BAB I PENDAHULUAN. dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1

dokumen-dokumen yang mirip
PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PEMERKOSAAN YANG BERUSIA LANJUT NASKAH PUBLIKASI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DOMESTIK

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Van Hamel, Tindak pidana adalah kelakuan orang (menselijke

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang besar. Perubahan tersebut membawa dampak, yaitu munculnya problema-problema terutama dalam lingkungan pada

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

I. PENDAHULUAN. kebijakan sosial baik oleh lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

Kajian yuridis terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak geng nero (studi kasus di Pengadilan Negeri Pati)

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. 36 Tahun Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 3

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

I. PENDAHULUAN. dan undang-undang yang berlaku. Meskipun menganut sistem hukum positif,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara yang berdasarkan pada hukum yang mana sistem yang dianut adalah sistem konstitusionalisme. Pemerintahaan Indonesia berdasar atas konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Hal ini sudah dipertegas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke-3 Pasal 1 ayat (3) berbunyi; Negara Indonesia adalah Negara hukum. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum atau sumber hukum yang tertinggi di dalam sistem atau tata hukum Indonesia. Pada intinya pancasila bertujuan untuk mencapai kesusilaan, keselarasan, dan keseimbangan, serta, kemampuan untuk mengayomi masyarakat bangsa, dan negara. 1 Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (IPTEK), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks. perilaku yang demikian apabila ditinjau dari segi hukum, tentunya ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada yang dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran dari norma. Perilaku yang menyimpang dari norma biasanya akan menjadikan suatu permasalahan baru di bidang hukum dan merugikan masyarakat. 2 Kejahatan yang dihadapi oleh manusia mengakibatkan masalah yang dihadapi oleh manusia menjadi datang silih berganti, sehingga dapatlah 1 Natangsa Surbakti, 2010, Filsafat Hukum, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal.126-129 2 Bambang Waluyo, 2000, Pidana dan Pemidanaan,Jakarta: Sinar Grafika, hal.3 1

2 dikatakan bahwa hal tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk yang kehilangan arah dan tujuan dimana manusia mempunyai ambisi, keinginan, tuntutan, yang dibalut dengan nafsu. Akan tetapi, karena hasrat yang berlebihan gagal dikendalikan dan dididik, maka mengakibatkan masalahmasalah yang dihadapinya semakin bertambah banyak dan beragam. Kejahatan yang terjadi dewasa ini bukan hanya menyangkut kejahatan terhadap nyawa dan harta benda saja, akan tetapi kejahatan terhadap kesusilaan, seperti pelecehan dan tindak kekerasan seksual. Masalah kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan (crime againts humanity) atau kesusilaan. 3 Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat berakibat fatal bagi korban-korbannya karena hal tersebut sering terjadi pada suatu krisis sosial dimana keadaan tersebut tidak lepas dari peranan kaidah sosial yang ada. Hingga kini masih merupakan suatu yang sifatnya kontraversional di masyarakat kita setiap terjadi kasus pelecehan seksual diatur atau tidak seringkali masih dijumpai pendapat yang beragam, terutama yang terkait dengan apakah suatu tindakan itu termasuk pelecehan seksual atau bukan dan lebih beragam lagi jika ditanya latar belakang tindakan tersebut. Tindak kekerasan seksual dapat terjadi pada siapapun dan dapat dilakukan oleh siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak tanpa 3 Abdul Wahid dan Muhammad Irvan, 2001, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi atas Hak Asasi Perempuan ), Bandung: Refika Aditama, hal.25

3 memandang usia. Bahkan lanjut usia melakukan tindakan tersebut. Hal ini disebabkan lanjut usia juga masih memiliki minat terhadap lawan jenis dikarenakan lanjut usia juga masih memiliki nafsu seksual yang efektif seperti halnya sama dengan orang dewasa. Hal tersebut ditunjukkan dengan usaha berkunjung ke lawan jenis. Dengan adanya fenomena tersebut menunjukkan bahwa orang lanjut usia (manula) sekalipun sering melakukan tindak pidana kekerasan seksual atau pemerkosaan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, faktorfaktor yang mempengaruhi lanjut usia melakukan tindak pidana perkosaan tersebut adalah: (a) Lingkungan yang mendukung pelaku dalam melakukan tindak pidana; (b) Lingkup pergaulan pelaku; (c) Faktor ekonomi; (d) Faktor kepribadian pelaku yang rentan sehingga secara spontan melakukan tindak pidana perkosaan tanpa memperhatikan dampaknya. 4 Untuk mengantisipasi atas kejahatan yang dilakukan oleh lanjut usia, keluarga atau pihak terkait harus memberikan perhatian atau penanganan yang lebih intensif agar tindakan-tindakan pemerkosaan tidak terjadi, hal ini bisa dilakukan dengan : (a) Melakukan penyuluhan untuk upaya preventif tindak pidana perkosaan, (b) Membuka unit layanan khusus untuk kekerasan terhadap korban, dan (c) Melakukan penanganan terhadap kasus tindak pidana perkosaan yang terjadi sebagai upaya shock therapy terhadap mereka yang potensial untuk melakukan tindak pidana perkosaan khususnya, dan kekerasan terhadap perempuan secara umum. 5 4 Maria, Ulfa, Dalam makalah Perkosaan Yang dilakukan oleh Lanjut Usia dan Penanggulangannya, http://www.mariaulfa.umm.pdf diakses Rabu, 15 Februari 2011 6:25. 5 Ibid

4 Sebagai salah satu dari pelaksanaan hukum yaitu hakim diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk menerima, memeriksa, serta memutus suatu perkara pidana. Oleh karena itu hakim dalam mengenai suatu perkara harus dapat berbuat adil sebagai seorang hakim dalam memberikan putusan kemungkinan dipengaruhi oleh hal yang ada pada dirinya dan sekitarnya karena pengaruh dari faktor agama, kebudayaan, pendidikan, nilai, norma, dan sebagainya sehingga dapat dimungkinkan adanya perbedaan cara pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan dalam memberikan putusan. 6 Dengan berdsarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud ingin mendalaminya lebih dalam dan menuangkannya dalam sebuah penulisan yang berbentuk penulisan hukum dengan judul: PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU PEMERKOSAAN YANG BERUSIA LANJUT. B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah Agar penulisan ini tidak terlalu luas dan mempermudah penulis dalam membuat penulisan, maka penulisan ini akan dibatasi pada pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut: 1. Pertimbangan-pertimbangan apa saja yang digunakan hakim dalam memutus tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh lansia? 6 Oemar Seno Aji, 1997, Hukum Hakim Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 12

5 2. Apakah ada perbedaan putusan pemidanaan terhadap putusan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut dengan orang dewasa? 3. Bagaimanakah proses penyelesaian hukum dalam tindak pidana terhadap pelaku pemerkosaan yang berusia lanjut? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam suatu kegiatan penelitian, selalu memiliki tujuan tertentu, tujuan tersebut diperlukan untuk memberi arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian dan berdasarkan pada permasalahan yang ada. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat tersaji data yang akurat sehingga data tersebut dapat diteliti. Penelitian ini disusun dengan tujuan tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Subjektif a. Untuk memperoleh data yang akan penulis pergunakan dalam penyusunan skripsi. b. Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori tentang ilmu hukum yang sudah penulis peroleh, khususnya tentang teori-teori dibidang hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. c. Untuk melatih kemampuan penulis dalam penyusunan skripsi dengan harapan dapat bermanfaat dikemudian hari.

6 2. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutus pelaku tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut. b. Untuk mengetahui perbandingan atas putusan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut dengan orang dewasa. Penelitian ini dilakukan dengan harapan akan dapat memberikan manfaat yaitu: 1) Manfaat Teoritis a. Memberi wawasan mengenai pemidanaan dan penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut. b. Mengetahui dan memberikan gambaran mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana, khususnya tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh lansia. 2) Manfaat Praktis Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum maupun masyarakat pada umumnya terkait dengan pemidanaan terhadap pelaku pemerkosaan yang berusia lanjut.

7 D. Kerangka Teori Hukum Pidana adalah aturan hukum yang mengikat kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. 7 Hukum Pidana apabila dipandang dalam secara, didalamnya ada tiga permasalahan pokok yaitu: 1) Tindak Pidana, 2) Pertanggungjawaban Pidana, 3) Pidana. 8 Tindak Pidana ialah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana. 9 Dalam pembagiannya tindak pidana dibagi menjadi beberapa macam jenis tindak pidana yaitu: 1) tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, 2) Tindak pidana formal dan tindak pidana materiel, 3) tindak pidana dengan kesengajaan dan tindak pidana dengan kealpaan, 4) tindak pidana aduan dan tindak pidana bukan aduan, 5) tindak pidana commissionis, omissionis dan commissionis per omisionem commisa, 6) delik yang berlangsung terus dan delik yang tidak berlangsung terus, 7) delik tunggal dan delik berganda, 8) tindak pidana sederhana dan ada pemberatannya, 9) tindak pidana ringan dan tindak pidana berat, 10) tindak pidana ekonomi dan politik. 10 Dengan demikian tindak pidana perkosaan merupakan suatu fenomena kejahatan kesusilaan yang mengakibatkan penderitaan, melanggar suatu aturan hukum, yang juga 7 Sudarto, 1990, Hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum UNDIP Semarang, hal.19 8 Sudaryono, Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana I, Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 5 9 Ibid, hal. 112 10 Ibid, hal. 131-138

8 disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Di dalam KUHP disebutkan bahwa perkosaan merupakan perbuatan memaksa seseorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia diluar pernikahan. 11 Sanksi hukum yang harus diterima oleh pemerkosa telah diatur dalam ketentuan, yaitu Pasal 285 dan Pasal 291 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari penuaan. Pengertian lanjut usia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. 12 Ada beberapa pendapat mengenai batas usia kemunduran. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas. Sedangkan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan Penghidupan Orang Jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Demikian juga batasan lanjut usia menurut para ahli yakni Prayitno mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 Tahun keatas, tidak 11 Suryono Ekotama, 2001, A Bortus Provocatus Bagi Korban Perkosaan, Yogyakarta : Universitas Atmajaya Yogyakarta, hal. 96 12 Ratna Suhartini, Lanjut usia tinjauan lanjut usia, dalam http://www.damandiri.or. Id/file/Ratna Suhartni unnair bab 2, pdf diakses Jum at, 20 Januari 2011 13:55

9 mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untukkeperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. 13 Menurut Saprinah bahwa usia 55 sampai 65 Tahun merupakna kelompok umur yang mencapai tahap pra enisium. Pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh / kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. 14 Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dalam penjelasan umumnya memuat pernyataan bahwa tujuan pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana dan anak pidana untuk menyesali perbuataanya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tingi nilainilai moral, sosial, dan keagamaan, sehingga tercapai tujuan kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. E. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Adapun Metode Penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Jenis pendekatan yang penulis gunakan adalah yuridis normatif, yang mana metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian 13 Scribd.com, Jum at, 20 Januari 2011, 14:29 WIB: Makalah Lansia, dalam http://www.scribd.com/doc/59040479. 14 Ibid

10 hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustakaan yang ada. 15 Kemudian dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pida perkosaan yang berusia lanjut dan ketentuan hukum acaranya. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penulisan yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek dan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak. 16 Alasan-alasan menggunakan penelitian deskriptif untuk memberikan suatu gambaran, lukisan, dan memaparkan segala sesuatu yang nyata yang berhubungan dengan putusan pemidanaan atas tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut. 3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Wonogiri dan Pengadilan Negeri Purwodadi. Pengambilan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa sumber data yang dimungkinkan dan memungkinkan untuk dilakukan penelitian. 4. Jenis Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data sebagai berikut : 15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, Hal. 23 16 Soerjono dan Abdurahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, Hal. 23

11 a. Data Primer Data yang diperoleh berupa sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung dari lokasi penelitian Pengadilan Negeri Wonogiri dan Pengadilan Negeri Purwodadi dan hasil wawancara Hakim Pengadilan Negeri Wonogiri dan Pengadilan Negeri Purwodadi, yang pernah mengadili dan memutus kasus tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut. b. Data Sekunder Sumber-sumber data yang terkait secara langsung dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini data sekunder terdiri dari sejumlah data yang diperoleh dari buku-buku literatur, perundang-undangan dan putusan hakim Pengadilan Negeri Wonogiri dan Pengadilan Negeri Purwodadi mengenai kasus yang terkait. 5. Metode Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan cara sebagai berikut : a. Studi Wawancara Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait secara langsung dengan data yang diperlukan, yaitu dengan Hakim Pengadilan Negeri Wonogiri dan Pengadilan Negeri Purwodadi yang pernah mengadili dan memutus perkara yang akan dijadikan bahan dalam penelitian ini.

12 b. Studi Kepustakaan Dilakukan dengan mencari, mencatat, menginventarisasi dan mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka. 6. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul maka data yang telah ada dikumpulakan dianalisis secara kualitatif yaitu suatu pembahasan yang dilakukan dengan cara memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan serta menafsirkan dan mendiskusikan data-data primer yang telah diperoleh dan diolah sebagai satu yang utuh. Pendekatan kualitatif ini merupakan tata cara penelitian yang menghasilakan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan. 17 Penelitian kepustakaan yang dilakukan adalah membandingkan peraturan-peraturan, ketentuan, yuriprudensi dan buku referensi, serta data yang diperoleh mengenai proses penyelesaian hukum tentang pemidanaan terhadap pelaku pemerkosaan yang berusia lanjut. Kemudian dianalisis secara kualitatif yang akan memberikan gambaran menyeluruh tentang aspek hukum yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian lapangan dilakukan guna mendapatkan data primer yang dilakukan dengan cara wawancara dengan hakim dan data yang 17 Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hal.32

13 diperoleh sehingga mendapat gambaran lengkap mengenai objek permasalahan. F. Sistematiaka Skripsi Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan penulisan skripsi ini, maka secara garis besar dapat digambarkan sistematika skripsi ini sebagai berikut : BAB I adalah Pendahuluan yang berisikan gambaran singkat mengenai isi skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II adalah Tinjauan Pustaka, dalam bab ini penulis akan menuliskan beberapa yang menjadi acuan dalam penulisan mengenai Tinjauan umum tentang pidana dan pemidanaan, Tinjauan umum tentang tindak pidana perkosaan, Tinjauan umum tentang manusia lanjut. BAB III adalah hasil Penelitian dan Pembahasan dimana penulis akan menguraikan dan membahas mengenai pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutus tindak pidana perkosaan, perbedaan putusan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perkosaan yan berusia lanjut dengan orang dewasa, serta proses penyelesaian hukum terhadap pelaku tindak pidana perkosaan yang berusia lanjut. BAB IV adalah penutup, yang berisi mengenai kesimpulan dan saran terkait dengan permasalah yang diteliti

14