BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Menggunakan Pembelajaran Tipe NHT dan Tipe TPS Pada Materi Pecahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam kehidupan berbangsa. Maju

BAB I PENDAHULUAN. matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving),

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Padahal metode ceramah memiliki banyak kekurangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:145),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat memang tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I BAB I PENDAHULUAN. peserta didik ataupun dengan gurunya maka proses pembelajaran akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik dalam hal pengetahuan maupun sikap. Salah satu pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termuat dalam kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DITINJAU DARI KEMAMPUANKOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

ANALISIS KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VII PADA PENERAPAN OPEN-ENDED

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE (TTW) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. ini mengakibatkan hasil belajar siswa belum mencapai taraf optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang. Nasution (2010:35) menyatakan: fungsi pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat untuk perkembangan teknologi modern. Tidak hanya sebagai penghubung

Sejalan dengan hal tersebut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung seumur hidup disetiap saat selama ada pengaruh lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, matematika merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidaklah lepas dari peran penting matematika. Sepertihalnya ilmu yang lain, matematika memiliki aspek teori dan aspek terapan atau praktis dan penggolongannya atas matematika murni, matematika terapan dan matematika sekolah. Dalam masyarakat pendidikan dan umum, kata matematika sering dipakai dalam pergaulan. Pentingnya metematika dalam kehidupan ini diungkapkan oleh, Cockroft (dalam Abdurrahman, 2003:253) mengatakan : Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena : (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran ruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Sejalan dengan Cockroft yang menyatakan pentingnya matematika, Phytagoras (dalam Hamzah, 2014:52) dengan semboyannya panta aritmos berarti segala sesuatu itu adalah bilangan, menyatakan matematika itu sangat penting dengan menyatakan fenomena yang berbeda dapat menunjukkan sifatsifat matematika dan sifat-sifat tersebut dapat dilambangkan ke dalam bilangan dan angka-angka serta dalam keterhubungan angka-angka. Selain itu, tanpa bantuan matematika, maka semua ilmu pengetahuan tidak akan sempurna. Menyadari pentingnya matematika, maka belajar matematika seharusnya menjadi kebutuhan dan kegiatan yang menyenangkan. Namun pada kenyataannya dunia pendidikan matematika dihadapkan pada masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa. Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa dikarenakan banyak siswa yang menganggap matematika sebagai bidang studi yang paling sulit, baik tingkat pendidikan sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdurrahman (2012:202) yang menyatakan: 1

2 Dari berbagai bidang studi yang diajarkan sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar. Meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Ada beberapa kemampuan matematis yang diharapkan dapat dikuasai peserta didik untuk semua jenjang sekolah, mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah. Sebagaimana Principles and Standards for School Mathematics (dalam Hutagaol, 2013:86) mengungkapkan bahwa : Lima standard kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu : (1) kemampuan pemecahan masalah (problem solving), (2) kemampuan komunikasi (communication), (3) kemampuan koneksi (connection), (4) kemampuan penalaran (reasoning), dan (5) kemampuan representasi (representation). Kemampuan representasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang juga harus dikuasai oleh siswa. Dalam pembelajaran matematika, siswa dikatakan mampu merepresentasikan matematika ketika siswa dapat mengungkapkan ideide matematika, baik masalah, pernyataan, solusi, definisi dan sebagainya kedalam salah satu bentuk gambar, notasi matematik ataupun kata-kata yang nantinya akan memperlihatkan hasil pemikiran mereka. Seperti yang telah di kemukakan oleh Hasratuddin (2015:113) matematika merupakan hal yang abstrak, maka untuk mempermudah dan memperjelas dalam penyelesaian masalah matematika, representasi sangat berperan, yaitu untuk mengubah ide abstrak menjadi konsep yang nyata, misalnya dengan gambar, simbol, kata-kata, grafik, table dan lain-lain. Namun, pada kenyataaannya masih banyak guru yang menganggap bahwa kemampuan representasi matematis ini hanya sebagai pelengkap materi yang diajarkan. Padahal dengan kemampuan representasi yang baik, siswa akan lebih mudah memahami konsep matematika yang sedang dipelajarinya, karena hal tersebut akan memungkinkan siswa untuk mencoba berbagi macam representasi dalam memahami suatu konsep.

3 Dari observasi yang dilakukan, peneliti menemukan beberapa fakta yang dapat dilihat dari tes diagnostik yang peneliti lakukan pada 01 Oktober 2016 di kelas X-3 SMA Al-Hidayah Medan pada Tahun Pembelajaran 2016/2017 dengan jumlah 26 siswa. Hal ini dapat dilihat dari proses jawaban siswa dari permasalahan No.1berikut: Harga 8 buah buku tulis dan 6 buah pensil Rp. 14.400,00 harga 6 buah buku tulis dan 5 buah pensil Rp. 11.200,00. Tentukan harga 1 buah buku tulis dan 1 buah pensil! Salah satu jawaban siswa dari permasalahan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1.1 Jawaban Tes Awal Siswa Pada Soal No.1 Berdasarkan proses jawaban siswa dari Gambar 1.1, siswa sudah mengetahui cara menyelesaikan soal dengan model matematika, akan tetapi siswa belum bisa menyelesaikan proses perhitungan dengan menggunakan metode Eliminasi dan Substitusi. Selanjutnya proses jawaban siswa dari permasalahan No.2 dapat dilihat dari soal berikut: x 5y 13 Tentukan penyelesaian SPLDV berikut, dengan 2x y 4 menggunakan metode substitusi! Salah satu jawaban siswa dari permasalahan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

4 Gambar 1.2 Jawaban Tes Awal Siswa Pada Soal No.2 Berdasarkan proses jawaban siswa dari Gambar 1.2, hampir seluruh siswa mengalami kesulitan menyajikan masalah dengan metode substitusi. Siswa sudah mengetahui cara menyelesaikan soal tersebut pada tahap I, akan tetapi pada tahap selanjutnya siswa belum bisa menyelesaikan proses perhitungan dengan menggunakan metode Substitusi. Dan yang terakhir proses jawaban siswa dari permasalahan No.3 dapat dilihat dari soal berikut: Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan x + y = 5 dan x y = 1, untuk x,y R dengan menggunakan metode grafik. Salah satu jawaban siswa dari permasalahan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 1.3 Jawaban Tes Awal Siswa Pada Soal No.3

5 Berdasarkan proses jawaban siswa dari Gambar 1.3, hampir seluruh siswa sudah mengetahui cara menyelesaiakan permasalahan tersebut dalam bentuk grafik, akan tetapi hampir seluruh siswa tidak mengetahui cara menetukan Himpunan Penyelesaian dari grafik tersebut. Dari 26 orang siswa, peneliti memperoleh, nol (0%) tidak ada satupun siswa yang Tuntas atau mendapat nilai dengan kategori Tinggi, 10 siswa (38,46%) dengan kategori Rendah, 16 siswa (61,54%) dengan kategori Sangat Rendah. Dari hasil tes diagnostik tersebut juga diperoleh fakta bahwa hasil belajar siswa masih rendah, ini dapat dilihat dari ratarata nilai siswa 47,31 dengan persentase ketuntasan klasikal 0%. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Minarni, dkk (2016:45) yang menyatakan, Based on essay test found that achievement of the students in mathematical understanding and representation test is categories low. Hal ini mengandung arti bahwa berdasarkan hasil tes esai ditemukan bahwa kemampuan pemahaman dan representasi siswa termasuk dalam kategori rendah. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan representasi matematis siswa adalah proses pembelajaran yang digunakan guru masih berpusat pada guru. Ini selaras dengan Trianto (2011:5) yang menyatakan: Berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik, hal tersebut disebabkan oleh proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung teacher-centred sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian, guru lebih suka menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktik. Jika pola pembelajaran seperti yang diungkapkan di atas terus terjadi, maka paling tidak ada dua konsekuensinya. Pertama, siswa kurang aktif dan pola pembelajaran ini kurang menanamkan pemahaman konsep sehingga kurang mengundang sikap kritis. Kedua, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal latihan, mereka kebingungan karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja (Ansari, 2012:3). Sejalan dengan Ansari, Abdurrahman (2012:20) mengatakan bahwa: Penyebab rendahnya atau kurangnya pemahaman peserta didik terhadap konsep matematika, salah satu diantaranya adalah metode pembelajaran yang digunakan oleh pengajar, misalnya dalam pembelajaran yang

6 berorientasi pada pendekatan tradisional yang menempatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai pendengar. Bowers dan Flinders (dalam Zohrabi, dkk, 2012:1) menyatakan Identified teacher-centered model as an industrial production in which student is a product and behaviorsof exit skills or out comes. Hal tersebut mengandung arti bahwa mengidentifikasi model pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai produk industri dimana siswa sebagai produk dan perilaku pada kemampuan luar atau kemampuan yang datang. Untuk menghindari konsekuensi tersebut hendaknya guru mereformasi model pembelajaran yang digunakannya di kelas. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti di SMA Al-Hidayah Medan, dimana guru bidang studi yang mengampu mata pelajaran Matematika di kelas X jarang memakai model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah model pembelajaran yang tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share memiliki konsep belajar berkelompok yang mampu membuat siswa aktif dan kritis dalam pembelajaran karena dengan belajar berkelompok siswa akan bertanya mengenai materi pelajaran yang tidak diketahui kepada temannya tanpa rasa malu. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Richard, dkk (2007:34) bahwa: Cooperative learning Think Pair Share modelis an approach to groupwork that minimizes theoccurrence of those unpleasantsituations and maximizes the learning and satisfaction that result from working on a high-performanceteam. Hal tersebut mengandung arti bahwa pembelajaran kooperatif model Think Pair Share adalah suatu pendekatan untuk tugas kelompok yang meminimalkan terjadinya situasi-situasi yang tidak menyenangkan dan memaksimalkan pembelajaran dan kepuasan yang dihasilkan dari hasil kerja kelompok. Tetapi belajar kooperatif tipe Think Pair Share lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur

7 dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Berdasarkan keseluruhan latar belakang tersebut, Peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Di Kelas X SMA Al-Hidayah Medan Tahun Ajaran 2016/2017. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Siswa menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan. 2. Kemampuan representasi matematis siswa kelas X SMA Al- Hidayah masih rendah hal ini dapat dilihat dari hasil pre-test. 3. Guru masih menggunakan model pembelajaran yang konvensional sehingga siswa menjadi pasif di dalam kelas. 4. Model pembelajaran Kooperatif tipe TPS masih jarang digunakan. 1.3 Batasan Masalah Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan masalah agar lebih terfokus dan terarah. Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan representasi matematis siswa kelas X SMA Al-Hidayah Medan masih rendah dan model pembelajaran yang digunakan guru kurang melibatkan kemampuan representasi matematis siswa.

8 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitianini adalah: Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa di kelas X SMA Al-Hidayah Medan Tahun Ajaran 2016/2017? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa di kelas X SMA Al-Hidayah Medan Tahun Ajaran 2016/2017. 1.6 Manfaat penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru, menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. 2. Bagi siswa, member pengalaman baru dan mendorong siswa agar terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat mengembangkan kemampuan representasi matematis yang dimilikinya. 3. Bagi peneliti, menjadi bahan pertimbangan untuk menggunakan model pembelajaran ini ketika menjadi guru nantinya. 4. Bagi penelitilain, sebagai bahan masukan bagi penelitian yang sejenis.