1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi makhluk hidup lainnya (UU 23 Tahun 1997). Lingku ngan sekitar manusia dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu:1) lingkungan fisik, termasuk di dalamnya air, tanah, dan udara; 2) lingkungan biologi, yang termasuk di dalamnya semua organisme hidup, baik binatang maupun tumbuh-tumbuhan kecuali manusia itu sendiri; 3) lingkungan sosial, yaitu interaksi sesama manusia meliputi faktorfaktor sosial, ekonomi dan kebudayaan serta kesehatan masyarakat. Udara merupakan sumber daya yang penting bagi kehidupan, oleh sebab itu kualitasnya harus dijaga. Udara yang dihirup dalam-dalam saat manusia bernafas, sekitar 99% terdiri dari gas nitrogen dan oksigen. Manusia juga menghisap gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Pada beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa diantara gas yang sangat sedikit tersebut diidentifikasi sebagai pencemar. Di daerah perkotaaan yang ramai, gas pencemar yang berasal dari asap kendaraan, gas buangan pabrik, pembangkit tenaga listrik, asap rokok, larutan pembersih dan sebagaimana yang berhubungan erat dengan aktifitas manusia (Darmono, 2001 dalam Irwansyah, 2003) Udara yang dihirup sebaiknya udara yang bersih, tidak berisi komponen lain yang mempengaruhi kesehatan manusia (Dawud, 2004). Jika udara telah dimasuki zat atau komponen lain hasil kegiatan manusia atau alam yang menyebabkan mutu udara turun sampai ke tingkat yang mengakibatkan terganggunya kesehatan manusia, maka udara tersebut telah tercemar (Dawud, 2004;Mukono 2003). Bahan pencemar udara (polutan) tersebut dapat berupa gas: gas senyawa karbon monoksida (CO), senyawa sulfur dioksida (SO 2 ), senyawa nitrogen dioksida (NO 2 ), senyawa logam (Pb), senyawa oksigen dalam bentuk Ozon (O 3 ); atau berupa partikel (asap, debu, uap, kabut). Masing-masing bahan pencemar tersebut 1
2 mempunyai karakteristik sendiri, yaitu meningkatkan risiko yang membahayakan kesehatan, baik sifat-sifat fisik maupun kimia (Dawud, 2004). Biasanya gas dan zat pencemar ini berkaitan dengan aktivitasnya sebagai oksidan di dalam tubuh (Yunus, 1996). Sumber polutan yang terbesar antara lain dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Asap kendaraan bermotor banyak menghasilkan timbal (Pb) yang merupakan hasil pembakaran timbal dalam bentuk tetra etil lead ( TEL). TEL ini merupakan oksidan yang sangat kuat di dalam tubuh manusia. Dampaknya adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, hipertensi, gangguan fungsi ginjal dan fungsi reproduksi, keguguran, serta menurunkan kecerdasan anak usia dini ( balita). Bahan lain yang terdapat dalam asap kendaraan bermotor adalah sulfur. Sulfur merupakan bahan yang terdapat dalam solar yang dapat menyebabkan bronkitis, radang paru, koma dan kelumpuhan pusat pernapasan. Ozon (O 3 ) merupakan oksidan yang sangat kuat karena mampu mengoksidasi substansi lain sehingga mengiritasi sistem pernapasan. CO yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor juga menyebabkan hipoksia pada jaringan sehingga produksi radikal bebas dalam tubuh menjadi bertambah. Debu (PM 10 ) berhubungan dengan penurunan dan perkembangan fungsi paru pada anak- anak (Kelly, 2003 dalam Afriyanti, 2006). Dari penelitian yang dilakukan di Salamanca, Meksiko diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara SO 2 dengan gejala penyakit pernapasan yaitu wheezing (OR=1,0213) dan ISPA(OR=1,0521) setiap kenaikan konsentrasi sebanyak 10µg/m 3. Sedangkan NO 2 terlihat signifikan pengaruhnya pada penurunan fungsi saluran pernapasan (Linares et.al. 2010). Penelitian di Palemo, Italia juga membuktikan bahwa polutan meningkatkan risiko kesehatan terutama pada saluran pernapasan, sebesar 2,2% (95% CI:1,3-3,1) pada PM 10, 4,4% (95% CI:0,3-8,6) pada SO 2, 2,3% (95% CI:0,1-4,7) pada CO, dan 1,5% (95% CI:0,4-2,6) pada NO 2 (Tramuto, et.al., 2011). Hasil penelitian efek polutan PM 10, SO 2, dan NO 2 di Beijing adalah PM 10 memiliki efek pada penyakit kardiovaskuler dan pernapasan meskipun lebih besar efeknya terhadap kardiovaskuler, SO 2 memiliki efek yang sama besar pada penyakit pernapasan dan kardiovaskuler, sedangkan
3 NO 2 memiliki efek terbesar pada penyakit pernapasan daripada kardiovaskuler (Zhang, et.al., 2011). Penelitian yang dilakukan di Shanghai menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ketiga polutan yaitu PM 10, sulfurdioxide (SO 2 ), dan nitrogendioxide (NO 2 ) dalam penelitian single pollutan model dengan konsentrasi rata-rata harian pada masing-masing polutan adalah 102,0 µg/m 3, 44,7 µg/m 3 dan 66,6 µg/m 3 terhadap peningkatan angka kematian per hari terutama yang diakibatkan oleh penyakit pernapasan (Chen,et al.,2008). Sedangkan penelitian di 10 kota di Italia menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada setiap peningkatan NO 2 sebesar 10 µg/m 3 dengan kematian biasa (2,63% for lag 0-5; 95% CI, 1,53-3,75), kematian yang disebabkan penyakit jantung (2,63% for lag 0-5;95% CI, 1,53-3,75) dan kematian yang disebabkan gangguan pernapasan (3,48% for lag 1-5; 95% CI, 075-6,29). Efek NO 2 sehingga menyebabkan kematian terlepas dari pengaruh PM 10 dan O 3 (Chiusolo, et al., 2011). Sedangkan penelitian di Beijing selama 6 tahun (Januari 2003 - Desember 2008) menunjukkan bahwa tingkat kematian karena penyakit kardiovaskuler atau gangguan pernapasan berhubungan secara signifikan dengan konsentrasi polutan udara ( particulate matter, SO 2, NO 2 ). SO 2 memiliki efek yang sama besar terhadap penyakit pernapasan dan kardiovaskuler, sedangkan NO 2 memiliki pengaruh terbesar pada pernapasan daripada penyakit kardiovaskuler (Zhang, et al,.2011). Berdasarkan laporan Laboratorium Udara Kota Pekanbaru tahun 2012 terdapat 124 hari paramater PM 10 dengan kategori kritis, SO 2 sebanyak 54 hari, O 3 sebanyak 95 hari dan NO 2 sebanyak 2 hari, serta terdapat 91 hari yang tidak terdata. Khususnya untuk Kota Pekanbaru tingginya konsentrasi PM 10 lebih disebabkan oleh asap kebakaran hutan/lahan yang terjadi di Kota Pekanbaru maupun disekitar wilayah Pekanbaru. Nilai ISPU tertinggi untuk PM 10 adalah 111 (kategori TIDAK SEHAT) yaitu pada bulan Agustus 2012. Nilai ISPU tertinggi untuk SO 2 adalah 56 (kategori SEDANG) yaitu pada bulan Januari 2012 (Laporan Tahunan Laboratorium Udara Kota Pekanbaru, 2012).
4 Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah salah satu penyebab utama kematian balita di dunia. ISPA diartikan sebagai suatu penyakit dengan gejala batuk bernapas cepat, dan pendek, kesulitan dalam bernapas yang bukan disebabkan hidung tersumbat. ISPA diklasifikasikan menjadi infeksi saluran pernapasan akut atas dan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Infeksi saluran pernapasan atas meliputi rhinitis, sinusitis, infeksi telinga, faringitis akut, epiglotis, dan laringitis. Infeksi saluran pernapasan atas sebagian besar disebabkan oleh virus yaitu Respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza, influenza virus dan lain-lain. Infeksi saluran pernapasan bawah yang biasanya terjadi adalah pneumonia dan bronkiolitis. Biasanya infeksi disebabkan oleh virus dan bakteri. Laporan WHO (1999) dan WHO (2007) yang dikutip dalam Ditjen Bina Kafarmasian menyebutkan bahwa ISPA merupakan penyebab kematian tertinggi akibat infeksi. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahunnya. Menurut WHO pada tahun 2000 terdapat 1,9 juta (95%) anak -anak di seluruh dunia meninggal karena ISPA, 20% diantaranya ditemukan di Negara India (Shobha, 2007) dan 70% ditemukan di Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2002). Sedangkan tahun 2002 terdapat 94.037.000 kasus ISPA baru dengan jumlah kematian sebanyak 3,9 juta jiwa di dunia. Tingkat keparahan ISPA tersebut lebih tinggi ditemui di negara-negara berkembang (Simoes, 2009). Insiden kejadian ISPA di negara berkembang dengan angka kejadian ISPA pada balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada 13 juta anak balita di dunia golongan usia balita (Anonim dikutif dalam Widowati, 2014). Data Kemenkes Indonesia, kasus ISPA pada tahun 2007 hingga 2011 mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 terdapat 7,2 juta kasus ISPA dan tahun 2011 menjadi 18,79 juta kasus ISPA. Berdasarkan hasil survei demografi kesehatan Indonesia, Angka Kematian Anak dan Balita (AKAB) 1-4 pada tahun 2007 sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, 15,5% atau sebesar 30.470 kematian pada balita usia 1-5 tahun disebabkan oleh ISPA. Ini secara rata-rata di Indonesia 83 orang balita meninggal setiap harinya karena ISPA (Iptek Kesehatan, 2012).
5 Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 terdapat lima Provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Me nurut jenis kelamin, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan ekonomi indeks kepemilikan terbawah dan menengah kebawah (Riskesdas, 2013). Provinsi Riau merupakan jumlah penderita ISPA cukup meningkat dari tahun ketahun. Tingginya kejadian ISPA di Provinsi Riau disebabkan oleh kabut asap. Pada tahun 2014 selama bulan Januari 2014 terdapat 22.000 warga terserang ISPA. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru jumlah penderita ISPA sebanyak 48.390 orang sejak ditetapkannya status tanggap darurat kabut asap. Sedangkan pada tahun 2015, laporan data Dinas Kesehatan secara online dilaporkan bahwa selama periode 29 Juni sampai dengan 18 Oktober 2015 jumlah penderita ISPA sebanyak 14.208 orang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang dijelaskan diatas mengenai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di Kota Pekanbaru dan tingginya kejadian kasus ISPA setiap tahunnya maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : Hubungan Indeks Standar Pencemar Udara dan Faktor Meteorologi dengan Kejadian ISPA di Kota Pekanbaru Tahun 2011-2015
6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menjelaskan hubungan antara Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan faktor meteorologi dengan kejadian ISPA di Kota Pekanbaru mulai Januari 2011 sampai bulan Desember 2015 2. Tujuan Khusus Tujuan umum dapat dijabarkan secara lebih spesifik menjadi tujuan khusus sebagai berikut: a. Untuk menjelaskan gambaran kualitas udara ambien (ISPU) meliputi konsentrasi PM 10, SO 2, CO, NO 2, dan O 3 menurut bulan dan menurut tahun di Kota Pekanbaru tahun 2011-2015 b. Untuk menjelaskan gambaran faktor meteorologi meliputi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari menurut bulan dan menurut tahun di Kota Pekanbaru tahun 2011-2015. c. Untuk menjelaskan gambaran jumlah kejadian ISPA menurut bulan dan menurut tahun di Kota Pekanbaru tahun 2011-2015. d. Untuk menjelaskan hubungan secara statistik dan grafik/time-trend antara kualitas udara ambien (ISPU) dan kejadian ISPA di Kota Pekanbaru tahun 2011-2015 e. Untuk menjelaskan hubungan secara statistik dan grafik/time-trend antara meteorologi dengan kejadian ISPA di KotaPekanbaru tahun 2011-2015 f. Untuk menjelaskan pengaruh ISPU dan meteorologi terhadap kejadian ISPA di Kota Pekanbaru tahun 2011-2014
7 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Instansi Terkait a. sebagai informasi tentang hubungan kualitas udara ambien (ISPU ), faktor meteorologi dan kejadian ISPA b. sebagai bahan evaluasi bagi pihak pemerintah untuk pemantauan pencemaran udara ambien dan penanganan kasus pneumonia 2. Bagi Masyarakat a. Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang gangguan saluran pernapasan khususnya ISPA dan pengaruh kualitas udara ambien (ISPU) b. Memberikan informasi baru mengenai gangguan saluran pernapasan akibat adanya pengaruh kualitas udara ambien (ISPU), faktor meteorologi sehingga masyarakat dapat mempersiapkan langkah pencegahan sederhana.
E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No Peneliti Judul Hasil Perbedaan 1 Widowati (2014) Hubungan Antara Tingkat Konsentrasi NO 2, SO 2, dan PM 10 di Udara Ambient dengan Kejadian ISPA Penduduk Kecamatan Taman Sari Jakarta Barat Tahun 2006-2013 Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat konsentrasi SO 2 (nilai p=0,002) dan PM 10 (nilai p=0,031), dengan persamaan garis regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 8,2% jumlah kasus ISPA disebabkan konsentrasi SO 2 dan 1,5% jumlah kasus ISPA disebabkan konsentrasi PM 10. Sedangkan antara konsentrasi NO 2 dengan jumlah kejadian ISPA tidak ada hubungan yang bermakna (nilai p=0,194). Tingkat konsentrasi PM 10 dan SO 2 dapat mempengaruhi kejadian ISPA. Perbedaan dengan penelitian yang sudah dilakukan adalah rentang waktu yang digunakan, beberapa variabel ada yang berbeda seperti CO dan O 3, dan juga penambahan variabel faktor meteorologi. Selain itu perbedaan lokasi dan waktu penelitian 2 Agustin (2004) Hubungan Kualitas Udara Ambien dengan Kasus ISPA, Bronkhitis dan Asma di DKI Jakarta Tahun 2003-2004 (Studi Ekologi di 15 Kecamatan) Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan terjadi di beberapa kecamatan. Parameter yang signifikan di beberapa kecamatan adalah SO 2 dengan ISPA, SO 2 dengan bronkhitis, NO dengan bronkhitis, NO dengan asma, Nox dengan ISPA Perbedaan dengan penelitian yang sudah dilakukan adalah rentang waktu yang digunakan, lokasi dan waktu penelitian 8
No Peneliti Judul Hasil Perbedaan 3 Dewi Utami Iriani (2004) Hubungan Iklim, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan Kejadian Serangan Asma/Bronkhitis di DKI Jakarta Tahun 2002-2003 (Studi Ekologi Time Trend pada 5 Rumah Sakit Umum di DKI Jakarta) Hasil penelitian menunjukkan bahwa radiasi matahari mempunyai korelasi positif dengan O 3 dan ISPU. Kelembaban mempunyai korelasi negatif dengan PM 10, SO 2, O 3, NO 2 dan ISPU. Suhu mempunyai korelasi positif dengan PM 10, SO 2, O 3, NO 2 dan ISPU. Arah angin mempunyai korelasi negatif dengan PM 10, SO 2, O 3, NO 2 dan ISPU. Kecepatan angin berkorelasi positif dengan NO 2 dan berkorelasi negatif dengan PM 10, SO 2, dan O 3. Asma dan bronkhitis mempunyai korelasi positif dengan NO 2 dan berkorelasi negatif dengan O 3. Hasil analisi time trend dalam periode tiga bulanan didapatkan pola kunjungan asma dan bronkhitis tidak mengikuti pola konsentrasi kualitas udara ambien dan ISPU Perbedaan dengan penelitian yang sudah dilakukan adalah rentang waktu yang digunakan, variabel dependen yang diteliti, lokasi dan waktu penelitian 9
No Peneliti Judul Hasil Perbedaan 4 Budi Pramono (2002) 5 Eram Tunggul Pawenang (2002) Analisis Kualitas Udara Ambien dan Faktor Meteorologi Terhadap Kejadian Penyakit ISPA di Puskesmas Kecamatan Kembangan Kotamadya Jakarta Barat, September 2001- Mei 2002 Hubungan Faktor Meteorologi, Kualitas Udara Ambien, dan Kejadian Gangguan Saluran Pernapasan di Kecamatan Pedurungan Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu rata-rata 27,63 o C, kelembaban relatif ratarata 81,9%, arah angin 185,77 o, kecepatan angin rata-rata 1,35 m/s, PM 10 rata-rata 71,52 µg/m3, SO 2 rata-rata 26,72 µg/m3, CO rata-rata 1,62 µg/m3, O 3 rata-rata 41,74 µg/m3, NO 2 rata-rata 42,26 µg/m3 dan jumlah kasus ISPA rata-rata 180,34. Dari uji korelasi diketahui hubungan antara suhu udara dengan SO 2, O 3, dan NO 2, kelembaban relatif dengan O 3, kecepatan angin dengan PM 10 dan CO, arah angin dengan PM 10, SO 2, CO, O 3, dan NO 2, SO 2 dengan ISPA, dan O 3 dengan ISPA Hasil penelitian menunjukkan rata-rata mingguan suhu 27,37 C, kelembaban 75,08%, arah angin 165,72º, kecepatan angin 4,49 m/s, radiasi global W/m 2, rata-rata kualitas udara untuk PM10 61,71 µg/m 3, SO 2 10,15 µg/m 3, SO 1,20 mg/m 3, O 3 33,37 µg/m 3, NO 2 18,75 µg/m 3. Jumlah gangguan saluran pernapasan rata-rata 246,84 kasus. Hasil korelasi menunjukkan suhu udara bernakna dengan NO 2, kelembaban bermakna dengan CO, PM 10, NO 2, O 3, arah angin bermakna dengan SO 2 dan O 3. Kecepatan angin bermakna dengan PM 10, CO dan O 3, radiasi global bermakna dengan PM 10 dan O 3. Uji korelasi kualitas udaran dengan gangguan saluran pernapasan menunjukan hubungan dengan PM 10, SO 2, O 3. Perbedaan dengan penelitian yang sudah dilakukan adalah rentang waktu yang digunakan, jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian Perbedaan dengan penelitian yang sudah dilakukan adalah rentang waktu yang digunakan, jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian 10