Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika

dokumen-dokumen yang mirip
LITERASI MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Danuri Dosen Program Studi PGSD FKIP UPY Kata Kunci: Literasi Matematika Sekolah Dasar (SD)

HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

Pemanfaatan ICT Dalam Literasi Matematika

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

KETERKAITAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

Pembelajaran Matematika dengan Problem Based Learning Sebagai Bagian dalam Membudayakan Literasi Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BRAIN-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIS SISWA. Iwan Kuswidi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

Kata kunci: manik-manik, kontekstual, konvensional.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematika dan Kerja Sama Siswa SMAN 4 Semarang Melalui Model Learning Cycle 5E

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP DI PONTIANAK

Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mendukung Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas VIII

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

STANDAR PENJAMINAN MUTU PMRI. Quality Assurance Conference Jogyakarta, April 2009

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

Literasi Matematis dan Upaya Pengembangannya dalam Pembelajaran di Kelas

BAB II KAJIAN TEORITIS

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia pada Materi Lingkaran untuk Siswa Kelas VIII SMP

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SEKILAS TENTANG PMRI. Oleh Shahibul Ahyan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Mengembangkan Literasi Matematika Siswa Sekolah Dasar melalui Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia

RME SEBAGAI ALTERNATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MEMBANGUN GENERASI KREATIF DAN BERKARAKTER

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika juga mempunyai peranan dalam berbagai disiplin ilmu lain,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

Melatih Literasi Matematika Siswa dengan Soal PISA Nabilah Mansur Pascasarjana, Universitas Negeri Malang, Malang

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya. prestasi matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

BAB II. sumber belajar, lingkungan belajar dan pendekatan pembeajaran yang digunakan.

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KHETRINA CITRA PUSPITA SARI 1 DWI AVITA NURHIDAYAH, M. Pd 2 1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2. Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

Peran Kemampuan Literasi Matematis pada Pembelajaran Matematika Abad-21

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL SERUPA PISA PADA SISWA KELAS VIII NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

Materi Bilangan Bulat dan Pecahan untuk Siswa SMP/MTs dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

Transkripsi:

PRISMA 1 (2018) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika Wulida Arina Najwa Pascasarjana, Universitas Negeri Malang, Malang najwaarina@gmail.com Abstrak Dalam rangka memperbaiki kemampuan membaca siswa, pemerintah menggagas Gerakan Literasi Sekolah. Tujuan utamanya adalah menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dalam pengembangannya, kegiatan Gerakan Literasi Sekolah ini diterapkan dalam setiap mata pelajaran. Bentuk pembelajarannya akan berbeda beda pada tiap mata pelajaran karena setiap mata pelajaran mempunyai ciri khas masing masing. Kegiatan literasi dalam pembelajaran matematika salah satunya dengan membelajarkan literasi matematika. Ada beberapa pendekatan yang bisa mendukung literasi matematika, salah satunya adalah realistik matematika. Beberapa pendidik di Indonesia mengadaptasi Realistic Mathematics Education (RME) menjadi Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang berupa penggunaan konteks, penggunaan model, penggunaan kreasi dan kontribusi siswa, interaktifitas, keterkaitan, serta penggunaan karakteristik alam dan budaya Indonesia. Karakteristik PMRI tersebut sejalan dengan literasi matematika menurut PISA. Literasi matematika merupakan kemampuan individu untuk merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan. Tiga proses tersebut dikenal sebagai matematisasi menurut PISA. Oleh karena itu, pendekatan PMRI bisa diaplikasikan sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika. Kata Kunci: PMRI, Gerakan Literasi Sekolah PENDAHULUAN Berdasarkan Kemendikbud (2016:1) Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf. Dari data UNDP tahun 2014 diketahui bahwa tingkat kemelekhurufan masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk dewasa, dan 98,8% untuk remaja. Angka ini sebenarnya sudah menunjukan bahwa tingkat kemelekhurufan masayarakat sudah tinggi. Namun capaian ini tidak didukung oleh tingginya minat baca. Dalam rangka memperbaiki kemampuan membaca siswa, pemerintah menggagas Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan tersebut dapat dilakukan dalam beberapa tahap. Tidak hanya menyediakan waktu untuk siswa membaca, tetapi Gerakan Literasi Sekolah juga dapat diterapkan dalam setiap mata pelajaran sesuai kurikulumnya. Setiap mata pelajaran selalu memiliki ciri khas masing masing sehingga dalam kurikulum terdapat perbedaan pengaturan. Karena perbedaan tersebut, maka menurut Kemendikbud (2016:30) pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan pun berbeda antar mata pelajaran, termasuk bagaimana menerapkan pembelajaran literasinya. Literasi pembelajaran dalam matematika bisa berupa literasi matematika yang menurut PISA (2012) ada tiga proses yaitu merumuskan, menggunakan, menafsirkan. 575

Menurut Sari (2015:718) literasi matematika harus didukung oleh pendekatan pembelajaran yang sesuai, sehingga pengalaman literasi bisa dirasakan oleh siswa. Salah satu pembelajaran yang mendukung literasi matematika adalah pendekatan matematika realistik. Wardono (2013:66) menyampaikan bahwa Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) sebagai pendekatan yang diadaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME) dapat menimbulkan dampak positif terhadap kemampuan literasi siswa dalam pemecahan masalah. PEMBAHASAN Gerakan Literasi Sekolah Kemdikbud (2016:17) mengungkapkan bahwa Gerakan Literasi Sekolah merupakan suatu gerakan sosial yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah. Untuk mewujudkannya, dilakukan pembiasaan selama 15 menit membaca. Diharapkan setelah kebiasaan membaca ini terbentuk maka akan ada tindak lanjut berupa tahap pengembangan dan tahap pembelajaran. Tujuan umum Gerakan Literasi Sekolah menurut Kemdikbud (2016:5) adalah menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Kemudian secara lebih spesifik, dijelaskan juga tujuan khusus Gerakan Literasi Sekolah ini untuk (1) Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah, (2) Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat, (3) Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan, (4) Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca. Program Gerakan Literasi Sekolah dilaksanakan secara bertahap untuk mengantisipasi kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Pada program jangka panjangnya, Gerakan Literasi Sekolah dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu: Pembiasaan, Pengembangan dan pembelajaran. Dijelaskan dalam kemendikbud (2016:27) bahwa tahap pertama pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah berupa pembiasaan berdasarkan Permendikbud No.23 Tahun 2015 bahwa minat baca ditumbuhkan dengan kegiatan rutin 15 menit membaca. Kemudian tahap kedua berupa pengembangan yang menurut kemendikbud (2016:28) ditandai dengan mengaitkan bacaan siswa dengan pengalaman pribadi yang dimilikinya, berfikir kritis dan dapat mengolah komunikasi secara lebih efektif. Tahap ketiga dalam pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah adalah pembelajaran, yaitu pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi yang disesuaiakan dengan tagihan kurikulum 2013. Pendidikan Matematika realistik Indonesia (PMRI) Di awal tahun 1970-an Realistic Mathematics Education (RME) telah berhasil diterapkan di Belanda dan beberapa negara lain seperti Amerika Serikat. RME merupakan suatu salah satu pendekatan yang menggunakan permasalahan sebagai perantara pembelajaran. Terinspirasi dari RME tersebut, sekelompok pendidik matematika di Indonesia menggagas sebuah pendekatan bernama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Berdasarkan Hadi (2012) PMRI mengadopsi prinsip dan karakteristik dalam RME namun tetap disesuaikan dengan budaya Indonesia. PRISMA 1, 2018 576

PMRI mengacu pada kemahiran matematika berdasarkan standar kompetensi yang dikeluarkan oleh Balitbang Depdiknas tahun 2003, yaitu penalaran, komunikasi, pemecahan masalah dan keterkaitan antar pokok bahasan. Siswa dituntut untuk dapat mengembangkan pengetahuan yang dimiliki menjadi suatu ide matematika sehingga dapat menentukan strategi untuk menyelesaikan permasalahan, kemudian solusi yang ditemukan pada permasalahan tersebut harus ditafsirkan dalam konteks nyata. Hal ini sejalan dengan pendapat Yuwono (2001:15) bahwa peran guru ialah sebagai pendamping siswa dalam berfikir, sehingga siswa tidak berbelok ke pokok bahasan lain ketika akan menyelesaikan suatu masalah. Proses utama dalam pembelajaran PMRI Meskipun PMRI didaptasi dari pembelajaran RME, tetapi PMRI dikembangkan dan disesuaikan dengan konteks dan budaya yang ada di Indonesia (Hadi,2012). Maka dari itu, konteks yang dipakai dalam permasalahan diusahakan berupa kejadian kejadian yang bisa dibayangkan oleh siswa. Pembelajaran PMRI lebih menekankan pada proses dari pada hasil, hal ini sejalan dengan Wijaya (2012:41) yang menyatakan bahwa dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata. Menurut Yuwono (2001:22) ada dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan matematiasi vertikal. Pematematikaan horizontal berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya, sedangkan pematematikaan vertikal berkaitan dengan proses organisasi kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol simbol yang lebih abstrak. Karakteristik PMRI menuurt Sembiring dkk (2010:160) diantaranya adalah sebagai berikut: (a) Penggunaan konteks pada eksplorasi. Wijaya (2012:21) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran matematika realistik, konteks digunakan sebagai titik awal pembelajaran. Konteks yang dimaksud dalam hal ini tidak hanya berupa permasalahan yang ada di dunia nyata, namun mungkin juga berupa permainan, alat peraga, atau situasi lain yang dapat dibayangkan oleh siswa. Kemudian Yuwono (2005:11) menjelaskan bahwa siswa dikenalkan pada konsep dan abstraksi melalui hal hal yang konkret dan diawali dari pengalaman serta lingkungan sekitar siswa; (b) Penggunaan Model. Jembatan dari pengetahuan matematika yang bersifat konkrit menuju matematika formal yang bersifat abstrak kemudian dikenal sebagai model menurut Wijaya (2012:22). Kemudian Yuwono (2005:11) menjelaskan bahwa model bisa berupa benda manipulatif, skema, atau diagram yang berfungsi untuk menjembatani kesenjangan antara konkret dengan abstrak atau dari abstraksi yang satu ke abstraksi selanjutnya. Yuwono (2005:10) mengungkapkan bahwa pada awalnya, model matematika itu berupa model situasi yang telah dimiliki siswa berdasarkan pengalaman siswa sebelumnya (model of). Melalui proses generalisasi dan formalisasi, model itu akhirnya dirumuskan dalam bentuk model matematika yang formal (model for); (c) Penggunaan kreasi dan kontribusi siswa. Wijaya (2012:22) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran, konsep matematika tidak diperoleh sebagai bentuk jadi yang langsung digunakan, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuannya. Siswa memiliki kebebasan untuk menyusun strategi sehingga masalah akan terselesaikan. Melalui cara ini diharapkan akan muncul strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan kontruksi siswa selanjutnya digunakan untuk membangun konsep matematika. Dengan demikian, siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruksi matematika berdasarkan PRISMA 1, 2018 577

masalah yang diberikan dengan pendampingan guru sehingga diperoleh konsep matematika formal; (d) Interaktifitas. Proses belajar siswa akan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan ide ide yang mereka miliki. Karena menurut Wijaya (2012:23) melalui interaksi, siswa dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif secara bersamaan. Dengan demikian, siswa difasilitasi untuk dapat berinteraksi dengan siswa lain, guru, dan lingkungan; (e) Keterkaitan. Konsep matematika tidak bersifat parsial, melainkan banyak terkait satu sama lain, seperti yang diungkapkan Wijaya (2012:23). Dengan demikian, siswa harus diberikan kesempatan untuk menggunakan pengetahuan matematika yang mereka miliki dalam usaha menemukan konsep materi baru; (f) Menggunakan karakteristik alam dan budaya Indonesia. Menurut Soedjadi (2007) selain lima karakteristik dasar diatas, untuk memberikan ciri khas Indonesia, maka ditambahkan karakteristik keenam yaitu mencirikan khas alam dan budaya Indonesia. Tujuannya yaitu untuk mendekatkan konteks yang diberikan dengan kehidupan sehari hari siswa sehingga akan menambah pemahaman siswa terhadap konsep yang diberikan. Untuk mendukung pembelajaran PMRI seperti yang diharapkan, Sembiring dkk (2010:159) juga menjelaskan standart guru PMRI, standart pembelajaran PMRI hingga standart bahan ajar PMRI. Standart guru PMRI terdiri dari: (a) Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang matematika dan PMRI serta dapat menerapkannya dalam pembelajaran matematika untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif; (b) Guru memfasilitasi siswa dalam berpikir, berdiskusi, dan bernegosiasi untuk mendorong inisiatif dan kreativitas siswa; (c) Guru mendampingi dan mendorong siswa agar berani mengungkapkan gagasan dan menemukan strategi pemecahan masalah menurut mereka sendiri; (d) Guru mengelola kelas sedemikian rupa sehingga mendorong siswa bekerja sama dan berdiskusi dalam rangka pengkonstruksian pengetahuan; (e) Guru bersama siswa menyimpulkan fakta, konsep, dan prinsip matematika melalui proses refleksi dan konfirmasi. Sedangkan standar Pembelajaran Menurut PMRI terdiri dari : (a) Pembelajaran dapat memenuhi tuntutan ketercapaian kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam kurikulum; (b) Pembelajaran diawali dengan masalah realistik sehingga siswa termotivasi dan terbantu belajar matematika; (c) Pembelajaran memberi kesempatan pada siswa untuk mengeksplorasi masalah yang diberikan guru dan berdiskusi sehingga siswa dapat saling belajar dalam rangka pengkonstruksian pengetahuan; (d) Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat pembelajaran lebih bermakna dan membentuk pengetahuan yang utuh; (e) Pembelajaran di akhiri dengan refleksi dan konfirmasi untuk menyimpulkan fakta, konsep, dan prinsip matematika yang telah dipelajari dan dilanjutkan dengan latihan untuk memperkuat pemahaman. Selain, standar guru dan standar pembelajaran, standar bahan ajar juga menjadi salah satu komponen yang penting. Standar Bahan Ajar PMRI terdiri dari : (a) Bahan ajar yang disusun sesuai dengan kurikulum yang berlaku; (b) Bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk memotivasi siswa dan membantu siswa belajar matematika; (c) Bahan ajar memuat berbagai konsep matematika yang saling terkait sehingga siswa memperoleh pengetahuan matematika yang bermakna dan utuh; (d) Bahan ajar memuat materi pengayaan yang mengakomodasi perbedaan cara dan kemampuan berpikir siswa; (e) Bahan ajar disajikan sedemikian rupa sehingga memotivasi siswa berpikir kritis, kreatif dan inovatif serta berinteraksi dalam belajar. PRISMA 1, 2018 578

Pembelajaran PMRI dalam Gerakan Literasi Sekolah Kemdikbud (2016: 37) menjelaskan bahwa setiap mata pelajaran memiliki ciri khas yang berbeda beda dalam tujuan, ruang lingkup hingga strategi penyampaian. Oleh karena itu, dalam setiap kurikulum, setiap mata pelajaran memiliki perbedaan pengaturan. Karena setiap mata pelajaran memiliki ciri khas, maka pelaksanaan pembelajaran dan bagaimana penerapan literasinya tentu berbeda beda. Penerapan literasi dalam pelajaran matematika tidak dapat disamakan dengan bahasa Inggris maupun mata pelajaran yang lain. PISA (2012:25) menjelaskan bahwa: Mathematical literacy is an individual s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts and tools to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to recognise the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective citizens Literasi matematika adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika ke dalam berbagai konteks. Hal itu meliputi alasan dan penggunaan konsep matematika, prosedur, fakta dan alat untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi. Hal ini membantu individu untuk mengenali aturan matematika dalam kehidupan dan membuat keputusan yang dibutuhkan oleh masyarakat konstruktif dan reflektif. Literasi matematika sangat dekat hubungannya dengan menyelesaikan permasalahan matematika pada masalah sehari hari. Proses penyelesaian masalah nyata dalam matematika menjadi penting dalam literasi matematika berdasarkan Sari (2015:715). Proses penyelesaian masalah tersebut dalam PISA (2012:26) disebut oleh matematisasi. Tahapan tahapan matematisasi PISA dijelaskan sebagai berikut: Gambar 1. Tahapan matematisasi PISA (PISA, 2012:26) Berdasarkan PISA (2012:26), tiga proses matematisasi meliputi merumuskan, menggunakan, menafsirkan. Sedangkan mengevaluasi termasuk dalam proses menafsirkan. Siklus tersebut dimulai dari masalah nyata yang di rumuskan dalam masalah matematika yang digunakan untuk mencari solusi dari masalah matematika tersebuut. Solusi yang telah di dapatkan lalu di tafsirkan ke dalam solusi permasalahan nyata. Tahap terakhir, hasil tafsiran dari solusi permasalahan nyata di evaluasi kembali ke dalam masalah nyata. Menurut Sari (2015: 718) Terdapat banyak pendekatan pembelajaran yang dapat menunjang literasi matematika diantaranya adalah pendekatan Realistik matematika, problem based learning, problem solving, dan contextual teaching learning. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan yang di adaptasi oleh Realisic Mathematics Education (RME) tetapi dikembangkan dan disesuaikan dengan konteks dan budaya yang ada di Indonesia (Hadi,2012). PRISMA 1, 2018 579

Karakteristik PMRI menurut Sembiring dkk (2010:160) yaitu Penggunaan konteks pada eksplorasi, Penggunaan Model, Penggunaan kreasi dan kontribusi siswa, Interaktifitas, Keterkaitan, dan Menggunakan karakteristik alam dan budaya Indonesia. Karakteristik tersebut sesuai dengan matematiasi PISA (2012:26) yang meliputi merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan. Mulanya siswa dibentuk dalam beberapa kelompok dan diajak untuk membaca terlebih dahulu permasalahan yang diberikan. Permasalahan yang disajikan sudah disesuaikan dengan alam dan budaya Indonesia sehingga siswa mudah untuk memahami dan tidak asing dengan cerita yang disajikan. Dari permasalahan yang telah dibaca dan dipahami, siswa diberikan kebebasan untuk menuangkan cerita tersebut dalam bentuk gambar atau diagram atau representasi yang lain, proses ini dinamakan model of. Representasi yang telah dibuat siswa selanjutnya di ubah dalam bentuk matematis, proses inilah yang disebut model for, hal ini berdasarkan Yuwono (2005:10). Tahap ini sesuai dengan proses matematisasi PISA berupa merumuskan, yaitu merumuskan model matematika dari permasalahan nyata yang diberikan. Setelah mendapatkan bentuk matematisnya, siswa harus berdiskusi untuk menyelesaikannya dengan kemampuan yang telah dimiiki sebelumnya, langkah ini disebut dengan keterkaitan. Karakteristik keterkaitan ini sesuai dengan proses matematisasi PISA yang berupa menggunakan, yaitu menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menyelesaikan model matematika yang dibuat. Hasil yang diperoleh dari diskusi sebagai kontribusi siswa berupa solusi dari permasalahan matematis kemudian ditafsirkan dalam permasalahan nyata yang diberikan di awal. Langkah ini sesuai proses matematisasi PISA berupa menafsirkan. Dalam proses menafsirkan, sekelompok siswa juga mengevaluasi jawaban dengan memeriksa ulang jawaban yang diperoleh dengan permasalahan yang diberikan. SIMPULAN Gerakan Literasi Sekolah merupakan suatu gerakan sosial yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah. Untuk mewujudkannya, dilakukan pembiasaan selama 15 menit membaca. Diharapkan setelah kebiasaan membaca ini terbentuk maka akan ada tindak lanjut berupa tahap pengembangan dan tahap pembelajaran. Tahap ketiga dalam pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah adalah pembelajaran, yaitu pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi yang disesuaiakan dengan tagihan kurikulum 2013. Karena setiap mata pelajaran memiliki ciri khas masing masing maka bentuk pembelajaran penerapan literasi akan berbeda beda pula. Penerapan literasi dalam pembelajaran matematika bisa berupa literasi matematika yang menurut PISA berupa 3 proses matematisasi yaitu merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan. Beberapa pendekatan pembelajaran dalam matematika bisa memberikan pengalaman siswa terhadap literasi matematika, salah satunya adalah Realistic Mathematics Education (RME). Sekelompok pendidik ahli matematika kemudian mengadaptasi RME menjadi Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Karakteristik PMRI sama dengan karakteristik RME, hanya saja ditambah dengan penggunaan karakteristik alam dan budaya Indonesia sehingga dalam memahami konsep siswa menjadi lebih mudah karena konteksnya dekat dengan kehidupan mereka. Karakteristik PMRI diantaranya penggunaan konteks, penggunaan PRISMA 1, 2018 580

model, penggunaan kreasi dan kontribusi siswa, interaktifitas, keterkaitan, serta penggunaan karakteristik alam dan budaya Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Sari, RHN. 2015. Literasi Matematika: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika UNY, Yogyakarta,14 November 2015. Kemendikbud. 2016. Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemendikbud. 2016. Manual Pendukung Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Programme for International Student Assesment (PISA). 2012. PISA 2012 Assesment and Analytical Framework. OECD: OECD Publishing. Wardono.2013. Peningkatan Literasi Matematika Melalui Pembelajaran Inovatif Berpenilaian Programme For International Student Assesment. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Evaluasi Pembelajaran, Jurusan S2 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan UNNES, Semarang,13 Juli 2013. Hadi. 2012. Reforming Mathematics Learning in Indonesian Classroom through RME. Jurnal ZDM Mathematics Education (2008) 40:927 939. Diakses 20 Agustus 2017. Permendikbud. 2015. Permendikbud No.23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Jakarta: Depdikbud Soedjadi. 2007. Dasar Dasar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia. Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 1,No 2 Juli 2007. Balitbang. 2003. Standar Kompetensi Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta : Depdiknas. Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta : Graha Ilmu. Yuwono, Ipung. 2001. Pembelajaran Matematika Secara Membumi. Malang : Universitas Negeri Malang. Yuwono, Ipung. 2005. Pembelajaran Matematika Secara Membumi. Malang : Universitas Negeri Malang. Sembiring, R.K., Hoogland, K. & Dolk, M. 2010. A decade of PMRI in Indonesia. Bandung-Utrecht: APS International. PRISMA 1, 2018 581