TINJAUAN LITERATUR Tanaman Jeruk Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah - buahan yang banyak digemari oleh masyarakat kita. Buah jeruk bukan hanya dinikmati rasanya yang segar saja, melainkan buah jeruk juga sebagai pelepas dahaga dan sebagai buah pencuci mulut. Disamping itu buah jeruk banyak mengandung vitamin C dan vitamin A (Pracaya, 2000). Tanaman jeruk manis adalah salah satu jenis jeruk yang buahnya sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat dan jenis ini banyak dibudidayakan di Indonesia terutama Sumatera Utara (Barus, 1992). Tanaman jeruk khususnya jeruk manis adalah tanaman tahunan. Jeruk manis berasal dari India Timur Laut, Cina Selatan, Birma dan Cochin Cina. Di Eropa, baru dibudidayakan akhir abad ke-15 (Anshari, 2004). Tanaman jeruk dapat ditanam di daerah antara 40 0 LU dan 40 0 LS. Umumnya tanaman jeruk terdapat di daerah 20 0 40 0 LS. Di daerah subtropis, tanaman jeruk ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 mdpl. Di daerah khatulistiwa sampai ketinggian 2000 mdpl. (Joesoef, 1993). Suhu optimal untuk tanaman jeruk antara 250C 300C. penyinaran matahari pada tanaman jeruk antara 50% - 70% (Soelarso, 1996). Tanaman jeruk menghendaki tanah dengan ph 4 7.8. Tanah yang baik mengandung pasir dan air yang tidak dalam ( 1.5 m) (Joesoef, 1993).
Jeruk manis mempunyai nama ilmiah Citrus sinesis (L.) Obsbeck. (Sinonim : citrus arantium L. var. sinensis L.). Jeruk manis ini menurut Pracaya (2000) termasuk didalam klasifikasi : Phylum : Spermatophyta, Sub Phylum : Angiospermae, Class : Dicotyledoneae, Ordo : Rutales, Family : Rutaceae, Subfamily : Aurantioideae, Trible : Citreae, Subtribe : Citinae, Genus : Citrus, Subgenus : Eucitrus. Tanaman Kacangan (Leguminosa) Stylosanthes guianensis Stylosanthes guianensis dikenal dengan nama stylo, digunakan sebagai tanaman penutup tanah, sebagai pupuk hijau, dan sebagai tanaman penganti pada penanaman berpindah tapi stylo lebih dikenal sebagai tanaman pastura. Legum berumur panjang, membentuk rumpun, batang berbulu, tinggi mencapai 1,5 m dan bertekstur kasar. Stylo merupakan jenis legum yang memberikan harapan baik untuk sebagian besar daerah di indonesia. Toleransinya terhadap jenis tanah sangat luas bahkan pada tanah yang miskin unsur hara, dapat hidup pada tanah yang tergenang, dari berpasir sampai tanah liat, toleransi pada tanah yang memiliki kandungan Al dan Mn yang tinggi tetapi tidak pada salinitas tanah yang tinggi. Memiliki toleransi terhadap naungan sedang dan interval pemotongan 2-3 bulan akan memberikan hasil yang maksimum. Memiliki interaksi pertumbuhan yang baik dengan rumput Digitaria sp., Panicum maximum, Pennisetum purpereum, Setaria sphacelata, dan Brachiaria sp. dan berinteraksi dengan baik dengan legum Centrosema pubescens dan Pueraria phaseoloides (Mannetje dan Jones, 1992).
Legum tidak tahan defoliasi yang pendek (karena titik tumbuhnya yang berupa mahkota tunas dan akar terletak diatas tanah) dan dengan penggembalaan yang berat maka pertanamannya akan berkurang dalam padangan campuran dengan rumput (Reksohadiprodjo, 1994). Arachis glabarata Arachis glabarata merupakan tanaman perennial dengan rhizome yang bercabang dan tanaman ini untuk tumbuh tegak diatas tanah. Mempunyai dua pasang daun yang berbentuk elips, panjangnya 6-20 mm dan lebarnya 5-14 mm, bunga berbentuk bulat dengan diameter 10-12 mm, berwarna kuning sampai dengan orange dan panjang kelopak bunganya 6-7 mm, polongnya kecil dengan panjang 10 mm dan tebal 5-6 mm, mampu meningkatkan nilai nutrisi rumput pastura dan dapat bersaing dengan semua rumput pastura meskipun pertumbuhannya agak lambat (Bogdan, 1977). Arachis glabarata baik tumbuhnya pada naungan sedang sampai dengan tinggi dan sangat toleran terhadap penggembalaan berat. Interval pemotongan 12 minggu memberikan hasil maksimum dan berinteraksi baik bila ditanam dengan spesies Digitaria dan Paspalum. Tanaman ini dapat dipergunakan sebagai tanaman padang penggembalaan, untuk tanaman kehutanan dan perkebunan, bahkan untuk hay dan silase. Pertumbuhannya baik dari tanah yang tergenang, berpasir, bahkan tanah liat, memiliki adaptasi yang tinggi pada tanah yang memiliki ph asam (4.5) bahkan ph basa (8.5) dan baik juga digunakan untuk konservasi tanah (Freire et al., 2000).
Rumput Stenotaphrum secundatum Stenotaphrum secundatum merupakan tanaman tahunan yang menjalar, menyebar dengan stolon dan rhizoma dan membentuk hamparan padat, tanaman ini ditanam dengan menggunakan stek dan berguna untuk pencegahan erosi. Beradaptasi di daerah tropika dan subtropika merupakan rumput penggembalaan yang produktif untuk daerah rendah yang lembab (Mc Ilroy, 1976). Brachiaria ruzinensis Brachiaria ruzinensis merupakan rumput berdaun lebat dengan tinggi sedang, berstolon, digunakan secara luas di Thailand. Daunnya berbulu pendek. Pada banyak daerah, produksi bijinya tinggi. Kualitas biji dan daya tumbuh biasanya tinggi. Spesies ini cocok untuk tanah subur dan berdrainase baik, pada daerah - daerah dengan curah hujan yang tinggi. Pada kondisi demikian, Brachiaria ruzinensis menghasilkan pakan dengan kualitas lebih tinggi daripada spesies Brachiaria lainnya (Horne and Stur, 1999). Brachiaria sp. merupakan rumput yang baik untuk penanaman tunggal ataupun dicampur dengan Stylosanthes, maupun dengan Centrosema pubescens. Interval 6-8 minggu menghasilkan produksi yang maksimum. Sebaiknya dipergunakan sebagai rumput potongan untuk makanan ternak dan kalaupun harus untuk pengembalaan sebaiknya dilakukan dengan rotasi karena rumput ini tidak tahan untuk penggembalaan berat, sebaiknya dipupuk dengan N 200-400 kg/ha/tahun (Reksohadiprodjo, 1994).
Paspalum gueonarum Paspalum gueonarum pertumbuhannya tidak terlalu cepat dan pemotongan yang teratur pertumbuhannya akan lebih baik, dengan pemeliharaan yang intensif dapat meningkatkan kualitas dari hijauan tersebut. Interval pemotongan umur 6 minggu akan menghasilkan produksi yang maksimum (Reksohadiprodjo 1994). Berespon baik terhadap pemupukan N (100-200 kg/ha), dapat hidup pada segala tingkat naungan, dan merupakan spesies yang sangat berkompetisi dengan hijauan lainnya. Dapat tumbuh dengan baik bila ditanam dengan leguminosa Stylosanthes guianensis (Adjei et al., 2000). Pengaruh Naungan Terhadap Vegetasi Kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan kurang cahaya tersebut. Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat menyesuaikan diri pada kondisi ternaungi. Pada tanaman yang toleran, intensitas cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan pigmen perkloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan menghindari penurunan aktivitas enzim (Levitt, 1980).
Naungan dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas hijauan, untuk itu dapat lihat pada Gambar 1. Naungan Menigkatkan Menigkatkan Menigkatkan Menurunkan Dinding sel Daun : batang Tannin Soluble Carbohydate Lignin, silika Protein, mineral Toxin Menurunkan Meningkatkan Menurunkan Kecernaan Palatabilitas Intake Gambar 1. Dampak positif dan negatif naungan terhadap hijauan pakan (Norton, 1989) Gambar 1 menjelaskan pengaruh naungan terhadap hijauan pakan, dimana naungan secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap pada kandungan serat kasar, protein dan tannin, tetapi sebaliknya dengan kandungan BETN, dimana terjadi penurunan pada kandungan BETN pakan tersebut. Peningkatan kandungan serat kasar akan berpengaruh terhadap penurunan kecernaan, begitu juga dengan intake, tetapi sebaliknya dengan kandungan protein dan mineral, dimana terjadi peningkatan terhadap kecernaan, yang secara tidak
langsung berpengaruh uga tehadap intake. Peningkatan kandungan tannin dan penurunankandungan BETN berpengaruh terhadap penurunan palatabilitas dan intakenya. Sebagian besar spesies rumut tropis mengalami penurunan produksi, sejalan dengan menurunnya intensitas sinar (Ludlow, 1978), namun spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (Wong et al., 1985 ; Samarakoon et al., 1990). Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbaga tingkatan, mempengaruhi kompetisi. Proses - prses didalam tanaman yang dapat dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis protein, hormon, translokasi, penuaan, pertumbuhan akar, dan penyerapan nitrat (Struik dan Deinum, 1982). Spesies pastura tropis yang ditananam dibah intensitas cahaya yang berbeda, dapat menunjukkan perububahan morfologis dan fisiologis dalam nisbah pucuk/akar, indeks luas daun, luas dan spesifik dari efisiensi penggunaan cahaya (Sophanodora, 1991). Perubahan ini akibat dari kompatabilias rumput bila ditanam pada lingkungan yang ternaungi. Integrasi Ternak Pada Tanaman Jeruk Integrasi ternak dengan perkebunan jeruk mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dalam hubungan saling menguntungkan. Salah satu daerah yang memiliki areal pertanaman jeruk terluas di Sumatera Utara berada di Kabupaten Karo sekitar 17.000 ha yang merupakan milik perorangan dengan rata - rata pemilikan yang bervariasi antara 0,5 5 ha (Distan Karo, 2008). Secara
bertahap budidaya tanaman jeruk mulai mendekati anjuran Ditjen Hortikultura tentang GAP Jeruk (KNRT, 2007). Dengan menggunakan asumsi daya tampung sekitar 40 ekor kambing/ha lahan jeruk, maka di Kabupaten Karo secara potensial dapat dikembangkan sekitar 680.000 ekor atau meningkatkan sekitar 91% populasi kambing di Sumatera Utara. Adanya ternak pada lingkungan perkebunan akan memungkinkan dalam penigkatan produktifitas lahan secara keseluruhan, memberi nilai tambah pada sumber daya yang belum temanfaatkan dan mempunyai nilai konversasi tanah dan lingkungan. Introduksi ternak dan pakan jenis unggul akan memberi nilai tambah dari sistem integrasi tersebut. Jika ditinjau dari segi pemanfaatan lahan, sistem integrasi ternak mempunyai beberapa keuntungan yaitu : (1) Peningkatan dalam produktivitas tenaga kerja, misalnya dalam pengerjaan tanah, (2) Peningkatan dalam kualitas tanah melalui urine dan feses, (3) Peningkatan produktivitas lahan (Höfs et al., 1995). Kapasitas Tampung Ternak Kemampuan berbagai padang rumput dalm menampung ternak berbeda kaenaadnya perbedaan dalam hal produktivitas tanah, curah hujan dan penyebarannya, topografi dan hal - hal lain. Oleh karena itu, setiap padang rumput sebaiknya digunakan menurut kemampuannya masing - masing.
Kapasitas tampung ternak berujuan untuk mendefenisikan tekanan penggembalaan dalam jangka panjang, dalam tingkat optimum yang secara aman berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan hijauan. Taksiran daya tampung menurut Halls et al. (1964) didasarkan kepada jumlah hijauan yang tersedia. Jumlah hijauan yang tersedia ini, tidak terlepas hubungannya dengan defoliasi, serta hubungan antara tekanan penggembalaaan terhadap produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimim penting artinya dalam pengelolaan padang penggembalaan, karena tekanan pengembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang rumput yang bersangkutan. Setiap hektar lahan perkebunan baik itu perkebunan karet ataupun perkebunan kelapa sawit mampu menampung 0.5 1.5 unit ternak/tahun. Maka dapat diperkirakan satu unit ternak setara dengan 14 ekor ternak kambing dewasa (Rangkuti et al., 1990). Pertanaman Campuran Rumput dan Leguminosa Padang rumput campuran antara padang rumput dan leguminosa lebih baik dan disukai ternak daripada suatu pertanaman murni. Bila dibandingkan dengan pertanaman murni, maka keuntungan dari pertanaman campuran adalah (1) pembentukan padang rumput yang lebih cepat dan penggunaan tanah yang lebih baik, (2) distribus pertumbuhan musiman yang lebih baik, (3) produksi dengan palatabilitas yang lebih baik, (4) menaikkan nilai gizi padang rumput. Cullison (1979) menyatakan bahwa leguminosa tidak hanya berperan sebagai sumber nitrogen untuk rumput tetapi dapat sebagai pakan yang berkualitas lebih lambat dengan meningkatnya umur dibandingkan dengan rumput.
Telah diketahui secara umum bahwa padang penggembalaan campuran rumput dan leguminosa lebih baik dibanding padang penggembalaan mono rumput saja. Fungsi utama leguminosa dalam padang penggembalaan adalah menyediakan atau memberikan nilai makanan yang lebih baik bagi ternak terutama berupa protein, fosfor dan kalsium. Rumput dapat menyediakan produksi bahan kering dan energi yang lebih baik dibanding leguminosa. Persaingan tumbuh antara rumput dan leguminosa adalah untuk mendapatkan air, unsur hara dan memperoleh klimat yang baik (Reksohadiprojo, 1994).