Teknik Pembelian Terselubung Dalam Penyidikan Tindak Pidana Narkotika. Sapto Winengku *, Umar Ma ruf **

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

TANGGUNG PRIYANGGO TRI SAPUTRO NIM. C FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

KENDALA DALAM PELAKSANAAN PEMBELIAN TERSELUBUNG (UNDERCOVER BUY ) DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA OLEH PENYIDIK POLRI

PETUNJUK TEKNIS ANTARA. NOMOR : PAS-07.HM TAHUN 2414 NOMOR : J U KNlSlO 1 llt,l201 4 BARESKRIM

SKRIPSI PELAKSANAAN TEKNIK PEMBELIAN TERSELUBUNG OLEH PENYELIDIK DALAM TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DI KOTA PADANG

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

Disusun Oleh : DODIT PAULANA NIM : ABSTRACT. Keywords: Investigations, Narcotics, Covert Purchases PENDAHULUAN

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAB III KEBIJAKAN KEPOLISIAN RESOR KOTA MEDAN DALAM MENJALANKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB II PERANAN KEPOLISIAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOBA DI POLDA JATENG

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

Proses Pelaksanaan Penyelidikan Dan Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Fidusia Di Polres Demak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

J A K A R T A, M E I

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

I. PENDAHULUAN. kita mengetahui yang banyak menggunakan narkoba adalah kalangan generasi muda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB III PEMIDANAAN ORANG TUA ATAU WALI DARI PECANDU NARKOTIKA DI BAWAH UMUR MENURUT UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. mendeskripsikan prinsip negara hukum adalah the rule of law, not of man

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 8, 2014 BNN. Penghargaan. Pencegahan. Pemberantasan. Narkotika. Prekursor. Tata Cara.

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

BAB III PENUTUP. b. Menggali informasi dengan bekas pecandu/informan. f. Penyerahan Narkoba Yang Dikendalikan ( Controlled Dellivery )

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Teknik Pembelian Terselubung Dalam Penyidikan Tindak Pidana Narkotika Sapto Winengku *, Umar Ma ruf ** * ** Anggota Polri, Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang email : saptowinengku087@gmail.com Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung Semarang ABSTRACT One of the techniques used by investigators in conducting an investigation of narcotic crime is a covert purchasing technique. The investigator himself and / or use other people to purchase narcotics with supervised then arrested the perpetrator along with the evidence. The authority of Polri investigators to make a covert purchase under Article 75 hurif j and Article 79 of Law Number 35 Year 2009 concerning Narcotics is to conduct investigation techniques of veiled purchases and submission under supervision. Narcotics crime is a violation of the criminal provisions in Law Number 35 Year 2009 on Narcotics, either directly related to the misuse of narcotics or acts related to the misuse of narcotics. The covert purchase technique in the investigation of narcotic crime is the undercover buy technique which is done to search and collect the evidence which with the evidence makes light of the narcotic crime and to find the suspect. Covert purchase techniques in narcotic drug criminal investigations are vulnerable to misuse. Investigators may trap someone by ordering a covert purchase and / or supervised submission then making the arrest. Therefore, there is a need to restrict the purchase and / or covert delivery in the investigation of narcotic crime. For example a covert purchase can only be done by the investigator himself and prohibit the acceptance of community members. Keywords: Covert purchase, Investigation ABSTRAK Salah satu teknik yang digunakan penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana narkotika yaitu teknik pembelian terselubung. Penyidik sendiri dan atau menggunakan orang lain melakukan pembelian narkotika dengan diawasi kemudian menangkap pelaku beserta barang buktinya. Kewenangan penyidik Polri untuk melakukan pembelian terselubung (undercover buy) terdapat pada Pasal 75 hurif j dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan. Tindak pidana narkotika merupakan perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika baik perbuatan yang langsung berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika maupun perbuatan perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkotika. Teknik pembelian terselubung dalam penyidikan tindak pidana narkotika yaitu teknik penyamaran sebagai calon pembeli (undercover buy) yang dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana narkotika dan guna menemukan tersangkanya. Teknik pembelian terselubung dalam penyidikan tindak pidana narkotika rentan untuk disalahgunakan. Oknum penyidik dapat saja menjebak seseorang dengan menyuruh melakukan pembelian terselubung dan atau penyerahan yang diawasi selanjutnya melakukan penangkapan. Untuk itu perlu adanya peraturan yang membatasi pembelian dan atau penyerahan terselubung dalam 875

: 875-883 penyidikan tindak pidana narkotika. Misalnya pembelian terselubung hanya bisa dilakukan oleh penyidik sendiri dan melarang penggimaan anggota masyarakat. Kata Kunci : Pembelian Terselubung, Penyidikan PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1 Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. 2 Penegakan hukum diperlukan dalam kondisi apapun, terlebih dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diikuti pula dengan meningkatnya angka kejahatan. Seiring dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka semakin pesat pula laju pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang. Dengan pesatnya perkembangan tersebut maka menimbulkan berbagai akibat, baik positif maupun negatif. Salah satu akibat negatif dari pesatnya pembangunan adalah semakin tinggi pula angka kejahatan. Tingginya angka kejahatan yang terjadi di tengah-tengah pesatnya pembangunan disebabkan karena faktor ketimpangan sosial. Aspek-aspek sosial dari pembangunan merupakan faktor penting dalam pencapaian sasaran strategis pencegahan kejahatan dalam konteks pembangunan dan harus diberikan prioritas utama. Dengan adanya pembangunan terutama untuk penanggulangan masalah sosial diharapkan kejahatan yang sebenarnya merupakan ketimpangan gejala sosial dapat dihindarkan / dicegah. 3 Karena kejahatan jelas dapat menghambat jalannya pembangunan dan mengganggu ketenteraman masyarakat. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang cukup meresahkan masyarakat adalah tindak pidana narkotika. Tindak pidana penyelahgunaan narkotika dapat merusak masa depan bangsa, karena tindak pidana narkotika sasaran utamanya adalah pemuda sebagai generasi penerus bangsa. Kejahatan narkotika merupakan kejahatan yang berskala internasional yang tidak mengenal batasbatas wilayah suatu negara. Umumnya kejahatan narkotika merupakan kejahatan yang terorganisir, bahkan jaringan peredarannya melalui antar negara yang korbannya tidak pandang bulu. Kenyataan ini menyebabkan peredaran narkotika dapat menyentuh siapa saja, baik orang tua maupun muda, dewasa ataupun anak-anak. Bahkan disinyalir bahwa peredaran ilegal narkotika juga terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat bagi narapidana menjalani pidananya. Hal ini menandakan pelaku tindak pidana narkotika selalu berusaha mencari celah untuk melaksanakan aksinya, tak terkecuali di dalam Lembaga Pemasyarakatan. 1 Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika, Jakarta. h. 1. 2 Ibid, h. 1. 3 Barda Nawawi Arif. 2005,. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. Citra Aditya Bhakti. h. 45 876

Kepolisian Republik Indonesia merupakan alat negara sebagai ujung tombak dalam penegakan hukum melindungi seluruh rakyat dan negara Indonesia termasuk terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Selaku alat negara penegak hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas memelihara serta meningkatkan tertib hukum dan bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketenteraman masyarakat dan wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. Pembinaan kemampuan dan penggunaan kekuatan Kepolisian Negara Republik Indonesia diarahkan guna terselenggaranya tugas-tugas Kepolisian selaku alat negara penegak hukum dalam rangka mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat salah satunya dengan melaksanakan penyelidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 4 Berkaitan dengan masalah penanggulangan tindak pidana narkotika, maka penyelidikan terhadap tindak pidana narkotika merupakan salah satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari penegakan hukum. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dari hasil penyidikan tersebut merupakan pintu masuk dilanjutkannya proses peradilan pidana ke tahap penyidikan dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup tentang terjadinya suatu tindak pidana. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana narkotika tidaklah mudah, karena kejahatan penyalahgunaan narkotika dilakukan secara rapi, terorganisir dan tersembunyi. Transaksi narkotika pada umumnya dilakukan pada waktu dan tempat yang sulit diketahui umum. Pelaku selalu berupaya menghindari penegak hukum dalam melakukan kegiatan penyalahgunaan narkotika. Untuk menghindari jangkauan aparat penegak hukum transaksi umumnya dilakukan terhadap orang-orang yang sudah dikenal. Begitu rapinya kejahatan peredaran ilegal narkotika, seringkali yang tertangkap penegak hukum hanyalah pelaku kecil sebagai pengedar sedangkan bandar narkotika sulit dilacak keberadaannya. Hal ini disebabkan pamasok umumnya tidak diketahui identitasnya sampai pada pengedar di lapangan. Kaedaan ini menyulitkan penegak hukum dalam menangkap pemasok narkotika ilegal. Informasi akan terputus saat pengedar tertangkap karena pengedar sendiri tidak mengetahui siapa yang memasok narkotika tersebut. Namun demikian penyidik tidak henti-hentinya melakukan berbagai upaya guna mengungkap peredaran narkotika tersebut. Salah satu teknik yang digunakan penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana narkotika yaitu teknik pembelian terselubung. Penyidik sendiri dan atau menggunakan orang lain melakukan pembelian narkotika dengan diawasi kemudian menangkap pelaku beserta barang buktinya. Kewenangan penyidik Polri untuk melakukan pembelian terselubung (undercover buy) terdapat pada Pasal 75 hurif j dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan. Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan dilakukan oleh penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan. Pembelian terselubung (undercover buy) sebagai suatu metode yang dilakukan penyidik dalam tindak pidana Narkotika dan Psikotropika dapat kita lihat pengertiannya dalam Petunjuk Lapangan Nomor Polisi : Juklap/04/VIII/1983 sebagaimana direvisi dengan Surat Keputusan No. Skep/1250/XI/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana disebutkan : pembelian terselubung atau undercover buy adalah suatu teknik khusus dalam penyelidikan kejahatan narkotika dan psikotropika, dimana seorang informan atau anggota polisi (dibawah selubung), atau pejabat lain yang diperbantukan kepada polisi (di bawah selubung ), bertindak sebagai pembeli dalam suatu transaksi gelap jual beli narkotika dan psikotropika, dengan maksud pada saat terjadi hal 4 Warsito Hadi utomo, 2005, Hukum Kepolisian di Indonesia. Prestasi Pustaka, Jakarta, h. 95. 877

: 875-883 tersebut, si penjual atau perantara atau orang-orang yang berkaitan dengan supply narkotika dan psikotropika dapat ditangkap beserta barang bukti yang ada padanya. Teknik pembelian terselubung yang diawasi dalam penyidikan tindak pidana narkotika dilakukan untuk mengungkap kejahatan narkotika yang semakin meresahkan masyarakat yang peredarannya sudah sampai ke desa-desa. Namun demikian penyidik masih menemui berbagai kendala dalam melakukan pembelian terselubung dalam penyidikan tindak pidana narkotika, seperti keterbatasan personil, anggaran penyidikan maupun minimnya informan. Berkaitan dengan uraian tersebut di atas tulisan ini akan membahas sekilas tentang penyidikan tindak pidana narkotika. Adapun pokok bahasan yang menjadi bahasan tulisan ini yaitu apakah yang dimaksud dengan tindak pidana narkotika dan bagaimana penyidikan tindak pidana narkotika melalui pembelian terselubung. PEMBAHASAN Masyarakat awam mengenal tindak pidana sebagai kejahatan. Pandangan masyarakat tidaklah salah mengingat tindak pidana merupakatan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi korbannya. Tindak pidana identik dengan perbuatan-perbuatan yang menurut sifatnya merupakan perbuatan yang dicela masyarakat. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan (crime atau Verbrechen atau misdaad) yang bisa diartikan secara yuridis (hukum) atau secara kriminologis. 5 Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan tindak pidana, yakni tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 6 Tindak pidana penyalahgunaan narkotika yaitu pelanggaran terhadap peraturan yang mengatur tentang penyalahgunaan narkotika sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis narkotika yang dilakukan tanpa aturan kesehatan maupun secara berkala atau teratur sehingga menimbulkan gangguan kesehatan jasmani jiwa dan fungsi sosialnya. 7 Di samping itu penyalahgunaan narkotika dapat berupa peredaran yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia. 8 Dari ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yaitu, setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 132. Selain mengatur tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dalam ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga mengatur tentang tindak pidana yang berhubungan dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, contoh dalam Pasal 55 ayat (1) Pasal 128, Pasal 131, Pasal 132. Dapat 5 Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, h. 40. 6 Ibid, h. 42. 7 Eko Nurhidayat. 2008. Narkoba. Jakarta. www.ekonurhidayad.weblog. hlm. 1. diakses 2 Agustus 2012.. 8 Ibid. hlm. 1 878

dikatakan bahwa tindak pidana narkotika merupakan perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika baik perbuatan yang langsung berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika maupun perbuatan perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkotika. Selain berdasarkan KUHAP sebagai hukum acara pidana umum yang mengatur tentang acara pidana secara umum, Penyidikan tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan, demikian pula dalam penyidikan tindak pidana narkotika. Diketahuinya dugaan terjadinya tindak pidana dapat berupa tertangkap tangan, laporan / pengaduan dan atau diketahui sendiri oleh penyidik. Laporan/pengaduan mengenai terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti dari masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau bahkan surat kaleng / anonym yaitu surat yang berisi laporan/pengaduan tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi yang tidak diketahui pengirimnya. Jika penyidik mendapat laporan/pengaduan tersebut maka penganannya yaitu melakukan cek identitas pelapor bila ada dihubungi dan minta kesediannya untuk memaparkan apa yang dilaporkannya tersebut, sehingga memudahkan penilaian apakah kasus tersebut korupsi atau bukan. Bila tidak ada identitas, penyidik mengadakan penyelidikan secara tertutup dan mendalam terhadap materi kasusnya tidak perlu mencari siapa pelapor sebenarnya. Sebelum dilakukan penyidikan maka tindakan awal yaitu melakukan penyelidikan. Penyelidikan tindak pidana dilakukan secara tertutup dan terbuka. 1. Penyelidikan Tertutup, yaitu dengan cara undercover atau surveillan untuk mengetahui pihak-pihak mana yang pro dengan calon tersangka dan mana kontra termasuk kemungkinan pengalihan hasil kejahatan dan dokumen apa yang diperlukan. Penyelidikan tertutup cocok dilakukan terhadap dugaan tindak pidana narkotika. Penyelidikan terutup dilakukan untuk menghindari pelaku mengetahui tentang penyelidikan yang sedang dilakukan. Hal ini agar pelaku tidak melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti. Jika hal itu terjadi maka dapat menghambat penyidikan. 2. Penyelidikan Terbuka, dalam penyelidikan secara terbuka tersebut langkah yang harus dilakukan: a. Membuat Surat Perintah Tugas penyelidikan guna mengumpulkan dokumen yang diperlukan dan menentukan siapa-siapa yang akan diklarifikasi; b. Membuat undangan Klarifikasi kepada para pihak yang ada kaitannya dengan permasalahan; c. Pembuatan Laporan Polisi, di dalam pembuatan Laporan Polisi tentang dugaan tindak pidana narkotika penyidik harus benar-benar yakin kalau masalah tersebut adalah merupakan tindak pidana yakni sudah dapat dipastikan pihak-pihak terlibat dan kerugian yang timbul. Penyelidikan menurut Pasal 24 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan dilaksanakan melalui kegiatan: 1. Pengolahan TKP: a. mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, dan Saksi/korban untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya; b. mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti; dan c. memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi; 2. Pengamatan (observasi): a. melakukan pengawasan terhadap objek, tempat, dan lingkungan tertentu untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan; dan b. mendapatkan kejelasan atau melengkapi informasi yang sudah ada berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang diketahui sebelumnya; 3. Wawancara (interview) a. mendapatkan keterangan dari pihak-pihak tertentu melalui teknik wawancara secara tertutup maupun terbuka; dan b. mendapatkan kejelasan tindak pidana yang terjadi dengan cara mencari jawaban atas pertanyaan 879

: 875-883 siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, bagaimana, dan bilamana; 4. Pembuntutan (surveillance) a. mengikuti seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana atau orang lain yang dapat mengarahkan kepada pelaku tindak pidana; b. mencari tahu aktivitas, kebiasaan, lingkungan, atau jaringan pelaku tindak pidana; dan c. mengikuti distribusi barang atau tempat penyimpanan barang hasil kejahatan; 5. Pelacakan (tracking) a. mencari dan mengikuti keberadaan pelaku tindak pidana dengan menggunakan teknologi informasi; b. melakukan pelacakan melalui kerja sama dengan Interpol, kementerian/ lembaga/badan/komisi/instansi terkait; dan c. melakukan pelacakan aliran dana yang diduga dari hasil kejahatan; 6. Penyamaran (undercover) a. menyusup ke dalam lingkungan tertentu tanpa diketahui identitasnya untuk memperoleh bahan keterangan atau informasi; b. menyatu dengan kelompok tertentu untuk memperoleh peran dari kelompok tersebut, guna mengetahui aktivitas para pelaku tindak pidana; dan c. khusus kasus peredaran narkoba, dapat digunakan teknik penyamaran sebagai calon pembeli (undercover buy), penyamaran untuk dapat melibatkan diri dalam distribusi narkoba sampai tempat tertentu (controlled delivery), penyamaran disertai penindakan/pemberantasan (raid planning execution); 7. Penelitian dan analisis dokumen, yang dilakukan terhadap kasus-kasus tertentu dengan cara: mengkompulir dokumen yang diduga ada kaitan dengan tindak pidana; dan meneliti dan menganalisis dokumen yang diperoleh guna menyusun anatomi perkara tindak pidana serta modus operandinya. Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan maka dapat disimpulkan bahwa teknik pembelian terselubung dalam penyidikan tindak pidana narkotika yaitu teknik penyamaran sebagai calon pembeli (undercover buy) yang dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana narkotika dan guna menemukan tersangkanya. Digunakannya teknik pembelian terselubung dalam penyidikan tindak pidana narkotika tidak lepas dari kriteria tingkat kesulitan tindak pidana narkotika. Penyidikan tindak pidana narkotika bisa masuk kategori mudah hingga sangat sulit. Menurut Pasal 17 ayat (4) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan bahwa tingkat kesulitan penyidikan perkara ditentukan berdasarkan kriteria: a. perkara mudah; b. perkara sedang; c. perkara sulit; dan d. perkara sangat sulit. Selanjutnya dalam Pasal 18 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan kriteria tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kriteria perkara mudah antara lain: a. saksi cukup; b. alat bukti cukup; c. tersangka sudah diketahui atau ditangkap; dan d. proses penanganan relatif cepat. 2. Kriteria perkara sedang antara lain: a. saksi cukup; b. terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah keterlibatan tersangka; c. identitas dan keberadaan tersangka sudah diketahui dan mudah ditangkap; d. tersangka tidak merupakan bagian dari pelaku kejahatan terorganisir; e. tersangka tidak terganggu kondisi kesehatannya; dan f. tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli mudah didapatkan. 3. Kriteria perkara sulit antara lain: a. saksi tidak mengetahui secara langsung tentang tindak pidana yang terjadi; b. tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu; c. tersangka dilindungi kelompok tertentu atau bagian dari pelaku kejahatan terorganisir; d. barang Bukti yang berhubungan langsung dengan perkara sulit didapat; e. 880

diperlukan keterangan ahli yang dapat mendukung pengungkapan perkara; f. diperlukan peralatan khusus dalam penanganan perkaranya; g. tindak pidana yang dilakukan terjadi di beberapa tempat; dan h. memerlukan waktu penyidikan yang cukup. 4. Kriteria perkara sangat sulit antara lain: a. belum ditemukan saksi yang berhubungan langsung dengan tindak pidana; b. saksi belum diketahui keberadaannya; c. saksi atau tersangka berada di luar negeri; d. TKP di beberapa negara/lintas negara; e. tersangka berada di luar negeri dan belum ada perjanjian ekstradisi; f. barang Bukti berada di luar negeri dan tidak bisa disita; g. tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu; dan h. memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang Penyidikan tindak pidana narkotika mempunyai karakteristik khusus, karena tindak pidana narkotika memerlukan penanganan yang khusus pula. Jaringan yang terputus, penyalahgunaan yang terorganisir secara transinternasional memerlukan penanganan khusus yang tidak mudah. Menurut Pasal 1 ayat (2) KUHAP bahwa penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dengan demikian penyidikan baru dapat dilaksanakan oleh penyidik apabila telah terjadi suatu tindak pidana dan terhadap tindak pidana tersebut dapat dilakukan penyidikan menurut yang diatur dalam KUHAP. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undng-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 109 butir (1) KUHAP). Untuk dapat menentukan suatu peristiwa yang terjadi adalah termasuk suatu tindak pidana, menurut kemampuan penyidik untuk mengidentifikasi suatu peristiwa sebagai tindak pidana dengan berdasarkan pada pengetahuan hukum pidana. Menurut R. Soesilo dalam bidang reserse kriminil, penyidikan itu biasa dibedakan sebagai berikut: a. Penyidikan dalam arti kata luas, yaitu meliputi penyidikan, pengusutan dan pemeriksaan, yang sekaligus rangkaian dari tindakan-tindakan dari terus-menerus, tidak ada pangkal permulaan dan penyelesaiannya, b. Penyidikan dalam arti kata sempit, yaitu semua tindakan-tindakan yang merupakan suatu bentuk represif dari reserse kriminil Polri yang merupakan permulaan dari pemeriksaan perkara pidana. Penyidikan tindak pidana narkotika dapat dilakukan dengan teknik pembelian terselubung. Pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat teknik-teknik khusus yang dipergunakan dalam penyidikan tindak pidana narkotika. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 75 j yaitu adanya teknik penyidikan pembelian terselubung dan pnyerahan di bawah pengawasan. Pada diskusi terbuka mengenai peraturan dan prosedur teknis operasi tertutup anti narkotika yang diadakan ombusdman, Brigjen Dharma menjelaskan, pembelian terselubung atau Undercover Buying merupakan sebuah metode yang dilakukan penyidik dalam tindak pidana narkoba, seperti yang diatur dalam Pasal 75 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 9 Lebih lanjut Brigjen Dharma menyatakan bahwa hal tersebut merupakan suatu Teknik khusus dalam penyelidikan kejahatan narkoba, di mana seorang informan atau anggota polisi (di bawah selubung) atau pejabat lain yang diperbantukan kepada polisi, bertindak sebagai pembeli dalam suatu transaksi gelap jual beli narkoba, dengan maksud pada saat terjadi hal tersebut, si penjual atau perantara atau orang-orang yang berkaitan dengan supply narkoba dapat ditangkap beserta barang bukti yang ada padanya. Sementara penyerahan narkoba yang dikendalikan atau Controlled Delivery adalah sebuah Teknik khusus yang dilakukan penyidik tindak pidana narkoba tahap penyelidikan dan terjadi 9 Rini Friastuti, 2016, Mengenal Undercover Buying dan Control Delivery dalam Penanganan Kasus Narkoba, https://news.detik.com/berita/d-3317950/mengenal-undercover-buying-dan-control-delivery-dalam-penanganan-kasusnarkoba, diakses 19 Desember 2017 881

: 875-883 penangguhan/penangkapan/penahanan/ penyitaan barang bukti, di mana seorang tersangka yang mau bekerja sama dengan polisi atau informan penerimanya, dengan maksud pada saat penerimaan dapat ditangkap orang-orang yang terlibat kejahatan narkoba beserta barang buktinya. Brigjen Dharma menambahkan, karena rawan penyalahgunaan wewenang, untuk melaksanakan kedua Teknik ini, wajib diterbitkan Surat Perintah dari atasan penyidik yang ditugaskan. Sementara ada beberapa tahap dalam kegiatan penyelidikan menggunakan 2 teknik tersebut, namun hal ini tak dapat diungkap ke publik karena merupakan bagian dari proses penyelidikan. Setelah melaksanakan teknik ini, penyidik wajib melaporkan hasilnya secara tertulis atau lisan, namun disusul dengan laporan secara tertulis kepada atasan penyidik sebagai pertanggungjawaban melaksanakan kegiatan khusus tersebut. 10 Walau menjadi salah satu metode dalam mengungkap narkoba, Undercover Buy jarang dipakai penegak hukum, khususnya Polri. Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Dharma Pongrengkun mengakui kalau Undercover Buying ini memiliki risiko tinggi, seperti hilangnya uang dan minimnya dana. Jika gagal, uangnya hilang. Solusinya ada, yaitu meminjam uang, dan memang secara khusus anggaran itu tidak ada. Sementara Direktur Narkotika Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Sugiyo, mengatakan ada beberapa hal yang dapat dilakukan instansi penegak hukum seperti Polri dan BNN apabila mengalami kesulitan dana dalam pelaksanaan undercover buy. Seperti memanfaatkan uang dan barang sitaan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Untuk kasus TPPU, instansi yang paling banyak mengungkap memang Polri, BNN hingga Bea Cukai. Namun hasil dari penindakan ini, menurutnya belum dapat digunakan untuk kepentingan penyelidikan kasus. 11 PENUTUP 1. Simpulan Tindak pidana narkotika merupakan perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika baik perbuatan yang langsung berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika maupun perbuatan perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkotika. teknik pembelian terselubung dalam penyidikan tindak pidana narkotika yaitu teknik penyamaran sebagai calon pembeli (undercover buy) yang dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana narkotika dan guna menemukan tersangkanya. 2. Saran Teknik pembelian terselubung dalam penyidikan tindak pidana narkotika rentan untuk disalahgunakan. Oknum penyidik dapat saja menjebak seseorang dengan menyuruh melakukan pembelian terselubung dan atau penyerahan yang diawasi selanjutnya melakukan penangkapan. Untuk itu perlu adanya peraturan yang membatasi pembelian dan atau penyerahan terselubung dalam penyidikan tindak pidana narkotika. Misalnya pembelian terselubung hanya bisa dilakukan oleh penyidik sendiri dan melarang penggimaan anggota masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Barda Nawawi Arif. 2005,. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung. Citra Aditya Bhakti 10 Ibid. 11 Ibid. 882

Evi Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika, Jakarta Warsito Hadi utomo, 2005, Hukum Kepolisian di Indonesia. Prestasi Pustaka, Jakarta. Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang,. Eko Nurhidayat. 2008. Narkoba. Jakarta. www.ekonurhidayad.weblog. Rini Friastuti, 2016, Mengenal Undercover Buying dan Control Delivery dalam Penanganan Kasus Narkoba, https://news.detik.com/berita/d-3317950/mengenal-undercover-buying-dan-controldelivery-dalam-penanganan-kasus-narkoba 883