BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan dan peraturan yang berlaku di

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa di mana pada masa-masa tersebut. sebagai masa-masa penuh tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK PESANTREN TRADISIONAL DAN MODERN. Dyah Aji Jaya Hidayat

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah proses pengembangan, pembentukan, bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20).

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren adalah tempat para santri (Dhofier, 2011). Pesantren sendiri berasal dari

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi,

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pentingnya pendidikan moral dan sosial. Dhofier (1990) menyatakan moral dan

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

PENDAHULUAN. Sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang, pondok pesantren merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rosulullah Shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Menuntut ilmu

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Pondok Pesantren bertugas untuk mencetak manusia yang benarbenar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA PONDOK PESANTREN. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sangat pesat dari waktu ke waktu. Sehingga saat ini. semakin maju taraf hidup dan kesejahteraan penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. ( diakses 2 Maret 2015) ( diakses 2 Maret 2015)

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENDAHULUAN. dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. banyak disampaikan menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Bagian ini akan menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Suatu bangsa akan dinyatakan maju tergantung pada mutu pendidikan dan. para generasi penerusnya, karena pendidikan mempunyai peranan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan pelajar yang paling tinggi levelnya. Mahasiswa di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut muncul banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis.

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM PESANTREN AL-AZHAR

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

BAB II LANDASAN TEORITIS. adjustment atau personal adjustment. Menurut Schneiders penyesuaian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Irma Pujiawati, 2014 Model pendidikan karakter kedisiplinan Di pondok pesantren

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang UPI Kampus Serang Iis Jamilah, 2016

PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Bijaou (Hurlock, 1980: 5) menjelaskan bahwa usia 2-5 tahun merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Penelitian yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri sudah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan yang terjadi di kalangan remaja semakin beragam. Permasalahan yang muncul tidak

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga, di asuh dengan sebaik-baiknya. Kiranya semua setuju dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pendidikan merupakan masalah yang berhubungan. langsung dengan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas ruang, kurikulum, kreatifitas pengajar dan input santri. Pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Berdasarkan penelitian Benyamin S. Bloon (1992)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahun-tahun pertama kehidupan anak atau yang sering dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. adalah : Kuttab/maktab, aljami, majelis ilmu atau majelis adab, dan. mempengaruhi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia.

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan seorang individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga variatif seiring dengan berkembangnya zaman, dalam hal ini bisa diberikan pendidikan yang menunjang perkembangan fungsi kognitif dan intelektual yang baik bagi peserta didik, juga pendidikan yang menekankan pada pendidikan moral dan etika pada peserta didik. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional ( UU Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa sistem pendidikan di bagi ke dalam jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Jalur pendidikan meliputi pendidikan formal, non formal dan informal. Jenjang pendidikan meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan jenis pendidikan meliputi pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, keagamaan dan pendidikan khusus. Jalur Pendidikan formal dibagi dalam jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dengan menggunakan kurikulum yang telah ditetapkan pemerintah. Namun sistem pendidikan tersebut belum dapat mencapai tujuan pendidikan nasional. Pasalnya pendidikan konvensional hanya menekankan pendidikan pada akademik siswanya, dan pendidikan serta materi keagamaan hanya diberikan sebagai materi pelengkap dan materi 1

2 tambahan, sementara pendidikan agama tersebut banyak memberikan pengaruh pada budi pekerti dan pendidikan akhlaq siswa (Hidayat, 2009). Kurangnya pendidikan keagamaan di rumah dan di sekolah meresahkan banyak orang karena menyebabkan banyaknya kerusakan moral yang terjadi dilingkungan masyarakat, hal tersebut memberikan kesadaran pada para orangtua untuk memberikan pendidikan keagamaan yang lebih intensif pada anak, salah satunya dengan menyekolahkan mereka pada pondok pesantren. Pemerintah juga memberikan perhatiannya pada pondok pesantren karena sejalan dengan kemajuan pembangunan, pondok pesantren telah membuka isolasinya terhadap pengetahuan umum, sehingga semakin lengkaplah ilmu pengetahuan yang diperoleh para santri (Soediono dalam Munif, 1992). Dewasa ini telah tercatat kurang lebih 39.449 buah pondok pesantren/madrasah yang telah berperan secara aktif didalam mencerdaskan masyarakat dan membina lingkungan sejak ratusan tahun lalu, sehingga pesantren telah berperan pula sebagai alat transformasi kultural dalam kehidupan masyarakat (Munif, 1992). Survei data dari tahun 2006 hingga 2010 pada Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 3 juga terdapat peningkatan jumlah santri, yaitu: pada tahun 2006 jumlah santri sebanyak 1392 santri, tahun 2007 sebanyak 1429 santri, tahun 2008 sebanyak 1610 santri, tahun 2009 sebanyak 1660 santri, dan tahun 2010 sebanyak 1794 santri. Pesantren yaitu suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dengan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang permanen (Qomar, 2007). Pondok pesantren sebagai Lembaga Pendidikan

3 dan Lembaga Sosial Kemasyarakatan telah memberikan warna dan corak khas dalam masyarakat Indonesia. Pondok pesantren tumbuh dan berkembang bersama masyarakat sejak berabad-abad, oleh karena itu secara kultural lembaga ini telah ikut serta memberikan corak kehidupan kepada masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang (Munif, 1992). Menurut Dhofier (1985), secara umum pondok pesantren dibagi menjadi dua yaitu pondok pesantren tradisional (salafi) dan pondok pesantren modern (khalafi). Pesantren tradisional mengajarkan pengajaran kitab-kitab islam klasik sebagai inti pendidikannya, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Metode pengajaran di pondok pesantren tradisional menggunakan sistem bandongan (kelompok) dan sorogan (individual). Sedangkan pesantren modern telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum di dalam lingkungan pesantren, dengan metode pembelajaran menggunakan sistem klasikal. Kehidupan pesantren, di dalamnya santri berada dalam suatu komunitas khas, dengan kyai, ustadz, santri dan pengurus pesantren, berlandaskan nilai-nilai agama Islam lengkap dengan norma-norma dan kebiasaannya tersendiri, yang tidak jarang berbeda dengan masyarakat umum yang mengitarinya (Bashori, 2003). Kehidupan di pondok pesantren berbeda dengan kehidupan anak sebelumnya, di dalam pondok pesantren santri dituntut untuk dapat beradaptasi dengan baik dengan kegiatan-kegiatan serta peraturan-peraturan yang ada di lingkungannya.

4 Kedudukan pondok pesantren dalam sistem pendidikan Indonesia telah diatur dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan keagamaan pasal 30. Bahwa pondok pesantren merupakan salah satu bentuk dari pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan (ayat 1), serta dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal (ayat 3). Sedangkan perbedaan sistem pendidikan pesantren dengan yang lainnya yaitu di pondok pesantren selama 24 jam para siswa/santri wajib tinggal di asrama. Survei beberapa ahli membuahkan hasil yang negatif terhadap dinamika pesantren. Menurut survei tersebut, lembaga pendidikan islam tertua ini tidak lebih dari lambang keterbelakangan. Clifford Geertz (dalam Qomar, 2007) mengadakan penelitian di Mojokerto, Jawa Timur pada 1955-an menilai bahwa kiai dan pesantrennya sampai tingkat tertentu masih merupakan inti struktur sosial Islam pedesaan dan puncak kultur kolot. Sebaliknya beberapa peneliti lainnya memberikan penilaian yang berlawanan. Pesantren selalu peka terhadap tuntutan zaman dan berperan bukan saja dalam bidang pendidikan, melainkan juga dalam aspek-aspek lainnya. Heterogenitas pesantren justru dipandang sebagai simbol adanya perubahan yang berarti. Kegiatan-kegiatan di lingkungan pesantren makin padat dan makin berorientasi kemasyarakatan(qomar, 2007). Kegiatan-kegiatan pesantren yang padat tersebut dapat mendidik santri atau remaja untuk dapat mandiri melakukan aktivitas serta mampu melakukan sosialisasi dan penyesuaian terhadap asrama dan lingkungan pesantren, karena penghuni asrama santri tidak

5 hanya satu tingkatan umur, tetapi berbagai usia termasuk diantaranya tergolong remaja. Masa perkembangan remaja merupakan masa yang labil dalam pencarian dan pengenalan jati diri individu (Hurlock, 2004). Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu dimana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran lebih lanjut. Selain itu, masa remaja juga masa pemenuhan kebutuhan fisik, psikis dan sosial bagi perkembangan kepribadiannya karena pada masa remaja dianggap sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa transisi tersebut, remaja mengalami berbagai masalah yang ada karena adanya perubahan fisik, psikis dan sosial. Permasalahan pada transisi masa remaja juga terjadi dalam jenjang pendidikan. Transisi remaja ada yang dari sekolah dasar ke sekolah lanjutan pertama di asrama, atau dari sekolah lanjutan pertama ke sekolah lanjutan atas di asrama atau pondok pesantren, namun belum diulas secara khusus oleh para ahli (Santrock dan Bandura dalam Novikarisma, 2007). Masa transisi tersebut sangat penting untuk diteliti, terutama masa transisi dalam lingkungan pondok pesantren. Transisi remaja tidak hanya internal pondok pesantren, namun juga dari luar pondok pesantren ke dalam pondok pesantren. Hal itu menyebabkan remaja juga harus siap menghadapi perubahan-perubahan dan tuntutan-tuntutan baru. Perubahan tersebut adalah lingkungan pondok pesantren yang baru dan berbeda dengan lingkungan sekolah sebelumnya, pengajar dan teman baru, peraturan dan irama kehidupan pondok pesantren yang memisahkan asrama putra

6 dan putri, serta perubahan lain sebagai akibat jauh dari orang tua (Payanta dalam Hidayat, 2009). Perubahan-perubahan situasi yang akan dihadapi individu antara lain: bertambahnya usia, perpindahan tempat tinggal, perubahan iklim, perubahan tempat tinggal semula di rumah menjadi tinggal di asrama dan sebagainya. Keadaan di asrama dengan peraturan dan kondisi yang berbeda dengan di rumah bisa menjadi sumber tekanan (stressor) sehingga dapat menyebabkan stres. Akibat buruk stres adalah kelelahan hingga mengakibatkan turunnya produktivitas dalam belajar maupun aktivitas pribadi (Rumiani dalam Naily, 2010). Siswa yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan merasa mendapat tekanan, yang menyebabkan stres dan siswa memiliki kecenderungan untuk melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan daripada belajar. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren dapat menimbulkan stres pada masa awal sekolah (Widiastono, 2001). Hal tersebut sesuai dengan ungkapan salah satu pengajar B.N.S di Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 3 Karangbanyu Widodaren Ngawi: Kebanyakan santri yang gak betah disini ya kelas satu, kelas dua masih ada sebagian yang masih ngerasa gak betah, maklumlah karena mungkin tahun-tahun pertama masih labil lebih-lebih untuk anak usia remaja Keberhasilan penyesuaian diri siswa pada tahun pertama menentukan penyesuaian diri di tahun-tahun berikutnya. Penyesuaian diri terhadap tuntutan dan perubahan tersebut diperlukan remaja sebagai mekanisme yang efektif untuk mengatasi stres dan menghindarkan terjadinya krisis psikologis (Calhoun dan Acocella, 2007).

7 Penyesuaian diri diartikan sebagai proses individu menuju keseimbangan antara keinginan-keinginan diri, stimulus-stimulus yang ada dan kesempatankesempatan yang ditawarkan oleh lingkungan (Gilmer dalam Hidayat, 2009). Untuk mencapai keseimbangan tersebut ada faktor-faktor yang mempengaruhi, antara lain: keluarga, keadaan lingkungan: rasa aman, keadaan fisik, jenis kelamin, pendidikan, tingkat religiusitas dan kebudayaan, keadaan psikologis, kebiasaan dan ketrampilan serta komunikasi (Kristiyani, 2001). Davidoff (dalam Kristiyani, 2001) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai usaha untuk mempertemukan tuntutan diri sendiri dan lingkungan. Sedangkan dalam kamus psikologi, Chaplin (1990) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah (1) Variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan, dan (2) Menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan soial. Hasil penelitian Yuniar, Zainal, dan Tri (2005) menunjukkan bahwa setiap tahunnya 5-10% dari santri baru di Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalam Surakarta mengalami masalah dalam melakukan proses penyesuaian diri, seperti tidak mampu mengikuti pelajaran, tidak bisa tinggal di asrama karena tidak bisa hidup terpisah dengan orang tua, melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan pondok dan sebagainya. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan salah satu santriwati Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 3 Karangbanyu Widodaren Ngawi A.H tentang temannya A.M yang akhirnya memutuskan untuk keluar dari pondok:

8 A.M sebelum akhirnya memilih pulang dulunya sering ngelanggar, suka baca novel, bermasalah sama ustadzah kalau diingetin dan pernah juga memakai jilbab pelanggaran dari bagian bahasa Tercatat pada tahun 2010 dari data lapangan di Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 3 Karangbanyu Widodaren Ngawi terdapat 91 jumlah santri yang keluar dengan alasan sakit, diskors dan dipulangkan karena melakukan pelanggaran serta pindah sekolah. Salah satu staff pengajaran S juga mengemukakan: biasanya santri pulang karena gak kerasan, sakit, pindah sekolah karena gak naik kelas, dan itu biasanya banyak terjadi setelah liburan pertengahan tahun Salah satu santriwati kelas 1 Pondok Modern Darussalam Gontor Putri Karangbanyu Widodaren Ngawi N.I juga mengungkapkan alasan teman sekamarnya A.Q yang pulang selamanya dan tidak kembali mengenyam pendidikan di pondok: A waktu itu pulang soalnya dia gak betah, A bermasalah sama temen sekamarnya, suka berantem mulut Hasil penelitian Munawwaroh (2009) menunjukkan 25% santri baru memiliki penyesuaian diri rendah, sehingga santri memiliki motivasi belajar yang kurang di pondok pesantren Al-Islahiyah Singosari Malang. Meskipun demikian terdapat 17 santri yang memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga mampu menunjang prestasi mereka dalam lingkungan pondok pesantren Al-Islahiyah Singosari Malang. Remaja yang kurang berhasil dalam menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungan seringkali membuat pola-pola perilaku yang keliru atau disebut dengan maladjustment.

9 Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penyesuaian diri pada remaja awal di lingkungan pondok pesantren. Dari hal tersebut dapat ditarik rumusan permasalahan Bagaimana Penyesuaian Diri pada Remaja Awal dalam Lingkungan Pondok Pesantren? Maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul Penyesuaian Diri pada Remaja Awal dalam Lingkungan Pondok Pesantren Modern. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana penyesuaian diri pada remaja awal di lingkungan pondok pesantren modern. C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Pengasuh, Pengajar dan Pengurus Pondok Pesantren Memberikan informasi tentang permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi para santri di pondok pesantren serta faktor terkait yang mempengaruhinya. 2. Remaja awal di Pondok Pesantren Memberikan pandangan bagi santri untuk dapat melakukan dan mengembangkan pola penyesuaian diri yang baik di pondok pesantren modern.

10 3. Departemen Agama (Depag) Dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan formulasi yang tepat mengenai pengembangan kualitas pondok pesantren 4. Praktisi Psikologi Dapat menambah khasanah pengetahuan dalam bidang psikologi pendidikan, psikologi perkembangan dan psikologi islami khususnya mengenai pola penyesuaian diri remaja di lingkungan pondok pesantren. 5. Peneliti Lain Dapat dijadikan referensi untuk mengadakan penelitian sejenis atau mengembangkan lagi penelitian ini sehingga menambah wacana yang sudah ada sebelumnya. D. Keaslian Penelitian Studi tentang penyesuaian diri dalam lingkungan pondok pesantren sudah banyak dilakukan. Hidayat (2009) mengkaji tentang perbedaan penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional dan modern. Kajian teoritis tersebut lebih menyoroti pada adanya perbedaan penyesuaian diri santri di pondok pesantren tradisional dan modern. Kesimpulan penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan penyesuaian diri yang sangat signifikan antara santri di pondok pesantren tradisional dan modern, serta terdapat perbedaan penyesuaian diri yang sangat signifikan ditinjau dari jenis kelamin. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini memiliki kekhasan tersendiri karena peneliti ingin mengetahui penyesuaian diri pada remaja awal dalam lingkungan pondok pesantren modern. Jadi

11 peneliti akan lebih menyoroti pada bagaimana remaja awal melakukan proses penyesuaian diri dalam lingkungan pondok pesantren modern, karakteristik penyesuaian diri dari remaja awal dalam lingkungan pondok pesantren modern, serta hambatan yang terjadi dan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri pada remaja awal dalam lingkungan pondok pesantren modern.