bentang (m) 1826 Menai 1883 Brooklyn 1937 Golden Gate 1994 *) Selat Messina 2016 *) Selat Gibraltar *) perencanaan selesai Inggris Amerika Serikat Amerika Serikat Italia Spanyol/Maroko 177 486 1.280 3.300 5.000 Apabila data dalam Tabel 1 digambarkan ke dalam grafik dengan sumbu-x menunjukkan tahun dan sumbu-y menunjukkan panjang bentang dalam meter (lihat Gambar 2), maka titik-titik yang digambarkan tersebut terletak pada suatu kurva eksponensial berikut : y = 180 e 0,0175 x Kurva ini agaknya menunjukkan panjang bentang maksimum jembatan gantung yang dapat dicapai pada suatu saat dalam sejarah jembatan gantung dengan mengerahkan segala pengetahuan teknologi dan kekuatan bahan yang tersedia pada saat itu. 1

(a) (b) (c) Gambar 1. (d) Jembatan gantung dengan lonjakan panjang bentang, (a) Jembatan Menai (177 m), (b) Jembatan Brooklyn (486 m), (c) Jembatan Golden Gate (1.280 m), (d) Jembatan Selat Messina (3.300 m), (e) Jembatan Selat Gibraltar (5.000 m). (e) Sifat kurva yang eksponensial tadi menunjukkan, bahwa perkembangan teknologi jembatan gantung yang diwujudkan oleh panjang bentangnya, berjalan relatif lambat di waktu yang lalu, tetapi menjadi semakin cepat saat menjelang akhir abad ke duapuluh dan memasuki abad ke duapuluh satu. Mengingat penguasaan teknologi jembatan gantung pada pergantian abad nanti sudah mencapai tingkat yang sangat tinggi, maka peningkatan panjang bentang 10000 jembatan gantung lebih lanjut terutama akan disebabkan oleh pemakaian bahan kabel baru yang lebih kuat dan lebih ringan dari baja. Suatu bahan yang prospektif 9000 untuk itu adalah kabel Carbon Fiber Composite yang dibuat dalam bentuk tali (strand) seperti tali baja 8000 prategang biasa. Kekuatan bahan ini mencapai 2.070 MPa dengan berat jenis hanya 0,015 MN/m 3, jadi hanya 20% dari berat jenis baja. Jelaslah, bahwa bahan 7000 kabel yang 80% lebih ringan dari baja akan membawa dampak yang luar biasa terhadap perencanaan 6000 maupun pelaksanaan jembatan gantung. Sifat-sifat Carbon Fiber Composite Gibraltar Strait 2016 lainnya yang menguntungkan adalah ketahanannya terhadap Bentang 5000 pengaratan m dalam lingkungan 5000 yang asam maupun basa, daya redamnya yang baik, ketahanannya terhadap kelelahan dan 4000 relaksasi yang rendah akibat beban tarik yang bekerja tanpa henti. Namun demikian, y = 180 e mengingat kekuatan bahan ada 0.175 x Messina Strait 1994 Bentang 3300 m 3000 batasnya dan kemampuan manusia untuk meningkatkan kecanggihannya juga ada batasnya, maka dapat diperkirakan Akashi bahwa Kaikyo 1998 pada suatu saat di Golden Gate 1937 Bentang 1991 m 2000 abad ke duapuluh satu nanti kurva perkembangan Bentang 1280 m panjang bentang jembatan gantung akan Brooklyn 1883 Great Belt - East 1998 Menai 1826 Bentang 488 m mencapai suatu 1000 titik balik, dimana bentuk kurva beralih Humber 1981dari Bentang cembung 1624 m menjadi cekung Bentang 177 m Bentang 1410 m (lihat Gambar 2). Karena itu, sampai kapanpun kita tidak bakal dapat membuat jembatan 0 gantung dengan panjang bentang sampai katakanlah 10.000 meter. Berdasarkan kurva 1800 1825 1850 1875 1900 1925 1950 1975 2000 2025 2050 2075 ini, di abad ke duapuluh satu nanti dapat diperkirakan, bahwa panjang bentang Tahun maksimum jembatan gantung yang dapat dipakai untuk menyeberangi selat, misalnya Selat Sunda, adalah antara 3.000 meter dan 3.500 meter. Dengan sendirinya panjang bentang maksimum ini tidak harus diterapkan, apabila dengan bentang yang lebih pendek dapat diperoleh solusi yang lebih menguntungkan. Panjang Bentang 2

Gambar 2. Perkembangan panjang maksimum jembatan gantung. Tabel 2. Jembatan gantung berbentang panjang di dunia Tahun Nama Jembatan Negara Panjang bentang (m) 1964 1966 1999 1999 1931 1973 1988 1988 1957 1997 1937 1964 1997 1998 1981 1998 1998 2001? 2010??? Forth Road Ponte 25 de Abril Kurushima-2 Kurushima-3 George Washington Bosporus I Bosporus II Minami Bisan-Seto MacKinak Hoga Kusten Golden Gate Verrazano Narrows Tsing Ma Jiangsu Humber Great Belt-East Akashi Kaikyo Selat Bali Selat Sunda Selat Messina Selat Gibraltar Inggris Portugal Jepang Jepang Amerika Serikat Turki Turki Jepang Amerika Serikat Swedia Amerika Serikat Amerika Serikat Cina (Hongkong) Cina Inggris Denmark Jepang Indonesia Indonesia Italia Spanyol/Maroko 1.006 1.013 1.020 1.030 1.067 1.074 1.090 1.100 1.158 1.210 1.280 1.298 1.377 1.385 1.410 1.624 1.991 2.100 >3.000 3.300 5.000 Bila sekarang kita gambarkan data jembatan gantung dengan panjang bentang lebih dari 1.000 meter seperti tercantum dalam Tabel 2 ke dalam Gambar 2, maka akan terlihat bahwa titik-titiknya akan jatuh di bawah kurva. Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai berikut : - para perencananya tidak memanfaatkan penuh teknologi jembatan gantung dan kekuatan bahan yang tersedia pada saat itu untuk mencapai panjang bentang yang maksimum, atau - memang tidak diperlukan pemakaian panjang bentang sampai yang maksimum, sebab dengan panjang bentang yang lebih pendek diperoleh solusi yang lebih menguntungkan. 2. LATAR BELAKANG ILMIAH DARI PERKEMBANGAN PANJANG BENTANG Seperti sudah dikatakan, peningkatan panjang bentang jembatan gantung selalu berkaitan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Lebih khusus lagi perkembangan tersebut menyangkut butir-butir perencanaan sebagai berikut : - karakteristik kekakuan dari pilon, kabel dan dek, yang menentukan respons dinamik jembatan terhadap gerakan tanah akibat gempa dan terhadap pembebanan angin; - bentuk aerodinamik dari penampang dek, yang menentukan besarnya desakan (drag), hempasan turbulen (buffeting) dan gaya pusaran (vortex shedding) akibat angin; 3

- geometri kabel dan konfigurasi dari dek yang bersama-sama menentukan ragam vibrasi lateral dan torsional, yang selanjutnya menentukan kepekaan gelepar (flutter sensitivity) terhadap angin. Dalam sejarah jembatan gantung, peningkatan panjang bentang tercerminkan oleh peningkatan kemampuan para perencananya dalam menangani ke tiga butir perencanaan di atas. Dalam perkembangan ini dapat dilihat adanya tiga generasi jembatan gantung berturut-turut yang dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut : Generasi Pertama Generasi ini mencakup jembatan gantung klasik dan konvensional. Berhubung dalam perkembangan awalnya jarak yang harus dibentangi hanya beberapa ratus meter saja, beban gravitasi adalah beban yang paling dominan bekerja pada jembatan, mengingat beban angin memang belum terlalu besar. Pengaruh dinamik dari angin mungkin sudah cukup berarti, mengingat cukup banyak kegagalan jembatan gantung yang dilaporkan telah terjadi dalam peristiwa-peristiwa angin kencang. Akan tetapi kejadiankejadian tersebut tidak begitu dimengerti untuk jangka waktu yang lama. Kekakuan geometrik dari kabel tidak terlalu besar, sehingga diperlukan adanya dek yang kaku dan berat yang melahirkan konsep gelegar rangka pengaku, seperti jelas ditunjukkan oleh Jembatan Golden Gate (1937) dengan panjang bentang 1.280 meter dan tinggi gelegar rangka pengaku 7,6 meter dan Jembatan Verrazano Narrows (1964) dengan panjang bentang 1.298 meter dan tinggi gelegar rangka pengaku 7,3 meter. Mengenai perilaku jembatan gantung dari Generasi Pertama terhadap gempa dapat dikatakan, bahwa mengingat pilon dan gelegar rangka pengaku keduanya merupakan unsur-unsur struktur yang kaku, maka keduanya akan mengalami getaran respons yang kuat oleh gerakan tanah. Usaha-usaha lebih lanjut untuk meningkatkan panjang bentang telah menemui kesulitan, mengingat beban mati meningkat dan kontribusi dari dek terhadap kekakuan total mengecil. Peningkatan beban mati memerlukan gelegar rangka pengaku yang lebih tinggi dan lebih berat. Akibatnya, terjadilah peningkatan pengaruh angin berupa desakan pada gelegar rangka pengaku yang tidak lagi dapat ditampung oleh kekakuan lentur dari sistem dek yang ada, sehingga harus dipikulkan kepada kekakuan geometrik gantungan jembatan, yang kemudian dilimpahkan kepada kabel-kabel utama dan seterusnya ke puncak-puncak pilon. Semua faktor ini memerlukan dimensi yang lebih besar dari penggantung, kabel utama dan pilonnya. Peningkatan pengaruh angin terutama terjadi dalam bentuk peningkatan hempasan turbulen, gaya pusaran dan gejala klasik yang disebut gelepar itu. Mengingat gelegar rangka pengaku bersama dengan konfigurasi deknya tidak dapat menghasilkan kekakuan torsional yang besar dari sistem, maka hal-hal tersebut menyebabkan terjadinya kepekaan yang tinggi terhadap gelepar, artinya jembatan memiliki kecepatan angin kritis yang rendah. Berhubung dengan adanya kendala-kendala di atas, jembatan gantung dari Generasi Pertama tidak dapat mempunyai panjang bentang lebih dari sekitar 2.000 meter. Batas ini sudah tercapai oleh Jembatan Akashi Kaikyo (1998) dengan panjang bentang 1.991 meter dan tinggi gelegar rangka pengaku 14 meter (lihat Gambar 3 dan 5(a)). 4

Generasi Kedua Untuk mencapai bentang-bentang yang lebih panjang dan sekaligus pemakaian bahan yang lebih ekonomis, maka jelas perencanaan jembatan gantung harus menjurus ke hal-hal sebagai berikut : - beban mati harus diusahakan seminimal mungkin dengan menerapkan konfigurasi dek yang ringan; - pengaruh angin dalam bentuk desakan, hempasan turbulen dan gaya pusaran harus diusahakan seminimal mungkin dengan menerapkan bentuk-bentuk aerodinamik pada penampang dek dan meninggalkan sistem gelegar rangka pengaku yang tinggi dan berat; - kepekaan gelepar harus diusahakan seminimal mungkin dengan menerapkan suatu konfigurasi dek, yang dengan geometri kabelnya menghasilkan kekakuan torsional yang tinggi. Untuk menjawab persoalan di atas, maka lahirlah suatu konsep baru jembatan gantung Generasi Kedua yang memakai suatu sistem dek berupa kotak (box) tunggal tertutup yang terbentuk oleh panel-panel baja yang diberi pengaku-pengaku. Berat sendiri dek menjadi ringan dan dengan memberi bentuk penampang dek yang aerodinamik, sistem tersebut mampu menghindari desakan, hempasan turbulen dan gaya pusaran yang besar. Di samping itu, penampang dek yang berupa kotak tunggal tertutup dengan 5

konfigurasi kabel yang ada menghasilkan kekakuan torsional yang baik, yang menghasilkan kepekaan gelepar yang rendah, berarti jembatan memiliki kecepatan angin kritis yang tinggi. Mengenai perilaku jembatan gantung dari Generasi Kedua terhadap gempa dapat dikatakan, bahwa deknya yang relatif fleksibel akan mengalami getaran respons yang relatif lemah oleh gerakan tanah; hanya pilonnya yang masih relatif kaku yang mengalami getaran respons yang relatif kuat. Dua buah contoh jembatan gantung dari Generasi Kedua adalah Jembatan Severn (1966) dengan panjang bentang 988 meter dan tinggi dek 3,05 meter dan Jembatan Humber (1981) dengan panjang bentang 1.410 meter dan tinggi dek 3,82 meter. Untuk mencapai panjang bentang yang lebih besar, diperlukan tinggi penampang dek yang lebih besar untuk menghasilkan kekakuan yang diperlukan, yang bertentangan dengan syarat untuk mengusahakan berat sendiri dan pengaruh angin (desakan, hempasan turbulen dan gaya pusaran) yang sekecil-kecilnya. Faktor-faktor yang saling berlawanan inilah yang menyebabkan jembatan gantung dari Generasi Kedua tidak dapat mencapai panjang bentang lebih dari sekitar 2.000 meter. Jembatan Great Belt-East (1998) dengan panjang bentang 1.624 meter dan tinggi dek 4,35 meter merupakan suatu jembatan gantung Generasi Kedua yang sudah hampir mencapai batas panjang bentang maksimumnya (lihat Gambar 4 dan 5(b)). Generasi Ketiga 6

Untuk membentangi jarak lebih dari 2.000 meter, suatu penyempurnaan lebih lanjut dari Generasi Kedua perlu dilakukan, khususnya mengenai konfigurasi deknya. Untuk mencapai berat sendiri dek yang kecil, tinggi dek harus diusahakan sekecil-kecilnya. Mengingat dek yang rendah dengan penampang kotak hanya dapat menghasilkan kekakuan torsional yang tinggi bila terdapat beberapa buah kotak, maka dibuatlah suatu sistem dek multi-kotak dengan tinggi yang kecil. Dengan memberikan bentuk aerodinamik yang baik pada masing-masing kotak tersebut, terciptalah bentuk-bentuk yang menyerupai sayap pesawat terbang dan karenanya masing-masing kotak disebut unsur sayap. Dengan demikian, desakan, hempasan turbulen dan gaya pusaran dapat dibatasi. Suatu rasio yang baik antara frikuensi ragam torsional dan ragam lateral menghasilkan kepekaan terhadap gelepar yang sangat rendah atau kecepatan angin kritis yang sangat tinggi. Hal-hal di atas merupakan ciri-ciri jembatan gantung dari General Ketiga. Karena panjang bentang jembatan-jembatan gantung dari Generasi Ketiga relatif sangat besar, maka pilonnya menjadi relatif sangat tinggi untuk mempertahankan rasio yang baik antara tinggi busur (sag) dan bentang kabel utama. Dengan demikian, pilonpilon menjadi relatif sangat fleksibel, lebih-lebih deknya. Bila jembatan gantung dari Generasi Ketiga ini mengalami gerakan tanah akibat gempa, maka yang mengalami getaran respons yang kuat hanyalah pilon-pilonnya, yang karena kekakuannya yang relatif kecil berperilaku sebagai isolator alas yang mencegah merambatnya gelombang gempa lebih lanjut, sehingga deknya tetap relatif tenang. Contoh pertama jembatan gantung dari Generasi Ketiga adalah Jembatan Selat Messina (perencanaan oleh Stretto di Messina telah selesai tahun 1994). Panjang bentangnya adalah 3.300 meter yang memikul lantai kendaraan 6 jalur terpisah, jalan kereta rel lintasan ganda, jalur-jalur darurat dan pemeliharaan serta jalur-jalur tepi untuk pejalan kaki. Penampang dek menunjukkan konsep triple-kotak, dengan masing-masing kotak mempunyai bentuk aerodinamik yang sangat baik dengan tinggi dek hanya 3 meter. Kotak yang tengah memikul lintasan ganda jalan kereta rel, sedangkan masing-masing kotak samping memikul lantai kendaraan untuk 3 jalur dan jalur tepi untuk pejalan kaki. Ketiga buah kotak tersebut dihubungkan yang satu dengan lainnya melalui balok-balok melintang dengan tinggi tidak lebih dari 4,5 meter yang terdapat setiap 30 meter dengan suatu ruang kosong di antara masing-masing kotak. Ruang-ruang kosong ini ditutup oleh suatu kisi-kisi yang meloloskan angin, sehingga hal itu dapat mengurangi gaya angkat dan momen aerodinamik. Di samping itu, ruang-ruang yang ditutup dengan kisi-kisi ini juga dimanfaatkan sebagai jalur darurat dan pemeliharaan. Walaupun perencanaan jembatan ini telah selesai tahun 1994, tetapi tidak diketahui kapan pelaksanaannya akan dimulai (lihat Gambar 1(d) dan 5(c). Contoh kedua jembatan gantung dari Generasi Ketiga adalah Jembatan Selat Bali, suatu usulan BOT kepada Departemen Pekerjaan Umum (perencana Brown Beech & Associates). Jembatan ini mempunyai panjang bentang 2.100 meter dan dalam tahapnya yang terakhir akan memikul lantai kendaraan untuk 6 jalur terpisah. Jembatan-jembatan ultra-panjang dari Generasi Ketiga lainnya yang saat ini sedang direncanakan adalah di Jepang (Teluk Tokyo) dan di Venezuella (Maracaibo). Panjang bentang maksimum yang dapat dicapai oleh jembatan gantung Generasi 24.50 7 4.35

Ketiga ini diperkirakan sekitar 5.000 meter, yang ditunjukkan oleh Jembatan Selat Gibraltar. Pada jembatan ini dipakai sistem hibrida, dimana pilon-pilonnya dibuat dengan sistem cable stayed. Walaupun rencana dasar jembatan ini yang dibuat oleh T.Y. Lin International telah selesai tahun 1992, tetapi tidak diketahui kapan proses perencanaannya akan dilanjutkan (lihat Gambar 1(c)). Gambar 5. Penampang dek jembatan gantung, (a) dari Jembatan Akashi Kaikyo (Generasi Pertama), (b) dari Jembatan Great Belt-East (Generasi Kedua) dan (c) dari Jembatan Selat Messina (Generasi Ketiga). Untuk menunjukkan perbedaan perilaku dinamik jembatan gantung dari masingmasing generasi, di dalam Gambar 5 ditunjukkan penampang dek jembatan gantung yang mewakili masing-masing generasi. Seperti dari gambar ini dapat dilihat, konfigurasi dek (a) (c) (b) 3.00 4.50 dari jembatan gantung Generasi Ketiga memberikan berat sendiri yang relatif paling ringan dengan kemampuan menghindari pengaruh aerodinamik angin yang relatif paling baik. Dengan konfirgurasi dek seperti ditunjukkan dalam Gambar 5, masing-masing generasi jembatan gantung menunjukkan karakteristik dinamik berupa frikuensi pertama ragam torsional, frikuensi pertama ragam lateral dan kecepatan angin kritis yang menimbulkan gejala gelepar seperti ditunjukkan dalam Tabel 3. Di dalam Tabel 3 rasio antara frikuensi pertama ragam torsional dan ragam lateral merupakan indikator kepekaan jembatan terhadap gelepar. Rasio ini selalu harus lebih besar dari 1 nilainya. Apabila rasio tersebut tepat sama dengan 1, maka ragam torsional menjadi identik dengan ragam lateral dan timbullah instabilitas gelepar. Keadaan seperti inilah yang telah terjadi pada Jembatan Tacoma Narrows Pertama dengan panjang bentang 854 meter, yang telah runtuh akibat instabilitas gelepar pada tanggal 7 Nopember 1940 hanya empat bulan setelah dibuka, akibat angin dengan kecepatan hanya 70 km/jam (19 m/det) (lihat Gambar 6). Dari Tabel 3 dapat dilihat, bahwa jembatan gantung dari Generasi Ketiga yang diwakili oleh Jembatan Selat Messina, menunjukkan kecepatan angin kritis yang sangat tinggi, yaitu 90 m/det (324 km/jam). Berhubung di Selat Messina angin dengan kecepatan 60 m/det (216 km/jam) merupakan angin dengan periode ulang 2.000 tahun, maka dapat dikatakan angin dengan kecepatan kritis tersebut tidak pernah akan terjadi. Hal ini berarti, bahwa Jembatan Selat Messina adalah bebas gelepar. Tabel 3. Karakteristik dinamik dan kecepatan angin kritis jembatan gantung Panjang Jenis Frikuensi Frikuensi Rasio Kecepatan (c) 8

Nama Jembatan bentang (m) dek pertama ragam lateral (Hz) pertama ragam torsional (Hz) frikuensi pertama ragam torsional dan lateral angin kritis (m/det) Generasi Pertama Innoshima (Jepang) Minami-Bisan Seto (Jepang) Akashi Kaikyo (Jepang) 770 1.100 1.991 rangka rangka rangka 0,178 0,126 0,064 0,374 0,324 0,142 2,10 2,57 2,22 66 80 78 Generasi Kedua Severn (Inggris) Humber (Inggris) Great Belt-East (Denmark) 988 1.410 1.624 kotak tunggal kotak tunggal kotak tunggal 0,143 0,100 0,099 0,374 0,280 0,272 2,62 2,80 2,75 65 60 70 Generasi Ketiga Selat Bali (Indonesia) Selat Sunda (Indonesia) Selat Messina (Italia) Selat Gibraltar (Spanyol/ Maroko) 2.100 >3.000 3.300 5.000 multi kotak multi kotak multi kotak multi kotak 0,060 0,080 1,33 90 Gambar 6. Jembatan Gantung Tacoma Narrows Pertama (854 m) yang runtuh akibat instabilitas gelepar oleh angin dengan kecepatan hanya 70 km/jam pada tanggal 7 Nopember 1940. 9

Secara umum dapat dikatakan, bahwa jembatan gantung sangat tahan terhadap pengaruh gempa. Hal ini telah dibuktikan oleh Jembatan Akashi Kaikyo, ketika pada tahap pelaksanaan yang sudah lanjut dilanda gempa yang sangat kuat, yaitu Gempa Kobe pada tanggal 17 Januari 1995 dengan magnitude 7,2 menurut Skala Richter dan dengan pusat gempa dekat dari lokasi jembatan. Akibat gempa ini pilon kedua dan blok jangkar yang terdekat dari pilon itu bersama-sama bergeser sekitar 1 meter menjauhi pilon yang pertama. Pada saat yang sama pilon pertama naik setinggi 0,2 meter, sedangkan pilon kedua turun sedalam 0,3 meter. Ternyata akibat perubahan-perubahan tersebut jembatan hanya mengalami sedikit kerusakan pada salah satu blok jangkarnya, sedangkan pada struktur jembatannya sendiri sama sekali tidak terjadi sesuatu kerusakan. Perpindahan pilon yang saling menjauhi inilah yang menyebabkan panjang bentang yang tadinya (dalam rencana) 1.990 meter, sekarang dengan resmi dinyatakan 1.991 meter. Kegempaan yang kuat dari Selat Sunda merupakan salah satu alasan mengapa dipilih jembatan gantung dan bukan terowongan di bawah dasar laut sebagai sarana penyeberangan. Dari uraian di atas jelaslah, bahwa dalam merencanakan jembatan gantung baru untuk menyeberangi suatu selat, konsep Generasi Pertama dengan memakai gelegar rangka pengaku dan konsep Generasi Kedua dengan memakai sistem dek berupa kotak tunggal seyogyanya tidak ditinjau lagi, kecuali untuk jembatan-jembatan gantung berbentang pendek (sampai beberapa ratus meter) yang tidak memerlukan kecanggihan yang tinggi. Untuk membentangi Selat Sunda dengan palung-palung lautnya yang lebar dan dalam, dengan sendirinya harus dipilih jembatan gantung dari Generasi Ketiga. 3. PERKEMBANGAN DI INDONESIA Jembatan-jembatan gantung yang sudah ada di Indonesia dan yang masih dalam tahap pelaksanaan, mempunyai panjang bentang beberapa ratus meter saja, belum melampaui 1.000 meter. Di dalam Tabel 4 ditunjukkan jembatan-jembatan gantung tersebut, dimana terlihat bahwa tiga jembatan gantung yang pertama, yaitu Jembatan Sungai Membramo (235 meter), Jembatan Sungai Barito (240 meter) dan Jembatan Sungai Mahakam II (270 meter) adalah masih dari Generasi Pertama. Hal ini adalah mengingat bentangnya yang relatif masih pendek (beberapa ratus meter) dan pelaksanaannya yang lebih mudah untuk lokasi-lokasinya yang terpencil. (a) (b) 10

(c) (d) Gambar 7. Jembatan-jembatan gantung di Indonesia, (a) Jembatan S. Membramo (235 m), (b) Jembatan S. Barito (240 m), (c) Jembatan S. Mahakam II (270 m) dan (d) Jembatan S. Batam-Tonton (350 m, cable-stayed). Tabel 4. Jembatan-jembatan gantung di Indonesia Tahun Nama Jembatan Panjang Bentang (m) Generasi 1996 1997 1998 1998 2001? 2010? Sungai Membramo Sungai Barito Sungai Mahakam II Selat Batam-Tonton Selat Bali Selat Sunda 235 240 270 350 2.100 >3.000 Pertama Pertama Pertama Kedua (cable-stayed) Ketiga Ketiga Jembatan antara Pulau Batam dan Pulau Tonton, salah satu dari enam jembatan Barelang, sebenarnya bukan jembatan gantung, tetapi jembatan cable-stayed. Untuk jembatan jenis ini panjang bentang 350 meter termasuk cukup panjang. Dengan deknya yang berupa kotak tunggal dengan bentuk aerodinamik, konsepnya adalah setara dengan konsep jembatan gantung Generasi Kedua. Jembatan Selat Bali dengan panjang bentang 2.100 meter, seperti sudah dikatakan di muka, masih merupakan usulan BOT kepada Departemen Pekerjaan Umum, sedangkan Jembatan Selat Sunda dengan panjang bentang lebih dari 3.000 meter (lihat Gambar 8) baru akan dimulai studi kelayakan dan rencana dasarnya. Keduanya termasuk dalam jembatan Tri Nusa Bima Sakti, dan akan direncanakan menurut konsep teknologi jembatan gantung mutakhir, yaitu konsep Generasi Ketiga. 11

Gambar 8. Jembatan Selat Sunda (impresi artis) dengan konsep Generasi Ketiga. 12