BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik.apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional (Depkes, 2010). Pembangunan kesehatan nasional sedang menghadapi tantangan yang cukup besar dalam mempertahankan peningkatan status kesehatan masyarakat. Indikasi ini terlihat dari meningkatnya kekurangan gizi pada balita. Dalam status gizi, Indonesia berada pada masalah gizi yang cukup kompleks (Helmi, 2011). Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin yakni sejak manusia itu masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah makanannya. Melalui makanan bayi mendapatkan zat gizi yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat Amelia dan Muljati (1991) yang menyatakan bahwa adanya penurunan 1
2 status gizi disebabkan karena kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makan pada bayi baik dari jumlah, jenis dan frekuensi makanan secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab terjadinya masalah kurang gizi pada bayi (Sufnidar, 2010). Menurut Depkes (2011), sasaran pembangunan pangan dan gizi pada tahun 2015 yaitu menurunkan prevalensi gizi kurang balita menjadi 15,5% dan juga menurunnya prevalensi balita pendek menjadi 32%. Berdasarkan data Riskesdas (2010) bahwa secara nasional telah terjadi penurunan prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita di Indonesia tahun 2007 yaitu sebanyak 18,4 persen menjadi 17,9 persen tahun 2010. Penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen pada tahun 2007 menjadi 4,9 persen tahun 2010, tetapi tidak ada terjadi penurunan prevalensi gizi kurang, yaitu 13,0 persen. Walaupun secara nasional terjadi penurunan prevalensi masalah gizi pada balita, tetapi masih terdapat kesenjangan antar provinsi. Berdasarkan hasil Riskesdas (2010) bahwa salah satu provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk dan gizi kurang tertinggi yaitu Provinsi Sumatera Utara dengan perevalensi gizi buruk sebesar 7,8% dan prevalensi gizi kurang sebesar 13,5%. Bayi usia 6-24 bulan (baduta) menjadi salah satu kelompok rawan mengalami gizi kurang, hal ini dikarenakan bayi berusia 6-24 bulan memerlukan zat gizi dalam jumlah yang besar. Pola pemberian makan juga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan bayi. Dengan pola makan gizi seimbang, bayi usia 6-24 bulan akan mengalami tumbuh optimal termasuk kecerdasannya, apabila dalam periode ini
3 mengalami kekurangan maka pertumbuhan bayi akan terhambat. Tetapi masih banyak terdapat bayi usia 6-24 bulan yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Berdasarkan hasil data Riskesdas (2010) dapat dilihat prevalensi status gizi bayi berusia 6-11 bulan yang memiliki status gizi buruk sebanyak 4,7% dan status gizi kurang sebanyak 8,5%, sedangkan bayi dengan usia 12-23 bulan yang memiliki status gizi buruk sebanyak 5,2% dan memiliki status gizi kurang sebanyak 12,1%. Hal ini menunjukkan masih banyaknya bayi berusia 6-24 bulan yang masih tergolong bayi dengan status gizi kurang dan bayi dengan status gizi buruk. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan gizi guna mengatasi permasalahan gizi di Indonesia adalah melalui program Taburia. Taburia merupakan makanan tambahan multivitamin dan multimineral untuk memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang balita umur 6-24 bulan. Taburia merupakan pengembangan produk lokal micronutrient powder (MNP) atau Bubuk Tabur Gizi (BTG) yang menjadi strategi dalam mengatasi anemia kurang zat besi dan kekurangan zat gizi mikro lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kunayarti (2011) bahwa pemberian Taburia dapat memperbaiki status anemia dan status gizi anak balita gizi kurang dengan tetap memperhatikan asupan zat gizi terutama energi dan protein yang cukup pada bayi kelompok umur 24 bulan. Hasil penelitian Rauf (2010) juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status gizi pada bayi yang telah mendapatkan Taburia (p = 0,031), hal ini semakin diperkuat dari hasil penelitian Jeppry (2011) menunjukkan bahwa terbukti secara signifikan terdapat perubahan
4 status gizi (BB/U) yang bermakna dengan (P= 0,000) pada anak setelah pemberian Taburia. Program kegiatan Taburia dapat diperoleh secara gratis di posyandu di 24 Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan. Pemberian Taburia diprioritaskan untuk bayi yang berada di usia 6-24 bulan dari keluarga miskin (Jeppry, 2011). Program pemberian Taburia merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan yang bekerja sama dengan NICE sebagai upaya untuk perbaikan gizi melalui pemberdayaan masyarakat. Program pemberian Taburia untuk wilayah Sumatera Utara, dari 33 Kabupaten/Kota hanya empat Kabupaten yang mendapatkan Taburia yaitu Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Dairi dan Kota Medan. Hal ini dikarenakan tiga daerah tersebut memiliki angka kemiskinan dan angka gizi buruk yang tinggi. Kota Medan masih memiliki penduduk yang miskin dan juga balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk, hal ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota tahun 2008 yang menunjukkan bahwa dari 21 Kecamatan yang ada di Kota Medan terdapat 79.136 warga miskin di Kota Medan. Menurut Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Medan, Evita Harahap yang menyebutkan bahwa sampai pada bulan September 2011 terdapat 14 Kelurahan di Kota Medan yang mengalami masalah gizi buruk dan gizi kurang yaitu 124 anak gizi buruk dan 1.896 anak gizi kurang.
5 Kelurahan Kemenangan Tani merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kota Medan yang mendapatkan program pemberian bubuk Taburia dengan alasan bahwa di kelurahan ini dianggap banyak keluarga miskin yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan dibandingkan dengan kelurahan lain di Kecamatan Medan Tuntungan. Hal ini dapat dilihat data dari Bapeda Kota Medan tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat 2747 KK miskin di Kecamatan Medan Tuntungan dan wilayah Kelurahan Kemenangan Tani memiliki distribusi KK miskin sebanyak 111 kepala keluarga (27, 22%) dalam kategori miskin dengan jumlah total penduduk miskin sebanyak 437 orang dan terdapat 228 orang (52,5%) masuk dalam kategori anak-anak. Berdasarkan data laporan dari bagian gizi Puskesmas Medan Tuntungan bahwa Kelurahan Kemenangan Tani menjadi salah satu puskesmas yang memiliki bayi dengan status gizi bayi kurang terbanyak di Kecamatan Medan Tuntungan yaitu sebanyak 35 orang bayi status gizi kurang dan terdapat 16 orang bayi dengan pertumbuhan tinggi badan yang tidak bertambah. Pemberian Taburia telah terbukti dapat meningkatkan status gizi, meningkatkan HB dan mengurangi kejadian anemia pada bayi sehingga sudah seharusnya setiap ibu memberikan Taburia kepada bayinya. Menurut Depkes (2011), lebih dari 85% balita mau mengonsumsi bubuk Taburia, akan tetapi tidak selamanya pemberian Taburia dapat berjalan dengan lancar, hal ini dapat dillihat dari hasil penelitian Rauf (2010) yang menunjukkan sebanyak 27,5 % balita di Kecamatan Pangkajahe tidak mengonsumsi Taburia dengan rutin dan berkala yang dikarenakan rasa Taburia tidak enak, bosan, minimnya pengetahuan ibu tentang manfaat dan pola konsumsi pemberian Taburia yang baik dan benar.
6 Hasil penelitian Fuad (2011) juga menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian Taburia dapat mempengaruhi kepatuhan ibu dalam memberikan Taburia di Kabupaten Pangkep. Oleh karena itu, peneliti berfikir bahwa perlu ada penelitian tentang Gambaran pola konsumsi dan status gizi baduta (bayi 6-24 bulan) yang telah mendapatkan makanan tambahan Taburia Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola konsumsi dan status gizi baduta (bayi 6-24 bulan) yang mendapatkan Makanan Tambahan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pola konsumsi dan status gizi bayi 6-24 bulan yang mendapatkan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui frekuensi pemberian makanan yang diberikan kepada bayi 6-24 bulan yang telah mendapatkan Makanan Tambahan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012.
7 2. Untuk mengetahui susunan makanan yang diberikan kepada bayi 6-24 bulan yang telah mendapatkan Makanan Tambahan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2012. 3. Untuk mengetahui status gizi bayi 6-24 bulan (BB/U, PB/U, BB/PB) yang mendapatkan Makanan Tambahan Taburia di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota 2012. 1.4. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain. Sebagai bahan masukan kepada pihak Kelurahan Kemenangan Tani dan Puskesmas Medan Tuntungan tentang susunan makanan, pola konsumsi makanan dan status gizi bayi 6-24 bulan yang telah mendapatkan Taburia.