BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Indonesia (Soenarta, 2015). Menurut WHO (2013), setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat hipertensi di Indonesia. Hipertensi disebut sebagai silent-killer karena penderita hipertensi umumnya mengalami kejadian tanpa gejala (asimptomatik) sebelum terjadi komplikasi dan manifestasi dari penyakit ini dalam jangka waktu lama akan menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner), dan otak (menimbulkan stroke) (Harmilah dkk., 2014). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi masyarakat Indonesia usia 18 tahun ke atas yang mengalami masalah kesehatan hipertensi masih sangat tinggi yaitu sebesar 25,8%. Persentase tersebut sudah mengalami penurunan sebesar 5,9% jika dibandingkan dengan hasil pengukuran tekanan darah yang dilakukan Riskesdas pada tahun 2007. Menurut American Heart Association (2013), sebanyak 77,9 juta penduduk di Amerika Serikat menderita hipertensi. Menurut Black dan Hawks (2005), beberapa faktor resiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi dibagi menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi meliputi riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, dan ras.
Sedangkan, faktor yang dapat dimodifikasi yaitu nutrisi, stress, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol berlebih, dan aktivitas fisik. Salah satu penyebab hipertensi yaitu mengonsumsi makanan yang telah mengalami proses penggorengan berulang-ulang dengan suhu tinggi. Hal tersebut dikarenakan minyak telah mengalami oksidasi. Proses oksidasi dapat menyebabkan penurunan produksi nitric oxide (NO) sehingga memicu vasokonstriksi pembuluh darah dan terjadi peningkatan tekanan darah (Grossman, 2008). Penyakit hipertensi dapat ditangani dengan pengobatan farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan farmakologis ini dilakukan dengan memberikan terapi obat-obatan yang berbahan dasar bahan kimia. Umumnya terapi obat yang digunakan adalah obat antihipertensi sintetik golongan angiotensin converting enzyme (ACE) (Adinda, 2013). Terapi terhadap hipertensi biasanya memerlukan pengobatan jangka panjang, sehingga perlu diperhatikan efek samping yang ditimbulkan selama pemakaian obat dalam waktu yang lama (Katzung, 1995). Efek samping yang biasa dirasakan oleh penderita hipertensi setelah mengonsumsi obat yaitu hidung mampat dan mulut kering, jantung berdebar-debar, rasa letih dan lesu, gangguan lambung dan usus (mual, diare), gangguan penglihatan, dan impotensi (Adriansyah, 2010). Salah satu alternatif cara yang aman, mudah, dan murah untuk menurunkan tekanan darah yaitu dengan modifikasi pola diet dengan mengonsumsi diet kombinasi buah, sayur, dan produk makanan dengan 2
kadar total lemak tersaturasi rendah dan membatasi konsumsi makanan yang mengandung natrium tinggi (Elmer, 2006). Selain itu, disarankan juga untuk mengonsumsi bahan makanan yang memiliki efek antihipertensi seperti seledri (Dalimartha, 2000). Seledri (Apium graveolens L.) mengandung flavonoid, yaitu apigenin, yang bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah. Selain itu, terdapat flavonoid lain seperti apiin, luteolin, dan isoquersitrin yang mempunyai efek menurunkan tekanan darah (Duke, 2001). Selain flavonoid, seledri mengandung saponin yang menurunkan tekanan darah sistolik dengan cara menurunkan kolesterol dalam darah sehingga tekanan perifer berkurang (Lee, 2005). Pada seledri juga terkandung phthalides dan magnesium yang dapat mengendurkan otot-otot arteri atau merelaksasi pembuluh darah sehingga memungkinkan pembuluh darah membesar dan mengurangi tekanan darah (Dalimartha, 2000). Kandungan kalium pada seledri sangat bermanfaat untuk terapi tekanan darah tinggi. Konsumsi makanan dengan perbandingan kalium dan natrium yang mencapai 3:1 sangat baik bagi penderita hipertensi. Pada 100 gram seledri terkandung 344 mg kalium dan 125 mg natrium, sehingga perbandingan kalium dan natrium pada seledri mencapai 2,75:1. Hal tersebut sudah sangat mendekati rasio ideal untuk terapi hipertensi (Afifah, 2009). Selain flavonoid, serat yang terkandung pada seledri juga dapat menurunkan tekanan darah (Muniyappa, 2007; Baliwati, 2004; Insel, 2006). Penelitian sebelumnya membuktikan 3
pemberian jus seledri selama 3 minggu dapat menurunkan tekanan darah sistolik pada hewan coba (Harmilah dkk, 2014). Selain seledri, yogurt juga merupakan produk olahan dari susu yang memiliki efek antihipertensi. Aktivitas antihipertensi pada produk fermentasi ditunjukkan dengan adanya aktivitas proteolitik baik oleh enzim indogenous ataupun aktivitas enzim proteolitik bakteri asam laktat yang terdapat pada yogurt (Adriana, 2008). Menurut Wikandari (2012), bakteri asam laktat pada yogurt diketahui mampu menurunkan tekanan darah dengan menghambat aktivitas Angiotensin I Converting Enzyme (ACE). Meskipun penelitian mengenai seledri dan yogurt terhadap tekanan darah pernah dilakukan, namun kombinasi seledri dan yogurt belum pernah dilakukan, sehingga peneliti ingin mengkaji mengenai pengaruhnya terhadap tekanan darah apabila dikombinasikan. Diharapkan dapat menimbulkan penurunan tekanan darah yang lebih optimal pada hewan coba. Peneliti akan menggunakan tikus Sprague Dawley berjenis kelamin jantan karena memiliki sistem hormonal yang lebih stabil dibanding tikus betina (Felig, 2001). Selain itu, tikus merupakan hewan mamalia sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah, dan ekskresi menyerupai manusia (Kesenja, 2005). 4
B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah pengaruh pemberian yogurt dengan penambahan ekstrak seledri terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada tikus yang diberi pakan tinggi lemak teroksidasi? 2. Seberapa banyak dosis penambahan ekstrak seledri pada yogurt yang optimal dalam menurunkan tekanan darah sistolik pada tikus yang diberi pakan tinggi lemak teroksidasi? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui pengaruh pemberian yogurt dengan penambahan ekstrak seledri terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada tikus yang diberi diet tinggi lemak teroksidasi. 2. Mengetahui dosis penambahan ekstrak seledri pada yogurt yang optimal menurunkan tekanan darah sistolik pada tikus yang diberi diet tinggi lemak teroksidasi. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini merupakan media penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan acuan bagi penelitian selanjutnya mengenai efek yogurt ekstrak seledri terhadap penurunan tekanan darah. 2. Bagi peneliti, sebagai penerapan pengetahuan yang diperoleh serta menambah wawasan ilmu pengetahuan. 3. Bagi masyarakat, produk baru yang diteliti dalam penelitian ini diharapkan mampu menjadi terapi alternatif untuk penderita hipertensi setelah 5
dilakukan penelitian lanjutan mengenai efek produk kepada subyek manusia. E. KEASLIAN PENELITIAN Ada beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yang serupa dengan penelitian yang akan dilakukan. Perbedaan penelitian yang sudah ada dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dapat dilihat pada Tabel 1. Nama Peneliti Harmilah (2014) Adinda (2012) Tabel 1. Keaslian Penelitian Judul Persamaan Perbedaan Komponen Penelitian Terdahulu Jus Seledri (Apium Graveolens) Menurunkan Tekanan Darah Tikus Rattus Strain Wistar Dengan Hipertensi Efek Terapi Water Soluble Extract (WSE) Yogurt Susu Kambing Terhadap Kadar Malondialdehi da (MDA) dan Hispatologi Aorta Tikus (Rattus novergicus) Model Hipertensi Induksi DOCA-Salt Variabel terikat : tekanan darah Desain : eksperimen dengan pre-post test with control design Variabel bebas : Yogurt rattus strain wistar Variabel bebas : jus seledri rattus novergicus Variabel terikat : kadar malonaldehida (MDA) dan hispatologi aorta Desain : eksperimen with post test only Komponen Skripsi Sprague Dawley Variabel bebas : yogurt dengan esktrak seledri Sprague Dawley Variabel terikat : tekanan darah Desain : eksperimen dengan pre-post test with control design 6
7