BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. menegakkan rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan berdasarkan

(Studi di Ditreskrimum Polda Jawa Timur) PENULISAN HUKUM. Oleh: EVIANA ANGGRAINI

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

PELAKSANAAN KEWENANGAN TEMBAK DI TEMPAT OLEH POLRI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DALAM PROSES PENANGKAPAN (Studi di Wilayah Hukum Polres Nganjuk)

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia memperluas fungsi dan tugas kepolisian yang meliputi

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni

BAB I. mengenai perlindungan terhadap HAM. Indonesia menjunjung tinggi prinsip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

I. PENDAHULUAN. pengeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain diberi definisi dalam. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Melihat perkembangan kepolisian dari hari ke hari memang tidak

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua,

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis,

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sidang pengadilan. Penyidikan dilakukan oleh penyidik Polri untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya maka penulis. menyimpulkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak dalam

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Kepolisian merupakan salah satu institusi negara yang terdepan penjaga masyarakat, Peran Polisi saat ini adalah sebagai pemelihara Kamtibmas juga sebagai aparat penegak hukum dalam masyarakat yang berkaitan dengan hukum Pidana, hendaknya polisi mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Salah satu tugas aparat kepolisian adalah menangkap orang yang melakukan suatu tindak pidana, masyarakat di luar kepolisisan menganggap bahwa tugas penangkapan selalu berjalan lancar apabila dilakukan dengan ramah dan penuh kebijaksanaan. Memang banyak peristiwa penangkapan dapat berjalan dengan lancar tanpa ada unsur perlawanan dari pihak tersangka yang akan ditangkap. Namun tidak demikian faktanya banyak tersangka yang melakukan perlawanan pada saat akan ditangkap. Dalam Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia menentukan : Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan 1

kepada masyarakat berkaitan dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh anggota kepolisian hukum tidak bisa secara kaku untuk diberlakukan kepada siapapun dan dalam kondisi apapun, dalam kondisi tertentu petugas penegak hukum dapat melakukan tindakan yang dianggap benar dan sesuai dengan penilainnya sendiri yang dalam hal ini disebut dengan diskresi. Diskresi adalah suatu wewenang yang diberikan kepada polisi untuk mengambil keputusan dalam situasi yang tertentu yang membutuhkan pertimbangan sendiri dan menyangkut masalah moral, serta terletak dalam garis batas antara hukum dan moral. 1 Kewenangan diskresi ini dalam penerapan di lapangan biasanya polisi melakukan tindakan tembak di tempat terhadap pelaku tindak pidana. Pada dasarnya pemberlakuan tembak di tempat terhadap pelaku tindak pidana bersifat situasional, yaitu berdasarkan pada prinsip proporsionalitas dalam penangggulangan kekerasan dan senjata api harus di terapkan pada saat tertentu. Dalam menangani kasus yang bersifat individual, maka polisi di tuntut untuk melakukan tindakan yang indivudual pula. Dibawah prinsip ini, seorang polisi boleh mengambil tindakan berdasarkan pertimbangan individual. Berdasarkan pasal 48 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009, setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan kepolisian dengan menggunakan senjata api harus memedomani prosedur penggunaan senjata api sebagai berikut : 1 Sitompul. 2000. Beberapa Tugas dan Peranan Polri. Jakarta. CV Wanthy Jaya. Hal. 2. 2

1. Petugas memahami prinsip penegakan hukum : a. Legalitas b. Nesesitas c. proporsionalitas 2. Sebelum menggunakan senjata api harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara : a. Menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota polri yang sedang bertugas b. Memberikan peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya. c. Memberikan waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi. 3. Dalam keadaan yang sangat mendesak dimana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain disekitarnya, peringatan sebagaimana di maksud dalam huruf 2b tidak perlu dilakukan. 2 Asas legalitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (a) merupakan tindakan petugas atau anggota polri sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, baik di dalam perundang undangan nasional ataupun internasional. Asas nesesitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (b) merupakan tindakan petugas atau anggota polri didasarkan oleh suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan penegakan hukum, yang mengharuskan 2 Perkap No 8 Tahun 2009.pdf. diakses tanggal 29 oktober 2015 pukul 07.00. 3

anggota polri untuk melakukan suatu tindakan yang membatasi kebebasan seseorang ketika menghadapi kejadian yang tidak dapat dihindarkan. Asas proporsionalitas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf (c) merupakan tindakan petugas atau anggota polri yang seimbang antara tindakan yang dilakukan dengan ancaman yang dihadapi dalam penegakan hukum. 3 Sejumlah tindakan penembakan terhadap pelaku kejahatan dilakukan oleh aparat kepolisian. Alasan penembakan yang dilakukan aparat kepolisian antara lain adalah para pelaku kejahatan yang diduga keras berusaha melarikan diri dan petugas berusaha mengambil tindakan itu sebagai salah satu upaya pencegahan. Langkah penembakan di tempat ini juga mempertanyakan hak hak korban yang dijamin oleh asas praduga tak bersalah. Para aparat kepolisian juga tidak melihat korelasi langsung antara tembak ditempat dan menurunya tingkat kriminalitas di masyarakat. 4 Asas praduga tak bersalah merupakan hak hak tersangka yang bersumber pada asas praduga tak bersalah yaitu setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di muka sidang wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahanya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 5 Sebagai perwujudan asas praduga tak bersalah ialah bahwa seorang tersangka atau terdakwa tidak dapat dibebani kewajiban pembuktian, karena itu penyidik atau penuntut umumlah yang dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Asas praduga tak bersalah merupakan pedoman bagi para penegak penegak hukum dalam setiap proses yang dilakukan 3 Ibid. Hal.13 4 https:// armanpasaribu.wordpress.com/2009/03/19/penyimpangan-tembak-di-tempat-oleh-aparatkepolisiansebuah-penyimpangan-arti-keadilan/ Diakses Tanggal 9 Desember 2009 pukul 16.34 WIB 5 H.M.A. Kuffal, SH., 2003, Penerapan Kuhap Dalam Praktik Hukum. Malang. UMM Press. hal. 2 4

harus kemudian berdasarkan sebuah etika yang dapat menempatkan pada posisi kemanusiaan (tersangka) dan tentunya moralitas penegak hukum. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada diri dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah yang wajib dijunjung tinggi, dihormati dan dilindungi oleh hukum, negara, pemerintah dan setiap individu demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sedangkan hak hidup adalah hak untuk hidup tanpa mempunyai rasa takut dilukai atau dibunuh oleh orang lain. Kasus ini bermula pada tanggal 14 desember 2015 di jakarta terjadi aksi polisi salah tembak terus terjadi. Dari awal hingga akhir 2015, setidaknya terdapat 20 kasus penembakan yang dilakukan oleh polisi. Dari 20 kasus itu, 19 diantaranya korban ditembak polisi dan satu aksi penodongan senjata api oleh masyarakat yang menegurnya karena kebut kebutan. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Indonesia Police Watch (IPW), aksi koboi polisi pada 2015 ini menewaskan 7 orang dan 13 lainya luka. Korbanya dari bocah cilik, ibu rumah tangga, pedagang keliling, tukang ojek, TNI, sesama polisi, kakak kandungnya hingga istrinya sendiri. Menurut ketua IPW, hingga 2015 ini 3 ada kasus polisi tertembak sesama polisi dan ada dua wanita yang tertembak suaminya sendiri yang merupakan anggota polisi. Peristiwa terbanyak salah tembak pada 2015 terjadi di Jawa Timur, Riau dan Sulawesi Selatan yang masisng masing memiliki 3 kasus. Sedangkan di Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan dan Jakarta masing masing memiliki 2 kasus. Banten, Sumatera Utara dan Jawa barat hanya memiliki satu kasus. 6 Pertimbangan pertimbangan ini menurut pendapat penulis penting untuk memberikan kejelasan mengenai penggunaan senjata api oleh petugas polri yang 6 Berita satu.com diakses pada tanggal 1 maret 2016 pukul 12.29 WIB 5

di dasari oleh pasal 48 Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 yang juga berkaitan dengan prinsip hukum legalitas, nesesitas dan proporsionalitas. Berdasarkan pengamatan awal yang telah diuraikan di atas penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut ke dalam suatu karya ilmiah yang berjudul Penggunaan Senjata Api Oleh Petugas Kepolisian Dalam Keadaan Mendesak Yang Menimbulkan Kematian Atau Luka Berat Ditinjau Dari Prinsip Legalitas, Nesesitas Dan Proporsionalitas (Studi di Ditreskrimum Polisi Daerah Jawa Timur) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka pokok masalah yang akan diteliti adalah : 1. Bagaimanakah implementasi penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian dalam keadaan mendesak di Polda Jatim yang mengakibatkan kematian atau luka berat? 2. Bagaimanakah kendala senjata api oleh aparat kepolisian dalam keadaan mendesak yang mengakibatkan kematian atau luka berat ditinjau dari prinsip legalitas, nesesitas dan proporsinalitas? C. Tujuan Penelitian Dilakukannya satu penelitian adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, begitu pula dengan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan berikut : 6

1. Untuk mengetahui penggunaan senjata api oleh petugas kepolisian untuk melakukan penangkapan dalam keadaan yang mendesak ditinjau dari asas praduga tak bersalah 2. Untuk mengetahui gambaran selengkapnya kendala apa saja yang dihadapi oleh petugas kepolisian dalam menggunakan senjata api ditinjau dari asas praduga tak bersalah 3. Untuk mengetahui keseimbangan antara penggunaan senjata api dengan peraturan kepolisian republik indonesia yang berlaku D. Manfaat dan Keguanaan Penelitian 1. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian hukum ini adalah: a. Bagi Penulis Dengan penelitian ini diharapkan nantinya akan menjadi pengetahuan baru guna menambah wawasan terhadap permasalahan yang diangkat dan juga sebagai prasyarat akademis untuk mendapat gelar kesarjanaan (S1) dalam bidang ilmu hukum. b. Bagi Masyarakat Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui penggunaan senjata api oleh petugas kepolisian ditinjau dari prinsip hukum legalitas, nesesitas dan proporsionalitas. 7

c. Bagi Penegak Hukum Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk melaksanakan satu peraturan perundang-undangan dengan baik sehingga dapat meminimalisir kesalahan agar dapat tercapainya Asas Keadilan, Asas Kemanfaatan dan Asas Kepastian Hukum. 2. Kegunaan Penelitian Untuk dapat menjadi bahan masukan bagi aparat penegak hukum, khususnya Reskrim Polisi Daerah Jawa Timur dalam rangka menggunakan senjata api untuk melakukan penangkapan dalam keadaan yang mendesak ditinjau dari prinsip hukum legalitas, nesesitas dan proporsionalitas sesuai dengan pasal 48 Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan. E. Metode Penulisan a. Metode Pendekatan Di dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu lebih menitik beratkan kepada studi terhadap fenomena hukum yang telah terjadi pada aparat kepolisian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Uraian serta masalah akan ditelusuri dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Yuridis yaitu pendekatan dari aspek hukum positif. Hukum positif yakni pendekatan kepada Pasal 48 Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009. Sedangkan sosiologis 8

merupakan pendekatan dengan melihat kejadian atau kenyataan pada pelaksanaan tugas dan wewenang aparat kepolisian. 7 Kejadian atau kenyataan pada pelaksanaan tugas dan wewenang aparat kepolisian dalam penelitian ini yaitu mengenai penggunaan senjata api oleh petugas polri di Ditreskrimum POLDA Jawa Timur. Maka pendekatan Yuridis Sosiologis yaitu pendekatan yang menitik beratkan pada aturan hukum (Das Sollen) dan dipadukan dengan menelaah fakta-fakta sosial (Das Sein) yang terkait dalam penelitian. 8 Penelitian yang dimaksudkan adalah penelitian Kejadian atau kenyataan pada penggunaan senjata api oleh petugas polri dalam penelitian ini yaitu mengenai pelaksanaan wewenang tembak di tempat oleh aparat kepolisian resort kriminal POLDA Jawa Timur. b. Lokasi Penelitian : Lokasi penelitian adalah di Ditreskrimum Polisi Daerah Jawa Timur dengan pertimbangan bahwa kejadian salah tembak yang dilakukan oleh aparat kepolisian terbanyak salah satunya berada di jawa timur. c. Sumber Data Sumber Data dari penelitian ini adalah : a. Data Primer, data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian Yaitu Resort Kriminal Polisi Daerah Jawa Timur tentang penerapan pasal 48 Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 (studi di Ditreskrimum Polisi Daerah Jawa Timur). Cara 7 Muslan Abdurrahman. 2009. Sosiologis dan Metode Penelitian Hukum. Malang. UMM Press. Hal. 103 8 Bambang Waluyo. 1991. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta. Sinar Grafika. Hal. 17 9

yang digunakan untuk memperoleh data ini adalah dengan menggunakan teknik wawancara, studi dokumen, informasi serta pendapat dari sumber informasi utama yaitu Kepala Resort Kriminal Umum Polisi Daerah Jawa Timur b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang terdiri dari : a) Kitab Undang-undang Dasar 1945 b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana c) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana d) Pasal 48 Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009 e) Literatur f) Hasil penelitian g) Jurnal ilmiah h) Dokumen dokumen i) Buku buku tentang hukum j) Peraturan perundang undangan c. Data Tersier Data Tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari ensiklopedia, jurnal hukum, kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia. Penulis menggunakan bahan hukum tersier sebagai bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder 10

3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data, penulis ini menggunakan teknik pengumpulan data penelitian yakni sebagai berikut : a. wawancara atau Interview yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab langsung kepada AKP Triwibowo Sulassono., SH selaku Kaur Min Ditreskrimum Polisi Daerah Jawa Timur b. Studi Dokumen yaitu berupa pengumpulan data - data yang dimiliki oleh bagian dokumen Ditreskrimum Polisi Daerah Jawa Timur, dalam hal ini berkenaan dengan proses penelitian di ditreskrimum polda jatim serta ditambah dengan penelusuran perundang-undangan. c. Studi Kepustakaan adalah dengan melakukan pencarian atau penelusuran bahan - bahan kepustakaan berbagai literatur/buku - buku maupun jurnal. d. Penelusuran Internet atau Studi Website untuk melengkapi bahan hukum yang lainnya. 4. Teknik Analisis Data Setelah melakukan teknik pengumpulan data penelitian baik wawancara, dokumentasi, maupun penelusuran internet telah dirasa cukup, maka penulis menggunakan metode Deskriptif Analitif yaitu mendiskripsikan dengan cara menggambarkan kejadian kemudian dianalisa menggunakan 11

Deskriptif Kualitatif. 9 Metode penelitian kualitatif adalah metode untuk menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka ataupun ukuran lain yang bersifat eksak. Penelitian kualitatif juga bisa diartikan sebagai riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara mendalam. 10 Kemudian mendasarkan pada teori yang ada dalam peraturan perundang-undangan lalu penulis dapat menarik kesimpulan dan dapat menghasilkan jawaban dari permasalahan. F. Rencana Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan yang berisikan gambaran singkat keseluruhan isi skripsi yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA/TEORI Tinjauan pustaka yang berisikan uraian dasar teori dan skripsi ini yang meliputi pelaksanaan tugas dan wewenang aparat kepolisian, hak hak aparat kepolisian, pengertian asas praduga tak bersalah, hak hak tersangka, pasal 48 Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009. 9 Pedoman Penulisan Hukum, Fakultas Hukum, UMM. Hal. 19 10 http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id/2012/02/29/deskriptif-kualitatif/, diakses pada tanggal 20 maret 2015 12

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dan pembahasan dimana penulis menguraikan dan membahas mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang aparat kepolisian dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dalam pelaksanaan wewenang tembak di tempat oleh aparat kepolisian kaitanya dengan penerapan asas praduga tak bersalah berdasarkan pasal 48 peraturan kapolri No 8 tahun 2009 (studi di Resort Kriminal Polisi Derah Jawa Timur) dan aparat kepolisian melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam rangka melakukan penangkapan kepada tersangka untuk melaksanakan wewenang tembak di tempat oleh aparat kepolisian kaitanya dengan penerapan asas praduga tak bersalah di Resort Kriminal Polisi Daerah Jawa Timur. BAB IV PENUTUP Kesimpulan dan saran yang berisikan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan permasalahan yang telah dipaparkan dari hasil penelitian diatas. 13