Lex Et Societatis Vol. V/No. 8/Okt/2017

dokumen-dokumen yang mirip
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

BAB III PENUTUP. tahun 2006 tentang tim nasional pembakuan rupa bumi. Saat ini ada

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Modul ke: 09TEKNIK GEOPOLITIK. Nanang Ruhyat. Fakultas. Program Studi Teknik Mesin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

GUBERNUR SULAWESI UTARA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Geopolitik. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

xii hlm / 14 x 21 cm

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

Grand Design Pembangunan Kawasan Perbatasan.

PENGERTIAN, LINGKUP & KEBIJAKAN PERENCANAAN WILAYAH PERBATASAN (MKP 3) aris SUBAGIYO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

Modul ke: GEOPOLITIK. 10Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GEOPOLITIK Program Studi Manajemen

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 134 TAHUN : 2011 SERI : E

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Geopolitik

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

ARAH KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS Oleh : FX Soekarno, SH. 2

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan: Negara Indonesia adalah negara hukum.

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Persengketaan muncul akibat penerapan prinsip yang berbeda terhadap penetapan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN pada alinea ke empat yang dijadikan sebagai landasan pembangunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mahendra Putra Kurnia

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN. vii. Ringkasan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN GEOPOLITIK Fakultas Teknik

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

BAB I PENDAHULUAN. samudra di seluruh wilayah nusantara. Laut luas yang merangkai kepulauan Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAEAH KOTA BINJAI TAHUN LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2013

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Transkripsi:

IMPLIKASI HUKUM PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS WILAYAH LAUT ANTARA INDONESIA (PROVINSI SULAWESI UTARA) DAN FILIPINA 1 Oleh : Cornelis Djelfie Massie; Max Karel Sondakh 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penetapan dan penegasan secara yuridis kawasan pulau-pulau terluar di Indonesia terutama di kawasan Provinsi Sulawesi Utara yang berbatasan dengan wilayah negara Filipina. Penetapan dan penegasan batas wilayah dilakukan sebagai konsekuensi dari putusan Mahkamah Internasional No.102 tertanggal 17 Desember 2002 dalam sengketa kedaulatan wilayah Pulau Sipadan dan Ligitan yang kini menjadi milik kedaulatan wilayah Malaysia. Konsekuensi lainnya yakni sebagai implementasi dari Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Penelitian ini menggunakan analisis yuridis normatif. Dalam hal ini menganalisis relevansi peraturan perundang-undangan, konvensi hukum internasional, putusan Mahkamah Internasional serta sumber hukum lainnya yang disinergikan dengan kondisi masyarakat di kawasan perbatasan. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengidentifikasi peraturan-perundangundangan yang terkait dengan kebijakan regulasi yang diberlakukan di kawasan. Selanjutnya analisis pelaksanaan penetapan dan penegakan secara yuridis dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Key words : Implikasi hukum, penetapan dan penegasan batas wilayah laut. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kegagalan negara Indonesia mendapatkan Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan sebagaimana ditegaskan di dalam putusan Mahkamah Internasional No. 102 Tertanggal 17 Desember 2002, berakibat pada penetapan dan penegasan kembali batas-batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penetapan dan penegasan kembali batas-batas wilayah NKRI harus dilakukan mengingat dari 67 pulau 1 Artikel Penelitian 2 Dosen pada Fakultas Hukum Unsrat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, 10 pulau diantaranya memerlukan perhatian khusus, karena terletak di perbatasan terluar. Kesepuluh pulau tersebut antara lain pulau Marore dan Pulau Miangas yang terletak di kawasan Provinsi Sulawesi Utara, yang berbatasan langsung dengan wilayah negara Filipina.(https://docs.google.com/Makalah). Perhatian khusus tersebut seperti peninjauan kembali konstitusi negara atau peraturan perundang-undangan ataupun regulasi terkait dengan batas-batas wilayah negara. Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara menekankan bahwa pengaturan wilayah negara dilakukan untuk memberikan keapastian hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Bahan Hukum Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum dari sudut yuridis normatif, karena titik tolak penelitian adalah pada aturan-aturan hukum positif dan asas-asas hukum beserta doktrin ataupun ajaran para ahli terkemuka yang sering dipraktikkan dalam interaksi masyarakat internasional. Oleh karena dalam penelitian yang bersifat normatif tidak dikenal data, maka bahan hukum untuk penelitian ini dan diperoleh melalui studi kepustakaan yang berupa putusan arbitrase internasional dan mahkamah Internasional dan hasil-hasil perjanjian tambahan yang mengandung kelemahan yang diduga masih bersifat kontroversial baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Pengolahan data dilakukan secara deduktif yaitu ketentuanketentuan umum diuraikan secara bebas, selanjutnya hasilnya dianalisis secara kualitatif yaitu melalui pembahasan atas literaturliteratur yang ada dan digambarkan secara deskriptif. B. Desain Penelitian Desain penelitian menggunakan analisis secara kualitatif terhadap peraturan perundang-undangan nasional dan konvensi internasional. Analisis Kualitatif dilakukan dengan pendekatan: pendekatan sejarah, pendekatan konseptual, pendekatan 67

perundang-undangan dan pendekatan studi kasus. 1. Pendekatan sejarah (historical approah), dilakukan dengan menelaah perubahan dan perkembangan serta filosofi yang melandasi aturan hukum dari waktu ke waktu. 2. Pendekatan undang-undang (statute approach), dilakukan dengan menelaah perundang-undangan dan regulasi lainnya terkait dengan isu hukum ini. Dengan pendekatan UU akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajarai adakah konsistensi dan kesesuaian antara UU dan UUD atau regulasi lainnya dengan UU. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. 3. Pendekatan kasus (cases approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi keputusan yang tetap apakah di pengadilan atau di luar pengadilan. Kasus ini baik yang terjadi di Indonesia atau di negara lain. Di dalam pendekatan kasus, beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Studi kasus (case study) merupakan ysng terjadi dari berbagai aspek hukum seperti hukum internasional, hukum pidana, hukum perdata, hukum administrasi, hukum lingkungan dan hukum tata negara. 4. Pendekatan komparatif (comparative approach), dilakukan dengan membandingkan UU suatu negara dengan UU negara lain. Disamping UU yang dapat diperbandingkan adalah putusan pengadilan dan perjanjian-perjanjian negara bertetangga. Kegunaan pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan diantara UU tersebut. 5. Pendekatan konseptual (conceptual approach), dilakukan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin, maka peneliti akan menemukan ideide melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asasasas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandanganpandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan idu yang dihadapi. (Marzuki, 2007) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Potret Perbatasan Indonesia-Filipina Provinsi Sulawesi Utara terletak di ujung utara Pulau Sulawesi dengan Ibu kota terletak di kota Manado. Provinsi ini di sebelah selatan berbatasan dengan provinsi Gorontalo yang merupakan hasil pemekaran wilayah dari provinsi Sulawesi Utara. Sementara kepulauan Sangihe dan Talaud merupakan bagian utara dari provinsi ini merupakan berbatasan dengan Davao del Sur di Negara Filipina (http://www.batasnegeri.com/foto-pulauterluar). Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu Provinsi yang berbatasan dengan Negara tetangga dan dua pulau terluarnya berbatasan langsung dengan Filipina sehingga hal tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, apabila tidak ada peraturan perundang-undangan yang jelas untuk mengatur batas-batas wilayah antara wilayah RI dengan Negara tetanggga, oleh karena itu dibutuhkan aturan hukum yang jelas untuk mengimplementasikan UNCLOS 1982 kedalam tatanan hukum laut yang berlaku di Indonesia. Pulau Marampit ialah pulau terluar Indonesia yang terletak di laut Sulawesi dan berbatasan dengan Negara Filipina. Pulau Marampit ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara. Pulau ini berada di sebelah timur laut dari pulau Talaud dengan koordinat 4 46 18 LU, 127 8 32 BT. Miangas adalah pulau terluar Indonesia yang terletak dekat perbatasan antara Indonesia dengan Filipina. Pulau ini termasuk ke dalam desa Miangas, kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Miangas ialah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina. Miangas dihuni oleh 210 KK atau 764 jiwa. Perjalanan laut dari Kota Bitung ke Miangas menempuh waktu selama 19 jam. Hambatan pemenuhan ekonomi dan kesejahteraan yang dirasakan oleh masyarakat antara lain berupa kelancaran arus barang, ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) baik jenis premium maupun minyak tanah yang saat ini harga per 68

liter Rp.20.000,- untuk premium dan Rp.15.000,- untuk minyak tanah. Mahalnya BBM ini karena kapal angkut antar pulau tipe perintis seringkali terlambat melayani rute pelayaran dari dan ke pulau tersebut. Permasalahan lainnya berupa sarana telekomunikasi berupa jaringan internet tidak optimal karena arus signal tidak ada sama sekali sehingga mempersulit media komunikasi dan interaksi.(harian Komentar, Politik dan Pemerintah, Sabtu, 12 september 2015). Pulau Marore merupakan pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Sulawesi dan berbatasan dengan Negara Filipina. Pulau Marore ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, provinsi Sulawesi Utara. Pulau ini berada di sebelah utara dari Pulau Sangihe dengan koordinat 4 44 14 LU, 125 28 42 BT. Marore dikenal sebagai Border Crossing dengan negara Filipina, sehingga diperlukan kesiapan pos penjagaan dari pihak TNI/Polri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan kawasan pulau-pulau terluar menurut hukum positif harus selaras dengan Undang-Undang (UU) No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang pemerintahan. Untuk menghindari terjadinya disintegrasi, maka diperlukan pemenuhan hakhak kultural, ekonomi, sosial dan keamanan masyarakat di kawasan pulau-pulau terluar perbatasan Indonesia-Filipina. B. Pulau-pulau Terluar sebagai Titik Dasar Batas Perairan Keberadaan pulau-pulau terluar dinilai sangat penting dalam menentukan titik dasar batas perairan. Namun karena letaknya yang terpencil, pulau-pulau terluar banyak tidak berpenghuni dan tidak dimanfaatkan secara maksimal. Pulau terluar di Indonesia saat ini berjumlah 92 pulau yang tersebar di 20 provinsi dan 36 kabupaten. Pulau-pulau terluar yang periu mendapat perhatian khusus ada 12 pulau yang tersebar di tujuh provinsi dan sembilan kabupaten. Keberadaan pulau-pulau itu masih digarap secara sektoral dan belum menjadi prioritas bagi pemerintah. Selain itu, infrastruktur pendukung dan anggaran untuk pengelolaannyapun masih minim. Pulau terluar juga tidak dibangun oleh pemerintah daerah karena tidak menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung. Kebijakan pembangunan masih cenderung inward looking sehingga pulau terluar hanya menjadi halaman belakang. Oleh karena itu, dengan Perpres No. 78 Tahun 2005 yang dikeluarkan pada 29 Desember 2005 itu, pengelolaan pulau-pulau terluar akan dilakukan lintas sektoral serta melibatkan koordinasi pusat dan daerah. Dengan begitu, diharapkan keberadaan pulaupulau terluar tidak lagi menjadi daerah yang rawan sengketa dengan negara lain. Oleh karena itu antara wilayah negara yang satu dengan wilayah negara yang lainnya haruslah tegas batas-batasnya. Pengertian batas ini muncul karena wilayah negara tersebut senantiasa bersambung atau berdampingan dengan wilayah dengan kedaulatan atau yurisdiksi yang berbeda. (Wila, 2006) Peraturan Presiden Republik Indonesia No.5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, Bab IX menentukan bahwa Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, dan berupa negara kepulauan yang luas dan terdiri dari belasan ribu pulau besar dan kecil yang terbentang dari Sabang hingga Merauke yang menjadikan Indonesia memiliki nilai strategis. Letaknya yang berada di antara dua lempeng yaitu lempeng Australia dan Eurasia juga menjadikan Indonesia memiliki kerentanan akan bencana. Selain itu, Indonesia memiliki keberagaman yang tinggi antarwilayah seperti keberagaman dalam kualitas dan kuantitas sumber daya alam, kondisi geografi dan demografi, agama, serta kehidupan sosial budaya dan ekonomi, sehingga dalam penyelenggaraan pembangunan nasional harus memperhatikan dimensi kewilayahan tersebut. 69

Pentingnya aspek kewilayahan dalam pembangunan nasional di Indonesia diisyaratkan dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang pemerintahan. Dalam tahap kedua RPJPN diamanatkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 2014 ditujukan untuk memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), membangun kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan memperkuat daya saing perekonomian. Dalam bidang wilayah dan tata ruang hal ini ditandai oleh terwujudnya kehidupan bangsa yang lebih demokratis yang diindikasikan dengan membaiknya pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah; kualitas pelayanan publik yang lebih murah, cepat, transparan dan akuntabel makin meningkat dengan terpenuhinya standar pelayanan minimal (SPM) di semua tingkatan pemerintahan; kesejahteraan rakyat terus meningkat yang ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan, menurunnya kesenjangan kesejahteraan antar individu, antar kelompok masyarakat dan antar daerah, dipercepatnya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan potensial di luar Jawa. C. Putusan Mahkamah Internasional No.102 Tahun 2002 Putusan Mahkamah Internasional No.102 Tertanggal 17 Desember 2002 dalam Sengketa Kedaulatan Atas Pulau Ligitan dan Pulau Sipadan antara Indonesia v Malaysia telah menjadi pelajaran buruk bagi keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), berkenaan dengan kekalahan lepasnya dua pulau yang sebenarnya berada di dalam lingkungan wilayah teritorial Indonesia. Kini kondisi setelah lepasnya dua pulau di atas, maka wilayah kepulauan NKRI berjumlah 17.508 pulau terdiri dari pulau bernama 5.707, pulau tidak bernama 11.801, dengan luas perairan 3.205.908 km 2, laut teritorial 300.000 km 2, perairan kepulauan 2.905.743 km 2, Zona Ekonomi Eksklusif 2.707.092 km 2, Panjang garis pantai 81.290 km 2. (Agoes, 2003) Dasar pertimbangan dari putusan Mahkamah Internasional sehingga dua pulau tersebut menjadi bagian kedaulatan Negara Malaysia antara lain asas effective occupation. (http://id.scribd.com/doc/ 13 Juli 2014) Berkaitan dengan pulau-pulau terluar NKRI, menurut Danar Widiyanti, dari 67 pulau yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga, 10 pulau diantaranya perlu mendapat perhatian khusus, karena terletak di perbatasan terluar.(https://docs.google.com/makalah, diakses, 23 Januari 2012) Perhatian khusus tersebut seperti pelaksanaan dari konstitusi Negara atau peraturan perundang-undangan ataupun regulasi terkait jaminan terhadap hakhak kultural, sosial, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kesepuluh pulau tersebut antara lain pulau Pulau Marore dan Pulau Miangas di Provinsi Sulawesi Utara, yang berbatasan langsung dengan wilayah Negara Filipina. Acuan dasar konstitusi menyangkut hak-hak masyarakat tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Alinea IV Pembukaan UUD 1945 menyebutkan Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Amanat tersebut dirumuskan lebih lanjut dalam Undang-Undang (UU) No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang antara lain berisi landasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang merupakan tahapan pencapaian visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. D. Kawasan Pulau-Pulau Terluar di Perbatasan Indonesia Keberadaan pulau-pulau terluar dinilai sangat penting dalam menentukan titik dasar batas perairan. Namun karena letaknya yang terpencil, pulau-pulau terluar banyak tidak 70

berpenghuni dan tidak dimanfaatkan secara maksimal. Pulau terluar di Indonesia saat ini berjumlah 92 pulau yang tersebar di 20 provinsi dan 36 kabupaten. Pulau-pulau terluar yang periu mendapat perhatian khusus ada 12 pulau yang tersebar di tujuh provinsi dan sembilan kabupaten. Keberadaan pulau-pulau itu masih digarap secara sektoral dan belum menjadi prioritas bagi pemerintah. Selain itu, infrastruktur pendukung dan anggaran untuk pengelolaannyapun masih minim. Pulau terluar juga tidak dibangun oleh pemerintah daerah karena tidak menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung. Kebijakan pembangunan masih cenderung inward looking sehingga pulau terluar hanya menjadi halaman belakang. Oleh karena itu, dengan Perpres No. 78 Tahun 2005 yang dikeluarkan pada 29 Desember 2005 itu, pengelolaan pulau-pulau terluar akan dilakukan lintas sektoral serta melibatkan koordinasi pusat dan daerah. Dengan begitu, diharapkan keberadaan pulaupulau terluar tidak lagi menjadi daerah yang rawan sengketa dengan Negara lain. Oleh karena itu antara wilayah Negara yang satu dengan wilayah Negara yang lainnya haruslah tegas batas-batasnya. Pengertian batas ini muncul karena wilayah Negara tersebut senantiasa bersambung atau berdampingan dengan wilayah dengan kedaulatan atau yurisdiksi yang berbeda. (Wila, 2006) E. Wilayah dan Tata Ruang Peraturan Presiden Republik Indonesia No.5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, Bab IX menentukan bahwa Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, dan berupa Negara kepulauan yang luas dan terdiri dari belasan ribu pulau besar dan kecil yang terbentang dari Sabang hingga Merauke yang menjadikan Indonesia memiliki nilai strategis. Letaknya yang berada di antara dua lempeng yaitu lempeng Australia dan Eurasia juga menjadikan Indonesia memiliki kerentanan akan bencana. Selain itu, Indonesia memiliki keberagaman yang tinggi antarwilayah seperti keberagaman dalam kualitas dan kuantitas sumber daya alam, kondisi geografi dan demografi, agama, serta kehidupan sosial budaya dan ekonomi, sehingga dalam penyelenggaraan pembangunan nasional harus memperhatikan dimensi kewilayahan tersebut. Pentingnya aspek kewilayahan dalam pembangunan nasional di Indonesia diisyaratkan dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang pemerintahan. Dalam tahap kedua RPJPN diamanatkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 2014 ditujukan untuk memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), membangun kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan memperkuat daya saing perekonomian. Dalam bidang wilayah dan tata ruang hal ini ditandai oleh terwujudnya kehidupan bangsa yang lebih demokratis yang diindikasikan dengan membaiknya pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah; kualitas pelayanan publik yang lebih murah, cepat, transparan dan akuntabel makin meningkat dengan terpenuhinya standar pelayanan minimal (SPM) di semua tingkatan pemerintahan; kesejahteraan rakyat terus meningkat yang ditunjukkan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan, menurunnya kesenjangan kesejahteraan antar individu, antar kelompok masyarakat dan antar daerah, dipercepatnya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan potensial di luar Jawa; mantapnya kelembagaan dan kapasitas antisipatif serta penanggulangan bencana di setiap tingkatan pemerintahan; dan meningkatnya kualitas perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang. F. Persetujuan Batas Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dan Filipina Penetapan garis batas Zona Ekonomi Eksklusif antara negara Republik Indonesia dan 71

negara Republik Filipina serta untuk memperkuat dan meningkatkan hubungan persahabatan antara kedua negara, pada tanggal 23 Mei 2014 di Manila, Filipina telah ditandatangani Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina mengenai Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif. 3 G. Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dan Filipina melalui UU No.4 Tahun 2017 Undang-undang No.4 Tahun 2017 tentang Pengesahan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina mengenai Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif, 2014, merupakan implementasi hak berdaulat sebuah negara kepulauan untuk menetapkan garis batas Zona Ekonomi Eksklusif yang dijadikan landasan melakukan pengaturan, pengamanan, dan pengelolaan wilayah perairan Indonesia. 4 UU tersebut di atas, didasarkan atas pertimbangan ketentuan Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS, 1982 yang diratifikasi dengan UU No.17 Tahun 1985 dan UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, yang mewajibkan Indonesia untuk menetapkan batas maritimnya melalui perundingan. 5 Tim peneliti mengupayakan penelusuran informasi dokumentasi menyangkut profil kawasan perbatasan Negara Filipina melalui internet dan sarana-sarana lainnya. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Rezim Hukum dalam Pengaturan Wilayah Perbatasan Negara merujuk pada Putusan Arbiter Internasional Max Huber tentang Island of Palmas Case yang merupakan sumber hukum penting bagi penegasan wilayah perbatasan negara Indonesia. Rezim hukum kewilayahan dalam pembangunan nasional di Indonesia juga diisyaratkan dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 3 Undang-undang No.4 Tahun 2017 tentang Pengesahan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina mengenai Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif, 2014 4 I b i d 5 I b i d pemerintahan. Pengaturan penetapan dan penegasan Pulau-pulau Terluar di kawasan perbatasan antara Indonesia dengan Filipina, telah didahului dengan persetujuan bilateral garis batas Zona Ekonomi Eksklusif kedua negara pada tanggal 23 Mei 2014 di Manila. Persetujuan bilateral tersebut kemudian diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-undang No.4 Tahun 2017 tentang Pengesahan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina mengenai Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif, 2014. Persetujuan bilateral maupun Undang-undang No.4 Tahun 2017 tersebut berimplikasi pada penetapan dan penegasan batas pulau-pulau terluar khususnya di kawasan pulau-pulau terluar Provinsi Sulawesi Utara. Persetujuan internasional dan ratifikasi melalui UU negara Indonesia di atas dapat dijadikan dasar mekanisme penyelesaian batas-batas maritim lainnya seperti Laut Teritorial, Zona Tambahan dan Landas Kontinen, termasuk legitimasi keabsahan pulau-pulau terluar Indonesia. B. Saran Perlunya pemerintah Indonesia mengimplementasikan UU No.4 Tahun 2017 melalui kegiatan sosialisasi, diseminasi dan kegiatan lainnya dengan tujuan untuk penguatan UU dimaksud. DAFTAR PUSTAKA Buku Teks : Agoes Etty R., Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Dalam Mengisi Wawasan Nusantara, Jurnal Hukum dan Pembangunan, No.1 Tahun XXXIII, Januari-Maret 2003. Kusumaatmadja Mochtar dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan, PT.Alumni, Bandung, 2003 72

Wila Marnixon R.C., Konsepsi Hukum Dalam Pengaturan dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan Antar Negara, Edisi Pertama, Penerbit P.T.Alumni, Bandung, 2006. Kamus : Black Henry Campball, Black s Law Dictionary Jurnal : Jurnal Hukum dan Pembangunan, Nomor 1 Tahun XXXIII Maret 2003 Harian Umum : Harian Komentar, Politik dan Pemerintah, Sabtu, 12 september 2015 Web.Site : http://tyokronisilicus.wordpress.com/2011/12/ 15/kasus-sengketa-pulau-sipadan-ligitanantara-indonesia-malaysia-dalam-icj/, diakses, Senin, 23 Januari 2012 Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang (UU) No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 2025 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara UU No.4 Tahun 2017 tentang Pengesahan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina mengenai Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif, 2014. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 73