Sistem Hidrothermal. Proses Hidrothermal

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

8.1. Ketersediaan dan Sifat

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

Energi Panas Bumi di Indonesia

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab IV Sistem Panas Bumi

PROPOSAL SEMINAR GEOLOGI AIR DALAM SISTEM PANASBUMI SEBAGAI FAKTOR PEMBENTUK LAPANGAN PANASBUMI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK

OPTIMALISASI PEMBANGKIT LISTRIK SIKLUS BINER DENGAN MEMPERHATIKAN FLUIDA KERJA YANG DIGUNAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

ARTIKEL TUGAS INDUSTRI KIMIA ENERGI TERBARUKAN. Disusun Oleh: GRACE ELIZABETH ID 02

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 2, No. 1, Januari 2014, Hal 49-54

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber panas bumi yang sangat

SISTEM VULKANISME DAN TEKTONIK LEMPENG

PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN TERHADAP EFISIENSI TURBIN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP)

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB III APLIKASI TERMODINAMIKA PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

MANIFESTASI GEOTHERMAL DI INDONESIA

PEMODELAN 2D RESERVOAR GEOTERMAL MENGGUNAKAN METODE GEOMAGNET DI DESA KASIMBAR BARAT ABSTRAK ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. fosil, seperti minyak dan gas bumi, merupakan masalah bagi kita saat ini. Hal ini

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. menjadi pusat perhatian untuk dikaji baik untuk menghindari bahayanya,

POLA SISTIM PANAS DAN JENIS GEOTHERMAL DALAM ESTIMASI CADANGAN DAERAH KAMOJANG. Nur Suhartono Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

KARAKTERISASI RESERVOIR PANAS BUMI

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

IV. BATUAN METAMORF Faktor lingkungan yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

MAGMA GENERATION. Bab III : AND SEGREGATION

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

BAB II STUDI LITERATUR

Distribusi Sumber Panas Bumi Berdasarkan Survai Gradien Suhu Dekat Permukaan Gunungapi Hulu Lais

BAB I PENDAHULUAN. PLTU 3 Jawa Timur Tanjung Awar-Awar Tuban menggunakan heat. exchanger tipe Plate Heat Exchanger (PHE).

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU

KONVERSI ENERGI PANAS BUMI HASBULLAH, MT

TEKANAN FLASHING OPTIMAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM DOUBLE-FLASH

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KARYA REFERAT

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

M MODEL KECEPATAN BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE TOMOGRAFI DATA MICROEARTHQUAKE DI LAPANGAN PANAS BUMI ALPHA

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

BAB I PENDAHULUAN I.1

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

MODEL PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI SISTEM HYBRID FLASH-BINARY DENGAN MEMANFAATKAN PANAS TERBUANG DARI BRINE HASIL FLASHING

BAB II PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI (PLTP)

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan Geologi Lapangan Panas Bumi Kamojang

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH SUMBER AIR PANAS DIWAK-DEREKAN BERDASARKAN DATA MAGNETIK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan

HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada akhir Desember 2011, total kapasitas terpasang pembangkit listrik di

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

BAB I PENDAHULUAN. vulkanik aktif yang berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi.indonesia

PROPOSAL KERJA PRAKTEK (KP)

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGUJIAN UAP/MONITORING SUMUR PANAS BUMI MATALOKO, NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

PENENTUAN SEBARAN TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BUMI MENGGUNAKAN SENSOR DS18S20 (Studi kasus Cangar kota Batu, Jawa Timur)

Transkripsi:

Sistem Hidrothermal Proses Hidrothermal Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hydrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150 225oC). Pada dasarnya sistim panas bumi jenis hidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi karena gaya apung (bouyancy). Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi. Adanya suatu sistim hidrothermal di bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya manifestasi panasbumi

di permukaan (geothermal surface manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya, dimana beberapa diantaranya, yaitu mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panas bumi di permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahan rekahan yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air panas) mengalir ke permukaan. Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya, sistim hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau sistim dua fasa. Sistim dua fasa dapat merupakan sistem dominasi air atau sistem dominasi uap. Sistim dominasi uap merupakan sistim yang sangat jarang dijumpai dimana reservoir panas buminya mempunyai kandungan fasa uap yang lebih dominan dibandingkan dengan fasa airnya. Rekahan umumnya terisi oleh uap dan pori pori batuan masih menyimpan air. Reservoir air panasnya umumnya terletak jauh di kedalaman di bawah reservoir dominasi uapnya. Sistim dominasi air merupakan sistim panas bumi yang umum terdapat di dunia dimana reservoirnya mempunyai kandungan air yang sangat dominan walaupun boiling sering terjadi pada bagian atas reservoir membentuk lapisan penudung uap yang mempunyai temperatur dan tekanan tinggi. Dibandingkan dengan temperatur reservoir minyak, temperatur reservoir panasbumi relatif sangat tinggi, bisa mencapai 3500C. Berdasarkan pada besarnya temperatur, Hochstein (1990) membedakan sistim panasbumi menjadi tiga, yaitu: 1. Sistim panasbumi bertemperatur rendah, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida dengan temperatur lebih kecil dari 1250C. 2. Sistim/reservoir bertemperatur sedang, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida bertemperatur antara 1250C dan 2250C. 3. Sistim/reservoir bertemperatur tinggi, yaitu suatu sistim yang reservoirnya mengandung fluida bertemperatur diatas 2250C.

Sistim panasbumi seringkali juga diklasifikasikan berdasarkan entalpi fluida yaitu sistim entalpi rendah, sedang dan tinggi. Kriteria yang digunakan sebagai dasar klasifikasi pada kenyataannya tidak berdasarkan pada harga entalphi, akan tetapi berdasarkan pada temperatur mengingat entalphi adalah fungsi dari temperatur. Pada Tabel dibawah ini ditunjukkan klasifikasi sistim panas bumi yang biasa digunakan. klasifikasi sistem panas bumi yang sering di gunakan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang (150 225oC). Pengalaman dari lapangan lapangan panas bumi yang telah dikembangkan di dunia maupun di Indonesia menunjukkan bahwa sistem panas bumi bertemperatur tinggi dan sedang, sangat potensial bila diusahakan untuk pembangkit listrik. Potensi sumber daya panas bumi Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 27500 MWe, sekitar 30 40% potensi panas bumi dunia. Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.

PLTU dan PLTP Miliarder Indonesia mengekspos cara dia mendapatkan 10 juta per hari Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida. Hal ini dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin.

Apabila sumberdaya panasbumi mempunyai temperatur sedang, fluida panas bumi masih dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan menggunakan pembangkit listrik siklus binari (binaryplant). Dalam siklus pembangkit ini, fluida sekunder ((isobutane, isopentane or ammonia) dipanasi oleh fluida panasbumi melalui mesin penukar kalor atau heat exchanger. Fluida sekunder menguap pada temperatur lebih rendah dari temperatur titik didih air pada tekanan yang sama. Fluida sekunder mengalir ke turbin dan setelah dimanfaatkan dikondensasikan sebelum dipanaskan kembali oleh fluida panas bumi. Siklus tertutup dimana fluida panas bumi tidak diambil masanya, tetapi hanya panasnya saja yang diekstraksi oleh fluida kedua, sementara fluida panas bumi diinjeksikan kembali kedalam reservoir. Masih ada beberapa sistem pembangkitan listrik dari fluida panas bumi lainnya yang telah diterapkan di lapangan, diantaranya: Single Flash Steam, Double Flash Steam, Multi Flash Steam,,Combined Cycle, Hybrid/fossil geothermal conversion system. www.matadunia.id geothermal

KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA III.1. Komponen Sistem Panasbumi Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari tiga komponen utama, yaitu adanya batua reservoar yang permeable, adanya air yang membawa panas, dan sumber panas itu sendiri. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan membentuk sistem yang mampu mengantarkan energi panas dari bawah permukaan hingga ke permukaan bumi. Sistem ini bekerja dengan mekanisme konduksi dan konveksi (Hochstein & Brown, 2000). III.1.1. Sumber panas Sumber panas dari suatu sistem hidrotermal umumnya berupa tubuh intrusi magma. Namun ada juga sumber panas hidrotermal yang bukan berasal dari batuan beku. Panas dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas, atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan. Perbedaan sumber panas ini akan berimplikasi pada perbedaan suhu reservoar panasbumi secara umum, juga akan berimplikasi pada perbedaan sistem panasbumi. III.1.2. Batuan reservoar Batuan reservoar adalah batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang signifikan karena memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup baik. Keduanya sangat berpengaruh terhadap kecepatan sirkulasi fluida. Batuan reservoar juga sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dari fluida hidrotermal. Sebab fluida hidrotermal akan mengalami reaksi dengan batuan reservoar yang akan mengubah kimiawi dari fluida tersebut. Nicholson (1993) menjelaskan bahwa batuan vulkanik, sedimen klastik, dan batuan karbonat umumnya akan menghasilkan fluida hidrotermal dengan karakter kimia yang dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. III.1.3. Fluida Nicholson (1993) menyebutkan ada 4 (empat) macam asal fluida fluida panasbumi, yaitu: (1) air meteorik atau air permukaan, yaitu air yang berasal dari presipitasi atmosferik atau hujan, yang mengalami sirkulasi dalam hingga beberapa kilometer. (2) Air formasi atau connate water yang merupakan air meteorik yang terperangkap dalam formasi batuan sedimen dalam kurun waktu yang lama. Air connate mengalami interaksi yang intensif dengan batuan yang menyebabkan air ini menjadi lebih saline. (3) Air metamorfik yang berasal dari modifikasi khusus dari air connate yang berasal dari rekristalisasi mineral hydrous menjadi mineral yang kurang hydrous selama proses metamorfisme batuan. (4) Air magmatik, Ellis & Mahon (1977) membagi fluida magmatik menjadi dua jenis, yaitu air magmatik yang berasal dari magma namun pernah menjadi bagian dari air meteorik dan air juvenile yang belum pernah menjadi bagian dari meteorik. III.2. Klasifikasi Sistem Panasbumi Terdapat berbagai klasifikasi sistem panasbumi yang diajukan oleh berbagai peneliti. Umumnya pembagian klasifikasi sistem panasbumi didasarkan pada beberapa aspek seperti asal fluida, suhu fluida di reservoar dan jenis sumber panas. III.2.1. Asal fluida Pembagian berdasarkan asal fluida ini disampaikan oleh Ellis & Mahon (1977). Mereka membagi sistem panasbumi menjadi cyclic system dan storage system. 1. Cyclic system yaitu apabila suatu fluida hidrotermal berasal dari air meteorik yang mengalami infiltrasi dan masuk jauh ke bawah permukaan, kemudian terpanaskan, dan bergerak naik ke permukaan sebagai fluida panas. Pada

sistem ini, air meteorik mengalami recharge dari hujan dan infiltrasi, sehingga siklus sistem berjalan terus menerus. 2. Storage System terbentuk apabila air tersimpan pada batuan dalam skala waktu geologi yang cukup lama dan terpanaskan secara insitu, baik sebagai fluida dalam formasi maupun sebagai air dari proses hidrasi pada mineral. Storage system ini dibagi berdasarkan host atau batuan tempat tersimpannya fluida tersebut, menjadi: (1) Sedimentary basin system dimana fluida diperoleh saat sedimen terendapkan. Salinitas pada air yang dihasilkan oleh air formasi ini umumnya lebih tinggi dibanding salinitas pada air magmatik. Selain itu, air yang berasal dari air laut ini juga akan mengakibatkan komponen ion klorida pada air formasi yang mengalami pemanasan akan meningkat. (2) Metamorphic system dimana air berasal dari pelepasan H2O saat proses metamorfisme batuan sedimen asal laut berjalan (White et al, 1973 dalam Ellis & Mahon, 1997). III.2.2. Suhu reservoar Terdapat beberapa standar yang berbeda dalam menentukan klasifikasi berdasarkan suhu reservoar ini. Goff & Janik (2000) dan Nicholson (1993) mengklasifikasikan suhu reservoar <150 C sebagai sistem bertemperatur rendah, sedangkan reservoar dengan suhu 150 C diklasifikasikan sebagai sistem bersuhu rendah. Nicholson (1993) membagi lagi sistem bersuhu tinggi menjadi liquid dominated dan vapor dominated sistem berdasarkan fase fluida yang dominan pada batuan reservoar (lihat gambar III.1 dan III.2). Gambar III.1. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase cair atau liquid dominated system (Nicholson, 1993) Gambar III.2. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase gas vapor dominated system (Nicholson, 1993) Sedangkan Hochstein & Browne (2000) membagi sistem panasbumi menjadi tiga yaitu suhu rendah, sedang (intermediate) dan tinggi. Sistem bersuhu rendah memiliki temperatur reservoar <125 C, sistem bersuhu sedang memiliki rentang temperatur reservoar antara 125-225 C, sedangkan sistem bersuhu tinggi memiliki suhu reservaor >225 C. III.2.3. Jenis sumber panas Secara umum terdapat dua jenis heat source yang dikenal dalam sistem panasbumi seperti yang dipaparkan Nicholson (1993), yaitu volcanogenic dan non-volcanogenic. Perbedaan penyebutan sistem yang merujuk pada sistem yang sama antara lain, Ellis & Mahon (1977) menyebutnya sebagai high-t system associated with recent volcanic dan high-t system in tectonically active non-volcanic area. Serta Goff & Janik (2000) yang menyebutnya sebagai young volcanic model dan tectonic model. 1. Volcanogenic System Volcanogenic system adalah sistem hidrotermal yang sumber panasnya berasal dari aktivitas magma. Intrusi magma yang bersifat andesitik, umumnya membentuk geometri intrusi dengan diameter kecil namun secara vertikal dekat dengan permukaan. Sedangkan magma yang bersifat asam, umumnya memiliki tubuh yang berdiameter lebar, namun secara vertikal jauh di bawah permukaan. Hochstein & Browne (2000) membagi sistem volcanogenic berrelief tinggi menjadi tiga sistem berdasarkan fase fluida di reservoar. Yaitu liquid dominated system (Gambar III.3), yang terbentuk jika permeabilitas batuan di reservoar tinggi, sedangkan permeabilitas batuan di recharge area sedang. Natural two-phase system

(Gambar III.5), terjadi jika permeabilitas di reservoar maupun di recharge area sedang. Serta vapor dominated system apabila permeabilitas batuan reservoar tinggi, namun permeabilitas batuan sekitar rendah. Gambar III.3. Model konseptual untuk sistem panasbumi liquid dominated berrelief tinggi menurut Hochstein & Browne (2000) Sistem volcanogenic berrelief rendah umumnya terbentuk pada magma yang bersifat asam, yang menghasilkan erupsi eksplosif sehingga membentuk kaldera yang luas (Gambar III.1). Selain itu, sistem volcanogenic juga dapat dihasilkan oleh proses rifting pada batas antar lempeng yang saling menjauh (Gambar III.6). Pada setting tektonik ini, magma yang terbentuk umumnya bersifat basaltic, fluida hidrotermal berasal dari magma serta infiltrasi dari punggungan di sisi rift. Sistem volcanogenic tidak selamanya menghasilkan suhu yang tinggi, pada beberapa sistem seperti di Horohoro dan Atiamuri, Selandia Baru yang merupakan sistem vulkanik namun bersuhu sedang (Hochstein & Browne, 2000). 2. Non-volcanogenic system Non-volcanogenic system ialah sistem hidrotermal yang sumber panasnya tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanisme. Nicholson (1993) menjelaskan bahwa panas pada sistem ini dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas, atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan, serta adanya panas residual pada batuan beku pluton. Sistem ini dapat menghasilkan fluida dengan temperatur tinggi hingga rendah. Gambar III.4. Model konseptual yang sudah disederhanakan untuk sistem panasbumi yang memiliki dua fase fluida pada reservoarnya (natural two-phase system) menurut Hochstein & Browne (2000) Gambar III.5. Model konseptual untuk sistem panasbumi yang fluidanya didominasi oleh fase gas (vapor dominated system) di komples gunungapi relief tinggi, dimana terdapat lapisan kondensat pada bagian atas dari reservoar menurut Hochstein & Browne (2000). Sistem yang berkaitan dengan batuan beku intrusif umumnya berada pada setting tektonik di batas antar lempeng. Hochstein dan Browne (2000) menjelaskan beberapa setting tektonik yang berkaitan dengan sistem panasbumi ini yaitu kolisi antar lempeng dan zona fracture. Pada setting tektonik kolisi, suhu yang terbentuk Gambar III.6. Model konseptual untuk sistem panasbumi di daerah rifting kerak benua. Model dibuat berdasarkan pada sistem danau di Tanzania utara, Kenya dan Ethiopia (Hochstein & Browne, 2000) pada reservoar bervariasi dari tinggi hingga rendah. Umumnya anomali panas dihasilkan dari batuan kerak yang panas akibat aktivitas kolisi tersebut. Sedangkan pada fracture zone system (Gambar III.8), fluida berasal dari air meteorik yang mengalami sirkulasi hingga ke bagian dalam dan berkontak dengan batuan intrusi seperti granit yang masih memiliki panas. Fluida tersebut kemudian bergerak naik melewati zona fracture yang memberikan permeabilitas tinggi sehingga air mempu bergerak naik ke permukaan. Goff & Janik (2000) menjelaskan adanya tectonic model yang merupakan konseptual model dari sistem geotermal yang terletak di lingkungan tektonik ekstensi (Gambar III.9). Pada zona ekstensi, seperti pada zona rifting, terjadi penipisan kerak akibat adanya stretching pada kerak yang saling menjauh. Penipisan ini mengakibatkan batuan mantel menjadi lebih dekat ke permukaan yang menghasilkan

gradien temperatur yang lebih besar serta adanya anomali aliran panas pada zona-zona sesar turun. Adanya sirkulasi dalam yang menuju graben menjadi suplai fluida yang akan terpanaskan dan terakumulasi pada reservoar, kemudian bergerak ke permukaan melewati zona permeabel dari sesar-sesar tersebut. Gambar III.7. Model konseptual untuk sistem panasbumi yang berkaitan dengan batuan beku intrusif pada zona fracture menurut Hochstein & Browne (2000) Gambar III.8. Model konseptual untuk sistem panasbumi akibat setting tektonik menurut Hochstein & Browne (2000) Nicholson (1993) memberikan contoh lain sistem panasbumi yang tidak berkaitan langsung dengan proses magmatisme yang disebut geopressured system. Panas pada sistem ini dihasilkan oleh tekanan bebatuan itu sendiri. Sistem ini umumnya memiliki suhu yang rendah. Pada sistem ini air yang berkontribusi umumnya berupa connate water yang terperangkap dalam batuan sedimen sehingga menghasilkan fluida yang bersifat klorida dan sangat saline atau disebut brine water. SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] (PDF Download Available). Available from: https://www.researchgate.net/publication/29667251 9_SISTEM_PANASBUMI_KOMPONEN_DAN_K LASIFIKASINYA_Bagian_dari_Proposal_Pengaju an_tugas_akhir [accessed Sep 29, 2017]. https://www.researchgate.net/publication/296672519_ SISTEM_PANASBUMI_KOMPONEN_DAN_KLASIFIKASINY A_Bagian_dari_Proposal_Pengajuan_Tugas_Akhir