DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

WALIKOTA PROBOLINGGO

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

" {{rr> WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN2015 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

BUPATI POLEWALI MANDAR

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

GUBERNUR SULAWESI BARAT

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BANTEN

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

KESEPAHAMAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

2013, No Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional; 3. Peraturan Menteri Pertahanan Nom

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENEG PP. Layak Anak. Kabupaten. Kota. Kebijakan. Pelaksanaan.

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAH MAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); dan sebagaimana diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4447); 7. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara, Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

13. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional; 14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juncto Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; dan 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan : 1. Lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi, dan kegiatan untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, media massa, dan bentuk organisasi lainnya. 2. Pemberdayaan lembaga masyarakat adalah upaya terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, dan kapasitas lembaga masyarakat dalam berperan aktif di bidang pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. 3. Pengarusutamaan Hak Anak yang selanjutnya disebut PUHA adalah strategi mengintegrasikan isu-isu anak dan hak-hak anak ke dalam setiap tahapan pembangunan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas peraturan perundangan-undangan, kebijakan, program, kegiatan, dan anggaran dengan menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak. 4. Pengarusutamaan gender yang selanjutnya disebut PUG adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan.

5. Kelembagaan PUG adalah kelembagaan yang memenuhi unsur-unsur prasyarat PUG, yang berfungsi secara efektif dalam satu sistem berkelanjutan dengan norma yang disepakati dalam pemenuhan hak-hak asasi perempuan dan laki-laki secara adil untuk mencapai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki di seluruh bidang pembangunan dan tingkatan pemerintahan. 6. Unit kerja yang tugas dan fungsinya menangani pemberdayaan perempuan adalah satuan kerja perangkat daerah, yang berbentuk Badan atau Kantor. 7. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 8. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan pemenuhan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. 9. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. 10. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, yang selanjutnya disebut P2TP2A adalah pusat pelayanan yang terintegrasi dalam upaya pemberdayaan perempuan di berbagai bidang pembangunan, serta perlindungan perempuan dan anak dari berbagai jenis diskriminasi dan tindak kekerasan, termasuk perdagangan orang, yang dibentuk oleh pemerintah atau berbasis masyarakat, yang meliputi : pusat rujukan, pusat konsultasi usaha, pusat konsultasi kesehatan reproduksi, pusat konsultasi hukum, pusat krisis terpadu (PKT), pusat pelayanan terpadu (PPT), pusat pemulihan trauma (trauma center), pusat penanganan krisis perempuan (women crisis center), pusat pelatihan, pusat informasi ilmu pengetahuan dan teknologi (PIPTEK), rumah aman (shelter), rumah singgah, atau bentuk lainnya. 11. Perlindungan perempuan adalah segala upaya yang ditujukan untuk melindungi perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya dengan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis yang ditujukan untuk mencapai kesetaraan gender. 12. Diskriminasi terhadap perempuan adalah setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak azasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan. 13. Segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan adalah segala bentuk diskriminasi, yang meliputi dimensi wilayah (daerah bencana, daerah konflik, daerah perbatasan, daerah tertinggal, daerah terpencil, dan lainnya), dimensi usia (usia produktif, usia lanjut, dan lainnya), dan dimensi khusus (penyandang cacat, tenaga kerja, kelompok rentan, dan lainnya). 14. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang melanggar, menghambat, meniadakan kenikmatan, dan mengabaikan hak asasi perempuan.

15. Lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi, dan kegiatan untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, media massa, dan bentuk organisasi lainnya. BAB II MAKSUD, TUJUAN, RUANG LINGKUP, DAN STRATEGI Pasal 2 Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dalam pelaksanaan pemberdayaan lembaga masyarakat agar dapat berperan serta melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, dan perlindungan anak secara terpadu. Pasal 3 Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bertujuan untuk : a. meningkatkan peran serta dan kemandirian lembaga masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, dan perlindungan anak; dan b. memperkuat kapasitas lembaga masyarakat agar dapat berperan serta dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, dan perlindungan anak. Pasal 4 Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meliputi : a. perencanaan; b. pelaksanaan; c. pemantauan dan evaluasi; d. pelaporan; e. pendanaan; dan f. pembinaan dan pengawasan. Pasal 5 Strategi pelaksanaan pemberdayaan lembaga masyarakat di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak adalah PUG dan PUHA. BAB III PERENCANAAN Pasal 6 (1) Gubernur, Bupati, dan Walikota berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pemberdayaan lembaga masyarakat di wilayahnya.

(2) Gubernur, Bupati, dan Walikota berkewajiban memberdayakan lembaga masyarakat agar berperan aktif dalam proses perencanaan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, dan perlindungan anak. Pasal 7 (1) Dalam perencanaan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan yang responsif gender, dan perlindungan anak di daerah, yang meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD), agar melibatkan peran serta lembaga masyarakat. (2) Penyusunan dokumen perencanaan dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselaraskan antar tingkatan dan susunan pemerintahan. (3) Unit kerja yang tugas dan fungsinya menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di daerah memfasilitasi lembaga masyarakat dalam perencanaan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan ke dalam penyusunan dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Dalam melaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), unit kerja yang menangani pemberdayaan perempuan di daerah berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). BAB IV PELAKSANAAN Pasal 8 (1) Gubernur, Bupati, dan Walikota berkewajiban melibatkan lembaga masyarakat dalam melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, dan perlindungan anak di daerahnya. (2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota. (3) Unit kerja yang tugas dan fungsinya menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak memfasilitasi lembaga masyarakat dalam melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, dan perlindungan anak. (4) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berupa : koordinasi; advokasi; sosialisasi; komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE); pelatihan; fasilitasi pelayanan; pengembangan model peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan perlindungan anak; aksi afirmasi, sistem pendataan; dan bentuk lainnya. Pasal 9 (1) Dalam meningkatkan sinergi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan, dan perlindungan anak di daerah, lembaga masyarakat dapat membentuk, mengembangkan, memperkuat, atau memanfaatkan lembaga P2TP2A atau lembaga sejenis

lainnya di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. (2) Unit yang menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dapat memfasilitasi pembentukan kelembagaan P2TP2A atau lembaga sejenis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 10 (1) Dalam melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan perlindungan anak pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dapat melakukan kerjasama dengan lembaga internasional. (2) Kerjasama dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 11 (1) Untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektivitas langkah-langkah secara terpadu dalam pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota melakukan pemantauan. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di daerah. (3) Pemantauan dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap lembaga masyarakat yang melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan perlindungan anak. (4) Pemantauan dilakukan mulai dari perencanaan, sampai dengan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk tahun berjalan. Pasal 12 (1) Evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dilakukan setiap berakhirnya tahun anggaran. (2) Hasil evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak digunakan sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk tahun berikutnya. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 13 (1) Pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pemberdayaan lembaga masyarakat di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di provinsi.

(2) Gubernur, sebagai wakil Pemerintah, melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pemberdayaan lembaga masyarakat di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di kabupaten dan kota. BAB VI PELAPORAN Pasal 14 (1) Bupati dan Walikota berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di daerahnya kepada Gubernur. (2) Gubernur berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di daerahnya kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. (3) Pelaporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setiap tahun dan/atau apabila diperlukan. (4) Bentuk pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PENDANAAN Pasal 15 (1) Pendanaan pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di provinsi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi. (2) Pendanaan pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di kabupaten dan kota bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten dan kota. (3) Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di provinsi, kabupaten, dan kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 16 (1) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kepada pemerintahan daerah provinsi. (2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kepada pemerintahan daerah kabupaten dan kota.

BAB IX PENUTUP Pasal 17 Peraturan ini merupakan salah satu ukuran kinerja penyelenggaraan pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di provinsi, kabupaten, dan kota. Pasal 18 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan pembetulan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 November 2008 MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEUTIA HATTA SWASONO Salinan Peraturan ini disampaikan kepada : 1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; 2. Para Gubernur seluruh Indonesia; 3. Para Bupati seluruh Indonesia; 4. Para Walikota seluruh Indonesia; 5. Para Ketua DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota seluruh Indonesia; 6. Para Kepala BAPPEDA Provinsi seluruh Indonesia; 7. Para Kepala BAPPEDA Kabupaten/Kota seluruh Indonesia; 8. Para Kepala Dinas/Badan/Kantor/Biro/Bagian/Unit yang menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.