KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2017

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setela

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 62/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN NOMOR SE-62/PJ/2013 TENTANG

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak memegang peranan utama dalam keberlangsungan negara. Postur

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR: TENTANG PENGGELOLAAN KEUANGAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PERGURUAN TINGGI BADAN HUKUM MILIK NEGARA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 45/PJ./2007 TENTANG

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. satu instrumen penting dalam berjalannya pemerintahan sebuah negara. APBN yang digunakan oleh sebuah pemerintahan diharapkan dapat

SE - 69/PJ/2015 PROSEDUR PEMBERIAN DAN PENCABUTAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 225/PMK.05/2014 TENTANG

SOSIALISASI SE-34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PTN-BADAN HUKUM NOPEMBER 2017

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 50/PJ./2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 134/PMK.010/2017 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENGHASILAN DARI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK TENTANG

SE - 11/PJ/2011 PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA

Nomor : Lampiran : Perihal : Permohonan Persetujuan Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

Sosialisasi Peraturan Perundangan Berkaitan Pendanaan PTN Badan Hukum

Nomor :... 1)... 2) Lampiran :... 3) Hal : Permohonan Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. Wakil Kuasa dari Wajib Pajak :

2017, No nilai kekayaan awal Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 05 /PJ/2012 TENTANG

ANALISIS PEMERIKSAAN PAJAK DALAM UPAYA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

2015, No Mengingat Pengenaan Pajak dan saat lain pembuatan faktur pajak atas penyerahan pupuk tertentu untuk sektor pertanian dalam Peraturan Me

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

BAB II LANDASAN TEORI

BOPTN dan BPPTNBH. Bahan Biro Perencanaan dalam Rakor Pengawasan Bersama Itjen-BPKP. Solo, 28 Februari 2017

c. Biaya perjalanan dinas berupa biaya perjalanan, akomodasi dan perdiem tidak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 376/PJ.02/2017 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/PMK.03/2012 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 45 TAHUN 2015

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 27/PJ/2008 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

2016, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 tentang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 45/PJ/2016 TENTANG

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2013

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2017 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-49/PJ/2011

2016, No Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Menteri Keuangan dapat menetapkan pola pengelolaan k

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

KEBIJAKAN PERPAJAKAN TERHADAP YAYASAN/LEMBAGA PENYELENGGARA PENDIDIKAN

2015, No dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan P

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5916); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYETOR

2017, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017, telah tersedia pagu anggaran untuk subsidi Pajak Penghasilan ditanggung o

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

2017, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Kinerja Pegawai pada Kementerian Negara/Lembaga; Menging

BUKU PANDUAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas 2011

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 27 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Aset merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan, organisasi, atau institusi

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 27/PJ/2010 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

-32- RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Transkripsi:

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN NOMOR SE.3.4 /PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM A. Umum Dalam rangka mewujudkan keseragaman pemahaman dan perlakuan perpajakan bagi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN Badan Hukum) sehubungan dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 12 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, diperlukan penegasan mengenai perlakuan perpajakan dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini dimaksudkan untuk memberikan acuan mengenai perlakuan perpajakan bagi PTN Badan Hukum. 2. Tujuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini bertujuan untuk memberikan keseragaman pemahaman dan penafsiran tentang perlakuan perpajakan bagi PTN Badan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini meliputi: 1. Gambaran Umum PTN Badan Hukum; 2. Perlakuan Pajak Penghasilan bagi PTN Badan Hukum; dan 3. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai bagi PTN Badan Hukum. D. Dasar... ^

2 D. Dasar 1. UndangUndang Nomor 6 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 2009 (UndangUndang Ketentuan Umum Perpajakan): 2. UndangUndang Nomor 7 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 36 2008 (Undang Undang Pajak Penghasilan): 3. UndangUndang Nomor 8 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 42 2009 (UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah): 4. UndangUndang Nomor 12 2012 tentang Pendidikan Tinggi: 5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 94 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Berjalan (PP Nomor 94 2010): 7. Peraturan Pemerintah Nomor 1 2012 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 8 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan UndangUndang Nomor 42 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UndangUndang Nomor 8 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PP Nomor 1 2012): 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 tentang BadanBadan dan Orang Pribadi yang Menjalankan Usaha Mikro dan Kecil yang Menerima Harta Hibah, Bantuan, atau Sumbangan yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak Penghasilan (PMK 245/PMK.03/2008): 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2009 tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak daiam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan (PMK 80/PMK.03/2009): 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 (PMK 197/PMK.03/2013): 11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PMK 223/PMK.011/2014): 12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER44/PJ./2009 tentang Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan (PER44/PJ./2009): 13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER1/PJ/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembebasan dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER21/PJ/2014 (PER1/PJ/2011 s.t.d.d. PER21/PJ/2014). E. Materi...

3 E. Materi 1. Gambaran Umum PTN Badan Hukum a. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program speslalis, yang diseienggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. b. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. 0. PTN Badan Hukum adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh Pemerintah yang berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom. d. PTN Badan Hukum memiliki: 1) kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah; 2) tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri; 3) unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi; 4) hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel; 5) wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri dosen dan tenaga kependidikan; 6) wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi; dan 7) wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup program studi. e. Statuta PTN Badan Hukum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. f. Pendanaan PTN Badan Hukum adalah penyediaan sumber daya keuangan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan Pendidikan Tinggi oleh PTN Badan Hukum. g. Pendanaan PTN Badan Hukum dapat bersumber dari: 1) anggaran pendapatan dan belanja negara; dan 2) selain anggaran pendapatan dan belanja negara. h. Pendanaan PTN Badan Hukum yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara diberikan dalam bentuk: 1) bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum; dan/atau 2) bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 1. Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum adalah subsidi yang diberikan oleh Pemerintah kepada PTN Badan Hukum yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk penyelenggaraan dan pengelolaan Pendidikan Tinggi. j. Pendanaan PTN Badan Hukum yang bersumber dari selain anggaran pendapatan dan belanja negara bersumber dari: 1) masyarakat; 2) biaya pendidikan; 3) pengelolaan dana abadi; 4) usaha PTN Badan Hukum; 5) kerja sama tridharma Perguruan Tinggi; 6) pengelolaan kekayaan PTN Badan Hukum; 7) anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau 8) pinjaman. k. Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara berupa bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum dan yang bersumber dari selain anggaran pendapatan dan belanja negara merupakan penerimaan PTN Badan Hukum yang dikelola secara otonom dan bukan merupakan penerimaan negara bukan pajak. I. Bantuan... f

4 I. Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum digunakan untuk mendanai: 1) biaya operasional; 2) biaya dosen; 3) biaya tenaga kependidikan; 4) biaya investasi; dan 5) biaya pengembangan. m. Biaya dosen sebagaimana dimaksud pada iiuruf I merupakan bantuan biaya untuk dosen nonpns yang digunakan untuk: 1) gaji dan tunjangan; 2) tunjangan jabatan akademik; 3) tunjangan profesi; 4) tunjangan keiiormatan; 5) uang makan; dan/atau 6) lionorarium sesuai dengan penugasan dari pemimpin PTN Badan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. n. Biaya tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada huruf I merupakan bantuan biaya untuk tenaga kependidikan nonpns pada PTN Badan Hukum yang digunakan untuk: 1) gaji dan tunjangan; 2) uang makan; dan/atau 3) tunjangan kinerja. 0. Pemimpin PTN Badan Hukum menyusun laporan kinerja dan laporan keuangan PTN Badan Hukum pada setiap tahun anggaran untuk disampaikan kepada majelis wali amanat, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. p. Laporan kinerja PTN Badan Hukum disusun secara sistematis, akurat, dan akuntabel. q. Laporan keuangan PTN Badan Hukum disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang beriaku umum sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. r. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf q terdiri atas: 1) laporan posisi keuangan (neraca); 2) laporan aktivitas; 3) laporan arus kas; dan 4) catatan atas laporan keuangan. s. Kewajiban Laporan Keuangan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik diatur daiam Peraturan Pemerintah penetapan statuta PTN Badan Hukum. 2. Perlakuan Perpajakan bagi PTN Badan Hukum a. Perlakuan Pajak Penghasilan 1) PTN Badan Hukum merupakan subjek pajak dalam negeri karena tidak memenuhi kriteria unit tertentu dari badan pemerintah yang dikecualikan sebagai subjek dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b UndangUndang Pajak Penghasilan. 2) Fakultas, departemen/jurusan, program studi, dan IainIain yang berada di bawah PTN Badan Hukum merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam hal kewajiban perpajakan PTN Badan Hukum. 3) Dalam... f

5 3) Dalam hal PTN Badan Hukum memiliki usaha dalam bentuk badan hukum yang terpisah, maka setiap badan hukum terpisah tersebut memiliki kewajiban perpajakan tersendiri. 4) Dalam rangka keseragaman administrasi perpajakan agar dalam penamaan PTN Badan Hukum dikategorikan dalam bentuk badan Lembaga dan Bentuk Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER38/PJ/2013. 5) Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara berupa bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum dan yang bersumber dari selain anggaran pendapatan dan belanja negara yang diterima PTN Badan Hukum merupakan objek Pajak Penghasilan. 6) Harta hibah, bantuan, dan sumbangan yang diterima oleh PTN Badan Hukum dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sepanjang memenuhi ketentuan PMK 245/PMK.03/2008. 7) Sisa lebih adalah selisih dari seluruh penerimaan PTN Badan Hukum yang merupakan objek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional seharihari PTN Badan Hukum. 8) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh PTN Badan Hukum yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek pajak sepanjang memenuhi ketentuan PMK 80/PMK.03/2009 jo PER44/PJ./2009. 9) Dalam hal PTN Badan Hukum memperoleh penghasilan yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final, atas penghasilan tersebut merupakan penghasilan bagi PTN Badan Hukum dalam rangka menghitung sisa lebih sebagaimana dimaksud pada angka 7). 10) Penghasilan yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final sebagaimana dimaksud pada angka 8) dapat diberikan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain sesuai dengan ketentuan PER1/PJ/2011 s.t.d.d. PER21/PJ/2014. 11) Dalam hal PTN Badan Hukum telah memperoleh pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 9) namun tidak memenuhi ketentuan PMK 80/PMK.03/2009 jo PER44/PJ./2009, atas sisa lebih yang diperoleh PTN Badan Hukum diakui sebagai penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan. 12) Contoh... f

6 12)Contoh penghitungan mengenai penyediaan dan penggunaan sisa lebth sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini. 13)Atas penghasiian yang diperoleh dosen dan tenaga kependidikan, baik berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun nonpns yang dibayarkan oleh PTN Badan Hukum, berlaku pemotongan Pajak Penghasiian Pasal 21 sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Pajak Penghasiian. F. Penutup b. Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai 1) PTN Badan Hukum yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai. 2) PTN Badan Hukum sebagaimana dimaksud pada angka 1), kecuaii pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. 3) Berdasarkan Pasal 4A ayat (3) huruf g UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur bahwa jasa pendidikan termasuk sebagai jenisjasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. 4) Kriteria jasa pendidikan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam ketentuan PMK 223/PMK.011/2014. 5) Dengan demikian, dalam hal PKP PTN Badan Hukum melakukan penyerahan jasa yang tidak termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, maka wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan tersebut. c. Bendahara PTN Badan Hukum bukan merupakan bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan, sehingga tidak meiakukan pemungutan PPh Pasal 22 dan PPN atas pembellan barang dan/atau jasa. Dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Ini, dimlnta agar seluruh unit terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pengawasan sehubungan dengan pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini di lingkungan wilayah kerja masingmasing. Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta padatanggal 15 November 2017 KTUR JENDERAL PAJAK, DIREKTUR JENDERAL 'IJUGIASTEADI 19571108 198408 1 001 Kp.; PJ.031/PJ.0301/2017

LAMPIRAN Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE 34 /PJ/2017 Tanggal :15 November 2017 CONTOH PENGHITUNGAN MENGENAI PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN SiSA LEBIH Pada Pajak 2015 sampai dengan 2020 Wajib Pajak PTN Badan Hukum Universitas Bhinneka Tunggai Ika memperoleh sisa lebih sebagai berikut: 1. Pajak 2015 sebesar Rp850.000.000,00; 2. Pajak 2016 sebesar Rpl.,00; 3. Pajak 2017 sebesar Rp,00; 4. Pajak 2018 sebesar Rp600.000.000,00; 5. Pajak 2019 sebesar Rp400.000.000,00; dan 6. Pajak 2020 sebesar Rpl 00.000.000,00. Atas sisa lebih tersebut akan ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan berupa pembangunan gedung perpustakaan dan laboratorium. Wajib Pajak telah menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan an Pajak Penghasilan tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut. Berikut adalah contoh penghitungan mengenai penyediaan dan penggunaan sisa lebih yang akan ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan: a. Contoh penghitungan penyediaan dan penggunaan sisa iebih dalam ha! terdapat penggunaan sisa lebih. Pada Pajak 2016 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2015 sebesar Rp,00 (penggunaan sisa lebih Pertama) untuk Pada Pajak 2017 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2015 sebesar Rp350.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Kedua) dan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2016 sebesar Rp200.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Pertama) untuk Pada Pajak 2018 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2016 sebesar Rp250.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Kedua) untuk Pada Pajak 2019 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2016 sebesar Rp250.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Ketiga) untuk " Pada... f

600.000.000 850.000.000 600.000.000 2 Pada Pajak 2020 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2016 sebesar Rp800.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Keempat), sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2017 sebesar Rp,00 (penggunaan sisa lebih Ketiga), sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2018 sebesar Rp600.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Kedua), dan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2019 (penggunaan sisa lebih Pertama) sebesar Rpl00.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Pertama) untuk ditanamkan kembali sesuai ketentuan.. Berikut adalah contoh penghitungannya; Pajak Penyediaan Sisa Lebih Untuk Ditanamkan Kemball Selama 4 Penggunaan Sisa Lebih untuk Pembangunan dan Pengadaan Sarana dan Prasarana Keglatan Pendldlkan dan/atau Penelitian dan Pengembangan Pertama Kedua Ketiga Keempat Jumlah Penggunaan Sisa Lebih Sisa Lebih Yang Belum Ditanamkan Kembali Sisa Lebih Yang Melewati Jangka Waktu Penanaman Kembali Dalam Jangka Waktu 4 (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) ' (1) (3) (4) (6) (6) (7) (9) = (4) +(6)+ (6) *(7) (10) = (3). (9) (11) 2015 850.000.000 350.000.000 2016 1. 200.000.000 250.000.000 250.000.000 800.000.000 1. 2017 2018 600.000.000 2019 400.000.000 300.000.000 2020 Total 3.950.000.000 800.000.000 1.200.000.000 750.000.000 800.000.000 3.550.000.000 (a) 400.000.000 (b) Sisa lebih yang masih dapat ditanamkan kembali (a) (b) 400.000.000 b. Contoh penghitungan penyediaan dan penggunaan sisa lebih dalam hal terdapat sisa lebih yang melewati jangka waktu penanaman kembali. Pada Pajak 2016 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2015 sebesar Rp,00 (penggunaan sisa lebih Pertama) untuk ditanamkan kembali sesuai ketentuan. Pada Pajak 2017 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2016 sebesar Rp200.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Pertama) untuk ditanamkan kembali sesuai ketentuan. Pada Pajak 2018 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2016 sebesar Rp250.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Kedua) untuk Pada Pajak 2019 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2016 sebesar Rp250.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Ketiga) untuk Pada Pajak 2020 Wajib Pajak menggunakan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2016 sebesar Rp800.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Keempat), sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2017 sebesar Rp,00 (penggunaan sisa lebih Ketiga), sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2018 sebesar Rp600.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Kedua), dan sisa lebih yang diperoleh pada Pajak 2019 sebesar Rpl 00.000.000,00 (penggunaan sisa lebih Pertama) untuk Sampai... Kn P.I n.*^i/p.i o.?ni/?ni7

600.000,000 600.000.000 3 Sampai dengan Pajak 2020 masih terdapat sisa lebih yang diperoieh pada Pajak 2015 yang belum digunakan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebesar Rp350.000.000,00 dan atas sisa lebih tersebut merupakan objek pajak. Berikut adalah contoh penghitungannya: Pajak Penyediaan Sisa Lebih Untuk Ditanamkan Kembali Selama 4 Penggunaan Sisa Lebihuntuk Pembangunan dan Pengadaan Sarana dan Prasarana Kegiatan Pendidikan dan/atau Penelitian dan Pengembangan Pertama Kedua Ketiga Keempat Jumlah Penggunaan Sisa Lebih Sisa Lebih Yang Beium Oltanamkan Kembaii Sisa Lebih Yang Melewati JangkaWakUi Penanaman Kembali Dalam Jangka Waktu 4 (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (1) (3) (4) (5) (6) (7) (9) = (4)+ (5)+ (6)+ (7) (10) = (3)(9) (11) 2015 860.000.000 350,000,000 350,000.000 2016 1.500,000.000 200,000,000 250,000,000 250.000.000 800.000.000 1. 2017 2018 600.000.000 2019 400,000,000 100,000,000 300,000,000 2020 Total 3.950,000.000 800,000,000 850,000,000 750.000.000 800.000,000 3.200,000,000 (a) 750,000.000 (b) 350.000.000 Sisa lebihyang masih dapat ditanamkan kembali (a) (b) 400.000.000 TUR JENDERAL PAJAK. direktur JENDERAL ljuglasteadi