133 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dalam studi dan analisis wacana percakapan terhadap strip komik Baby Blues terdapat tiga permasalahan yang menjadi tujuan penelitiannya. Pertama, mengetahui jenis-jenis wacana dialog dan menganalisis wacana percakapan yang terdapat dalam strip komik Baby Blues. Kedua adalah untuk mendeskripsikan bentuk bentuk pelanggaran atas prinsip kerja sama pada percakapan dalam strip komik Baby Blues. Dan yang terakhir, menjelaskan fungsi pragmatis pelanggaran prinsip kerja sama pada percakapan dalam strip komik Baby Blues. Pertama, setelah melakukan analisis wacana percakapan pada strip komik Baby Blues, hasil studi menunjukkan bahwa ada banyak yang sangat menarik untuk dikaji dalam sebuah percakapan. Wacana percakapan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu wacana dialog dan wacana percakapan. Dalam wacana dialog, biasanya jumlah partisipan yang terlibat hanyalah dua orang saja. Dalam dialog itu sendiri, akan terbagi menjadi dua macam yaitu dialog sederhana dan dialog kompleks. Meskipun demikian, dalam kenyataannya dialog sederhana akan jarang ditemui dikarenakan para partisipan ketika melakukan percakapan akan sambung menyambung sehingga memungkinkan terjadinya dialog kompleks. Dialog kompleks dibagi
134 menjadi dua tipe, yaitu dialog kompleks dengan satu pertukaran dan dialog kompleks dengan dua pertukaran atau lebih. Terdapat tiga tahapan dalam sebuah dialog, yaitu inisiasi (I), respon (R), dan yang terakhir adalah feedback/follow up (F). Tahap (I) merupakan tahapan untuk mengawali sebuah dialog yang selanjutnya akan diikuti oleh tahap (R) sebagai tanggapan atau respon terhadap (I). Kemudian tahap (F) merupakan tahap untuk memberikan kesimpulan dari tahapan (I) dan juga (R). Akan tetapi, tidak semua percakapan akan ditemukan atau memiliki tahap (F) karena hal ini sangat ditentukan oleh para partisipan yang telibat di dalam percakapan tersebut. Dalam sebuah percakapan juga memungkinkan munculnya tahapan lain selain ketiga tahapan yang telah disebutkan di atas. Hal tersebut sesuai yang disampaikan oleh Wijana (1995: 341) bahwa terdapat tahapan (Ir) yang terletak ditengah-tengah antara (I) dan (R), sehingga akan tercipta formulasi I-R-Ir-R-(F). Sementara itu, Cutting (2008) menambahkan fungsi dari masing-masing tahapan tersebut di atas, yaitu (I) berfungsi untuk memberikan informasi atau untuk meminta tanggapan lawan tutur, (R) memiliki fungsi untuk memberikan tanggapan atau respon kepada penutur, dan (F) berfungsi untuk menunjukkan bentuk penerimaan atau juga evaluasi atas apa yang dituturkan oleh lawan tutur. Jadi, penelitian dalam sebuah dialog dapat dilakukan berdasarkan dua hal yaitu berdasarkan tipe serta fungsinya. Selanjutnya, terdapat tiga organisasi utama dan paling penting ketika melakukan analisis wacana percakapan, yaitu turn-taking, adjacency pairs, serta sequences. Dari analisis yang telah dilakukan, ditemukan
135 bahwa setiap organisasi tersebut akan dilakukan secara berkesinambungan. Pada bagian turn-taking (giliran berbicara), penulis menemukan bahwa giliran berbicara dalam sebuah percakapan tidak terjadi secara semestinya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, meliputi overlap, interruption, attribute silence serta repair. Sedangkan pada pembahasan adjacency pairs (pasangan berdampingan). Pasangan-pasangan yang sesuai tersebut disebut preferred. Sebaliknya, pasangan berdampingan yang tidak sesuai atau tidak berjalan dengan baik disebut dengan dispreferred. Tentang dispreferred adjacency pair yang disampikan oleh Cutting (2008),Wijana (1995) menyampikan ide yang sejalan yaitu tentang unexpectedness. Unexpectedness adalah suatu keadaan dimana pola adjacency pair terjadi tidak semestinya dan fungi dari unexpectedness adalah untuk menimbulkan kelucuan atau humor dalam konteks strip komik ini. Pada analisis terakhir, terdapat urutan-urutan yang terdapat dalam sebuah percakapan (sequence), yaitu meliputi pembukaan (opening), percakapan berlangsung (insertion), dan urutan terakhir adalah penutupan (closing). Dalam pembahasan tentang urutan percakapan ini, penulis mempergunakan pendapat Finnegan (1992) sebagai patokan dalam analisisnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa masih terjadi ketidaklancaran dalam proses percakapan dalam strip komik Baby Blues. Hal tersebut terjadi dikarenakan partisipan yang terlibat di dalam percakapan menjadi faktor utama kelancaran dalam sebuah percakapan tersebut.
136 Kedua, penulis membahas dan memberikan contoh-contoh tentang pelanggarapan prinsip kerja sama yang terdapat pada percakapan dalam strip komik Baby Blues. Pelanggaran-pelanggaran yang terdapat di sini akan memunculkan kelucuan sehingga membuat pembaca atau pun penikmat strip komik tertawa. Pelanggaran prinsip kerja sama yang dibahas meliputi pelanggaran maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan/cara. Ketika pelanggaran pada sebuah maksim terjadi, biasanya akan mengakibatkan pelanggaran maksim yang lain. Misalnya, ketika pembicaraan dalam percakapan tersebut ambigu, hal tersebut melanggar maksim cara. Pelanggaran tersebut melebar menjadi pelanggaran maksim kualitas atau maksim kuantitas yang berakibat tidak efektifnya atau berbelitbelitnya sebuah percakapan karena informasi berlebihan yang disampaikan. Namun pelanggaran-pelanggaran tersebut memang sengaja diciptakan oleh si pembuat komik agar pembaca komik menyadari dan menikmati efek dari pelanggaran maksim tersebut, yaitu kelucuan yang menjadi ciri khas dari sebuah komik. Ketiga, dari hasil analisis dan pembahasan tentang fungsi pragmatis yang terdapat dalam pelanggaran prinsip kerja sama dalam strip komik Baby Blues, ditemukan fungsi asertif, fungsi direktif, fungsi ekspresif, fungsi komisif, dan fungsi deklaratif. Kelima fungsi tersebut memiliki fungsi turunan, yaitu fungsi asertif yang bertujuan untuk menyatakan, membual, mengeluh, melaporkan, dan berpendapat. Fungsi direktif memiliki tujuan untuk menyuruh dan menyarankan. Fungsi ekspresif bertujuan untuk menyindir, meminta maaf, serta memuji. Fungsi komisif bertujuan untuk
137 menawarkan sesuatu. Serta fungsi deklaratif yang memiliki tujuan untuk memutuskan, melarang, dan juga menggolongkan. 5.2. Saran Dari kesimpulan yang telah disebutkan sebelumnya dan untuk keperluan penelitian lebih lanjut, penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Peneliti yang berminat untuk meneliti di bidang yang sama, yaitu analisis wacana percakapan dalam bahasa Inggris, sebaiknya menggunakan sampel data berupa percakapan dalam kehidupan sehari-hari (data lisan) Hal tersebut disebabkan karena data yang didapatkan akan lebih original dan akan memungkinkan ditemukannya jenis-jenis dialog ataupun percakapan yang lebih banyak dan lebih variatif dibandingkan dengan apa yang sudah pernah diteliti dan ditemukan selama ini. 2. Jika peneliti ingin menganalisis tentang wacana percakapan, penulis menyarankan untuk mengambil objek penelitian yang berbeda. Sejauh ini yang sudah beberapa kali diteliti adalah film dan juga komik. Bagi peneliti yang memang tertarik untuk tetap melakukan penelitian analisis wacana percakapan dengan objek film, penulis menyarankan agar membuat transkripsi data sendiri dan tidak mengambil dari internet, karena validitas tidak terjamin. Penelitian mengenai wacana percakapan memberikan peran penting dalam kajian pragmatik karena percakapan merupakan suatu aktifitas
138 yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari oleh manusia. Hasil dari penelitian itu sendiri dapat dipergunakan acuan untuk mengetahui kesesuaian antara teori percakapan dengan percakapan pada prakteknya. Oleh karena hal tersebutlah, akan masih memungkinkan jika ada para peneliti yang ingin melakukan penelitian terkait dengan analisis wacana percakapan, dengan harapan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan penelitian kebahasaan.