BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas dan akan melanjutkan usahanya di masa depan. Karena itu, entitas diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya. Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan (Paragraf 23 Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, 2015). Kelangsungan hidup perusahaan merupakan hal yang penting bagi pihakpihak yang berkepentingan terhadap perusahaan terutama investor. Keberadaan entitas bisnis dalam jangka panjang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup (going concern) perusahaan. Kondisi dan peristiwa yang dialami oleh suatu perusahaan dapat memberikan indikasi kelangsungan usaha (going concern) perusahaan, seperti kerugian operasi yang signifikan dan berlangsung secara terus menerus sehingga menimbulkan keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan (Foroghi, 2012 dalam Krissindiastuti dan Resmini, 2016:452). Perlunya seorang auditor dalam menjembatani kepentingan pengguna laporan keuangan dan penyedia laporan keuangan guna memberikan opini audit atas laporan keuangan tersebut. Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya (Fanny dan Saputra, 2005). Oleh 1
2 karena itu, auditor mempunyai peranan yang penting sebagai perantara akan kepentingan perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan. Kelangsungan usaha dalam opini auditor secara langsung mempengaruhi laporan keuangan. Laporan keuangan yang disiapkan menggunakan dasar asumsi kelangsungan usaha akan memiliki perbedaan struktural dengan laporan keuangan yang tidak disiapkan dengan menggunakan dasar asumsi kelangsungan usaha. Penilaian kelangsungan usaha lebih didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk melanjutkan operasinya dan untuk sampai pada kesimpulan apakah perusahaan memiliki kelangsungan usaha atau tidak auditor harus melakukan evaluasi secara kritis terhadap rencana-rencana manajemen (Prapitorini dan Januarti, 2007). O Reilly (2010) mengungkapkan kelangsungan usaha dalam opini auditor adalah hal yang tidak diharapkan oleh perusahaan karena akan berdampak pada kemunduran harga saham, ketidakpercayaan investor, kreditor, pelanggan dan karyawan terhadap manajemen perusahaan, serta perusahaan kesulitan dalam meningkatkan modal pinjaman. Namun, fenomena yang terjadi dilapangan menunjukkan banyak dari perusahaan yang go public dimana yang seharusnya menerima kelangsungan usaha dalam opini auditnya malah menerima opini audit wajar tanpa pengecualian. Penerbitan keputusan kelangsungan usaha dalam opini auditor disebabkan adanya faktor internal dan eksternal, dimana faktor internal kesulitan keuangan, yaitu suatu situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban lancarnya dan perusahaan dipaksa untuk mengambil suatu langkah
3 perbaikan. Faktor internal lain seperti trend negative dimana perusahaan mengalami kerugian operasi, kekurangan modal kerja, dan arus kas negatif dari kegiatan usaha perusahaan. Masalah internal yang lain itu berhubungan dengan tenaga kerja seperti pemogokan kerja karyawan serta komitmen jangka panjang karyawan yang kurang. Faktor eksternal lebih kepada hal-hal dari luar perusahaan yang berhubungan dengan kelangsungan usaha perusahaan (Krissindiastuti dan Resmini, 2016). Menurut Prapitorini dan Januarti (2007), masalah kelangsungan usaha (going concern) merupakan hal yang kompleks dan terus ada sehingga diperlukan faktor-faktor untuk menentukan status kelangsungan usaha (going concern) perusahaan dan konsistensi faktor-faktor tersebut harus terus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif, status kelangsungan usaha (going concern) tetap dapat diprediksi. Banyak penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor tersebut yang berpengaruh terhadap kelangsungan usaha (going concern), tetapi ada juga hasil yang berbeda yang menyatakan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan usaha (going concern). Dari data pertumbuhan ekonomi yang dipublikasikan oleh Indonesia Investments (10 Juli 2015), pertumbuhan perekonomian Indonesia melambat sampai level terendah selama enam tahun terakhir di kuartal 1 tahun 2015. Salah satu jenis perusahaan yang terkena dampak tak langsung dari perlambatan pertumbuhan ekonomi ini adalah di bidang Property dan Real Estate. Mulai dari Indeks Harga Properti Hunian dari Bank Indonesia menurun 6,3% di 2014, turun dari tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 11,5% pada setahun sebelumnya (terlebih lagi inflasi Indonesia naik 8,4% di 2014, karenanya melebihi kecepatan pertumbuhan indeks
4 harga properti). Sebuah survei dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa penjualan properti hunian di kuartal 1 tahun 2015 mengalami penurunan signifikan dalam perbandingan quarter-to-quarter (q/q). Hasil dari penjualan di kuartal pertama tahun 2015 mencatat pertumbuhan 26,6% dibandingkan dengan 40,1% di kuartal ke-4 tahun 2014. Sementara itu, tingkat pencairan pinjaman hipotek di bank-bank untuk rumah dan apartemen di kuartal 1 tahun 2015 naik hanya 0,12% (q/q) dibandingkan kuartal sebelumnya. Fenomena tersebut dapat menjadi pemicu masalah kelangsungan usaha (going concern) pada perusahaan bidang property dan real estate, sehingga berdampak pada kepercayaan para investor atas kelangsungan usaha (going concern) dari perusahaan bidang property dan real estate. Pada Tabel 1.1 menunjukkan perusahaan sektor property dan real estate di tahun 2015 yang mengalami kenaikan dan penurunan kewajiban (liabilities) pada tahun 2015. Tabel 1.1 Perusahaan Property dan Real Estate yang mengalami kenaikan dan penurunan kewajiban (liabilities) pada tahun 2015 Kewajiban (liabilities) No Kode Nama Perusahaan 2014 2015 Keterangan (dalam Rupiah) (dalam Rupiah) 1 BIPP PT Bhuwanatala Indah Permai Tbk 164.673.690.770 250.419.263.022 Mengalami laba dan kenaikan kewajiban yang signifikan
5 2 BKDP PT Bukit Darmo Property Tbk 3 BSDE PT Bumi Serpong Damai Tbk 4 CTRA PT Ciputra Development Tbk 228.794.026.662 218.404.283.896 Mengalami kerugian dan penurunan kewajiban 9.766.689.326.644 13.925.458.006.310 Mengalami laba dan kenaikan kewajiban yang signifikan 11.886.277.775.205 13.208.497.280.343 Mengalami laba dan kenaikan kewajiban yang signifikan 5 LPKR PT Lippo Karawaci Tbk 20.235.547.016.505 22.409.793.619.707 Mengalami laba dan kenaikan kewajiban yang signifikan 6 RBMS PT Rista Bintang Mahkota Sejati Tbk 7. SMRA PT Summarecon Agung Tbk 22.396.687.335 14.045.789.092 Mengalami kerugian dan penurunan kewajiban 9.456.215.921 11.228.512.108 Mengalami laba dan kenaikan kewajiban yang signifikan Sumber : Laporan keuangan perusahaan Property dan Real Estate tahun 2015 (www.idx.co.id) Salah satu peristiwa atau kondisi yang, baik secara individual maupun secara kolektif, dapat menyebabkan keraguan signifikan tentang asumsi kelangsungan usaha (going concern) adalah posisi kewajiban bersih atau kewajiban lancar bersih (SA 570) contohnya seperti pada tabel 1.1 adalah peningkatan kewajiban yang signifikan, perusahaan memperoleh laba dan dapat mempertahankan kelangsungan usaha (going concern) perusahaan. Penurunan kewajiban yang secara berulang mengindikasikan penarikan dukungan keuangan oleh kreditor yang menyebabkan perusahaan
6 mengalami rugi yang pada akhirnya kelangsungan usaha (going concern) perusahaan diragukan bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan. Dalam memprediksi kelangsungan hidup sebuah perusahaan, banyak auditor yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini audit mengenai going concern. Hal ini disebabkan, sulit untuk memprediksi kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Faktor yang mendorong auditor mengeluarkan opini going concern penting untuk diketahui karena opini ini dapat dijadikan referensi investor berkaitan investasinya (Junaidi dan Hartono, 2010). Setiap investor pasti mengharapkan keuntungan ketika menanamkan modalnya pada suatu perusahaan. Opini audit atas laporan keuangan menjadi salah satu pertimbangan yang penting bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi (Warnida,2011). Suriani dan Suryana (2014) kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan sesungguhnya. Semakin kondisi perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin besar perusahaan tersebut membutuhkan opini audit going concern, sebaliknya pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan auditor tidak pernah mengeluarkan opini audit going concern. Auditor dipandang sebagai pihak independen yang mampu memberikan pernyataan yang bermanfaat mengenai kondisi keuangan klien. Opini audit going concern merupakan suatu opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Tingkat kesehatan dari sebuah perusahaan mencerminkan kondisi keuangan dari perusahaan tersebut.
7 Semakin sehat kondisi keuangan perusahaan maka semakin kecil kemungkinan perusahaan menerima opini going concern dan semakin kondisi perusahaan memburuk akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini going concern (Santosa dan Wedari,2007). Beberapa peneliti (Hopwood et al. 1994, Koh 1991, Levitan dan Knoblett 1985, Altman 1982, dan Deakin 1977 dalam Fanny dan Saputra 2005, Ramadhany 2004, Fanny dan Saputra 2005, Setyarno dkk 2006, Santosa dan Wedari 2007, Rudyawan dan Badera 2008, dan Junaidi dan Jogiyanto 2010) menyarankan model prediksi untuk membantu auditor membuat keputusan kelangsungan usaha (going concern) suatu perusahaan. Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi mencapai tingkat keakuratan 82% dan menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Audit tenure merupakan lamanya hubungan antara auditor dengan klien.. Ketika auditor telah berhubungan bertahun-tahun dengan klien, klien dipandang sebagai sumber penghasilan untuk auditor yang secara potensial dapat mengurangi independensi (Yuvisa et al. 2008 dalam Krissindiastuti dan Remini, 2016 Hal:455). Semakin lama hubungan auditor dengan klien, maka dikhawatirkan semakin rendah pengungkapan atas ketidakmampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya. Hal tersebut akan mempengaruhi penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan (Junaidi dan Jogiyanto 2010). Dalam penelitian Knechel dan
8 Vanstraelen (2007), Junaidi dan Jogiyanto (2010), Mutaqqin dan Sudarno (2012) menyatakan bahwa audit tenure berpengaruh terhadap opini audit going concern. Namun, hasil penelitian temuan Januarti dan Fitrianasari (2008), Sari (2012), dan Tandungan dan Mertha (2016) menyatakan bahwa audit tenure tidak berpengaruh pada opini audit going concern, memberikan bukti bahwa independensi auditor tidak terganggu dengan lamanya perikatan yang terjadi antara klien dengan auditor. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, diduga bahwa terdapat hubungan dan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN DAN AUDIT TENURE TERHADAP KELANGSUNGAN USAHA DALAM OPINI AUDITOR (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015) 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang dikemukakan, maka permasalahan yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah kondisi keuangan perusahaan menjadi dasar atas kelangsungan usaha (going concern) dalam opini auditor? 2. Apakah audit tenure menjadi dasar atas kelangsungan usaha (going concern) dalam opini auditor?
9 3. Apakah kondisi keuangan perusahaan dan audit tenure menjadi dasar atas kelangsungan usaha (going concern) dalam opini auditor? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris hal-hal sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhadap kelangsungan usaha (going concern) dalam opini auditor. 2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh audit tenure terhadap kelangsungan usaha (going concern) dalam opini auditor. 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kondisi keuangan perusahaan dan audit tenure terhadap kelangsungan usaha (going concern) dalam opini auditor. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam berkenaan dengan adanya pengaruh kondisi keuangan perusahaan dan audit tenure terhadap kelangsungan usaha (going concern) dalam opini auditor.
10 2. Bagi Pembaca Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini bagi pembaca dapat menambah wawasan sebagai penerapan ilmu dan teori-teori yang telah diperoleh selama studi dan membandingkannya dengan kenyataan yang ada mengenai kelangsungan usaha (going concern) dalam opini auditor. 3. Bagi Investor Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini bagi investor adalah dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi para investor dalam membuat keputusan investasi. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain yang ingin mengkaji di bidang yang sama, sehingga dapat memberikan informasi dan memberikan kemudahan bagi peneliti lain dalam membandingkan penelitian ini dengan sebelumnya. 1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan Property and Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan mengambil data melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) www.idx.co.id. Dengan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai dengan selesai.