BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat api dan ulat kantung sudah menjadi endemik sehingga sangat sulit dikendalikan. Kejadian yang sering terjadi di perkebunan kelapa sawit adalah terjadinya suksesi hama ulat bulu dari ulat api atau ulat kantung apabila kedua hama ini dikendalikan secara ketat (Susanto dkk., 2012). Ulat kantung yang biasanya menyerang kelapa sawit saat ini adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, dan Pteroma pendula. Distribusi ketiga ulat kantung berbeda-beda. Pteroma pendula merupakan salah satu jenis ulat kantung yang menyerang perkebunan kelapa sawit di Indonesia. 2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Kantung Pteroma pendula Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Bilateria Phylum : Arthropoda Klas : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Psychidae Genus : Pteroma Species : Pteroma pendula Jenis ini mirip dengan Metisa plana, bersifat polifag. Kadang kala menyerang bersama dengan Metisa plana, kantungnya langsung menempel pada daun. Siklus hidupnya lebih pendek dari pada siklus hidup Metisa plana, sehingga dalam setahun Pteroma pendula dapat mencapai 8 generasi. 4
2.2 Siklus Hidup Hama Ulat Kantung Pteroma pendula 2.2.1 Telur Telur berwarna kuning pucat dan berbentuk oval. Telur akan menetas setelah 6-8 hari. Jumlah telur yang dihasilkan betina Pteroma pendula sekitar 65-70 butir (Susanto dkk., 2012) 2.2.2 Larva Larva Pteroma pendula mempunyai 6 instar. Larva instar pertama membuat kantung dengan memakan lapisan daun dan sisa kantung induk betina. Kantung yang dibuat Pteroma pendula lebih halus dibandingkan Metisa plana 2.2.3 Pupa Gambar 2.1. Larva Pteroma pendula Sumber : Foto Lapangan Ukuran pupa jantan lebih kecil dari pada betina. Panjang pupa jantan lebih pendek dibandingkan betina (± 7,4 mm vs ± 8,1 mm). Masa pupasi mencapai 14 hari. Pupa berbentuk kerucut dan menggantung dengan benang sutera yang panjang seperti pendulum pada permukaan bagian bawah daun. 5
2.2.4 Imago Gambar 2.2. Pupa Pteroma pendula Sumber : Foto Lapangan Secara umum waktu yang dibutuhkan Pteroma pendula dalam menyelesaikan hidupnya sekitar 49-50 hari. Penetasan telur membutuhkan waktu 6-8 hari, masa perkembangan larva sekitar 30-41 hari, telur menetas setelah 6-8 hari, waktu yang dibutuhkan instar satu menjadi instar dua sekitar 5 hari; instar 2-3, 4-5 hari; instar 3-4, 6-7 hari; instar 4-5, 5-6 hari; instar 5-6, 4-5 hari. Fase pupa betina membutuhkan waktu 10 hari dan jantan 14 hari. Imago jantan dapat hidup sampai 3 hari. Gambar 2.3. Imago Jantan dan Betina Pteroma pendula Sumber : Foto Lapangan 6
Tabel 2.1 Siklus hidup Pteroma pendula Stadia Lama (hari) Keterangan Telur 6-8 Jumlah telur 65-70 butir Larva 30-41 Terdiri dari 6 instar, berada di dalam kantung Pupa 10-14 Menggantung seperti pendulum Imago 3 - Total 49-50 Tergantung pada lokasi dan lingkungan Sumber : Susanto., dkk 2012 2.3 Gejala dan Kerusakan Serangan yang ditimbulkan oleh Pteroma pendula pada daun kelapa sawit terlihat seperti berlubang dan mengering. Pada larva instar awal bagian yang dimakan adalah bagian epidemis atas daun, sedangkan untuk larva instar akhir bagian yang dimakan adalah epidermis bawah. Gambar 2.4. Gejala Kerusakan Sumber : Foto Lapangan 7
2.4 Metode Pengendalian Hama Ulat Kantung Pteroma pendula 2.4.1 Pengendalian Biologi Hindari penyemprotan gulma secara blanket (Clean weeding), karena apabila penyemprotan tersebut dilakukan, maka hal ini akan mengurangi keragaman predator dan parasitoidnya yang nantinya akan memicu ledakan hama ulat kantung. Aplikasi agen hayati dan konservasi musuh alami dengan penanaman tanaman berguna, seperti Cassia spp., Clotalaria usaramoensis, dan Euphorbia heterophylla yang mempunyai peranan penting sebagai sumber pakan bagi imago berbagai jenis serangga parasitoid Metisa plana yaitu, Dolichogenidea metesae (Susanto dkk., 2012). 2.4.2 Pengendalian Kimia Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit, khusus ulat kantung memiliki perilaku yang khusus. Hal ini dikarenakan ulat kantung memiliki kantung yang menyelimutinya. Kantung tersebut berguna untuk melindungi ulat dari ancaman predator. Jadi, jika hendak melakukan pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan racun yang bersifat sistemik. Racun sistemik adalah racun yang diserap melalui sistem organisme misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan peracunan bagi hama. Pengendaliannya dapat menggunakan Injeksi batang, Mist Blower dan Fogger. Pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat diaplikasikan Infus akar dengan insektisida bertipe racun sistemik seperti Asefat dan Dimehipo. Dosis yang digunakan untuk Asefat: 10gr/100ml/pohon, sedangkan Dimehipo: 10-20ml/pohon, Penyemprotan dengan Mist Blower atau Knapsack sprayer dengan insektisida bertipe racun sistemik seperti Asefat dengan dosis 10gr/100ml/pohon dan campuran Triazofos 200gr/l + Deltametrin 12gr/l. 8
Sedangkan pada tanaman menghasilkan (TM) dapat diaplikasikan Injeksi batang dengan insektisida bertipe racun sistemik seperti Asefat dengan dosis 10-15 gr/100ml/pohon dan Dimehipo 10-20 ml/pohon. Penyemprotan dengan Mist blower tipe baru, dengan daya semprot vertikal hingga 11 meter. Bahan aktif yang digunakan bertipe racun sistemik seperti Asefat dengan dosis 10gr/100ml/pohon dan campuran Triazofos 200gr/l + Deltametrin 12 gr/l. Pengasapan dengan Fogger pada malam hari. Insektisida yang digunakan berbahan aktif Sipermetrin dengan dosis 200-300 ml/ha (Susanto dkk., 2012). 2.4.3 Pengendalian Manual dan Mekanik Pengendalian secara manual dapat dilakukan dengan melakukan pengutipan ulat kantung pada pelepah yang telah dipotong, kemudian pelepah tersebut dibakar, sedangkan pengendalian secara mekanik dilakukan dengan pemasangan Light trap untuk menarik dan memerangkap imago jantan (ngengat). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kopulasi. Kegiatan pemasangan Light trap dihentikan jika tangkapan ngengat per malamnya 5 ekor. 2.4.4 Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Teknologi PHT untuk hama pemakan daun kelapa sawit meliputi pengenalan terhadap jenis dan biologi hama sasaran sebagai dasar penyusunan taktik pengendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut melampaui tingkat populasi kritis yang ditentukan, serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit. Penggunaan insektisida kimia sintetik diupayakan sebagai pilihan terakhir, dan sedapat mungkin dipilih jenis serta teknik aplikasi insektisida yang paling aman bagi lingkungan, khususnya untuk kelangsungan hidup parasitoid dan predator dari hama sasaran (Susanto dkk., 2012). 9
Penerapan PHT merupakan solusi yang tepat dalam menghadapi berbagai hambatan dagang atau kompetisi (persaingan) dagang di pasar global. Implementasi PHT memenuhi tuntutan bagi adanya keharusan dilaksanakannya proses produksi berkualitas tinggi dari hulu sampai hilir dalam menghasilkan produk-produk perkebunan berkualitas tinggi. Penerapan PHT juga selaras dengan konsep mutakhir yaitu Roundtable on Sustainable Palm Oil (PPKS, 2006). Monitoring populasi adalah langkah awal di dalam sistem PHT terhadap UPDKS (Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit) dan merupakan dasar untuk memutuskan perlu atau tidaknya dilakukan tindakan pengendalian. Dinamika populasi suatu jenis hama adalah merupakan hasil interaksi antara hama dengan faktor-faktor lingkungan, baik yang mendukung maupun menghambat perkembangannya. Diketahui bahwa pada awal kehadirannya, populasi UPDKS adalah berupa kelompok-kelompok kecil, kemudian akan berkembang semakin membesar pada generasi berikutnya, dan akhirnya kelompok-kelompok hama tersebut akan saling menyatu dan memenuhi hamparan tanaman kelapa sawit yang luas (Susanto dkk., 2012). Untuk memperjelas tentang sistem pengendalian hama terpadu (PHT), maka dapat dilihat Gambar 2.5 10
Gambar 2.5. Sistem monitoring UPDKS Oleh karena itu PHT termasuk salah satu usaha pengelolaan lingkungan pertanian yang berusaha melakukan optimasi yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan ekonomi yang akan menentukan keberadaan umat manusia pada masa mendatang. Pengendalian Hama Terpadu tidak hanya memperhatikan sasaran jangka pendek saja, tetapi juga sasaran jangka jauh, tidak hanya terbatas pada aksi atau tindakan pengendalian dan penekanan populasi organisme sebagai hama tanaman tetapi juga mempertimbangkan peranannya yang lebih luas dan hakiki sebagai bagian dari sistem produksi tanaman pada khususnya dan pengelolaan lingkungan pertanian pada umumnya (Untung, 1984). 2.4.5 Power Sprayer Power sprayer merupakan mesin bertekanan tinggi yang akan mengeluarkan cairan semprot bila tekanan di dalam tangki cukup tinggi. Tanpa adanya tekanan yang cukup, maka proses penyemprotan tidak akan sempurna. Gambar 2.6. Gambar Power Sprayer Alat semprot ini tersedia dalam berbagai ukuran dari yang kecil yang dapat dibawa oleh orang sampai yang besar yang dipasang pada traktor (Wudianto, 11
1989). Power sprayer dapat dihubungkan dengan selang dan gun (sprayer + nozle). Selang dapat diperpanjang sampai 200 m. Bagian-bagian dari penyemprotan tekanan tinggi adalah unit ruang tekan dan isap, unit pompa, selang, laras dan nozzle. Sebagai tempat untuk menampung cairan semprot digunakanlah drum dengan kapasitas 100-200 liter Untuk mengoperasikan alat penyemprotan demikian dibutuhkan tenaga 3 orang dengan pembagian pekerjaan sebagai berikut: Satu orang penyemprot Satu orang pelangsir air dan pemindah mesin Satu orang penarik selang Selang yang digunakan cukup panjang antara 100-200 meter Supaya penyemprotan bisa lebih efisien dan tidak mengalami kesulitan maka harus diperhatikan: Arah angin, panjang selang yang digunakan, letak mesin dan drum yang tepat. 12