DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

dokumen-dokumen yang mirip
WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGELOLAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 60 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG

: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No dan Kesejahteraan Keluarga Dalam Membantu Meningkatkan dan Mewujudkan Tertib Administrasi Kependudukan; Mengingat : 1. Undang-Undang No

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI BANDUNG BARAT

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DESA KLARI KECAMATAN KLARI KABUPATEN KARAWANG NOMOR. TAHUN Tentang : LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA MADU SARI KABUPATEN KUBU RAYA PERATURAN DESA MADU SARI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROPOSAL PROGRAM TERPADU PENINGKATAN PERAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA (P2WKSS) DESA GALANGGANG KECAMATAN BATUJAJAR BAB I PENDAHULUAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA OPERASIONAL PEMBINAAN POS PELAYANAN TERPADU

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2017

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN KECAMATAN WIROSARI DESA KALIREJO PERATURAN DESA KALIREJO KECAMATAN WIROSARI KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 01 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa peranan wanita sebagai mitra sejajar pria perlu ditingkatkan agar mampu memberikan sumbangan yang besar dalam berbagai bidang pembangunan di daerah; b. bahwa peningkatan peranan wanita di daerah perlu dilaksanakan secara terarah, terkoordinasi, terpadu, dan berkesinambungan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera di Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3475); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA DI DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 2. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan. 4. Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera di Daerah selanjutnya disingkat P2WKSS, adalah peningkatan peranan perempuan yang diselenggarakan melalui serangkaian program, dengan menggunakan pola pendekatan lintas sektor dan lintas pelaku di daerah, yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga guna mencapai tingkat hidup yang berkualitas. 5. Keluarga sehat dan sejahtera adalah keluarga yang sehat jasmani dan rohani yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. 6. Keluarga miskin adalah keluarga yang memiliki penghasilan di bawah Rp.150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) perbulan menurut Badan Pusat Statistik (BPS). 7. Program Dasar adalah kelompok kegiatan yang harus dilaksanakan sebelum program lanjutan dan program pendukung dilaksanakan. 8. Program Lanjutan adalah kelompok kegiatan yang diarahkan pada pelayanan dan pendampingan. 9. Program Pendukung adalah kelompok kegiatan untuk menciptakan kondisi Iingkungan sosial budaya dalam mendukung usaha pemantapan pelaksanaan program P2WKSS. 10. Pendidikan karakter dan pekerti bangsa adalah pendidikan yang diarahkan untuk membentuk tabiat, perangai, watak, atau sifat-sifat yang baik/positif dari suatu bangsa, yang banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya suku bangsa. BAB II SASARAN DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Sasaran P2WKSS merupakan keluarga miskin di desa/kelurahan dengan perernpuan sebagai penggerak utama. (2) Desa/kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Pasal 3 Pelaksanaan P2WKSS bertujuan untuk mewujudkan keluarga sehat dan sejahtera. P2WKSS dilaksanakan melalui: a. program dasar; b. program Ianjutan; dan c. program pendukung. BAB III PROGRAM P2WKSS Pasal 4 Pasal 5 Program Dasar P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi: a. pengumpulan data dasar dari masing-masing sektor yang terkait dalam kegiatan P2WKSS; b. penyusunan Rencana Kerja Kelompok; c. kegiatan penyuluhan; d. percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun dan pemberantasan buta aksara; dan e. pendidikan karakter dan pekerti bangsa. Pasal 6 Kegiatan pengumpulan data dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi kegiatan pengumpulan data dalam profil desa/kelurahan. Pasal 7 Kegiatan penyusunan Rencana Kerja Kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

huruf b meliputi: a. kegiatan penyusunan rencana kerja; dan b. menyiapkan usulan dalam musyawarah dusun/desa. Pasal 8 Kegiatan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi: a. peningkatan kesehatan dasar dan gizi Ibu dan Anak; b. peningkatan pemasyarakatan Dasa Wisma; c. pengelolaan keuangan keluarga dan kewirausahaan; d. kesetaraan dan keadilan gender; e. pemenuhan hak dan kesehatan reproduksi termasuk HIV/AIDS; f. pemantapan 10 (sepuluh) program pokok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga; g. pelayanan keluarga berencana; h. perlindungan para lanjut usia; i. pengelolaan cumber daya alam dan lingkungan; dan j. pemantapan wawasan kebangsaan. Pasal 9 Kegiatan percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun dan pemberantasan buta aksara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi: a. mendorong anak usia sekolah untuk mengikuti pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun; dan b. mendorong kegiatan pemberantasan buta aksara bagi perempuan yang berusia 15 (lima betas) tahun sampai dengan usia 45 (empat puluh lima) tahun. Pasal 10 Kegiatan pendidikan karakter dan pekerti bangsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara; b. penanaman nilai-nilai budaya bangsa yang berlandaskan pada kemajuan budaya bangsa; c. meningkatkan rasa memiliki citra diri perempuan Indonesia yang ideal; d. menumbuhkan kesadaran perempuan sebagai pendidik dalam membentuk karakter dan budi pekerti sebagai modal dasar pembangunan manusia Indonesia; dan e. menggunakan strategi yang tepat dalam melakukan pendidikan karakter dan pekerti bangsa di keluarga dan masyarakat. Pasal 11 Program Lanjutan P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi: a. pelayanan; dan b. pendampingan. Pasal 12 Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, antara lain : a. peningkatan pendapatan keluarga melalui koperasi dan usaha kelompok; b. pemantapan pelayanan kesehatan ibu dan anak, Keluarga Berencana; dan c. 10 (sepuluh) program pokok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Pasal 13 Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, antara lain: a. perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi perempuan untuk meningkatkan penghasilan bagi diri sendiri dan keluarganya; dan b. peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi perempuan. Pasal 14 Program Pendukung P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c meliputi:

a. pemantauan dan evaluasi; b. kegiatan yang berkelanjutan; dan c. tindak lanjut seluruh aktivitas kelompok kegiatan. Pasal 15 Kegiatan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a meliputi: a. pemantauan terhadap penyusunan rencana kerja, pelaksanaan rencana kerja dan pengendalian atau pemeliharaan hasil kegiatan; dan b. evaluasi terhadap hasil kegiatan guna menyusun rencana kerja selanjutnya. Pasal 16 Kegiatan yang berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, antara lain: a. pemantapan forum koordinasi dan konsultasi yang telah ada di tingkat provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, dan desa/kelurahan; b. kursus atau pelatihan P2WKSS desa/kelurahan; c. pembentukan keluarga sakinah melalui penyuluhan keluarga bahagia sejahtera, pendalaman agama, serta kedudukan dan peran perempuan; dan d. penyuluhan dan pengembangan kesadaran hukum bagi perempuan. Pasal 17 Kegiatan tindak lanjut seluruh aktivitas kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi: a. pemeliharaan hasil seluruh aktivitas kelompok; dan b. pembinaan terhadap aktivitas kelompok pasca binaan. BAB IV PELAKSANAAN PROGRAM P2WKSS Pasal 18 Program P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilaksanakan melalui : a. meningkatkan komitmen pemerintah daerah, LSM, organisasi wanita/perempuan, dunia usaha, perguruan tinggi, dan masyarakat; b. memantapkan keterpaduan lintas sektor pelaksanaan program P2WKSS dengan memanfaatkan forum-forum pertemuan; c. pembinaan yang berkesinambungan; d. mendayagunakan data dan informasi yang dikeluarkan secara resmi; dan e. memandirikan masyarakat dengan mendayagunakan segenap potensi dan sumberdaya lokal secara optimal. Pasal 19 Pelaksanaan program P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah. BAB V KELOMPOK KERJA P2WKSS Bagian Kesatu Umum Pasal 20 (1) Untuk menyelenggarakan program P2WKSS dibentuk Kelompok Kerja. (2) Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Kelompok Kerja P2WKSS Provinsi; b. Kelompok Kerja P2WKSS Kabupaten/Kota; c. Kelompok Kerja P2WKSS Kecamatan; dan d. Kelompok Kerja P2WKSS Desa/Kelurahan. Bagian Kedua Kelompok Kerja P2WKSS Provinsi

Pasal 21 Kelompok Kerja P2WKSS Provinsi sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a mempunyai tugas: a. menyusun data dasar keluarga miskin; b. menyusun perencanaan terpadu lintas sektor dalani rangka efisiensi dan optimalisasi pendayagunaan sumberdaya; c. menyusun indikator teknis keberhasilan pelaksanaan Program P2WKSS; d. melakukan penyuluhan Program P2WKSS; e. memantau pelaksanaan Program P2WKSS kabupaten/kota; dan f. melaporkan hasil pemantauan pelaksanaan Program P2WKSS kepada gubernur. Pasal 22 (1) Kelompok Kerja P2WKSS Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a terdiri atas : a. Penanggungjawab : Gubernur; b. Ketua : Wakil Gubernur: c. Wakil Ketua : Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi; d. Ketua Pelaksana : Kepala Badan yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa; e. Sekretaris : Kepala Bidang pada Badan yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa; dan f. Anggota : Unsur SKPD terkait, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, pakar, dan akademisi. (2) Susunan organisasi Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan. (3) Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Bagian Ketiga Kelompok Kerja P2WKSS Kabupaten/Kota Pasal 23 Kelompok Kerja P2WKSS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b, mempunyai tugas: a. menyusun perencanaan terpadu lintas sektor dalam rangka efisiensi dan optimalisasi pendayagunaan sumberdaya; b. melakukan penyuluhan pelaksanaan Program P2WKSS; c. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Program P2WKSS kecamatan dan desa/kelurahan; dan d. melaporkan pelaksanaan Program P2WKSS kepada bupati/walikota. Pasal 24 (1) Kelompok Kerja P2WKSS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b, terdiri atas: a. Penanggungjawab : Bupati/Walikota; b. Ketua : Wakil Bupati/Walikota; c. Wakil Ketua : Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota; d. Ketua Pelaksana : Kepala Badan/Dinas/Kantor yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa; e. Sekretaris : Kepala Bidang/Seksi pada Badan/Dinas/Kantor yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa; dan f. Anggota : unsur SKPD terkait, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, pakar, dan akademisi. (2) Susunan organisasi Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

(3) Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. Bagian Keempat Kelompok Kerja P2WKSS Kecamatan Pasal 25 Kelompok Kerja P2WKSS Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c, mempunyai tugas: a. memfasilitasi perencanaan terpadu lintas sektor dalam rangka efisiensi dan optimalisasi pendayagunaan sumberdaya di desa/kelurahan; b. melakukan penyuluhan pelaksanaan Program P2WKSS; c. memantau pelaksanaan Program P2WKSS desa/kelurahan; dan d. melaporkan pelaksanaan pemantauan Program P2WKSS desa/kelurahan kepada camat. Pasal 26 (1) Kelompok Kerja P2WKSS kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c, terdiri atas: a. Penanggungjawab : Camat; b. Ketua : Sekretaris Kecamatan; c. Wakil Ketua : Ketua Tim Penggerak PKK kecamatan; d. Sekretaris : Kepala Seksi yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat; dan e. Anggota : unsur kecamatan terkait, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat. (2) Susunan organisasi Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan. (3) Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota atas usul camat. Bagian Kelima Kelompok Kerja P2WKSS Desa/Kelurahan Pasal 27 Kelompok Kerja P2WKSS desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf d, mempunyai tugas: a. mengidentifikasi masalah dan menentukan peringkat masalah yang dianggap paling mendesak untuk segera ditangani; b. menyusun rencana kegiatan; c. melaksanakan kegiatan; d. mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh proses kegiatan; dan e. melakukan pemantauan dan pengendalian. Pasal 28 (1) Kelompok Kerja P2WKSS desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf d, terdiri atas : a. Penanggung jawab : kepala desa/lurah; b. Ketua : sekretaris desa/kelurahan; c. Wakil Ketua : ketua Tim Penggerak PKK desa/kelurahan; d. Sekretaris : unsur perangkat desa/kelurahan; dan e. Anggota : lembaga kemasyarakatan, fasilitator desa/kelurahan, kepala dusun, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat. (2) Susunan organisasi Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disesuaikan dengan kebutuhan. (3) Kelompok Kerja P2WKSS desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

dengan keputusan kepala desa. (4) Kelompok Kerja P2WKSS kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota atas usul Iurah. Bagian Keenam Sekretariat Pasal 29 (1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dapat dibentuk Sekretariat P2WKSS. (2) Sekretariat P2WKSS provinsi dan kabupaten/kota berkedudukan pada badan/dinas/kantor yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa. (3) Sekretariat P2WKSS kecamatan dan desa/kelurahan dapat berkedudukan di kantor kecamatan dan kantor desa/kelurahan. (4) Keanggotaan Sekretariat P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Kelompok Kerja P2WKSS. Bagian Ketujuh Hubungan Kerja Pasal 30 Hubungan Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) bersifat konsultatif dan koordinatif. BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pasal 31 (1) Pelaksanaan program P2WKSS di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dengan memberdayakan masyarakat. (2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. keterpaduan program dengan prinsip transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas, serta memperhatikan nilai agama dan budaya/norma masyarakat setempat; b. pemberian motivasi kepada masyarakat untuk mendukung Program P2WKSS; dan c. pelibatan lembaga kemasyarakatan, Badan Permusyawaratan Desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan dunia usaha. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 32 (1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan pelaksanaan P2WKSS di provinsi dan kabupaten/kota. (2) Pembinaan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. koordinasi pelaksanaan P2WKSS; b. pemberian pedoman pelaksanaan P2WKSS; c. fasilitasi dan konsultasi pelaksanaan P2WKSS; d. peningkatan kapasitas Kelompok Kerja P2WKSS; e. penyusunan indikator keberhasilan pelaksanaan P2WKSS; dan f. pemantauan, evaluasi, dan penyusunan hasil pelaksanaan P2WKSS secara nasional. Pasal 33 (1) Gubernur melakukan pembinaan pelaksanaan P2WKSS di kabupaten/kota. (2) Pembinaan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. koordinasi pelaksanaan P2WKSS di kabupaten/kota;

b. fasilitasi dan konsultasi pembentukan Kelompok Kerja P2WKSS di kabupaten/kota; dan c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan P2WKSS di kabupaten/kota. Pasal 34 (1) Bupati/walikota melakukan pembinaan pelaksanaan P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. koordinasi pelaksanaan P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan; b. fasilitasi dan konsultasi pelaksanaan pembentukan Kelompok Kerja P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan; dan c. pemantauan, evaluasi, dan + pelaporan pelaksanaan P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan. Pasal 35 (1) Camat melakukan pembinaan pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. koordinasi pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan; b. fasilitasi dan konsultasi pelaksanaan pembentukan Kelompok Kerja P2WKSS di desa/kelurahan;dan c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 36 (1) Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan pelaksanaan P2WKSS di provinsi dan kabupaten/kota. (2) Gubernur melakukan pengawasan pelaksanaan P2WKSS di kabupaten/kota. (3) Bupati/Walikota melakukan pengawasan pelaksanaan P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan. (4) Camat melakukan pengawasan pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan. BAB VIII PELAPORAN Pasal 37 (1) Kepala Desa/Lurah melaporkan pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan kepada Camat. (2) Camat melaporkan pelaksanaan P2WKSS di kecamatan kepada Bupati/Walikota. (3) Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan P2WKSS di kabupaten/kota kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. (4) Gubernur melaporkan pelaksanaan P2WKSS di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri. Pasal 38 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memuat: a. jumlah sasaran; b. pelaksanaan program dan kegiatan; c. pencapaian tujuan; d. pembinaan dan pengawasan; e. pendanaan yang bersumber dari swadaya masyarakat, APBDesa, ADD, APBD, dan APBN; f. kendala dan permasalahan pada tahap persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan; dan g. penyelesaian kendala dan masalah pada tahap persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan. Pasal 39 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 disampaikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)

tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. BAB IX PENDANAAN Pasal 40 (1) Pendanaan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan P2WKSS yang dilakukan Menteri Dalam Negeri dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. (2) Pendanaan pelaksanaan P2WKSS yang dilakukan gubernur dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. (3) Pendanaan pelaksanaan P2WKSS yang dilakukan bupati/walikota, camat, dan lurah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. (4) Pendanaan pelaksanaan P2WKSS yang dilakukan kepala desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 41 Kelompok Kerja atau sebutan lainnya yang mempunyai tugas sama dengan Kelompok Kerja P2WKSS tetap melaksanakan tugasnya dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 42 Kelompok Kerja P2WKSS di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan. Pasal 43 Ketentuan yang mengatur mengenai P2WKSS di daerah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini. Pasal 44 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI DALAM NEGERI, ttd H.MARDIYANTO