2015 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHA KECAP MAJALENGKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan UMKM di Kabupaten Cirebon Berdasarkan. Kelompok Usaha Industri Jasa Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Kelompok Industri Pangan Kabupaten Majalengka. No Jenis Industri/ Produksi Sentra Produksi.

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat perekonomian nasional mengalami stagnasi, usaha mikro, kecil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ides Sundari, 2013

2015 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI KREATIF SUBSEKTOR KERAJINAN KERAMIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Standar hidup suatu bangsa dalam jangka panjang tergantung pada

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

2014 IMPLEMENTASI D ATA ENVELOPMENT ANALYSIS (D EA) UNTUK MENGUKUR EFISIENSI INDUSTRI TAHU D I KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Wilayah Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan (WKPP) III

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Muhammad Rizki, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Risna Khoerun Nisaa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN ,83 % , ,10 13,15 % Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini tentunya membuat jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan. suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Diterima : 19 Agustus 2014 Disetujui : 2 September 2014

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya perusahaan perusahaan baru dan teknologi yang berkembang

2015 PENGARUH MOD AL KERJA D AN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHAD AP PEND APATAN

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Usaha logam mempunyai peranan strategis pada struktur perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

PENGEMBANGAN KAWASAN ANDALAN PROBOLINGGO- PASURUAN-LUMAJANG MELALUI PENDEKATAN PENINGKATAN EFISIENSI

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGUSAHA AIR MINUM ISI ULANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja disatu pihak dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran

BAB I PENDAHULUAN. Mawar merupakan salah satu tanaman kebanggaan Indonesia dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

TAHUN PELAJARAN 2015/2016 TAHUN PELAJARAN 2015/2016 BULAN JULI 2015 AGUSTUS 2015 SEPTEMBER 2015 BULAN JANUARI 2016 FEBRUARI 2016 MARET 2016

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

PERKEMBANGAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) JAWA TIMUR TRIWULAN

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

ABSTRAK. Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh perusahaan agar memperoleh keuntungan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri makanan adalah industri mie. Berdasarkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan sila Pancasila

I. PENDAHULUAN. berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Persoalan pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

B A B. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN. berkembang tidak terkecuali di Indonesia. Pengangguran di Indonesia. merupakan pengangguran dalam skala yang wajar. Dalam negara maju,

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bagian akhir ini penulis dapat membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena

BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. perusahaan jasa boga dan perusahaan pertanian maupun peternakan.

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang (11,22 %) dari jumlah

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

BAB I PENDAHULUAN. andalan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Sektor ini sebagai penyumbang. pertanian memberi andil sekitar 13,39 %, (BPS, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi. Inflasi sendiri merupakan kenaikan harga secara bersamaan atau

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha kecap di Kabupaten Majalengka merupakan salah satu sektor industri makanan yang dapat dikategorikan sebagai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini dikarenakan usaha kecap di Kabupaten Majalengka adalah usaha-usaha rumahan yang masih berproduksi secara manual dan kapasitas produksinya hanya dapat memenuhi permintaan daerah, atau masih skala kecil. Usaha kecap di Kabupaten Majalengka juga merupakan usaha yang sudah turun menurun sejak tahun 1940-an hingga saat ini. Bahkan sudah lebih dari 70 tahun usaha kecap ini bertahan dan menjadi salah satu ciri khas yang ada di Kabupaten Majalengka. Berdasarkan data dari Dinas Industri dan Perdagangan Daerah Kabupaten Majalengka, diketahui bahwa terdapat 36 unit yang bergerak pada bidang produksi kecap. Namun, hanya terdapat 6 unit usaha yang skalanya cukup besar dan dikenal masyarakat, dan sisanya hanya usaha rumahan yang hasilnya pun hanya dipasarkan di wilayahnya saja. Dari enam unit usaha yang sudah dikenal masyarakat umum ini, hanya terdapat satu unit usaha yang paling menonjol. Menonjol disini dilihat dari skala usaha dan hasil produksinya. Dari jenis usaha, perusahaan Kecap Segitgia Majalengka termasuk kedalam usaha menengah dimana jumlah tenaga kerjanya 20-99 orang. Karena berdasarkan hasil pra-penelitian 6 perusahaan lainnya, hanya memiliki tenaga kerja sekitar 5-7 orang. dan sedangkan dari segi hasil produksinya, perusahaan Kecap Segitiga Majalengka berproduksi sudah besar, bahkan satu-satunya produk lokal yang masuk ke TOSERBA yang ada di Kabupaten Majalengka. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa perusahaan Kecap Segitiga Majalengka lebih menonjol dibandingkan dengan usaha sejenisnya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, usaha kecap Majalengka ini termasuk ke dalam usaha mikro, kecil, dan menengah. Kategori untuk perusahaan 1

Kecap Segitiga Majalengka termasuk kedalam usaha menengah, karena dilihat dari jumlah tenaga kerja yang kurang lebih 37 orang, sedangkan yang termasuk 2

3 kedalam usaha menengah adalah yang jumlah tenaga kerjanya sekitar 20-99 orang. Jumlah tenaga kerja di perusahaan Kecap Segitiga Majalengka di Desa Tonjong ini pun yang paling tinggi dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja di perusahaan kecap lainnya. Berdasarkan data pra-penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan pada perusahaan Kecap Segitiga Majalengka di Desa Tonjong ini. Salah satu permasalahan yang ditemukan adalah terjadi penurunan pendapatan selama periode April-Desember 2013. Dapat dilihat pendapatan dari perusahaan Kecap Segitiga Majalengka pada periode April- Desember 2013 pada tabel 1.1 di bawah ini: Tabel 1.1 Pendapatan Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka di Desa Tonjong Kecamatan Majalengka Periode April Desember 2013 Persentase Bulan Pendapatan (%) April Rp 88,005,000 - Mei Rp 121,560,200 38.13 Juni Rp 117,663,200-3.21 Juli Rp 183,185,500 55.69 Agustus Rp 120,463,300-34.24 September Rp 127,727,800 6.03 Oktober Rp 131,948,400 3.30 November Rp 124,616,900-5.56 Desember Rp 120,459,800-3.34 Rata-rata Rp 126,181,122 7.10 Sumber: Data pra-penelitian, data diolah Dapat dilihat dari tabel 1.1, terjadi penurunan pendapatan pada bulan Juni 2013 sebanyak 3.21%. Sedangkan pada bulan Juli 2013 terjadi kenaikan sebanyak 55.69% dan terjadi penurunan pendapatan yang cukup besar pada bulan agustus. Penurunan pendapatan perusahaan Kecap Segitiga Majalengka ini sebesar 34.24%. Pada bulan Agustus, produksi tidak bisa dimaksimalkan karena jumlah hari libur yang lebih dari bulan biasanya, juga karena pada bulan agustus ini bertepatan dengan bulan Ramadhan yang menyebabkan jam kerja pun berkurang

4 dan libur hari raya idul fitri yang berakibat langsung pada produksi yang tidak bisa maksimal juga jumlah produksi yang tidak bisa maksimal seperti bulan biasanya. Padahal pada bulan seperti ini, permintaan akan kecap asli Majalengka ini lebih meningkat dari biasanya. Namun, tidak bisa dipenuhi permintaannya diakibatkan produksi yang tidak bisa maksimal. Bulan Tabel 1.2 Elastisitas Produksi dari Input Tanaga Kerja Pada Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka di Desa Tonjong Kecamatan Majalengka Periode April Desember 2013 Hasil Produksi Unit) Tenaga Kerja Jam) APP L MPP L Elastisitas Produksi dari Input L April 11262 6916 1.628 - - Mei 15594 7182 2.171 16.286 7.501 Juni 14822 6916 2.143 2.902 1.354 Juli 23557 7182 3.280 32.838 10.012 Agustus 16271 6475 2.513 10.306 4.101 September 16042 5439 2.949 0.221 0.075 Oktober 16554 7182 2.305 0.294 0.127 November 15903 6916 2.299 2.447 1.064 Desember 15190 6993 2.172-9.260-4.263 Rata-rata 16132.78 6800.11 2.38 7.00 2.50 Sumber: Data Pra-penelitian, data diolah Sesuai dengan hasil pendapatan yang menurun pada bulan Agustus 2013, hasil produksi kecap pada perusahaan Kecap Segitiga Majalengka pada bulan agustus hanya sebesar 16,271 botol dengan jam kerja sebanyak 6,475 jam sedangkan pada bulan Juli sebanyak 23,557 botol dengan jam kerja sebanyak 7182 jam. Berbeda kasusnya dengan yang terjadi pada bulan November dan Desember. Pada bulan November hasil produksi sebesar 15,903 botol dengan jam kerja sebanyak 6,916 jam kemudian terjadi penurunan produksi sebanyak 713 botol. Banyaknya produksi kecap pada bulan desember hanya 15,190 botol, lebih kecil dari bulan sebelumnya. Padahal, jam kerja pada bulan Desember lebih tinggi dari bulan November.

5 Hasil produksi dan tenaga kerja pada tabel 1.2 berkaitan erat dengan elastisitas produksi dari input tenaga kerja. Nilai elasitisitas produksi rata-rata dari input tenaga kerja periode AprIl - Desember 2013 sebesar 2.5, yang artinya adalah ketika input tenaga kerja naik sebesar 1%, maka output produksi akan naik sebesar 2.5%. Nilai elastisits produksi dari tenaga kerja sebesar 2.5 atau lebih dari satu (> 1). Artinya penggunaan input atau faktor produksi tenaga kerja dalam produksi kecap di Perusahaan Kecap Majalengka masih belum optimum. Dapat dilihat untuk nilai elastisitas perbulannya selama periode April Desember 2013, nilai-nilai yang terlihat ekstrim adalah pada bulan Juli September 2013. Pada bulan juli, elastisitas produksi dari tenaga kerja sebesar 10.01, artinya penambahan faktor produksi sebesar 1%, akan menambah jumlah output sebesar 10%. Penambahan jumlah output pada bulan Juli 2013 cukup tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Sedangkan pada bulan Agustus, nilai elastisitas sebesar 4.10, artinya ketika faktor produksi tenaga kerja naik sebesar 1%, maka output produksi akan meningkat sebesar 4.10%. Dan pada bulan September nilai elastisitas produksi dari tenaga kerja sebesar 0.07, yang artinya adalah ketika terdapat kenaikan faktor produksi tenaga kerja sebesar 1%, maka kenaikan jumlah output sebesar 0.07%. Dapat dibandingkan bahwa kenaikan output produksi semakin menurun saja pada bulan Juli hingga September. Dari kenaikan sebesar 10% dari kenaikan inputnya, menjadi 0.07%. Dari keadaan ini pun sudah dapat dilihat terdapat masalah mengenai belum optimumnya penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Bulan Tabel 1.3 Elastisitas Produksi pada Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka di Desa Tonjong Kecamatan Majalengka Periode April Desember 2013 Output Rp) Input Rp) APP MPP Elastisitas April 88,005,000 127,453,500 0.6905 - - Mei 21,560,200 144,228,800 0.8428 2.0003 2.3733 Juni 117,663,200 145,026,000 0.8113-4.8884-6.0252 Juli 183,185,500 150,133,000 1.2202 12.8299 10.5150 Agustus 120,463,300 118,791,000 1.0141 2.0012 1.9734

6 Bulan Output Rp) Input Rp) APP MPP Elastisitas September 127,727,800 176,030,000 0.7256 0.1269 0.1749 Oktober 131,948,400 155,884,500 0.8464-0.2095-0.2475 November 124,616,900 148,208,000 0.8408 0.9551 1.1359 Desember 120,459,800 126,364,500 0.9533 0.1903 0.1996 Rata-rata 126,181,122 143,568,811 0.8828 1.6257 1.2624 Sumber: Data Pra-penelitian, data diolah Tabel 1.3 menampilkan data elastisitas produksi pada Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka di Desa Tonjong Kecamatan Majalengka. Pada tabel 1.3, dapat dilihat bahwa nilai elastisitas produksi rata-rata periode sebesar 1.262, yang artinya bahwa ketika input atau faktor produksi naik input sebesar 1%, maka output produksi akan mengalami kenaikan juga sebesar 1.26%. Elastisitas ratarata selama periode April Desember 2013 nilainya lebih dari satu (> 1), maka dari itu produksi kecap pada perusahaan Kecap Segitiga Majalengka masih belum optimum. Elastisitas produksi yang bernilai cukup ekstrim adalah pada bulan Juli Oktober 2013. Sama seperti analisis sebelumnya, bahwa nilai elastisitas produksi pada Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka di Desa Tonjong pada bulan Juli adalah sebesar 10.51, artinya ketika terdapat kenaikan input sebesar 1%, maka output produksi akan meningkat sebesar 10.51%. sedangkan pada bulan Agustus nilai elastisitas produksinya sebesar 1.97, yang memiliki makna bahwa ketika terdapat kenaikan input sebesar 1%, maka kenaikan jumlah outputnya sebesar 1.97%. Pada bulan September, elastisitas produksinya sebesar 0.17, yang memiliki arti bahwa ketika input dinaikan sebesar 1%, maka jumlah output produksi akan meningkat sebesar 0.17%. Dan pada bulan oktober, elastisitas produksinya sebesar -0.25, artinya bahwa ketika input dinaikan sebesar 1%, maka output produksinya akan menurun sebesar 0.25%. Dapat dilihat bahwa terdapat penurunan yang terus menerus dari bulan Juli Oktober 2013. Hal ini menyebabkan produksi kecap pada Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka berada pada tahap belum optimum.

7 Terdapat beberapa hal yang menyebabkan belum optimumnya produksi kecap pada Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka di Desa Tonjong. Berdasarkan hasil pra-penelitian dilapangan, diduga bahwa yang menyebabkannya yaitu dari tenaga kerja, modal, dan beberapa faktor eksternal. Faktor tenaga kerja yang menyebabkan belum optimumnya produksi adalah masih kurangnya jumlah tenaga kerja untuk bagian produksi. Jumlah tenaga kerja pada perusahaan Kecap Segitiga Majalengka ini sebanyak kurang lebih 37 orang, namun dalam bidang produksi hanya sekitar 29 orang saja. Sedangkan skala produksi pada Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka ini sudah dikatakan skala sedang, atau lebih dari jumlah perusahaan kecap lainnya di Kabupaten Majalengka. Pada faktor modal, yang menjadi masalah adalah masih terbatasnya jumlah modal yang dimiliki oleh perusahaan Kecap Segitiga Majalengka, sehingga tidak bisa menaikkan skala produksi atau memperluas usahanya, agar dapat berproduksi lebih optimum. Berdasarkan hasil wawancara pra-penelitian, persoalan utamanya adalah kurangnya modal untuk mendapatkan mesin-mesin. Sedangkan untuk masuk ke dalam pasar yang lebih besar, perusahaan Kecap Segitiga Majalengka harus memiliki peralatan yang memiliki standar tertentu. Maka dari itu, produksi kecap pada Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka masih belum bisa berproduksi secara optimum. Dan faktor eksternal lainnya, yaitu seperti. Maksud faktor eksternal yang merupakan masalah dalam produksi kecap pada perusahaan Kecap Segitiga yaitu karena dalam produksi kecap, terdapat tahap penjemuran kedelai. Pada proses ini, diperlukan cuaca yang stabil agar hasil kedelai sesuai dengan yang seharusnya. Namun, pada kenyataannya cuaca tidak dapat diprediksi. Maka dari itu, menjadi permasalahan yang perlu dipecahkan dan diberi penyelesaiannya. Permasalahan yang terdapat pada perusahaan Kecap Segitiga Majalengka bisa jadi dialami oleh perusahaan atau usaha kecap lainnya. Permasalahan ini harus di cari solusinya, agar usaha kecap di Kabupaten Majalengka bisa lebih berkembang. Karena pada dasarnya, usaha kecap ini merupakan salah satu industri yang

8 terdapat di Kabupaten Majalengka. Dan industri-industri di Kabupaten Majalengka memiliki peran-peran terhadap pembangunan daerahnya. Menurut data BPS tahun 2012, diketahui bahwa sektor industri di Kabupaten Majalengka mempunyai peran sebesar 15,58% terhadap PDRB Kabupaten Majalengka dengan laju pertumbuhannya sebesar 3,73%. Jadi, usaha kecap di Kabupaten berperan terhadap PDRB Kabupaten Majalengka juga terhadap laju pertumbuhan daerah. Selain PDRB, industri berperan terhadap penyerapan tenaga kerja di daerah. Usaha kecap yang termasuk dalam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan usaha yang menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi, karena usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan usaha yang padat karya dan padat usaha, sehingga peran terhadap pembangunan daerah dalam segi menciptakan lapangan pekerjaan. Ketika perusahaan kecap seperti perusahaan Kecap Segitiga Majalengka yang memiliki tenaga kerja yang cukup banyak harus mengurangi jumlah tenaga kerja dikarenakan produksinya yang terus menurun, maka jumlah pengangguran di Kabupaten Majalengka akan bertambah, dan tingkat kemiskinan di Kabupaten Majalengka akan meningkat. Maka dari itu, usaha kecap di Kabupaten Majalengka harus dipertahankan dan diberikan solusi dari permasalahan yang ada, agar dapat lebih berkembang dan menambah kapasitas produksinya, yang berdampak pada PDRB juga terhadap penyerapan tenaga kerja yang masih bisa ditingkatkan ketika usaha kecap di Kabupaten Majalengka berkembang lebih besar. Selain itu, usaha kecap di Majalengka merupakan usaha yang sudah menjadi icon daerah. Sehingga keberadaannya harus dipertahankan agar di masa yang akan datang,usaha kecap di Majalengka ini masih dapat pertahankan dan juga dapat berkembang lebih besar lagi, tidak hanya berproduksi untuk wilayah tiga di Jawa Barat. Namun, perlu di kembangkan lagi agar produk lokal Kabupaten Majalengka ini dapat bersaing dengan produk nasional lainnya baik dari segi kualitas juga dari segi harga.

9 Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai permasalah tersebut dengan judul ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHA KECAP MAJALENGKA (Studi Kasus Pada Perusahaan Kecap Segi Tiga di Desa Tonjong Kecamatan Majalengka). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum mengenai hasil produksi, tenaga kerja, kedelai, gula merah, dan bahan bakar pada Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka? 2. Apakah penggunaan faktor produksi modal dan tenaga kerja pada usaha kecap majalengka sudah mencapai efisien optimum? 3. Apaka skala hasil produksi pada usaha kecap majalengka berada pada tahap increasing return to scale, deacreasing return to scale, atau constant return to scale? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui gambaran umum mengenai hasil produksi, tenaga kerja, kedelai, gula merah, dan bahan bakar pada perusahaan Kecap Segitiga Majalengka. 2. Mengetahui apakah penggunaan faktor produksi modal dan tenaga kerja pada usaha kecap majalengka sudah mencapai efisien optimum? 3. Mengetahui apakah skala hasil produksi pada usaha kecap majalengka berada pada tahap increasing return to scale, deacreasing return to scale, atau constant return to scale? 1.4 Manfaat Penelitian

10 Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Secara Teoritis Dengan adanya penelitian ini, penulis diharapkan bisa memecahkan masalah mengenai efisiensi penggunaan faktor produksi. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menguatkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. 2) Secara Praktis a) Dapat memberikan maanfaat pada usaha kecap dimajalengka, khususnya pada perusahaan kecap segitiga majalengka di Desa Tonjong Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka. b) Sebagai acuan bagi pengusaha yang sedang mengembangkan usahanya agar usaha tersebut dapat mengoptimumkan efisiensi penggunaan faktor produksinya.