BAB I PENDAHULUAN. tersebut sebagai alat pemuas kebutuhan hidupnya. keterbatasan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan sendiri.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Suatu persetujuan tertentu berupa rangkaian kata-kata sebagai gambaran

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( )

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan diantaranya adalah persaingan antara siswa sebagai peserta didik yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH. Dosen STIH Padang. Abstrak

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian dari integral dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh :

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup tersebut, tak jarang dilakukan suatu perbuatan hukum

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA PRODUSEN, PENYALUR DAN KONSUMEN DALAM JUAL BELI ALAT BERAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

2 tersebut dapat dipakai dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau dapat dimiliki oleh pembeli. Pengelolah pusat perbelanjaan menawarkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I PENDAHULUAN. berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia (human needs) adalah suatu rasa yang timbul secara alami dari dalam diri manusia untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupannya. Kebutuhan-kebutuhan ini kemudian memunculkan keinginan manusia (human wants), untuk memperoleh sesuatu yang dibutuhkan tersebut sebagai alat pemuas kebutuhan hidupnya. Pada kenyataanya untuk memperoleh berbagai alat pemuas kebutuhan tersebut ada yang dapat diperoleh dalam upayanya sendiri (mengadakan sendiri), diupayakan sendiri dengan bantuan pihak lain, atau memang harus diperoleh dari pihak lain, atau memang harus diperoleh dari pihak lain karena berbagai keterbatasan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan sendiri. Ketika alat-alat pemuas kebutuhan yang berupa barang dan atau jasa tidak dapat disediakan nya sendiri, tentu saja diperlukan jasa atau layanan (servise) dari pihak lain yang menyediakan alat pemuas kebutuhan tersebut. Kayu bukan hal yang asing di telinga kita, Kayu telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berbagai pemanfatannya telah membantu kehidupan sehari-hari. Kayu dapat diolah berbagai pemanfaatannya untuk kerajinan ukiran dan penambah bahan furniture dan souvenir kayu jati. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan sebagaimana yang dimaksud memerlukan keterlibatan pihak 1

lain, dengan melalui suatu proses tertentu sampai kebutuhan yang dimaksud dapat dimanfaatkan (dikonsumsi) oleh yang membutuhkannya. Dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut di harapkan kebutuhan yang dikehendaki oleh individu yang satu akan dipenuhi oleh individu yang lain, demikian pula sebaliknya secara timbal balik. Hubungan antara dua individu yang timbul balik tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk kerjasama atau dalam hukum Indonesia di kenal dengan istilah perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua individu atau dua pihak, dimana pihak yang satu menuntut sesuatu hal atau prestasi dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. 1 Perikatan timbul dari adanya suatu perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji dan mengikat dirinya kepada seseorang yang lain atau peristiwa dimana dua orang saling berjanji. Suatu persetujuan tertentu berupa rangkaian kata-kata sebagai gambaran dari suatu perhubungan antara kedua belah pihak. Seperti halnya dengan semua buah perbuatan manusia, maka gambaran ini tidak ada yang sempurna. Kalau orang mulai melaksanakan persetujuan itu, timbullah bermacam-macam persoalan yang pada waktu persetujuan terbentuk, sama sekali tidak atau hanya sedikit nampak pada alam pikiran dan alam perasaan kedua belah pihak. 2 102. 1 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2002, hlm. 1. 2 R.Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju, 2000, hlm. 2

Tidak dapat dipungkiri bahwa perbuatan hukum seperti jual beli sering dilakukan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada hakekatnya perjanjian jual beli bertujuan untuk memindahkan hak milik atas suatu barang yang diperjualbelikan karena dalam jual beli pihak penjual wajib menyerahkan barang yang dijualnya itu kepada pembeli, sedangkan pihak pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga dari barang itu kepada pihak penjual. Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merumuskan jual beli sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa jual beli melahirkan kewajiban secara bertimbal balik kepada para pihak yang membuat perjanjian (jual beli tersebut). Hukum perjanjian bersifat terbuka atau mempunyai suatu kebebasan berkontrak, artinya kebebasan yang diberikan seluas luasnya kepada siapapun untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar Undang - Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Para pembuat perjanjian boleh membuat ketentuan ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal - pasal dari hukum perjanjian. Sedangkan pasal - pasal dari hukum perjanjian merupakan pelengkap, yang berarti pasal - pasal tersebut dapat dikesampingkan manakala dikehendaki oleh pihak - pihak yang membuat suatu perjanjian. Kalau mereka tidak mengatur sendiri sesuatu hal, berarti mengenai hal tersebut kan tunduk pada 3

Undang - Undang yang berlaku. 3 Sistem terbuka ini dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata Indonesia (selanjutnya disebut KUHperdata), lazimnya disimpulkan dalam pasal 1338 ayat 1. Yang berbunyi sebagai berikut : 4 semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang - Undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan perundang - undangan. 5 Artinya, perjanjian tersebut berlaku dan mengikat bagi para pihak secara hukum. Bagi kalangan bisnis, perjanjian ini sering di buat sebagai pedoman atau pegangan di dalam pelaksanaan transaksi bisnis atau penyelesaian sengketa bila terjadi perselisihan di kemudian hari. Dari banyak perjanjian yang timbul dalam masyarakat, perjanjian jual beli makin lama semakin penting untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan manusia di dalam masyarakat. Adapun yang dapat dijadikan obyek perjanjian jual beli sangat banyak, baik benda bergerak maupun benda tetap, namun dalam lalu lintas perdagangan obyek jual beli yang berupa barang bergerak lebih banyak di jumpai, salah satu diantaranya perjanjian jual beli kayu. Masalah jual beli tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Kejujuran atau itikad baik dalam jual beli merupakan faktor yang penting sehingga pembeli yang beritikad baik akan mendapat perlindungan hukum secara wajar, sedangkan yang tidak beritikad baik tidak perlu mendapat perlindungan hukum. 3 Ibid, hlm 13 4 Ibid, hlm 14 5 Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 11. 4

Umumnya dapat dikatakan, bahwa dalam pergaulan hidup ditengah-tengah masyarakat, pihak yang jujur atau beritikad baik haruslah dilindungi dan sebaliknya pihak yang tidak jujur atau tidak beritikad baik patut merasakan akibat dari ketidakjujurannya itu. Itikad baik adalah faktor yang paling penting dalam hukum karena tingkah dari anggota masyarakat itu tidak selamanya diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi ada juga dalam peraturan yang berdasarkan persetujuan masing-masing pihak dan oleh karena peraturan-peraturan tersebut hanya dibuat oleh manusia biasa maka peraturan-peraturan itu tidak ada yang sempurna. Kejujuran atau itikad baik, dapat dilihat dalam dua macam, yaitu pada waktu mulai berlakunya suatu perhubungan hukum atau pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termasuk dalam perhubungan hukum itu. 6 Kejujuran pada waktu mulainya dalam hati sanubari yang bersangkutan, bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi para pihak, mulai berlakunya perhubungan hukum itu sudah dipenuhi semua, sedang kemudian ternyata bahwa ada syarat yang tidak terpenuhi. Dalam hal yang demikian itu, bagi pihak yang jujur dianggap seolah - olah syarat-syarat tersebut dipenuhi semua, atau dengan kata lain yang jujur tidak boleh dirugikan sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat termaksud di dalam perjanjian itu. Sebaliknya satu pihak dikatakan tidak jujur pada waktu mulai berlakunya perhubungan hukum, apabila ia pada waktu itu tahu betul tentang adanya keadaan yang menghalang-halangi pemenuhan suatu syarat untuk berlakunya perhubungan itu. Sedangkan pihak lain mungkin jujur tentang 6 R.Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perdata, Bandung: Sumur, 1983, hlm.56. 5

hal itu, artinya tidak mengetahui adanya hal tersebut. Dalam hal ini pihak yang tidak jujur pada umumnya harus bertanggung jawab atas ketidakjujuran itu dan harus memikul risiko. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ketentuan mengenai itikad baik, khususnya yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian terdapat dalam Pasal 1338 ayat 3 yang menetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ini berarti, bahwa setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut dibuat dengan disertai oleh itikad baik, dalam hal ini termasuk perjanjian jual-beli. Itikad baik dalam kontrak merupakan lembaga hukum (rechtsfiguur) yang berasal dari hukum Romawi yang kemudian diserap oleh civil law. Dalam perkembangannya diterima pula dalam hukum kontrak di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australian, Selandia baru, dan Kanada. Walaupun itikad baik menjadi asas penting dalam hukum kontrak di berbagai sistem hukum, tetapi asas itikad baik tersebut masih menimbulkan sejumlah permasalahan terutama yang berkaitan dengan keabstrakan makna itikad baik. Dalam transaksi jual beli antara pihak penjual dengan pihak pembeli kayu tersebut kadang sering menuai permasalahan, para pihak telah sepakat melakukan jual beli kayu jati dengan harga yang wajar, dan pembeli mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran serta pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang, dalam perjalanan pengiriman tersebut terdapat razia oleh dinas yang berwenang dan kayu jati tersebut terbukti tidak adanya ijin tebang serta pengangkutannya atau dokumen atas kayu jati tersebut dan kemudian kayu jati tersebut di sita oleh dinas berwenang, sehingga pengiriman kayu tersebut tidak 6

sampai dan tidak adanya konfirmasi dari pihak penjual. Pihak pembeli merasa di rugikan telah membayar uang di muka, dan ingin menuntut atas kerugian tersebut namun pihak penjual tetap tidak bersedia untuk menganti kerugian kepada pihak pembeli. Pembeli yang beritikad baik atau karena salah satu pihak tidak memenuhi prestasi dalam perjanjian jual-beli maka bisa mendapatkan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata: Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.. Sehubungan dengan pasal 1320 mengenai syarat sahnya suatu perjanjian khususnya tidak terpenuhinya syarat obyektif akan mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum, artinya sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Terhadap pembeli yang beritikad baik sudah sepatutnya dilindungi oleh hukum karena ia tidak mengetahui bahwa barang tersebut belum memiliki ijin/prosedur yang telah di tetapkan dalam tebang pohon. B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut: Bagaiamana perlindungan hukum yang di berikan bagi pembeli kayu jati di Desa Kunduran,Kabupaten Blora? 7

C. Tujuan penelitian Dari rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum yang di berikan bagi pembeli kayu jati di Desa Kunduran, Kabupaten Blora. D. Manfaat penelitian Adapun manfaat dari penulisan ini adalah menambahan wawasan atau menjadi bahan sumbangan pemikiran keilmuan di bidang hukum perlindungan hukum khususnya dalam transaksi jual beli. E. Definisi operasional Definisi operasional pada hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pemahaman dan beda penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam judul. Sesuai dengan judul penelitian yaitu Perlindungan Hukum bagi Pembeli yang Beritikad Baik dalam Transaksi Jual beli Kayu Jati di Desa Kunduran,Kabupaten Blora maka definisi operasional yang perlu dijelaskan antara lain: 1. Perlindungan Hukum Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. 2. Transaksi Persetujuan jual beli dalam perdagangan antara pihak pembeli dan penjual. 8

F. Tinjuan pustaka 1. Teori perlindungan Hukum Kata perlindungan hukum menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti tempat belindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya member perlindungan kepada orang yang lemah. 7 Menurut Philipus M. Hadjon Negara Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya yang sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan hukum akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan serta keadilan sosial. Nilai-nilai tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wadah Negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dalam mencapai kesejahteraan bersama. Perlindungan hukum di dalam Negara yang berdasarkan Pancasila, maka asas yang penting ialah asas kerukunan berdasarkan kekeluargaan. 8 Asas kerukunan berdasarkan kekeluarga menghendaki bahwa upaya-upaya penyelesaian masalah yang berkaitan dengan masyarakat sedapat mungkin di tangani oleh pihak-pihak yang bersengketa. 7 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, Jakarta : Balai Pustaka, 1986, hlm. 600. 8 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya : PT Bina Ilmu, 1987, hlm. 84. 9

Menurut Philipus M. Hadjhon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarah tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang represif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di Lembaga Peradilan. 2. Perjanjian Perjanjian merupakan perikatan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, baik masyarakat umum maupun badan hukum dan perjanjian itu lahir karena adanya dua orang atau para pihak yang mengikatkan diri sehingga terjadi perikatan. 9 Pengertian perjanjian akan dapat dipahami apabila selain mengacu dari pengertian KUHPerdata maupun pendapat-pendapat para sarjana yang berkembang, antara lain: Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji melaksanakan suatu hal perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentunya perjanjian berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 10 Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanjian untuk melaksanakan suatu hal. 11 Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih 12 9 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 1990, hlm 1 10 ibid 11 J. Satrio, Hukum Perikatan Perikatan padaumumnya, Bandung: Alumni, 1999, hlm 32 10

Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya dan bentuk perjanjian itu berupa suatu rangkaian perikatan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Pengertian perjanjian dalam KUHPerdata dapat ditemukan dalam Pasal 1313 KUHperdata, adapun pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 tersebut adalah sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Perjanjian atau overeenkomst mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untukmenunaikan prestasi 13 Dua pihak itu sepakat untuk menentukan peraturan -peraturan dan kaedah atau hak dan kewajiban, yang mengikat mereka untuk ditaati dan dijalankan, kesepakatan itu adalah menimbulkan akibat hukum serta hak dan kewajiban dan kalau kesepakatan tersebut dilanggar maka ada akibat hukumnya. Pihak pelanggar dapat dikenakan akibat hukum atau sanksi 14 Perjanjian dianggap sah maka perjanjian terseubut harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang sehingga dapat diakui oleh hukum. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan bahwa syarat sahnya perjanjian adalah : 12 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 65 13 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1982, hlm 6 14 Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1988, hlm 97 11

1. Kata sepakat mereka yang mengikat dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat perjanjian. 3. Mengenai suatu hal tertentu. 4. Mengenai suatu sebab atau causa yang halal. Keempat syarat tersebut diatas merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dalam mengadakan suatu perjanjian, tidak dipenuhi salah satu syarat subyektif maka perjanjian tersebut dapat dimohonkan pembatalan dan jika syarat obyektifnya tidak terpenuhi maka syarat tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut dari semula dianggap tidak pernah ada. Mengenai pelaksanaan asas itikad baik yang berhubungan erat dengan kepatutan juga dijelaskan dalam pasal 1339 KUHperdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam suatu perjanjian, tetapi juga mengikat untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diwajibkan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. 15 Asas itikad baik bukanlah pengertian itikad baik yang tedapat dalam lapangan hukum benda, melainkan pengertian asas itikad baik disini adalah pengertian yang obyektif, yaitu berkaitan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, jadi pengertian asas itikad baik didalam pelaksanaan yang berarti kepatutan dengan pengertian itikad baik dalam hukm benda yang lebih berarti kejujuran. Dimana yang titik berat kejujuran atau itikad baik disini yaitu terletak pada tindakan yang akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak sebagai pelaksanaan terhadap suatu hal. 16 15 Subekti, op.cit, 1990, hlm 34 16 Abdulkadir Muhammad, op.cit, 2000, hlm 204 12

3. Perjanjian Jual Beli Perjanjian jual beli adalah Suatu Perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli. 17 Jual beli diatur dalam buku III KUHPerdata, bab ke V tentang Jual beli. Dalam Pasal 1457 KUHPerdata dijelaskan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata adalah jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar. 18 Perjanjian pada umumnya merupakan perjanjian konsensual karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para tersebut mengenai unsur esensial dan asidentalia dari perjanjian tersebut. Dikatakan adanya kesepakatan mengenai unsur esensial dan asidentalia, karena walaupun para pihak sepakat mengenai barang dan harga, jika ada hal-hal 17 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2003,hlm 49 18 Soesilo dan Pramudji, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW, Rhedbook publisher : 2008, hlm 325-326 13

lainnya yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut jual beli tetap tidak terjadi karena tidak tercapai kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, yaitu tentang barang yang akan dijual dan harga barang tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundang-undangan (BW) atau biasa disebut unsur naturalia. Perjanjian jual beli dikatakan pada umumnya merupakan perjanjian konsensual karena ada juga perjanjian jual beli yang termasuk perjanjian formal, yaitu yang mengharuskan dibuat dalam bentuk tertulis yang berupa akta otentik, yakni jual beli barang-barang tidak bergerak. Kesepakatan dalam perjanjian jual beli yang pada umumnya melahirkan perjanjian jual beli tersebut, juga dikecualikan apabila barang yang diperjual belikan adalah barang yang biasanya dicoba dulu pada saat pembelian, karena apabila yang menjadi objek perjanjian jual beli tersebut adalah barang yang harus dicoba dulu untuk mengetahui apakah barang tersebut baik atau sesuai keinginan pembeli, perjanjian tersebut selalu dianggap dibuat dengan syarat tangguh, artinya perjanjian tersebut hanya mengikat apabila barang yang menjadi objek perjanjian adalah baik (setelah dicoba). 19 Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 diatas, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu : 19 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm 126-127 14

a. Kewajiban Pembeli Kewajiban utama adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang telah diperjanjikan. Akan tetapi, apabila waktu dan ditempat pembayaran tidak ditetapkan dalam perjanjian, pembayaran harus dilakukan di tempat dan pada waktu penyerahan barang dilakukan. Apabila pembeli tidak membayar harga barang tersebut si penjual dapat menuntut pembatalan perjanjian sebagaimana halnya pembeli dapat menuntut pembatalan perjanjian jika penjual tidak menyerahkan barangnya. b. Kewajiban Penjual Dalam perjanjian jual beli, terdapat dua kewajiban utama dari penjual terhadap pembeli apabila barang tersebut telah dibayar oleh pembeli, yaitu: 1. Menyerahkan barang yang diperjual belikan kepada pembeli. 2. Menanggung atau menjamin barang tersebut. Kewajiban menyerahkan barang yang diperjual belikan dari penjual kepada pembeli, sudah merupakan pengetahuan umum, karena maksud utama seseorang yang membeli barang adalah agar dia dapat memiliki barang yang dibelinya, namun kewajiban menjamin barang yang dijual masih perlu dijelaskan lebih lanjut. Berdasarkan Pasal 1491 BW, ada dua hal yang wajib ditanggung atau dijamin oleh penjual terhadap barang yang dijualnya, yaitu: a. Menjamin penguasaan barang yang dijual secara aman dan tentram. b. Menjamin cacat tersembunyi atas barang tersebut, yang sedemikian rupa dapat menjadi alasan pembatalan perjanjian. 15

Walaupun tidak diadakan janji khusus tentang penanggungan atau penjaminan tentang cacat tersembunyi maupun penanggungan tentang penguasaan secara aman dan tentram, penangguhan tersebut merupakan kewajiban si penjual sehingga setiap penghukuman untuk menyerahkan seluruh atau sebagian barang yang dijual tersebut kepada pihak ketiga atau terhadap beban-beban yang menurut keterangan pihak ketiga memilikinya atas barang tersebut dan tidak diberitahukan pada waktu perjanjian jual beli dilakukan adalah atas tanggungan penjual. 20 G. Metode penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendapatkan data-data secara langsung di ruang lingkup Blora khususnya kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora. 2. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di Kios penjual kayu jati. Subjek penelitian merupakan responden yaitu pihak dijadikan sebagai narasumber dalam pemberian data sebuah penelitian. Yang menjadi lokasi dalam penelitian ini adalah pihak pembeli dan penjual. 3. Sumber Data a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh melalui hasil penelitian di lapangan yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. b. Data Sekunder 20 Ibid, hlm 132-134 16

Data yang diperoleh dari kepustakaan meliputi buku-buku teks, kamus kamus hukum, jurnal jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan yang mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder meliputi: 1. Bahan Hukum Primer meliputi: a. Undang-Undang Dasar 1945 b. KUHPerdata c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, serta bahan lain yang berhubungan dengan penelitian. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. 3. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : Kamus besar bahasa Indonesia, kamus bahasa inggris, jurnal, Ensiklopedia, Data internet, dan bahan elektronik lainnya yang mendukung. 4. Teknik pengumpulan data a. Observasi Sebagai metode ilmiah, observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti. 17

b. Wawancara Dilaksanakan dengan cara bertanya jawab dengan narasumber di lapangan. Dalam hal ini wawancara akan dilakukan terhadap pembeli. Metode ini di gunakan adalah wawancara semi terstruktur yakni di samping menyusun pertanyaa, juga akan mengembangkan pertanyaan lain yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dilakukan. Wawancara ini dilakukan secara terstrukur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. c. Dokumentasi Mencari data mengenai hal-hal atau variable, yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya, dan di dalam penelitian ini penelitian akan melakukan metode dokumentasi dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perlindungan konsumen pengguna jasa operator seluler. d. Analisis data Dalam menganalisis data yang diteliti, penyusunan menggunakan metode analisi deskriptif, yakni usaha untuk mengumpulkan data dan menyusun suatu data, kemudian dilakukan analisi terhadap data tersebut. Seluruh data yang diperoleh akan di olah menggunakan metode deduktif untuk menganalisis. 18