1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Tuhan menciptakan manusia secara berpasang-pasangan. Manusia memiliki naluri untuk hidup berpasangan antara satu dengan yang lain Perkembangan zaman mempengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia. Teknologi berkembang dengan cepat dan pesat membuat komunikasi antar individu menjadi cepat dan mudah. Batas antara negara dengan adanya pengaruh globlasisasi menjadi kabur dan mempengaruhi kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya dalam masyarakat.. Setiap makhluk yang hidup mempunyai apa yang kita sebut wewenang hukum (rechtsbevoegheid) yaitu wewenang untuk memiliki hak-hak subyektif (pribadi) dan setiap hak subyektif menganggap suatu subyek hukum sebagai pendukung hak 1. Setiap manusia mempunyai HAM, Hak asasi manusia merupakan hak kodratiah yang melekat dimiliki oleh manusia sebagai karunia pemberian Tuhan kepada insan manusia dalam menopang dan mempertahankan hidup dan prikehidupannya dimuka bumi. 2 Hak-hak yang dimiliki oleh manusia ialah hak sipil, politik, hak ekonomi, sosial dan budaya serta hak atas lingkungan yang baik. Hak yang paling dasar yang dimiliki manusia ialah hak sipil (civil rights) dan salah 1 H.F.A. Vollmar, 1990, Hukum Keluarga (Menurut KUHPerdata). Tarsito. Bandung. hlm 2 2 Nurul Qamar, 2013, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi (Human Rights in Democratiche Rechtsstaat), hlm. 5.
2 satu bentuk dari hak sipil itu ialah hak untuk hidup berkeluarga (right to family life). 3 Hak untuk hidup berkeluarga merupakan hak sipil yang dimiliki oleh setiap orang. Hak ini tidak dapat dikurangi dalam bentuk apapun, kecuali dalam keadaan darurat yang telah diumumkan resmi oleh negara dan tidak terjadi diskriminasi terhadap pengurangan hak sipil tersebut atas dasar ras, suku, agama ataupin jenis kelamin. Pengaturan tentang HAM di Indonesia diatur dalam undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 mengatur mengenai hak-hak yang dimiliki oleh warga negara. Salah satu hak yang dimiliki oleh manusia adalah hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Hak ini diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 39 tahun 1999 Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 39 tahun 1999 menjelaskan bahwa setiap orang hal ini menandakan bahwa setiap orang tanpa terkecuali baik warga negara Indonesia maupun orang yang tinggal di Indonesia berhak atas hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan sah. Konstitusi negara Republik Indonesia juga diatur mengenai hak untuk melanjutkan keturunan dalam Pasal 28 B ayat (1) menjelaskan bahwa Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Perkawinan adalah perilaku makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 4 Perkawinan bukan hanya 3 Ibid, hlm. 97. 4 H. Hilman Hadikusuma, 2003, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut: Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agraria, CV. Mandar Maju, Bandung, hlm. 1.
3 hubungan individu antara suami dan istri tetapi juga merupakan hubungan hukum antara suami dan istri dimana didalamnya terdapat hak dan kewajiban diantara para pihak. Pemerintah mengatur mengenai perkawinan yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini diatur di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. UUP mengatur secara jelas mengenai perkawinan yang sah menurut hukum di Indonesia. Perkawinan menurut Pasal 1 UUP ialah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan adalah antara laki-laki dan perempuan, di Indonesia tidak mengenal adanya perkawinan sejenis antara laki-laki dengan laki-laki maupun antara perempuan dengan perempuan. Ikatan yang terjadi dalam perkawinan yang diatur di Indonesia bukan saja ikatan secara lahir atau ikatan secara fisik tetapi juga merupakan ikatan secara batin. Calon mempelai yang melangsungkan perkawinan harus ada ikatan batin antara kedua belah pihak yaitu laki-laki dan perempuan. Setiap orang berhak untuk melaksanakan perkawinan, tetapi perkawinan tersebut akan dianggap sah apabila sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UUP yaitu Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. UUP memandang sahnya perkawinan kembali pada hukum masing-masing agama dan kepercayaan pihak yang akan melangsungkan perkawinan. Pemerintah mengakui bahwa di Indonesia terdapat 5 (lima) jenis agama yang dianut, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu, tetapi setelah era
4 Reformasi pemerintah mengakui ada satu lagi agama yaitu Kong Hu Cu. 5 Pemerintah hanya mengakui adanya 5 (lima) agama tersebut, maka perkawinan yang dilangsungkan tidak sesuai ketentuan agama tersebut maka dianggap tidak sah. Seseorang yang tidak beragama di Indonesia ingin melangsungkan perkawinan maka ia harus memilih salah satu agama yang ada, karena ketika seseorang akan membuat KTP ia juga harus memilih salah satu agama yang ada, tidak dibenarkan adanya ateis. Indonesia berada di urutan keempat untuk negara berpopulasi terbesar, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. 6 Indonesia merupakan negara berkembang di mana laju pertumbuhan penduduknya tinggi. Dahulu sempat ada program keluarga berencana pada masa orde baru. Program Keluarga Berencana untuk saat ini program itu sudah tidak berjalan dengan baik. Program keluarga berencana jumlah anak dibatasi hanya 2 (dua) anak dalam satu keluarga. Pemerintah sudah berusaha untuk membatasi laju pertumbuhan penduduk dengan cara membatasi usia perkawinan yang ada di Indonesia, yaitu dalam Pasal 7 ayayt (1) UUP mengatakan bahwa batas usia perkawinan ialah 19 tahun untuk laki-laki dan usia 16 tahun untuk perempuan. Masyarakat banyak melakukan perkawinan di bawah batas usia perkawinan. Hal ini tidak hanya di dalam masyarakat pedesaan tetapi juga juga 5 Galih Pamungkas, Agama di Indonesia, http://berita.press/2015/03/agama-di-indonesia/, diakses 18 November 2015, jam 10:17 6 Bunga Manggiasih, Penduduk Indonesia Masuk Peringkat 4 Dunia, http://nasional.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/penduduk-indonesia-masuk-peringkat- 4-dunia,diakses 18 November 2015, jam 10:29
5 masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Pernikahan dini memiliki dampak negative, bukan sekedar dampak psikis dan fisik. 7 1. Pendidikan 8 Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar yang dimiliki seseorang terebut telah mengendur karena banyaknya tugas yang harus dilakukan setelah menikah. 2. Kesehatan 9 Ada dua dampak medis yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini, yakni dampak pada kandungan dan kebidanannya. Penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini antara lain infeksi pada kandungan dan kanker mulut Rahim. 3. Psikologi 10 Pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga, hal ini disebabkan karena emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan caara berpikir yang belum matang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dan suci. Perkawinan merupakan hak setiap warga negara.. Permasalahan di sini bukanlah soal perkawinannya, tetapi yang menjadi masalah ialah perkawinan yang dilakukan di bawah batas usia perkawinan. Perkawinan yang dilaksanakan ketika calon mempelai masih terlalu 7 Petti Lubis dan Luthfi Dwi Puji Astuti, Efek Buruk Pernikahan di Bawah Umur, http://life.viva.co.id/news/read/166370-efek-buruk-pernikahan-di-bawah-umur, diakses pada tanggal 12 April 2016 pukul 12.10 8 Anonim, Melihat Dampak Negative dan Positive Pernikahan Dini, http://www.kompasiana.com/ekanovias/melihat-dampak-negative-dan-positive-pernikahandini_552025208133115c719de36c, diakses pada 12 April 2016 pukul 12.14 9 Ibid. 10 Ibid.
6 muda membawa banyak dampak negatif baik dibidang kesehatan, psikologi dan pendidikan. Perkawinan yang dilakukan di bawah batas usia perkawinan maka memiliki banyak risiko. UNICEF mengatakan bahwa Di Indonesia, satu dari 6 anak perempuan telah menikah sebelum berulang tahun ke-18, mengakibatkan pada berakhirnya masa kecil mereka secara tergesa-gesa dan membuat siklus kemiskinan terus berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya. 11 Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan perkawinan di bawah batas usia perkawinan sebagai penelitian dengan judul : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WANITA YANG MENIKAH DIBAWAH BATAS USIA PERKAWINAN (STUDI KASUS PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DI KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH) B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah dasar pertimbangan yang digunakan Hakim Pengadilan Agama Boyolali dalam mengizinkan dilangsungkannya perkawinan di bawah umur menurut ketentuan UUP di kabupaten Boyolali, Jawa Tengah? 11 UNICEF Indonesia, Hari Ini Pelajar, Esok Pengantin, http://indonesiaunicef.blogspot.co.id/2015/06/hari-ini-pelajar-esok-pengantin.html diakses 15 Desember 2015 jam 20.52
7 2. Bagaimanakah perlindungan hukum yang dapat diperoleh bagi perempuan yang menikah di bawah batas usia perkawinan dalam hal adanya KDRT? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka yang tujuan yang ingin dicapai dari penulisan hukum ini di antaranya adalah: 1. Tujuan subyektif a. Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan penelitian hukum ini ialah sebagai pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. b. Untuk menambah pemahaman dalam bidang hukum perdata pada umumnya dan dalam bidang hukum perkawinan yang ada dan berlaku di Indonesia khususnya dengan harapan bermanfaat di kemudian hari. 2. Tujuan obyektif Tujuan yang ingin peneliti capai sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka tujuan obyektif dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan yang digunakan oleh Hakim Pengadilan Agama Boyolali dalam mengizinkan perkawinan di bawah batas usia perkawinan yang telah ditetapkan oleh UUP di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
8 b. Untuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum yang diberikan kepada perempuan yang menikah di bawah batas usia perkawinan yang telah ditentukan oleh undang-undang dalam hal adanya KDRT. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Penelitian yang dilakukan oleh penulis belum pernah diteliti atau ditulis oleh rekan mahasiswa lainnya. Penulis menemukan beberapa penelitian yang membahas sebagian unsur penelitian dengan kajian yang berbeda, diantarannya: 1. Tahun 2010, Febby Khoirunnisa Warmanda melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Pembatalan Perkawinan yang Diajukan oleh Jaksa (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Nomor 1135/PDT.G/2013/PA.PO). Penulis memfokuskan penelitiannya pada dasar pertimbangan yang digunakan hakim untuk menerima dan memutuskan perkawinan dan juga akibat hukum dari pembatalan perkawinan terhadap para pihak. 2. Tahun 2013, Oktaviana Retno Utami melakukan penelitian dengan judul Analisis Yuridis Mengenai Perjanjian untuk Menikah yang Dilaksanakan di Dusun Trengguno Kelurahan Sidorejo Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunung Kidul, Daerah
9 Istimewa Yogyakarta. Penulis memfokuskan penelitiannya pada keabsahan dari perjanjian perkawinan dan akibat hukum yang timbul jika salah satu pihak membatalkan perjanjian perkawinan tersebut. 3. Tahun 2012, Yustitia Karisma melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Janda Perkawinan Siri Pensiunan PNS. Penulis memfokuskan penelitiannya pada hak seorang janda perkawinan siri yang tidak menerima hak pension dan perlindungan hukum bagi janda yang menikah siri tersebut. Berdasarkan penyelusuran yang Penulis lakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tidak ditemukan penelitian mengenai Perlindungan Hukum Bagi Perempuan yang Menikah dibawah Batas Usia Perkawinan. Dengan demikian tema yang penulis angkat dapat dianggap asli dan layak untuk diteliti, namun apabila di luar sepengetahuan penulis masih terdapat penulisan serupa maka penelitian ini hendaknya dapat dijadikan sebagai pelengkap dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan.
10 E. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai oleh Penulis dalam Penulisan Hukum ini meliputi: 1. Manfaat Akademis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum secara umum, khususnya dalam bidang hukum perdata yang mengkaji berbagai permasalahan dalam perkawinan. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini khususnya bagi pihakpihak yang terkait berupa ilmu pengetahuan, peneliti dan masyarakat adalah sebagai berikut: a. Ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum mengenai perkawinan pada umumnya, dan perkawinan yang dilakukan di bawah batas usia perkawinan yang telah ditentukan oleh undang-undang. b. Peneliti Hasil penelitian ini akan mengembangkan pengetahuan peneliti di bidang hukum, dan digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada tingkat strata satu di bidang ilmu hukum.
11 c. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai perkawinan yang benar dan sah menurut negara, dan hak dan kewajiban yang timbul dari adanya perkawinan.