BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN A PERHITUNGAN DENGAN MANUAL. data data dari tabel hasil pengujian performansi motor diesel. sgf = 0,845 V s =

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti mesin uap, turbin uap disebut motor bakar pembakaran luar (External

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

ANALISA EKSPERIMENTAL PERFORMANSI MESIN DIESEL MENGGUNAKAN BAHAN CAMPURAN BIOFUEL VITAMINE ENGINE POWER BOOSTER

PENGARUH PENGGUNAAN CETANE PLUS DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMANSI MOTOR DIESEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN BAHAN BAKAR SOLAR-BIODIESEL (MINYAK JELANTAH) TERHADAP UNJUK KERJA PADA MOTOR DIESEL

SKRIPSI MOTOR BAKAR. Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM:

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI


II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

Bagaimana perbandingan unjuk kerja motor diesel bahan bakar minyak (solar) dengan dual fuel motor diesel bahan bakar minyak (solar) dan CNG?

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN LITERATUR

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN CAMPURAN SOLAR DAN BIOSOLAR TERHADAP PERFORMANSI MESIN DIESEL

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

BAB III METODE PENELITIAN. Daya motor dapat diketahui dari persamaan (2.5) Torsi dapat diketahui melalui persamaan (2.6)

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

BAB II LANDASAN TEORI

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN ZAT ADITIF-PREMIUM (C1:80, C3:80, C5:80)

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

Abstrak. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh keausan ring piston terhadap kinerja mesin diesel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR INJEKSI ABSTRAK

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH TIMING INJECTION TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL 1 SILINDER PUTARAN KONSTAN DENGAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KOMPARASI KINERJA MESIN BERBAHAN BAKAR SOLAR DAN CPO DENGAN PEMANASAN AWAL SKRIPSI

PENGUJIAN PERFORMANSI MOTOR DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL CAMPURAN MINYAK JARAK PAGAR (JATROPHA CURCAS) DENGAN CRUDE PALM OIL (CPO)

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK

ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

KINERJA MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN ETANOL DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

BAB II DASAR TEORI. Motor adalah gabungan dari alat-alat yang bergerak yang bila bekerja dapat

MOTOR BAKAR TORAK. 3. Langkah Usaha/kerja (power stroke)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Persiapan bahan baku biodiesel dilakukan di laboratorium PIK (Proses

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah

KAJIAN PERFORMANSI MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN BIODIESEL SESAMUM INDICUM

PEMBAHASAN. 1. Mean Effective Pressure. 2. Torque And Power. 3. Dynamometers. 5. Specific Fuel Consumption. 6. Engine Effeciencies

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

F. Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) 1. Prinsip Kerja

TUGAS AKHIR TM Ari Budi Santoso NRP : Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

MAKALAH THERMODINAMIKA DAN PENGGERAK AWAL PROSES SIKLUS DIESEL OLEH : NICOBEY SAHALA TUA NAIBAHO NPM : KK2 TEKNIK ELEKTRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR OTTO BERBAHAN BAKAR PERTALITE DENGAN CAMPURAN PERTALITE-ZAT ADITIF CAIR

BAB II LANDASAN TEORI

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENAMBAHAN BIOETANOL PADA BAHAN BAKAR PERTALITE TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BENSIN

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

Pengaruh Parameter Tekanan Bahan Bakar terhadap Kinerja Mesin Diesel Type 6 D M 51 SS

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

UJI PERFORMANSI MESIN DIESEL BERBAHAN BAKAR LPG DENGAN MODIFIKASI SISTEM PEMBAKARAN DAN MENGGUNAKAN KONVERTER KIT SEDERHANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sumber: Susanto, Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP Tangki bahan bakar 10. Rumah ABK dan ruang kemudi

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL

PENGARUH PENGGUNAAN X- POWER TERHADAP PERFORMA PADA MESIN MOTOR 4 LANGKAH ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja

BAB II LANDASAN TEORI

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL UJI DAN PERHITUNGAN MENGETAHUI KINERJA MESIN MOTOR PADA KENDARAAN GOKART

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

BAB III LANDASAN TEORI

SKRIPSI MOTOR BAKAR KAJIAN EKSPERIMENTAL PERFORMANSI MESIN DIESEL DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN BIOFUEL VITAMIN ENGINE OLEH :

Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin

Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2

PENGARUH VOLUME RUANG BAKAR SEPEDA MOTOR TERHADAP PRESTASI MESIN SEPEDA MOTOR 4-LANGKAH

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2014) ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS MESIN PENGGERAK PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN BAHAN BAKAR BIOGAS. Tulus Subagyo 1

MODIFIKASI MESIN DIESEL SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR SOLAR MENJADI LPG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GAS MIXER

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERFORMANSI MOTOR DIESEL Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar lain terletak pada metode penyalaan bahan bakarnya. Dalam motor diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisi udara bertekanan tinggi. Selama proses pengkompresian udara dalam silinder mesin, suhu udara meningkat, sehingga ketika bahan bakar yang berbentuk kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini, maka bahan bakar akan menyala dengan sendirinya tanpa bantuan alat penyala lain. Karena alasan ini mesin diesel juga disebut mesin penyalaan kompresi (compression Ignition Engines). Motor diesel memiliki perbandingan kompresi sekitar 11:1 hingga 26:1, jauh lebih tinggi dibandingkan motor bensin yang hanya berkisar 6:1 sampai 9:1. Konsumsi bahan bakar spesifik motor diesel lebih rendah (kira-kira 25 %) dibanding motor bensin namun perbandingan kompresinya yang lebih tinggi menjadikan tekanan kerjanya tinggi. 2.1.1 Torsi dan daya Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat dynamometer yang bertindak seolah-olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin,

maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem (Brake Power). P B = 2 ππ nn 60 TT (Lit. 5 hal 27 ) dimana : P B = Daya Keluaran (Watt) n = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m) 2.1.2 Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumtion, sfc) Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, Karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya selang waktu tertentu. Bila daya rem dalam satuan kw dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam, maka : Sfc = mmmm xx 10³ PP BB (Lit. 5 hal 2-16) dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kw.h) berikut : m f = laju aliran bahan bakar (kg/jam) Besarnya laju aliran massa bahan bakar (m f ) dihitung dengan persamaan m f = ssss ff.vv ff.10 ³ tt ff x 3600 (Lit. 5 hal 3-9) dimana : sg f = specific gravity V f = volume bahan bakar yang diuji

T f = waktu untuk mengahabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (detik) 2.1.3 Perbandingan udara bahan bakar (AFR) Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR). AFR= mm aa mm ff (Lit.5 hal 2-8) dengan : mm aa = laju aliran masa udara (kg/jam) Besarnya laju aliran masa udara (m a ) juga dapat diketahui dengan membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva vicous flow meter calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 mb dan temperatur 20 C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (C f ) berikut : C f = 3564 x P a x (TT aa +144) TT aa 2,5...(Lit. 5 hal 3-11) Dimana P a = tekanan udara (P a ) T a = temperatur udara (K) 2.1.4 Efisiensi Volumetris Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses) pada

sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Efisiensi volumketrik (ηηᵥ) Dirumuskan dengan persamaan: ηηᵥ = Berat udara segar yang terisap Berat udara sebanyak volume langka h torak (Lit.5 hal 2-9) berat udara segar yang terisap = mm aa 60. 2 nn (Lit. 5 hal 2-10 ) volumetris : berat udara sebanyak langkah torak = ρρ a.v s (Lit. 5 hal 2-7) Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi η v = 2.m a 60.n. 1 ρρaa.vvss (Lit. 5 hal 2-10) dengan : ρρ a = kerapatan udara (kg/m 3) V s = volume langkah torak = [spesifikasi mesin] Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut: ρρ a = PP aa RR.TT aa (Lit. 5 hal 3-12) Dimana R = konstanta gas (untuk udara = 287 J/kg.K) 2.1.5 Efisiensi Thermal Brake Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi thermal brake (brake thermal efficiency, ηb).

ηη bb = Daya keluar aktual Laju panas yang masuk (Lit. 5 hal 2-15) Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut : Q = m f. LHV (Lit. 5 hal 2-8) Dimana, LHV = nilai kalor bawah (kj/kg) Jika daya keluaran (P B ) dalam satuan kw, laju aliran bahan bakar m f dalam satuan kg/jam, maka: ηη bb = PP BB mm ff. LLLLLL. 3600 (Lit. 5 hal 2-15) 2.2 TEORI PEMBAKARAN Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah karbon (C) dan hydrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S) Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen. Nitrogen adalah gas lembaran dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hydrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hydrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika

oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbo monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida. 2.2.1 Nilai Kalor Bahan Bakar Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika ssatu bahan bakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific value, CV). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan niali kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan calorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hydrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong. HHV= 33950 C + 144200 HH 2 OO 2 + 9400 SS (Lit. 3 hal 44) 8 Dimana, HHV = Nilai kalor atas (kj/kg) C H 2 = Persentase karbon dalam bahan bakar = Persentase hydrogen dalam bahan bakar

O 2 S = Persentase oksigen dalam bahan bakar = Persentase sulfur dalam bahan bakar Nilai kalor bawah (low Heating value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hydrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15% yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,20 bagian merupakan hydrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar setengah dari jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hydrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kn/m² (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kj/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung. LHV = HHV -2400 (M + 9 H 2 ) (Lit. 3 hal 44) LHV = Nilai Kalor Bawah (kj/kg) M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture) Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical

Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV). 2.3 SIKLUS DIESEL Prinsip kerja mesin diesel mirip seperti mesin bensin. Perbedaannya terletak pada langkah awal kompresi alias penekanan adiabatik. Penekanan adiabatik adalah penekanan yang dilakukan dengan sangat cepat sehingga kalor alias panas tidak sempat mengalir menuju atau keluar dari sistem. Sistem untuk kasus ini adalah silinder. Kalau dalam mesin bensin, yang ditekan adalah campuran udara dan uap bensin, maka dalam mesin diesel yang ditekan hanya udara saja. Penekanan secara adiabatik menyebabkan suhu dan tekanan udara meningkat. Selanjutnya injektor alias penyuntik menyemprotkan bahan bakar yakni solar. Karena suhu dan tekanan udara sudah sangat tinggi maka ketika solar disemprotkan ke dalam silinder, sehingga solar langsung terbakar. Tidak perlu pake busi lagi. Perhatikan besarnya tekanan yang ditunjukkan pada diagram di bawah.

Gambar 2.1 Grafik Siklus Diesel Keterangan : 1. Langkah (0-1) adalah langkah hisap udara, pada tekanan konstan. 2. Langkah (1-2) adalah langkah kompresi, pada keadaan isentropik. 3. Langkah (2-3) adalah langkah pemasukan kalor, pada tekanan konstan. 4. Langkah (3-4) adalah langkah ekspansi, pada keadaan isentropik. 5. Langkah (4-1) adalah langkah pengeluaran kalor, pada tekanan konstan. 6. Langkah (0-1) adalah langkah buang, pada tekanan konstan. Dalam kenyataannya tiada satu pun merupakan siklus volume-konstan, siklus tekanan-konstan, atau siklus tekanan-terbatas. Hal ini dikarenakan adanya penyimpangan, dan penyimpangan dari siklus udara ideal itu terjadi karena dalam keadaan yang sebenarnya terjadi kerugian yang antara lain disebabkan oleh hal berikut:

1. Kebocoran fluida kerja karena penyekatan oleh cincin torak dan katup tak dapat sempurna. 2. Katup tidak di buka dan ditutup tepat di TMA dan TMB karena pertimbangan dinamika mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja. Kerugian tersebut dapat diperkecil bila saat pembukaan dan penutupan katup disesuaikan dengan besarnya beban dan kecepatan torak. 3. Fluida kerja bukanlah udara yang dapat dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan selama proses siklus berlangsung. 4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada waktu torak berada di TMA, tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara. Kenaikan tekanan dan temperatur fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran antara bahan bakar dan udara di dalam silinder. 5. Proses pembakaran memerlukan waktu, jadi tidak berlangsung sekaligus. Akibatnya, proses pembakaran berlangsung pada volume ruang bakar yang berubah-ubah karena gerakan torak. Dengan demikian, proses pembakaran harus sudah dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah torak bergerak kembali dari TMA menuju TMB. Jadi, proses pembakaran tidak dapat berlangsung pada volume atau pada tekanan yang konstan. Di samping itu, pada kenyataannya tidak pernah terjadi pembakaran sempurna. Karena itu daya dan efisiensinya sangatlah bergantung kepada perbandingan campuran bahan bakar-udara, kesempurnaan bahan bakar-udara itu bercampur, dan saat penyalaan.

6. Terdapat kerugian kalor yang disebabkan oleh perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin, terutama pada langkah kompresi, ekspansi, dan pada waktu gas buang meninggalkan silinder. Perpindahan kalor tersebut terjadi karena terdapat perbedaan temperatur antara fluida kerja dan fluida pendingin. Fluida pendingin diperlukan untuk mendinginkan bagian mesin yang menjadi panas, untuk mencegah bagian tersebut dari kerusakan. 7. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke atmosfer sekitarnya. Energi tersebut tak dapat dimanfaatkan untuk melakukan kerja mekanik. 8. Terdapat kerugian energi karena gesekan antara fluida kerja dengan dinding salurannya.

2.4 COMBUSTION ENGINE Berikut adalah proses pembakaran mesin diesel dengan penggunaan bahan bakar campuran biofuel vitamin engine. Dapat dilihat pada grafik dibawah ini : Gambar 2.2 Grafik Proses Pembakaran Mesin Diesel Proses pembakaran dibagi menjadi 4 periode : a). Periode 1: Waktu pembakaran tertunda (ignition delay) (A-B), pada periode ini fase persiapan pembakaran, karena partikel-partikel bahan bakar yang diinjeksikan bercampur dengan udara didalam silinder agar mudah terbakar. b). Periode 2: Perambatan api (B-C), pada periode ini campuran bahan bahan bakar dan udara tersebut akan terbakar di beberapa tempat. Nyala api akan merambat dengan kecepatan tinggi sehingga seolah-olah campuran terbakar sekaligus,sehingga menyebabkan tekanan dalam silinder naik. Periode ini sering disebut pembakaran letup.

c). Periode 3: Pembakaran langsung (C-D) akibat nyala api dalam silinder, maka bahan bakar yang diinjeksikan langsung terbakar. Pembakaran langsung ini dapat dikontrol dari jumlah bahan bakar yang diinjeksikan, sehingga periode ini sering disebut periode pembakaran dikontrol. d). Periode 4: Pembakaran lanjut (D-E) injeksi berakhir dititik D, tetapi bahan bakar belum terbakar semua. Jadi walaupun injeksi telah berakhir, pembakaran masih tetap berlangsung. Bila pembakaran lanjut terlalu lama, temperature gas buang akan tinggi menyebabkan efisiensi panas turun. 2.5 BAHAN BAKAR DIESEL Selain calorific value (nilai kalori), masih ada lagi beberapa spesifikasi dari bahan bakar terutama bahan bakar diesel yang sering diperlukan dalam praktik. Spesifikasi ini antara lain : Viskositas merupakan tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi, umumnya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas tinggi, maka tahanan untuk mengalir semakin tinggi. Viskositas sangat mempengaruhi kinerja injector bahan bakar. Viskositas yang tinggi akan mengakibatkan bahan bakar tidak teratominasi dengan sempurna melainkan dalam bentuk tetesan-tetesan yang besar dengan momentum tinggi serta memiliki kecenderungan untuk berrtumbukan dengan dinding silinder yang relative dingin. Hal ini dapat mengakibatkan pemadaman nyala (flame) dan peningkatan deposit serta emisi gas buang. Sebaliknya, bahan bakar yang

memiliki viskositas yang rendah menghasilkan pengkabutan (spray) yang terlalu halus dan tidak dapat masuk lebih jauh kedalam silinder pembakaran sehingga membentuk daerah kaya bahan bakar (Fuel rich zone) Bilangan Setana merupakan bilangan yang menunjukkan pada kualitas dan cepat atau lambatnya suatu bahan bakar untuk menyala. Bilangan setana didasarkan pada persen volume setana. Semakin tinggi bilangan setana suatu bahan bakar, maka kualitas penyalaan semakin baik. Ini berarti bahan bakar tersebut akan menyala ketika diinjeksikan kedalam silinder mesin diesel dengan penundaan penyalaan yang lebih singkat, demikian sebaliknya. Bilangan setana untuk mesin diesel putaran tinggi berkisar 4000 rpm sampai 6000 rpm. Titik tuang (Pour Point) adalah temperature rendah suatu minyak atau bahan bakar cair mulai membeku atau berhenti mengalir. Titik tuang dipengaruhi derajat ketidakjenuhan (angka iodium), semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi titik tuang. Titik tuang perlu diketahui khususnya pada saat menghidupkan mesin dalam keadaan dingin. Volatilitas merupakan kecenderungan suatu jenis bahan bakar untuk berubah fasa dari cair menjadi uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang rendah merupakan tanda-tanda dari tingginya volatilitas dari suatu bahan bakar.

Kalor residu karbon (carbon residu), menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari range bahan bakar sehingga cenderung deposit berupa karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis. Keberadaan hidrokarbon ini menyebabkan menumpuknya residu karbon dalam pembakaran yang akan mengurangi kinerja mesin. Pada temperatur yang tinggi, deposit dapat membara dan menaikkan temperatur silinder pembakaran. Kadar air dan sedimen, menunjukkan persentase kandungan air dan sedimen terkandung dalam bahan bakar. Pada temperature yang sangat dingin, air yang terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk Kristal dan menyumbat aliran bahan bakar. Disamping itu, keberadaan air dapat membentuk kristal dan menyumbat aliran bahan bakar. Disamping itu keberadaan air juga dapat menyebabkan korosi dan pertumbuhan mikrooganisme. Demikian juga hal dengan keberadaan sedimen yang dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan pada mesin. Titik nyala (Flash Point), merupakan temperatur terendah dimana suatu bahan bakar dapat terbakar dengan sendirinya (outocombust) akibat tekanan. Titik nyala yang rendah dapat menyebabkan kegagalan pada injector bahan bakar, pembakaran yang kurang sempurna bahkan ledakan. Semakin tinggi titik dari suatu bahan bakar, maka semakin aman penanganan dan penyimpanannya.

Penggolongan bahan bakar motor diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi 2 golongan yaitu: 1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm (rotation per minute). Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut bahan diesel yang biasanya digunakan untuk kenderaan bermotor. 2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak diesel. Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar Sumber : pertamina.com

2.6 Bio Fuel Vitamin Power Booster Adapun kegunaan dari biofuel vitamine engine ini dalam bidang suplemen bahan bakar menjadikan solusi dalam masalah efisiensi / penghematan pemakaian bahan bakar serta mengatasi polusi gas buang dan keuntungan lainnya Dalam hal ini penulis memilih bahan bakar atau produk Biofuel Vitamine Engine Power Booster. Dapat dilihat seperti gambar berikut : Gambar 2.3 Bio Fuel Vitamin Power Booster Muryama, at.all, (2000) Pengujian mesin diesel dengan bahan bakar minyak vegetative dan minyak diesel didapatkan bahwa dengan minyak vegetatif mempunyai efisiensi dan daya mesin yang lebih besar dibanding dengan minyak diesel, karena suhu gas buang yang dihasilkan lebih rendah namun terjadi penurunan kualitas nilai kalor rata-rata 2%. Dengan nilai kalor yang rata-rata lebih rendah 2%,

tetapi minyak vegetatif mempunyai angka cetana yang jauh lebih tinggi akan didapat keterlambatan penyalaan yang lebih pendek bila dibandingkan dengan miknyak diesel. Adanya keterlambatan penyalaan yang lebih pendek (ignition delay) daya yang dihasilkan besar dan efektif, maka akan dihasilkan unjuk kerja yang optimum. Altin, at. all, (2000) mengadakan penelitian minyak vegetative dicampur dengan bahan bakar diesel dan didapatkan bahwa viskositas campuran relative lebih tinggi dibandingkan bahan bakar diesel. Selanjutnya suhu mesin relatif rendah bila digunakan bahan bakar campuran. Suhu mesin yang relatif rendah mengindikasikan efisiensi meningkat sebagai akibat dari angka cetana dari bahan bakar vegetative jauh lebih tinggi. Dengan angka cetana yang tinggi maka pembakaran akan efektif dan keterlambatan penyalaan akan pendek dan efisiensi mesin akan tinggi. Angka vicositas yang tinggi akan menambah beban/kerja pompa lebih berat. Adapun kegunaan dari biofuel vitamin engine ini dalam bidang suplemen bahan bakar menjadikan solusi dalam masalah efisiensi / penghematan pemakaian bahan bakar, mengatasi masalah polusi gas buang dan keuntungan lainnya. 1. Double Action Fuel Catalyst. Adalah bahan bakar hasil karya putra Indonesia yang ramah lingkungan terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang dapat meningkatkan tenaga dan akselerasi kendaran dan juga menghemat bahan bakar minyak BBM kendaraan sampai 30% mencegah detonasi, melarutkan kandungan air dari kondensasi (penguapan) dalam tangki bahan bakar sehingga mencegah karat, mengurangi deposit karbon pada ruang bahan bakar, mengurangi kadar polusi pada gas buang.

2. Mekanisme Kerja Biofuel Vitamin Engine Interaksi Power Booster dengan gasoline/diesel (bensin,solar) menimbulkan reaksi seketika dalam memecah dan melembutkan partikel bahan bakar sehingga mudah dikabulkan dan mudah terbakar dalam ruang bakar menjadikan pembakaran menjadi lebih sempurna, tenaga menjadi lebih besar, tidak ngelitik/detonasi dan kadar polusi gas buang turun drastis. 3. Penggunaan Biofuel Vitamin Engine Power Booster dapat digunakan untuk semua mesin yang menggunakan bahan bakar bensin/solar misalnya : mobil, motor, kapal boat, genset, pompa air, dll.