BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesama. Secara umum penggunaan bahasa lisan lebih sering digunakan dari pada bahasa tulis dalam berkomunikasi. Menurut Arifin (2000: 3), dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis sedangkan pembaca sebagai pesapa. Dalam sebuah wacana harus ada unsur pesapa dan penyapa. Tanpa kedua unsur itu tak akan terbentuk suatu wacana. Brown dan Yule (dalam Arifin, 2000: 4), mengemukakan bahwa dalam komunikasi lisan (seperti percakapan), wacana merupakan proses komunikasi secara lisan yang berupa rangkaian ujaran. Ujaran itu adalah kalimat yang diucapkan secara lisan. Dalam kegiatan itu setiap peserta tutur mempunyai hak dan kewajiban mendengarkan atau merespon pembicaraan mitra tuturnya. Wacana interaksi kelas sebagai wacana percakapan. Wacana kelas merupakan bentuk wacana komunikasi interaksional yang melibatkan penutur dan mitra tutur serta kelas sebagai latar peristiwa tuturnya. Interaksi memiliki peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Bentuk interaksi kelas diwujudkan dalam bentuk percakapan antara siswa dan guru di dalam kelas. Dapat dikatakan wacana kelas merupakan wacana percakapan yang memiliki struktur pertukaran yang menjadi ciri dari sebuah interaksi. Menurut Arifin (2000: 52-55), bahwa dalam interaksi kelas terdapat tiga lapisan pertukaran, yaitu tindak, gerak, 1
2 dan pertukaran. Dijelaskannya bahwa pertukaran itu merupakan suatu interaksi yang terkecil yang melibatkan dua peserta atau lebih. Biasanya, pertukaran terbentuk dalam rangkaian alih tutur yang terdiri atas pemicu dari guru, tanggapan dari siswa, dan balikan dari guru. Secara umum, pola pertukaran itu dirumuskan sebagai inisiasi, respon, dan feedback. Ketiga unsur struktur itu disebut gerak. Gerak-gerak itu terdiri atas sejumlah tindak, sedangkan tindak dapat dibatasi berdasarkan fungsi ujaran dalam sebuah wacana, seperti pertanyaan, perintah, memberi keterangan, dan sebagainya. Guru sebagai orang yang memberikan pelajaran, orang yang bercerita dan orang yang menyampaikan materi. Sementara itu siswa mendengarkan penjelasan guru. Dalam hal ini siswa memiliki kemampuan yang sangat rendah dan siswa sangat sedikit mengajukan pertanyaan. Sering dijumpai ketika guru jarang memberikan pertanyaan-pertanyaan yang meminta siswa memberikan jawaban rinci atau nalar. Pertanyaan yang sering diberikan adalah pertanyaan yang hanya memancing jawaban singkat. Sesuai dengan perkembangan zaman, seharusnya siswa harus berani mengemukakan pendapat berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Kemudian guru sebagai pendidik hendaknya memikirkan cara siswa dapat aktif dalam proses belajar mengajar di kelas. Oleh karena itu, wacana akan terbentuk lewat suatu praktik yang melibatkan hubungan antara guru dan siswa. Sehubungan dengan hal tersebut yang terpenting adalah sebelum melakukan proses pembelajaran di kelas guru harus membuat perancangan terhadap kegiatan yang akan dilakukan, perancangan tersebut mendorong agar siswa dapat
3 melakukan kegiatan yang meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengomunikasikan. Peran tersulit yang dialami guru adalah membangkitkan semangat dan kemampuan siswa untuk mengeksplorasi materi belajar sebanyak mungkin. Motivasi yang cukup akan membuat siswa terangsang untuk belajar secara maksimal. Kehadiran guru dalam pembelajaran sebagai perantara antara sumber belajar dengan siswa. Guru menyajikan pokok permasalahan pembelajaran kepada siswa dan siswa menerima, menelaah, dan membahas materi itu sehingga menjadi miliknya. Guru menjadi sumber inspirasi utama bagi siswa dalam mengelola materi pelajaran. Pemikiran dan strategi yang disampaikan guru akan menggerakkan siswa belajar secara mandiri dan kreatif. Guru juga harus dapat menilai peserta didiknya dengan evaluasi yang tepat. Evaluasi pembelajaran harus mampu mengukur pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran guru harus melakukan refleksi untuk melahirkan karakter atau watak peserta didik yang peduli, bertanggung jawab, mandiri, dan hal-hal baik lainnya. Peserta didik harus mampu menghubungkan antara pengetahuan satu dengan pengetahuan yang lain dalam pembelajaran sehingga peserta didik menjadi aktif. Jadi, peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran harus mampu membuat peserta didik fokus pada karakter atau sikapnya. Selain itu, guru juga harus memiliki tuturan yang mampu memotivasi siswa sehingga mampu melahirkan pembelajaran yang mengundang siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar di kelas. Dalam situasi belajar mengajar di kelas, tuturan interaktif yang dilakukan oleh guru dan siswa berupa wacana kelas. Dalam kegiatan tersebut, guru dan
4 siswa melakukan aktivitas komunikasi. Bentuk dari komunikasi tersebut berupa tuturan-tuturan verbal yang biasa digunakan. Bentuk komunikasi yang demikian disebut tindak tutur. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur yang dilakukan di dalam kelas merupakan wujud terciptanya suatu interaksi verbal antara guru dan siswa. Berkenaan dengan hal di atas, pernah dilakukan penelitian sejenis yang berkaitan dengan tindak tutur dalam wacana interaksi kelas, di antaranya oleh Febriana (2012) dengan judul Tuturan Responsif Siswa terhadap Tuturan Direktif Guru dalam Wacana Interaksi Kelas di SMA Negeri 1 Batu. Data dalam penelitian ini berupa data verbal tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari segi ilmu bahasa, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pragmatik yang mengkaji penggunaan bahasa dari konteks penyampaiannya. Data tuturan mengandung bentuk, fungsi, dan strategi penyampaian tuturan responsif. Temuan penelitian yang diperoleh ada tiga. Pertama, tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru berupa bentuk asertif, direktif, dan ekspresif. Bentuk-bentuk tuturan responsif siswa tersebut berupa kalimat pernyataan, pertanyaan, dan kalimat perintah. Bentuk kalimat tersebut singkat dan terdapat penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Kedua, fungsi tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru dalam wacana interaksi kelas cukup bervariasi. Fungsi-fungsi tersebut antara lain penerimaan, penolakan, penghindaran, pengeluhan, permintaan informasi, permintaan konfirmasi, permintaan maaf dan humor. Ketiga, penggunaan strategi penyampaian tuturan
5 responsif siswa terhadap tuturan direktif guru berupa strategi langsung dan tidak langsung. Strategi langsung digunakan untuk menyampaikan penerimaan, penolakan, keluhan, permintaan informasi, permintaan maaf, dan permintaan konfirmasi terhadap tuturan direktif guru. Strategi langsung digunakan siswa dengan menyampaikan maksud fungsi tuturan secara langsung. Strategi tidak langsung digunakan siswa untuk menyampaikan fungsi penolakan, penghindaran dan humor. Temuan penelitian dapat dirumuskan tiga simpulan. Pertama, siswa SMA menyampaikan tuturan responsif terhadap tuturan direktif guru menggunakan bentuk asertif, direktif, dan ekspresif. Kedua, siswa SMA menggunakan fungsi yang melekat pada bentuk tuturan responsif siswa terhadap tuturan direktif guru. Ketiga, siswa SMA dalam wacana interaksi kelas menggunakan strategi penyampaian tuturan responsif yang disesuaikan dengan fungsi tuturannya, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Etikasari (2012) dengan judul Tindak Tutur Direktif dalam Wacana Kelas (Kajian Mikroetnografi terhadap bahasa guru). Dalam penelitian ini membahas mengenai tindak tutur direktif dalam wacana kelas. Penelitian ini digunakan untuk memotret penggunaan bahasa guru dalam wacana kelas selama proses pembelajaran. Data penelitian ini berupa tuturan guru yang diindikasikan sebagai tindak tutur direktif dalam wacana kelas. Hasil penelitian tindak tutur direktif guru dalam wacana kelas dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, bentuk tindak tutur direktif dalam wacana kelas meliputi (a ) bentuk tindak tutur direktif suruhan, (b ) bentuk tindak tutur
6 direktif memerintah, (c ) bentuk tindak tutur direktif meminta, (d ) bentuk tindak tutur direktif ajakan, (e ) bentuk tindak tutur direktif desakan, (f ) bentuk tindak tutur direktif larangan, (g ) bentuk tindak tutur direktif menyarankan, dan (h ) bentuk tindak tutur direktif bujukan. Kedua, penggunaan fungsi tindak tutur direktif dalam wacana kelas, meliputi (1) fungsi tindak tutur direktif suruhan dalam proses pembelajaran, (2) fungsi tindak tutur direktif memerintah dalam proses pembelajaran, (3) fungsi tindak tutur direktif meminta dalam prose s pembelajaran, (4) fungsi tindak tutur direktif ajakan dalam proses pembelajaran, (5) fungsi tindak tutur direktif desakan dalam proses pembelajaran, (6) fungsi tindak tutur direktif larangan dalam proses pembelajaran, (7) fungsi tindak tutur direktif menyarankan dalam proses pembelajaran, dan (8) fungsi tindak tutur direktif bujukan dalam proses pembelajaran. Ketiga, konteks tindak tutur direktif dalam wacana kelas ditemukan pada kegiatan pendahuluan, inti, dan akhir pada pembelajaran meliputi (a ) kegiatan pendahuluan terdiri dari (1) tindak tutur direktif dalam wacana kelas pada konteks menyiapkan kondisi kelas, (2 ) tindak tutur direktif ajakan dalam wacana kelas pada konteks apersepsi, (3) tindak tutur direktif bujukan dalam wacana kelas pada konteks menyampaikan salam dan memberikan perhatian; (b ) pada konteks kegiatan inti terdiri atas (1) tindak tutur direktif suruhan dalam wacana kelas pada konteks mengevaluasi hasil tugas, (2) tindak tutur direktif suruhan dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan konsep materi, (3 ) tindak tutur direktif memerintah dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan contoh, ( 4) tindak tutur direktif meminta dalam wacana kelas pada konteks memberikan perhatian
7 dan motivasi, (5 ) tindak tutur direktif ajakan dalam wacana kelas pada konteks mengevaluasi hasil latihan, (6) tindak tutur direktif desakan dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan contoh, (7) tindak tutur direktif desakan dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan konsep materi, (8) tindak tutur direktif larangan dalam wacana kelas pada konteks kedisiplinan, (9 ) tindak tutur direktif bujukan dalam wacana kelas pada konteks menjelaskan contoh, selanjutnya (c ) pada kegiatan akhir ditemukan tuturan direktif, yaitu tindak tutur direktif desakan dalam wacana kelas pada konteks mengevaluasi tugas siswa. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, penelitian tersebut membahas tindak tutur guru dan siswa di dalam kelas secara umum, baik itu berupa tindak tutur atau tuturan direktif guru maupun tuturan responsif siswa. Belum ada penelitian yang secara khusus membahas wacana interaksi kelas dari segi struktur pertukaran dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada kenyataannya, kelengkapan komponen dalam struktur pertukaran akan mempengaruhi suasana kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah dirancang oleh guru yaitu meliputi kegiatan mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Dengan mengetahui komponen struktur pertukaran, guru akan lebih mudah melakukan pembelajaran secara mandiri dan kreatif sehingga guru tetap mampu menjaga kelangsungan komunikasi yang baik di dalam kelas. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai masalah wacana interaksi kelas dengan judul Analisis Struktur Pertukaran dalam Wacana Interaksi Kelas pada Kelas X IPA di SMA Muhammadiyah 3 Batu.
8 1.2 Fokus Masalah Wacana terbentuk melalui suatu praktik yang melibatkan hubungan antara guru dan siswa serta tuturan guru dalam pelajaran di kelas. Wacana interaksi kelas merupakan wacana percakapan yang memiliki struktur pertukaran yang menjadi ciri dari sebuah interaksi. Struktur pertukaran di sini sebagai suatu perangkat aturan yang digunakan oleh peserta percakapan dalam melakukan tukar-menukar informasi atau lainnya. Fokus penelitian ini diarahkan pada komponen struktur pertukaran tersebut yaitu inisiasi (pembuka interaksi), meliputi pertanyaan sungguhan, pertanyaan pura-pura, permintaan (keras) secara langsung, permintaan (lunak) tak langsung, informatif, metastatement, dan ekspresif, respon (tindak verbal), meliputi menjawab, timbal tindak, ucapan terima kasih, pengulangan, dan pemicu ulang, dan feedback (lanjutan atau balikan), meliputi penerimaan, penghargaan, komentar, pembetulan, pengulangan, dan parafrase. 1.3 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang dari penelitian ini, penulis merumuskan permasalahan di antaranya sebagai berikut. a) Bagaimana bentuk tuturan inisiasi dalam interaksi kelas di SMA Muhammadiyah 3 Batu? b) Bagaimana bentuk tuturan respon dalam interaksi kelas di SMA Muhammadiyah 3 Batu? c) Bagaimana bentuk tuturan feedback dalam interaksi kelas di SMA Muhammadiyah 3 Batu?
9 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan peneliti dalam penelitian ini secara operasional mengacu pada subsub pertanyaan penelitian. Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dirumuskan berikut ini. (1) Mendeskripsikan bentuk tuturan inisiasi dalam interaksi kelas di SMA Muhammadiyah 3 Batu. (2) Mendeskripsikan bentuk tuturan respon dalam interaksi kelas di SMA Muhammadiyah 3 Batu. (3) Mendeskripsikan bentuk tuturan feedback dalam interaksi kelas di SMA Muhammadiyah 3 Batu. 1.5 Manfaan Penelitian a) Manfaat Teoretis Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran Bahasa Indonesia, utamanya pada penggunaan wacana interaksi kelas. Secara khusus hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai langkah untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang sejenis, serta dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan penggunaan wacana interaksi kelas dalam pembelajaran. b) Manfaat Praktis (1) Bagi Tenaga Pendidik Dengan adanya penelitian ini, tenaga pendidik dapat mengetahui bahwa ada beberapa dari komponen struktur pertukaran di kelas yang lebih banyak
10 digunakan guru karena selain lebih mudah dipahami juga dapat merangsang siswa untuk berbicara. (2) Bagi Penulis Penelitian ini tentunya menambah pengetahuan penulis. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana mengaplikasikan teori yang diperoleh selama dibangku kuliah dengan menganalisis permasalahan yang diangkat dalam penelitian. (3) Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan akan memberikan motivasi kepada siswa berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. (4) Bagi Sekolah Penelitian ini bermanfaat bagi sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas tuturan yang digunakan guru pada interaksi kelas dan dapat memberikan kontribusi yang baik bagi sekolah yang bersangkutan dalam rangka terciptanya pembelajaran yang efektif serta efisien. 1.6 Definisi Operasional Sehubungan dengan fokus masalah dan rumusan masalah definisi operasional dalam penelitian ini, sebagai berikut. a) Wacana interaksi kelas adalah wacana percakapan antara guru dan siswa di dalam kelas pada saat berlangsungnya proses pembelajaran.
11 b) Struktur pertukaran adalah suatu perangkat aturan yang digunakan oleh peserta percakapan dalam melakukan tukar-menukar informasi atau lainnya (Arifin, 2000: 46). c) Inisiasi atau pemicu adalah sebuah pembuka dalam interaksi, meliputi pertanyaan sungguhan, pertanyaan pura-pura, permintaan (keras) secara langsung, permintaan (lunak) tak langsung, informati f, metastatement, dan ekspresif (Martutik, 1995: 37). d) Respon atau tanggapan adalah suatu jawaban yang berupa tindak verbal, meliputi menjawab, timbal tindak, ucapan terima kasih, pengulangan, dan pemicu ulang (Martutik, 1995: 37). e) Feedback atau lanjutan adalah sebuah balikan yang bersifat manasuka, meliputi penerimaan, penghargaan, komentar, pembetulan, pengulangan, dan parafrase (Martutik, 1995: 37).