SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

KAJIAN KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH TINGGAL DENGAN MODEL INNERCOURT

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dalam maupun luar yang aman dan nyaman, sehingga. penghuninya terhindar dari keadaan luar yang berubah-ubah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB V KONSEP PERANCANGAN

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

PENCAHAYAAN SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA YANG ERGONOMIS Studi Kasus RSS di Kota Depok Jawa Barat

PEMANFAATAN POTENSI ANGIN BAGI VENTILASI ALAMI GEDUNG BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UMS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

PENERAPAN KONSEP SADAR ENERGI DALAM PERANCANGAN ARSITEKTUR YANG BERKELANJUTAN

Djumiko. Kata kunci : ventilasi alami, ventilasi gaya thermal, ventilasi silang, kenyamanan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG. I Latar Belakang Perancangan. Pada dasarnya manusia mempunyai kebutuhan primer.

Identifikasi Pengaruh Material Bangunan Terhadap Kenyamanan Termal (Studi kasus bangunan dengan material bambu dan bata merah di Mojokerto)

OPTIMASI KINERJA PENCAHAYAAN ALAMI UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA RUMAH SUSUN DENGAN KONFIGURASI TOWER DI DENPASAR

BAB V KAJIAN TEORI. Menurut Frick (1997), Ekologi dapat didefinisikan sebagai Ilmu yang. mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Hotel Resort Di Gunungkidul

PENDEKATAN PEMBENTUKAN IKLIM-MIKRO DAN PEMANFAATAN ENERGI ALTERNATIF SEBAGAI USAHA TERCAPAINYA MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN BINAAN YANG HEMAT ENERGI

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

berfungsi sebagai tempat pertukaran udara dan masuknya cahaya matahari. 2) Cross Ventilation, yang diterapkan pada kedua studi kasus, merupakan sistem

PENERAPAN KONSEP PENGHAWAAN ALAMI PADA WISMA ATLET SENAYAN

BAB III ELABORASI TEMA

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

STUDI PERFORMA PENDINGINAN EVAPORASI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN EFEK UDARA MENYILANG PADA RUMAH TINGGAL DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMICS (CFD)

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

OPTIMASI SHADING DEVICES RUMAH TINGGAL (STUDI KASUS : PERUMAHAN LOH AGUNG VI JATEN KARANGANYAR)

Pendekatan Pembentukan Iklim-Mikro dan Pemanfaatan Energi Alternatif Sebagai Usaha Tercapainya Model Desain Rumah Susun Hemat Energi

UJI KARAKTERISTIK HIPOTESIS BANGUNAN RUMAH TINGGAL YANG MEMANFAATKAN PENDINGINAN EVAPORASI DENGAN COMPUTATIONAL FLUIDS DYNAMICS (CFD)

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar WARNA HEALING ENVIRONMENT. lingkungan yang. mampu menyembuhkan. Gambar 4. 1 Konsep Dasar

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

BAB IV: KONSEP PERANCANGAN

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : FERIA ETIKA.A.

BAB III TINJAUAN KHUSUS PROYEK

AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015

BAB V. KajianTeori Kajian Teori Tema Desain Uraian Interprestasi dan Eloborasi Teori Tema Desain

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALatihan Soal 9.3

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

FISIKA BANGUNAN 1 DESIGN STRATEGIES COOLING FOR BUILDING (SISTEM PENDINGIN BANGUNAN) TOPIK:

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Disusun Oleh: Ignatius Christianto S

TESIS EVALUASI KUALITAS LINGKUNGAN DALAM RUANG PADA KANTOR PT. R.T.C DARI ASPEK TERMAL DAN PENCAHAYAAN

BANGUNAN BALAI KOTA SURABYA

BAB I PENDAHULUAN. Dari latar belakang diatas, ada masalah-masalah terkait kenyamanan yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu

PENDAHULUAN. Berbicara tentang tempat tinggal, kota Jakarta menyediakan lahan yang

Pengembangan RS Harum

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

b e r n u a n s a h i jau

ADAPTASI IKLIM PADA HUNIAN RUMAH TINGGAL YANG MENGHADAP MATAHARI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Perumahan Golf Residence 2 Graha Candi Golf Semarang (dengan Penekanan Desain Arsitektur Tropis)

ASPEK PERANCANGAN KENIKMATAN FISIK BANGUNAN TERHADAP PENGARUH IKLIM. Kemala Jeumpa* Bambang Hadibroto * Abstrak

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. kehidupan modern dengan tuntutan kebutuhan yang lebih tinggi. Seiring

Rencana Pembelajaran

METODOLOGI PENELITIAN

BAB V KAJIAN TEORI Kajian Teori Penekanan Desain. Arsitektur Tropis. Arsitektur tropis dipilih sebagai tema desain pada pondok retret di

BAB III METODE PENELITIAN. hasil kuisioner dan pengukuran pencahayaan, suhu, kelembaban, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. kendaraan dan manusia akan direncanakan seperti pada gambar dibawah ini.

mempunyai sirkulasi penghuninya yang berputar-putar dan penghuni bangunan mempunyai arahan secara visual dalam perjalanannya dalam mencapai unit-unit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN

MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

STUDI SISTEM PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI PADA TIPOLOGI UNDERGROUND BUILDING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V. Konsep. bangunan. memaksimalkan potensi angin yang dapat mengembangkan energi

M U H A M A D R AT O D I, S T., M. K E S 2017

BAB V KESIMPULAN ARSITEKTUR BINUS UNIVERSITY

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

STUDI FASADE RUMAH SUSUN UNTUK OPTIMASI ENERGI ALAM PADA BANGUNAN DI TROPIS LEMBAB

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ventilasi suatu bangunan merupakan salah satu elemen penting dalam

STRATEGI PENYELESAIAN RUMAH TINGGAL ISLAMI BERLAHAN SEMPIT DI KAMPUNG CEMANI (Desain Kreatif Perumahan Berbasis Keterbatasan)

PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE

Jenis dan besaran ruang dalam bangunan ini sebagai berikut :

Pengembangan RS Harum

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

Potensi Pengembangan Rumah Berkonsep Ergo- Ekologi untuk Daerah Beriklim Tropis

PENERAPAN KONSEP HIJAB PADA RUMAH TINGGAL PERKOTAAN

Transkripsi:

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN Ronim Azizah, Qomarun Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura 57102 Telp 0271 717417 Email: Ronim.Azizah@ums.ac.id Abstrak Paper ini berupaya menjelaskan tentang alternatif solusi desain dalam mendapatkan kenyamanan termal meskipun tanpa adanya halaman di belakang rumah. Dengan digantikannya halaman belakang menjadi ruang-ruang fungsional, seperti yang terjadi di rumah-rumah perkotaan saat ini, maka kenyamanan fisika bangunan menjadi hilang. Fenomena itulah yang menjadi latar belakang dalam kegiatan riset ini. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen, yaitu diawali dengan pembuatan desain, dilanjutkan dengan pembangunan dan diakhiri dengan pegujian kenyamanan termal. Pada tahap desain, maka dirancang model ventilasi vertikal melalui peniadaan dinding belakang dan pemberian jarak bebas sebesar 30cm dari dinding tetangga. Setelah selesai tahap desain dan pembangunan, maka dilakukan tahap pengujian di rumah yang berlokasi di Karangasem Laweyan Solo ini. Pengujian dilakukan pada tanggal 17 September 2014 dalam 6 rentang waktu, yaitu: (1) jam 06.00; (2) jam 09.00; (3) jam 12.00; (4) jam 15.00; (5) jam 19.00; dan (6) jam 22.00. Uji termal ini dilakukan dengan cara mengukur suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin pada 28 Titik Ukur (TU). Lokasi TU itu tersebar di 3 tempat, yaitu: (1) di jalan depan rumah; (2) di eksterior rumah; dan (3) di interior rumah. Alat yang digunakan adalah LM-81HT dan LM-81AM. Hasil dari pengukuran termal ini menunjukkan bahwa model rumah berventilasi vertikal ini mampu menurunkan suhu rata-rata hingga 2 derajat celcius dari kondisi luar rumah pada saat cuacanya panas-terik di siang hari. Hasil pengukuran lapangan menunjukkan bahwa ada terjadi pergerakan udara dalam ruang dengan kecepatan rata-rata 0,1m/dt dan suhu ruang rata-rata 28,3 derajat celcius. Kesimpulan dari riset ini adalah solusi rumah berventilasi vertikal terbukti mampu mencapai status kenyamanan termal, karena standar ruangnya adalah jika ada angin berkecepatan 0,1-1,0m/dt maka suhu nyamannya mempunyai rentang 25-35 derajat celcius. Kata kunci: kenyamanan termal, ventilasi vertikal, rumah, kota Pendahuluan Pada umumnya rumah tinggal mempunyai halaman depan dan belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para penghuninya, baik kenyamanan termal, visual, audial maupun spasial. Namun demikian, seiring dengan keterbatasan lahan di perkotaan, keberadaan halaman belakang mulai dihilangkan, dan digantikan dengan berbagai ruang-ruang fungsional, seperti: gudang, kamar, garasi, toilet dan dapur. Penambahan ruang ini tentu dapat menghilangkan kenyamanan termal dan visual di dalam rumah. Selanjutnya, untuk mengembalikan kenyamanan itu, solusi-solusi yang ke arah buatan, seperti penghawaan buatan (AC) maupun pencahayaan buatan (lampu) sering dilakukan. Solusi ini terbukti menciptakan pemborosan energi dan memicu pemanasan global (Givoni, 1998), sehingga dibutuhkan solusi yang ke arah alami. Jadi, permasalahan yang diangkat pada riset ini adalah bagaimana menemukan kenyamanan termal secara alami akibat ketiadaan halaman bagian belakang pada rumah-rumah di perkotaan. Saat ini, masyarakat kota pada umumnya membangun rumah tepat berada pada batas persil. Menurut PERDA Surakarta No. 8/2009 (lihat Pasal 22 Ayat 3), garis sempadan samping dan belakang diberlakukan minimal selebar 2 meter untuk kavling rumah yang berlebar 10 meter atau lebih. Kavling dengan lebar kurang dari 10 meter, garis sempadan samping dan belakang ditetapkan dapat berhimpit dengan batas kavling. Pada kasus ini, kavling yang diteliti berlebar kurang dari 10 meter, sehingga pagar belakang dan samping dapat berhimpit dengan tetangga (Bappeda Surakarta, 2009). Namun demikian, pada desain rumah tinggal ini batas persil belakang justru tidak dibangun dinding pagar, melainkan dibiarkan terbuka sepanjang persilnya. Hal ini dilakukan untuk membuat semacam cerobong vertikal awal, yaitu ruang yang terbuka pada lantai dasarnya, yang kemudian diteruskan dengan void pada lantai atasnya selebar jarak bebas antar dua dinding rumah. Dengan kata lain, void bagian atas itu berukuran panjang sesuai persil (7,6m), lebar sesuai jarak bebas antar dinding (30cm) dan tinggi sesuai elevasi rumah (8,4m). Jadi, solusi yang diusulkan terkait permasalahan di atas adalah dengan model ventilasi A-16

vertikal, yaitu pembuatan void di antara batas dua kavling rumah pada bagian belakang, sehingga kondisi dalam rumah ini masih tetap terhubung dengan udara luar, termasuk terjadinya sirkulasi sinar matahari maupun air hujan. Pada penelitian sebelumnya (tahun 2011), telah dilakukan pengukuran dengan kondisi rumah tinggal saat itu baru terbangun hanya lantai dasar saja. Karena rumah hanya satu lantai dan kondisi atap sangat pendek (tinggi hanya 2,75m), maka untuk mendapatkan kenyamanan termal saat itu, rumah tinggalnya didesain dengan model SPA (Split-Pori-Air), yaitu lantai bersplit, bahan berpori dan lahan berair (Azizah, 2011). Rumah model SPA ini (lihat Gambar 1 pada bagian keterangan Tahap-1 ) sengaja didesain ada kolam ikan pada bagian dasarnya untuk penampung air dan pendingin suhu. Inti dari desain rumah SPA ini adalah: (1) unsur S (Split) untuk menjamin adanya angin dari bidang bawah; (2) unsur P (Pori) untuk mempermudah pergerakan udara secara vertikal (lantai berbahan anyaman besi); dan (3) unsur A (Air) untuk meningkatkan tekanan udara dan absorbsi radiasi matahari. Temuan penting riset saat itu adalah kondisi angin dari jalan yang mempunyai kecepatan tinggi (1-4m/dt) terbukti tidak pernah bisa masuk ke dalam kavling rumah, karena angin cenderung berjalan lurus ketika lebar kavling kecil (kurang dari 10m) dan elevasi rumah pendek (kurang dari 3m). Dengan kata lain, rumah yang mempunyai ketinggian di bawah 3 meter, maka dapat dipastikan bahwa dalam ruang-ruangnya tidak akan mendapatkan kecepatan angin dari jalan. Sebaliknya, jika rumah mempunyai ketinggian di atas 3 meter, maka ruang-ruang dalam rumah akan sangat mudah mendapatkan angin dari jalan. Hasil pengukuran saat itu adalah bahwa rumah tinggal model SPA (Split-Pori-Air) dapat menurunkan suhu hingga 3 derajat celcius dari suhu yang ada di luar bangunan, yang diperoleh dari hasil proses absorbsi radiasi matahari oleh air kolam. Pada saat ini (2014), bangunan rumah tinggal itu telah selesai dibangun 3 lantai dan ditambah top floor (lantai atap) yang digunakan untuk area jemur. Posisi desain ventilasi vertikal terletak di bagian belakang rumah, dengan ukuran 7,6m X 30cm X 8,4m (lihat Gambar 1). Selain itu, pada rumah ini juga terdapat lubang tangga putar yang terletak menerus dari lantai dasar hingga top floor. Namun demikian, cerobong ini terdapat penutup atapnya yang berbahan polycarbonate. Dengan model void seperti itu (lihat Gambar 2), maka perlu dilakukan pengukuran kenyamanan termal dari lantai dasar hingga lantai top floor, untuk menguji kenyamanan termal berdasarkan indikator dan parameter yang telah berlaku di dalam dunia ilmu Arsitektur. Gambar 1. Potongan Rumah dan Posisi Ventilasi Vertikal A-17

Gambar 2. Detail Ventilasi Vertikal Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu dengan melalui 3 proses sebagai berikut: (1) tahap perancangan; (2) tahap pembangunan; dan (3) tahap pengujian. Setelah tahap pertama dan tahap kedua selesai dilaksanakan (tahun 2012-2013), maka dilakukan tahap ketiga, yaitu tahap pengujian (tahun 2014). Pengujian dilakukan dari pagi hingga malam hari dengan 6 rentang waktu, yaitu: (1) jam 06.00; (2) jam 09.00; (3) jam 12.00; (4) jam 15.00; (5) jam 19.00; dan (6) jam 22.00. Uji termal ini dilakukan dengan cara mengukur suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin pada 28 Titik Ukur (TU). Lokasi TU itu tersebar di 3 lokasi, yaitu: (1) di jalan depan rumah; (2) di eksterior rumah; dan (3) di interior rumah. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan alat ukur dijital, yaitu Digital Humidity and Thermometer (Model LM-81HT) untuk mengukur kelembaban udara dan suhu udara. Sementara itu, untuk mengukur kecepatan angin digunakan alat Digital Anemometer (Model LM-81AM). Berdasarkan teori tentang kenyamanan termal, maka menurut Frick (2007) kenyamana termal tergantung oleh 3 hal, yaitu suhu udara, kelembaban udara dan pergerakan udara. Kondisi suhu udara terkait dengan radiasi, sementara kelembaban udara terkait dengan uap air, sedangkan pergerakan udara terkait dengan tekanan. Masing-masing faktor tersebut akhirnya membentuk perpaduan yang khas dalam mewujudkan kenyamanan termal fisik manusia, yang sering disebut sebagai daerah nyaman (comfort zone). Kenyamanan termal untuk kondisi udara tidak bergerak dibagi menjadi tiga macam, yaitu: (1) sejuk nyaman, suhu efektif 20,5-22,8 derajat celcius; (2) nyaman optimal, suhu efektif 22,8-25,8 derajat celcius; dan (3) hangat nyaman, suhu efektif 25,8-27,1. Jadi, daerah nyaman fisik manusia untuk tipe udara diam dapat dicapai pada kondisi ruang bersuhu 21-27 derajat celcius dan berkelembaban 20-70%. Selanjutnya, standar kenyamanan termal untuk tipe udara yang bergerak (dengan standar rentang kecepatan angin 0,1-1,0m/dt), daerah nyaman dapat dicapai pada kondisi ruang bersuhu 25-35 derajat celcius dan A-18

berkelembaban 5-85%. Dengan kata lain, jika ada terjadi udara bergerak di dalam ruang, maka suhu nyaman untuk manusia bisa 8 derajat lebih tinggi dari standar nyaman tipe udara tidak bergerak. Pada sisi yang lain, kondisi ruang bangunan dapat mempunyai status di luar toleransi kenyamanan termal jika mempunyai keadaan udara yang bersuhu di atas 51 derajat celcius dan keadaan angin yang berkecepatan lebih dari 2 m/dt. Untuk lebih mudah dalam menjelaskan tentang daerah nyaman itu, maka dibuat grafik sebagai berikut: Gambar 3. Daerah Nyaman (Comfort Zone) (Sumber: Frick, 2007) Penyegaran udara dapat dibedakan atas 3 macam, yaitu: (1) penyegaran udara pasif; (2) penyegaran udara aktif; dan (3) penyegaran udara mekanis. Penyegaran udara pasif adalah penyegaran udara di dalam ruangan dengan megandalkan hasil desain bangunan tanpa tindakan operasional maupun peralatan, sedangkan penyegaran udara aktif mensyaratkan adanya tindakan operasional dan peralatan untuk kenyamana termal. Penyegaran udara mekanis merupakan pendinginan dalam ruangan yang mengandalkan alat pendinginan dan penyaluran udara dingin. Menurut Frick (2008), penyegaran udara pasif ada 2 jenis, yaitu ventilasi silang dan ventilasi vertikal. Ventilasi silang adalah upaya desain ruang bangunan yang membuat arah pergerakan udara terjadi secara horisontal, dimana udara masuk (inlet) melalui lubang ventilasi di bagian bawah ruang, dan udara bekas (outlet) keluar melalui lubang ventilasi bagian atas ruang. Sementara itu, ventilasi vertikal adalah upaya desain ruang bangunan yang membuat arah pergerakan udara ke atas karena daya alami yang dinamai stack effect. Daya ini terjadi akibat perbedaan suhu udara dimana udara dengan suhu lebih tinggi mempunyai berat yang lebih ringan sehingga akan bergerak ke atas, dan tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dengan suhu lebih rendah. Sistim ventilasi vertikal yang baik membutuhkan lubang udara keluar di bagian atas ruang dan lubang udara masuk di bagian bawah bangunan. Pembahasan Berdasarkan dasar-dasar kenyamanan termal seperti uraian di atas, maka dilakukan berbagai aspek pegujian kenyamanan termal pada rumah yang mempunyai model ventilasi vertikal ini. Rumah ini berlokasi di Karangasem Laweyan, Solo, dengan luas lahan 117m2, luas bangunan 170m2 dan jumlah lantai 4 lapis. Pengukuran terhadap kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu dilakukan dalam 6 rentang waktu, yaitu: (1) jam 06.00-07.00; (2) jam 09.00-10.00; (3) jam 12.00-13.00; (4) jam 15.00-16.00; (5) jam 19.00-20.00; dan (6) jam 22.00-23.00. Sementara itu, lokasi pengukuran dilakukan di tiap lantai, yang tersebar pada 28 Titik Ukur (TU). Posisi TU di tiap lantai (keculai TU-27 dan TU-28 yang berada di lantai 4), dapat dilihat pada gambar sebagai berikut: A-19

Gambar 4. Skema Lokasi Titik Ukur di Lantai 1-3 Selanjutnya, berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh tim peneliti pada hari Rabu, 17 September 2014, dengan rentang 6 waktu dari pagi hari hingga malam hari seperti uraian di atas, maka dihasilkan kondisi lapangan tentang kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara sebagai berikut: Gambar 5. Hasil Pengukuran Kecepatan Angin A-20

Gambar 6. Hasil Pengukuran Suhu Gambar 7. Hasil Pengukuran Kelembaban Udara A-21

Berdasarkan grafik hasil pengukuran di atas, maka dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: (1) kelembaban udara tertinggi berada di jalan depan rumah (100%) dan terendah di lantai atap (51,2%); (2) suhu tertinggi berada di jalan depan rumah (33,9 derajat celcius) dan terendah juga di jalan depan rumah (22,7 derajat celcius); dan (3) kecepatan angin tertinggi berada di jalan depan rumah (1,7m/dt) dan terendah di lantai dasar (0m/dt). Selanjutnya, khusus untuk kondisi di dalam ruang-ruang rumah tinggal, maka diketemukan hal-hal sebagai berikut: (1) kelembaban udara tertinggi di lantai-1 (98,9%) dan terendah di lantai-3 (53,8%); (2) suhu tertinggi di lantai-3 (31,9 derajat celcius) dan terendah di lantai-1 (26,2 derajat celcius); dan (3) kecepatan angin tertinggi di lantai-2 (0,8m/dt) dan terendah di lantai-1 (0m/dt). Sementara itu, berdasarkan kategori lokasi TU (Titik Ukur) khusus di dalam ruang, maka didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut: (1) kelembaban udara tertinggi di TU-08 (98,9%) dan terendah di TU-24 (53,8%); (2) suhu tertinggi di TU-24 (31,9 derajat celcius) dan terendah di TU-05 (26,2 derajat celcius); dan (3) kecepatan angin tertinggi TU-13 (0,8m/dt) dan terendah di TU-08 (0m/dt). Berdasarkan grafik pengukuran suhu di atas, maka pada saat suhu di luar ruang mengalami kondisi tertinggi (33,9 derajat celcius), ternyata kondisi suhu di dalam ruang dapat turun hingga menjadi 29,3 derajat celcius. Dengan kata lain, model rumah berventilasi vertikal ini dapat menurunkan suhu hingga 4,6 derajat celcius (33,9-29,3). Namun demikian, jika dibuat angka ratarata, maka suhu di luar ruang mencapai 32,4 derajat celcius, sedangkan suhu di dalam ruang mencapai 30,4 derajat celcius. Dengan kata lain, model rumah berventilasi vertikal ini mampu menurunkan suhu rata-rata 2 derajat celcius (32,4-30,4). Pada sisi yang lain, berdasarkan acuan grafik comfort zone, maka rumah berventilasi vertikal ini mampu mencapai daerah nyaman (comfort zone) untuk kategori udara bergerak, karena hasil pengukurannya memperlihatkan bahwa suhu rata-rata 28,3 derajat celcius dan kecepatan angin rata-rata 0,1m/dt. Sesuai standar daerah nyaman untuk kategori udara bergerak, maka ruang yang nyaman harus mempunyai rentang suhu 25-35 derajat celcius dan rentang kecepatan angin 0,1-1,0m/dt. Kesimpulan Paper ini berupaya menjelaskan tentang solusi praktis dalam mendapatkan kenyamanan termal meskipun tanpa adanya halaman di belakang rumah. Solusi permasalahan yang diajukan pada paper ini adalah dengan desain model ventilasi vertikal, yang diletakkan di bagian belakang rumah. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tentang kenyamanan termal, maka rumah berventilasi vertikal ini terbukti mampu menurunkan suhu rata-rata hingga 2 derajat celcius dari kondisi luar rumah pada saat cuacanya panas-terik di siang hari. Kesimpulan dari riset ini adalah solusi rumah berventilasi vertikal mampu membuat status kenyamanan termal tercapai (comfort zone). Hasil pengukurannya memperlihatkan bahwa suhu rata-rata 28,3 derajat celcius dan kecepatan angin rata-rata 0,1m/dt, sedangkan standar daerah nyaman untuk kategori udara bergerak adalah bersuhu 25-35 derajat celcius dan rentang kecepatan angin 0,1-1,0m/dt. Berdasarkan hasil riset ini, maka penulis menyarankan agar masyarakat perkotaan dapat mengurangi energi listrik, terutama AC dan lampu dengan berbagai tindakan kreatif-inovatif, seperti usulan ventilasi vertikal ini. Selain itu, penulis menyarankan kepada para peneliti dan akademisi Arsitektur agar banyak melakukan berbagai riset lanjut tentang alternatif desain hemat energi untuk rumah tinggal di perkotaan, seiring dengan terjadinya era global warming dan climate change yang mengarah kepada pembusukan global. Pada sisi yang lain, saran tambahan terkait pada alat deteksi kecepatan angin, yaitu perlu adanya pengembangan lagi model alat yang lebih sensitif, karena terbukti angin tipe sembribit (terasa atau terdeteksi oleh kulit), tetapi tidak bisa terbaca oleh anemometer digital yang ada. Daftar Pustaka Azizah, Ronim dan Qomarun (2011). Rekayasa Kenyamanan Termal pada Bangunan Rumah di Perkotaan, Prosiding RAPI X Fakultas Teknik UMS, Surakarta. Bappeda Surakarta (2009). Peraturan Daerah No. 8/2009 tentang Bangunan, Pemerintah Kota Surakarta, Solo. Frick, Heinz dan Mulyani, Tri Hesti (2008). Arsitektur Ekologis: Konsep Arsitektur Ekologis di Iklim Tropis, Penghijauan Kota dan Kota Ekologis, serta Energi Terbarukan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Frick, Heinz, Ardiyanto, A. dan Darmawan, A. (2007). Ilmu Fisika Bangunan: Pengantar Pemahaman Cahaya, Kalor, Kelembaban, Iklim, Gempa Bumi, Bunyi dan Kebakaran, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Givoni, Baruch (1998). Climate Consideration in Building and Urban Design, Van Nostrand Reinhold, New York. A-22