BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

BAB II LANDASAN TEORI

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

AGENDA. PPh Pasal 26

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II URAIAN TEORITIS

Repositori STIE Ekuitas

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pengertian Pajak Penghasilan 21

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak dan tidak dikenakan Pajak penghasilan, diatur dalam Psl 4 ayat (3) UU No. 36 Tahun 2008, yaitu :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB III PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

Transkripsi:

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut Undang-Undang Nmor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak baik orang pribadi maupun badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Undang-Undang perpajakan mengatur mengenai pengertian penghasilan di dalam pasal 4 UU PPh yaitu, setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Jadi, pajak penghasilan 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Jadi pengertian secara keseluruhan adalah Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang 38

39 langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. 3.2 Subjek dan Bukan Subjek Pajak 3.2.1 Subjek Pajak Undang-Undan RI Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang penghasilan menyatakan bahwa, yang menjadi subjek pajak adalah: a. Orang Pribadi Orang pribadi yang dimaksud dalam ketentuan diatas adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menjalankan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) maupun yang mendapat penghasil dari Indonesia melalui kegiatan lain. b. Badan Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun. c. Warisan yang belum terbagi Warisan yang belum terbagi yaitu warisan yang masih merupakan satu kesatuan kepemilikan dan belum terinci para pewarisnya. d. Bentuk Usaha Tetap BUT adalah bentuk usaha tetap yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

40 dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Subjek Pajak dibedakan menjadi 2, terdiri atas: 1. Subjek Pajak Dalam Negeri a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indoensia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah; 3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau daerah; 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan c. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak. 2. Subjek Pajak Luar Negeri a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat

41 kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan bentuk usaha tetap di Indonesia. 3.2.2 Bukan Subjek Pajak Menurut Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan. Yang merupakan bukan subjek pajak ialah: a. Kantor perwakilan negara asing; b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabatpejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannyatersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; c. Organisasi-organisari internasional dengan syarat; 1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan 2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperolh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi sebagaimana disebut pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesi dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

42 3.3 Objek dan Bukan Objek Pajak 3.3.1 Objek Pajak Yang dimaksud objek pajak yaitu, setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Objek Pajak terdiri dari: a. Penghasilan teratur, meliputi: 1. Gaji, upah, honorarium; 2. Uang pensiunan bulanan; 3. Premi asuransi bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja; 4. Tunjangan; 5. Hadiah, beasiswa; 6. Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu; 7. Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. b. Penghasilan tidak teratur, meliputi: 1. Bonus, gratifikasi, tantiem; 2. Jasa produksi; 3. Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Cuti; 4. Premi tahunan; 5. Penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak teratur. c. Penerima upah, meliputi: 1. Upah harian; 2. Upah mingguan; 3. Upah satuan; 4. Upah borongan. d. Penghasilan yang bersifat final, meliputi: 1. Tenaga ahli seperti Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan;

43 2. Pemain musik, MC, penyanyi, bintang film; 3. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, moderator; 4. Agen iklan; 5. Peserta perlombaan; 6. Petugas dinas luar asuransi; 7. Petugas penjaja barang dagangan (sales); 8. Peserta pendidikan pelatihan dan pemagangan; 9. Distributor perusahaan MLM direct selling. 3.3.2 Bukan Objek Pajak Yang merupakan bukan objek pajak, meliputi: a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia; b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; c. Warisan; d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus; f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa; g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, koperasi, badan usaha

44 milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. Dividen berasal dari dividen laba yang ditahan, dan 2. Bagi perseroan terbatas, bada usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. h. Iuran yang diterima atau diperoleh dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja atau pegawai; i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,

45 dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 3.4 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 3.4.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasiln (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. 3.4.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang No. 28 Tahun 2007. 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. 3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Pennetuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak. 4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran

46 dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. 5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. 3.4.3 Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pemotong Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak Badan termasuk bentuk usaha tetap yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi. Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 meliputi: 1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, termasuk bentuk usaha tetap, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. 2. Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/Polri, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah, Lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama atau bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atu jabatan, jasa, dan kegiatan lain. 3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua. 4. Perusahaan, badan termasuk bentuk usaha tetap yang membayar honorarium, komisi, fee atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas, atau

47 pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri. 5. Perusahaan, badan termasuk bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan. 3.5 Tarif Pajak dan Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP) Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 maka tarif pajak penghasilan pribadi adalah sebagai berikut: Gambar 3.1 Tarif Pajak Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp50.000.000 5% Diatas Rp50.000.000-Rp250.000.000 15% Diatas Rp250.000.000-Rp500.000.000 25% Diatas Rp500.000.000 30% Sumber: Undang-undang No.36 tahun 2008 Jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 101/PMK.010/2016 sebagai berikut: 1. Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp54.000.000,- 2. Tambahan untuk Wajib pajak yang kawin Rp4.500.000,- 3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp54.000.000,- 4. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga Rp4.500.000,-

48 3.5.3 Prosedur Pemotongan dan Cara Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah adalah pegawai pemerintah non pegawai negeri. Perhitungan pemotongan PPh Pasal 21 Anggota KPU dilakukan oleh bendahara gaji secara manual. Petugas penguji tagihan dan penyusun SPM melalui aplikasi SAS menginput data anggota KPU menggunakan user PPNPN. Pengisian aplikasi SAS bertujuan sebagai pemberitahuan kepada KPPN bahwa KPU Provinsi Jawa Tengah akan melakukan pembayaran pajak terutang PPh Pasal 21 atas anggota KPU. Petugas hanya perlu menginput data PPNPN pada aplikasi SAS sedangkan yang memotong PPh Pasal 21 adalah KPPN. Data PPNPN yang telah diinput pada aplikasi SAS disebut SPM kemudian di print out dan dibubuhi tanda tangan oleh Pejabat Penandatangan PPNPN. SPM dikirim ke KPPN Semarang II kemudian scan barcode. Jika menurut KPPN dokumen sudah benar maka akan muncul pemberitahuan penerbitan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) ke email petugas yang bersangkutan.

49 3.5.3.1 Bagan Alur Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Petugas Penguji SPM Bendahara Gaji Login apl SAS menggunakan user PPNPN Membuat daftar gaji PPNPN Pengisian data tiap PPNPN Daftar gaji PPNPN SPM Hasil perhitungan gan pajak terutang Menghitung PPh 21 terutang PPNPN KPPN SMG II Bukti potong Gambar 3.1 Bagan alur pemotongan pajak penghasilan pasal 21 anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Sumber: KPU Provinsi Jawa Tengah

50 Skema perhitungan pemotongan PPh pasal 21 atas anggota KPU provinsi Jawa tengah sebagai berikut: Penghasilan kotor setahun Biaya jabatan xxx PTKP K/SETAHUN xxx PTKP SETAHUN Pendapatan kena pajak Tarif: 5% x Rp50.000.000 xxx 15% x Rp50.000.000 s/d Rp250.000.000 xxx PPh terutang xxx : 12 bulan PPh perbulan xxx xxx xxx xxx Contoh perhitungan Bu Diana adalah salah satu anggota KPU Provinsi Jawa Tengah golongan III. Beliau berstatus kawin dengan 3 anak. Pada awal 2016 Januari-Februari memperoleh penghasilan Rp16.500.000 sedangkan Maret-Desember mengalami kenaikan gaji sebesar Rp185.650.000. Perhitungannya sebagai berikut: Uang kehormatan Jan-Feb Uang Kehormatan Mar-Des Penghasilan kotor setahun Biaya Jabatan Rp6.000.000 PTKP K/3 Rp72.000.000 PTKP Setahun Pendapatan Kena Pajak Tarif: 5% x Rp5.000.000 Rp2.500.000 Rp16.500.000 Rp185.650.000 Rp202.650.000 (Rp78.000.000) Rp124.150.000

51 15% x Rp74.150.000 Rp11.122.500 PPh Terutang Setahun Rp13.622.500 PPh dibayar Jan-Feb (Rp825.000) Rp12.797.500 12 PPh Pasal 21 Perbulan Rp1.279.750 Uang kehormatan Ibu Diana yang semula Rp8.250.000 menjadi Rp18.565.000 sejak Maret 2016. Hal ini menyebabkan pajak terutang Ibu Diana bertambah. 3.5.4 Prosedur Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Pelaporan dilakukan oleh petugas penyusun laporan keuangan menggunakan e-spt. Pelaporan e-spt berbasis internet terkadang terhambat karena koneksi internet internet yang tidak stabil dan minimnya pengetahuan petugas dalam hal perpajakan terutama pelaporan e-spt. Oleh sebab itu, pelaporan SPT Massa terkadang masih menggunakan cara lama yakni datang langsung ke KPP Candi Sari. 3.5.4.1 Dokumen yang diperlukan terkait pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Pelaporan pajak dapat disampaikan ke kantor pelayanan pajak (KKP) atau kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi pajak (KP2KP) di mana WP terdaftar. Dokumen yang diperlukan terkait pelaporan PPh Pasal 21 atas Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah adalah: 1. SPT, dapat dibedakan menjadi: a. SPT massa yakni, SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan pembayaran pajak pada asa tertentu (bulanan).

52 b. SPT tahunan yakni, SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan tahunan. 2. SSP (Surat Setoran Pajak) lembar ke 3 (tiga) untuk diberikan kepada KPP terdaftar 3. Bukti potong A1 3.5.4.2 Bagan Alur Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Gambar 3.2 Bagan alur pelaporan pajak penghasilan pasal 21 anggota KPU Provinsi Jawa Tengah Sumber: KPU Provinsi Jawa tengah Bendahara Gaji Menghitung PPh 21 terutang SSP Membuat pelaporan PPh 21 Menyetor pajak yang terutang e-spt Massa/Tahunan Bank Bukti setor