I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sejak lama melakukan perdagangan internasional. Peningkatan ekspor dari sisi jumlah maupun jenis barang ataupun jasa selalu diupayakan dengan berbagai strategi diantaranya dengan pengembangan ekspor terutama non-migas. Adapun tujuan dari strategi ini adalah untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara mempertahankan pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah dengan meningkatkan pembangunan di sektor primer (pertanian) dimana peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi cukup nyata. Tabel 1.1. Nilai rata-rata RCA 1994 2003 Indonesia No Komoditas Rata-rata RCA 1994-2003 1 Minyak sawit 25,39 2 Kayu manis 24,59 3 Lada (white/long/black) 23,16 4 Kapulaga-pala 18,86 5 Vanili 17,46 6 Kelapa 17,28 7 Jambu mete 14,45 8 Biji Kakao 12,21 9 Jahe 10,45 10 Kopi (Green coffee) 5,74 11 Kapas 5,31 12 Teh 4,61 13 Karet alami 3,21 14 Tebu 0,19 15 Tembakau 0,18 Sumber : Asmara, 2008 Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi pada subsektor perkebunan. Suatu barang dikatakan memiliki keunggulan komparatif apabila nilai RCA yang diperoleh lebih besar dari satu (RCA > 1). Pada tabel 1.1 diketahui beberapa komoditas perkebunan yang memiliki keunggulan komparatif, salah satunya adalah vanili. Berdasarkan rata-rata RCA tahun 1994-2003 diketahui bahwa vanili merupakan komoditas dengan nilai rata-rata RCA terbesar kelima yaitu sebesar 17,46. Peringkat pertama sampai dengan keempat secara berturut-turut adalah minyak sawit (25,39), kayu manis (26,59), lada (23,16), kapulaga-pala (18,86). 2
Kemajuan dan perkembangan suatu negara dapat dilihat dari kondisi perekonomian negara tersebut. Tujuan bernegara suatu bangsa adalah meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, maka salah satu caranya adalah dengan mewujudkan produktivitas yang tinggi dan terus meningkat diseluruh bidang ekonomi. Indonesia harus bisa mengoptimalkan potensi yang ada agar terwujud suatu kondisi perekonomian negara yang stabil dan progresif, khususnya dalam mendapatkan potensi tawar yang baik dalam dunia perdagangan internasional. Tanaman vanili (Vanilla planifolia a) merupakan salah satu tanaman industri yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Penanaman vanili cepat meluas karena pemeliharaanya mudah dan harga buah polong yang cukup tinggi, sehingga dijuluki si emas hijau karena pada saat itu harga satu kilogram vanili segar setara dengan satu gram emas (Hadisutrisno, 2002). Tanaman vanili dikenal pertama kali oleh bangsa India dan meksiko, negara asal tanaman tersebut. Nama daerah dari vanili adalah Panili atau Perneli. Tanaman vanili merupakan tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong. Tanaman vanili mudah ditemukan didaerah tropis, termasuk Indonesia. Biji vanili tidak hanya menawarkan kelezatan jika ditambahkan ke makanan ataupun minuman. Tanaman vanili juga bermanfaat bagi kesehatan, antara lain : 1. Membuat fungsi otak lebih tajam dalam bekerja karena anti-oksidan alami pada vanili yang turut meningkatkan fungsi kognitif. 2. Vanili berfungsi sebagai agen peradangan seperti jahe, namun diyakini lebih kuat jika dibandingkan dengan jahe. 3. Vanili dapat menjaga kesehatan sistem saraf. Biji vanili mendorong sistem saraf bekerja lebih optimal. Vanili juga bisa dijadikan sebagai obat untuk meringankan gejala histeria. 4. Meredakan stress dan mengatasi impotensi. Aroma dari vanili membantu otak lebih rileks, bau khas vanili seperti aromaterapi yang membantu melegakan pikiran. Biji vanili juga mampu membantu mengatasi impotensi pada pria dan menyembuhkan nyeri sendi. 5. Bagi ibu hamil, vanili membantu mengurangi keluhan pada masa awal kehamilan. Pada serangan morning sickness yang biasanya dialami oleh ibu hamil dapat diatasi dengan menghisap beberapa tetes ekstrak vanili pada saat keluhan tersebut datang sehingga vanili dapat membantu mengurangi rasa mual. 3
Tabel 1.2. Produksi vanili dunia tahun 2013 Negara Produksi (Ton/tahun) China, mainland 335 Comoros 35 Cook Islands 0 French Polynesia 60 Guadeloupe 11 Indonesia 3200 Kenya 15 Madagascar 3100 Malawi 22 Meksiko 463 Papua New Guinea 433 Zimbabwe 11 Réunion 8 Seychelles 0 Tonga 198 Turki 290 Uganda 161 Dunia 8342 Sumber : FAOSTAT, diolah 2015 Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 Indonesia merupakan negara yang memproduksi vanili terbesar di dunia, yaitu sebesar 3.200 ton. Madagaskar memproduksi vanili sebesar 3.100 ton, Meksiko memproduksi vanili sebesar 463 ton, Papua New Guinea memproduksi sebesar 433 ton dan diperingkat kelima China memproduksi 335 ton vanili pada tahun 2013. Tabel 1.2 juga semakin memperkuat beberapa pendapat bahwa Indonesia bisa menjadi penguasa pasar untuk komoditas vanili, namun pada kenyataannya nilai ekspor Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun. Turunnya nilai ekspor vanili Indonesia di pasar internasional ini disebabkan karena produksi vanili Indonesia yang berfluktuasi sehingga importir utama lebih memilih produk vanili dari Madagaskar yang cenderung tetap produksinya. Gambar 1.1 dapat menjelaskan bagaimana perkembangan produksi vanili di lima negara yang termasuk produsen terbesar untuk komoditas vanili di dunia. 4
Produksi (Ton/tahun) 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Tahun China, mainland Indonesia Madagascar Mexico Papua New Guinea Gambar 1.1. Produksi vanili untuk pada lima produsen vanili terbesar dunia Sumber : FAOSTAT diolah, 2015 Pada gambar 1.1 dapat terlihat jelas bahwa produksi vanili Indonesia masih cenderung fluktuatif, tidak bisa dikategorikan meningkat maupun menuru secara pasti. Berbeda halnya dengan Madagaskar yang merupakan pesaing utama ekspor vanili Indonesia. Sejak tahun 2004 produksi vanili di Madagskar mengalami kenaikan yang cukup signifikan dan dapat stabil di tahun tahun berikutnya sampai dengan tahun 2013. Gambar 1.1 juga menunjukkan bahwa di beberapa tahun bahkan Madagaskar mampu mengungguli produksi vanili Indonesia, hal ini dapat dilihat pada tahun 2005 dan 2010. Seharusnya hal ini bisa dijadikan sebagai acuan bagi Indonesia untuk berbenah dan mengeluarkan inovasi maupun kebijakan agar produksi vanili Indonesia dapat stabil sehingga dapat lebih bersaing di pasar internasional. Sebelum menghitung daya saing ekspor vanili Indonesia penting kiranya untuk mengetahui berbagai negara tujuan utama ekspor vanili Indonesia dan pesaing-pesaingnya apakah benar-benar bersaing atau setiap negara sudah memiliki negara tujuan ekspornya masing-masing. Apabila suatu importir vanili mengambil produk vanili dari berbagai negara produsen vanili maka daya saing produknya dapat diukur dengan berbagai macam metode, namun apabila suatu negara importir hanya mengimpor produk vanili dalam satu negara saja maka tidak terdapat daya saing ekspor disana. Pada tabel 1.3 dapat diketahui pesaing utama ekspor vanili Indonesia di enam negara tujuan utama ekspor vanili Indonesia. Keenam negara tujuan utama ekspor vanili Indonesia tersebut adalah Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Belanda, United Kingdom dan Malaysia. 5
Tabel 1.3. Volume ekspor vanili pada lima produsen vanili terbesar didunia ke negara tujuan ekspor utama Indonesia tahun 2011 Volume Ekspor (Ton/tahun) Importir Indonesia Madagaskar China, mainland Meksiko Papua New Guinea Amerika Serikat 226 751 0 48 0 Perancis 1 763 0 0 0 Jerman 16 256 0 2 0 Belanda 26 1 0 0 0 United Kingdom 3 7 0 0 0 Malaysia 18 14 0 0 0 Sumber : FAOSTAT diolah, 2015 Tabel 1.3 menunjukkan bahwa Madagaskar merupakan pesaing utama ekspor vanili Indonesia di negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia. Tabel 1.3 juga menunjukkan bahwa walaupun China, Meksiko dan Papua New Guinea termasuk ke dalam lima besar produsen vanili di dunia namun ketiga negara tersebut bukan menjadi pesaing ekspor vanili Indonesia di keenam negara tujuan utama ekspor vanili Indonesia. Hal ini disebabkan karena China, Meksiko dan Papua New Guinea memiliki pangsa pasarnya sendiri diluar negara-negara yang menjadi tujuan utama ekspor vanili Indonesia. Produktivitas lahan juga akan mempengaruhi daya saing suatu negara di pasar internasional. Produktivitas adalah rasio dari total output dengan input yang dipergunakan dalam produksi. Gambar 1.2 menjelaskan bagaimana produktivitas lahan untuk pertanaman vanili di Madagaskar dan Indonesia. Perbandingan antara produktivitas lahan untuk pertanaman vanili di Madagaskar dan Indonesia ini dilakukan karena kedua negara tersebut memiliki tujuan negara importir vanili yang cenderung sama, yaitu Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Belanda, United Kingdom dan Malaysia. 6
Produktivitas (ton/ha) 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 Tahun Indonesia Madagaskar Gambar 1.2. Produktivitas lahan untuk pertanaman vanili di Madagaskar dan Indonesia Sumber : FAOSTAT diolah, 2015 Pada gambar 1.2 terlihat jelas bahwa produktivitas lahan vanili Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas lahan vanili di Madagaskar. Nilai produktivitas lahan ini seharusnya sangat berpengaruh terhadap daya saing ekspor vanili Indonesia di pasar Internasional namun pada kenyataannya dengan nilai produktivitas Indonesia yang jauh lebih tinggi dari Madagaskar, nilai ekspor vanili Indonesia masih berada di peringkat kedua setelah Madagaskar. Untuk menghitung nilai produktivitas lahan digunakan rumus: Produktivitas = Jumlah Produksi Luas Lahan Tanaman vanili di Indonesia merupakan tanaman rakyat yang ditanam sebagai tanaman sela diantara tanaman cengkeh, pala, kopi, kelapa dan sebagai tanaman pekarangan, namun jarang diusahakan sebagai tanaman tunggal (monokultur). Hasil tanaman vanili kering keseluruhannya diekspor, sedangkan untuk keperluan sendiri digunakan vanili sintetis yang harganya relatif lebih murah. Penghasil utama vanili sampai saat ini masih dikuasai oleh Madagaskar, dan Indonesia berada di posisi kedua, sedangkan negara pengimpor yaitu: Amerika Serikat, Perancis dan Jerman Barat. Ekspor vanili Indonesia ke pasaran dunia hampir 98% ditujukan ke Amerika Serikat (Alit, 1982). Vanili banyak digunakan sebagai bahan ramuan industri makanan, minuman dan pewangi (flavour and fragrance ingredients). Industri makanan banyak menggunakan vanili sebagai bahan 7
baku biskuit, gula-gula, susu, roti, dan industri es krim sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya untuk mengurangi bau tidak sedap (Hadisutrisno, 2002). Indonesia memiliki kesesuaian potensi alam (tanah atau lahan dak iklim) dan potensi sosial ekonomi (pemilikan tanah, sumberdaya manusia, dan pemasaran) untuk pengembangan tanaman vanili (Hadisutrisno, 2002). Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan vanili yaitu iklim dengan curah hujan 1000 2000 mm/tahun, suhu 20 30 C, kelembaban udara 65-75%, intensitas sinar matahari 30 50%, ketinggian tempat optimum 400 600 meter di atas permukaan laut, dan jenis tanah yang mempunyai sifat-sifat fisik yang sesuai. Sentra vanili banyak dijumpai di daerah yang memiliki jenis tanah alfisol, karena jenis tanah ini sangat cocok bagi pertumbuhan vanili. Tanah alfisol merupakan tanah yang mengalami pelapukan intensif dengan perkembangan tanah yang lanjut, struktur remah, gembur, kandungan bahan organic rendah, sifat fisik tanah baik, produktivitas sedang sampai dengan tinggi, daya menahan air cukup baik, dan tahan erosi (Soepardi, 1983). Vanili Indonesia dikenal sebagai Java vanilla bean yang mempunyai kualitas lebih unggul dibandingkan dengan vanili dari negara lain. Perbedaan harga produsen dengan harga ekspor menentukan kegiatan ekspor vanili. Adapun menurut labys (1975), perbedaan harga tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan penawaran dan permintaan pada sentra produsen dan sentra konsumen, dapat juga disebabkan oleh perubahan nilai tukar mata uang negara eksportir dan importir. Pada tahun 2004, Indonesia tercatat sebagai pemasok terbesar kedua setelah Madagaskar dengan kontribusi sebesar 700-800 ton per tahun dari 2000 2400 ton per tahun kebutuhan dunia. Amerika Serikat yang menjadi negara importir terbesar masih menggantungkan 40 50% kebutuhannya kepada Indonesia. Munculnya penyakit busuk batang menjadi ancaman yang serius bagi petani vanili. Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini mampu menurunkan produkssi hingga 80% (Anonim, 2004). 2. Perumusan Masalah Sebuah negara harus mengetahui keunggulan bersaing yang dimiliki atau yang akan diciptakannya dalam penyusunan strategi pemasaran internasional. Penciptaan keunggulan bersaing mengacu pada negara baru yang masuk pasar dunia, kekuatan daya beli konsumen, kekuatan pemasok serta substitusi impor sejenis yang dianggap sebagai pesaing produk yang dihasilkan. 8
Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing komoditas pertanian unggulan Indonesia harus dipahami keterkaitannya dengan sektor hulu dan hilir serta dirumuskan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dengan melakukan komparasi terhadap komoditas pertanian negara-negara lain. Dengan mengacu pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana daya saing vanili Indonesia dibandingkan negara negara produsen lainnya? b. Faktor faktor apa yang mempengaruhi daya saing ekspor vanili Indonesia? c. Apakah ada standarisasi impor vanili di negara tujuan utama ekspor vanili Indonesia dan bagaimana kesesuaiannya terhadap kondisi vanili Indonesia? 3. Tujuan Penelitian a. Mengetahui daya saing ekspor vanili Indonesia di pasar internasional b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing ekspor vanili Indonesia c. Mengetahui standarisasi impor vanili di negara tujuan utama ekspor vanili Indonesia dan kesesuaiannya terhadap kondisi vanili Indonesia 4. Kegunaan a. Bagi peneliti, sebagai sarana pengembangan pola pikir dan sebagai prasyarat untuk memperoleh derajat Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada b. Bagi perumus kebijakan, sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan ekspor vanili Indonesia c. Bagi produsen dan eksportir vanili, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai strategi pemasaran dan manajemen usaha d. Bagi pembaca, sebagai referensi atau informasi yang bermanfaat untuk dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut. 9