KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

dokumen-dokumen yang mirip
KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU DI HUTAN KOTA KELURAHAN BUNUT KABUPATEN SANGGAU Bamboo Species Diversity In The Forest City Bunut Sanggau District

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS ROTAN DALAM KAWASAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. BHATARA ALAM LESTARI KABUPATEN MEMPAWAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN TINGKAT POHON PADA HUTAN ADAT GUNUNG BERUGAK DESA MEKAR RAYA KECAMATAN SIMPANG DUA KABUPATEN KETAPANG

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (NEPENTHES SPP) DI KAWASAN HUTAN BUKIT BELUAN KECAMATAN HULU GURUNG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KEANEKARAGAMAN VEGETASI DI HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

ANALISIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN DESA DI DESA NANGA YEN KECAMATAN HULU GURUNG KABUPATEN KAPUAS HULU

KEBERADAAN RAMIN (GONYSTYLUS BANCANUS (MIQ.) KURZ) DI KAWASAN HUTAN LINDUNG AMBAWANG KECIL KECAMATAN TELUK PAKEDAI KABUPATEN KUBU RAYA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STRUKTUR DAN KOMPOSISI TEGAKAN HUTAN DI PULAU SELIMPAI KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016.

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

STUDI HABITAT PELANDUK

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN VEGETASI PADA HUTAN ADAT BUKIT TUNGGAL DI DESA BATU NANTA KECAMATAN BELIMBING KABUPATEN MELAWI

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Analisis Vegetasi Hutan Alam

) DI BERBAGAI KETINGGIAN TEMPAT PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG BUKIT BENDERA KECAMATAN TELUK PAKEDAI

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

III. METODE PENELTTIAN Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu,

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DI AREAL CALON KEBUN BENIH (KB) IUPHHK-HA PT. KAWEDAR WOOD INDUSTRY KABUPATEN KAPUAS HULU

SUKSESI JENIS TUMBUHAN PADA AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN RAWA GAMBUT (Succesion of plant at the area of peat swamp forest ex-burnt)

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

IV. METODE PENELITIAN

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

KEANEKARAGAMAN TEGAKAN HUTAN DAN POTENSI KANDUNGAN KARBON DI TAMAN WISATA ALAM DELENG LANCUK KABUPATEN KARO PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS OLEH

ANALISIS VEGETASI TENGKAWANG DI KEBUN MASYARAKAT KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

INVENTARISASI TANAMAN JELUTUNG (DYERA COSTULATA HOOK) SEBAGAI TUMBUHAN LANGKA YANG TERDAPAT DI ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI PENYUSUN ZONASI HUTAN MANGROVE TANJUNG PRAPAT MUDA-TANJUNG BAKAU KABUPATEN KUBU RAYA

Amiril Saridan dan M. Fajri

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

BEMBAN KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KERAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusa sp.) DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA KELURAHAN MANGGA DUA

KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN REGENERASI ALAMI DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI SUSI SUSANTI

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

SEBARAN POPULASI PULAI (ALSTONIA SCHOLARIS) DI KAWASAN HUTAN KOTA GUNUNG SARI SINGKAWANG. Tubel Agustinus Dilan, Wiwik Ekyastuti, Muflihati.

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

INVENTARISASI DAN PEMANFAATAN BAMBU DI DESA SEKITAR TAHURA KABUPATEN KARO

METODE PENELITIAN. A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian

ANALISIS VEGETASI DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM LEMBAH HARAU KABUPATEN 50 KOTA SUMATERA BARAT

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

PERKEMBANGAN TEGAKAN SETELAH PENEBANGAN DI AREAL IUPHHK-HA PT. BARITO PUTERA, KALIMANTAN TENGAH

II. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS POHON PENGHASIL BUAH-BUAHAN HUTAN YANG TERDAPAT DI HUTAN ALAM KANTUK KECAMATAN SEPAUK KABUPATEN SINTANG

KEANEKARAGAMAN VEGETASI TEGAKAN PENYUSUN HUTAN TEMBAWANG DUSUN SEMONCOL KABUPATEN SANGGAU


ANALISIS VEGETASI NEPENTHES SPP. DI HUTAN PENELITIAN UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

KOMPOSISI DAN POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN DI HUTAN RESORT BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TESIS. Oleh : S O I M I N

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan 28 Juni selesai di Taman Hutan. Raya Raden Soerjo Cangar yang terletak di Malang

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest Village Engkolai District Jangkang Regency Sanggau) Lidwina Listha Isabella, Fadillah H. Usman, Eddy Thamrin Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jalan Imam Bonjol, Pontianak 78124 E-mail : Listha.isabella@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this study is to determine diversity of Bamboo (Bambusodae) and level of dominance. Determination of observation using purposive sampling method with plot size of 10 x 10 m. Based on identification result of research in the area of waterfall forest Riam Odong there are 3 types of Bamboo, among other Bamboo Poring (Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex heyne), Bamboo Munti (Schizostachyum sp), and Bamboo Buru (Schizostachyum zollingeri Stuedel). The most important index is Schizostachyum sp with value (INP=149,07%), followed by Schizostachyum zollingeri Stuedel with (INP=31,64%), lowest type is Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex heyne with value (INP=19,29%). The dominant species is Schizostachyum sp with highest dominance value (C=0,5555), while lowest is Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex heyne with value (C=0093). The highest diversity index Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex heyne nemely (H = 0,9949) and type of Schizostachyum zollingeri Stuedel (H =0,9817) while lowest diversity index for the types of Schizostachyum sp (H =0,3779). The value of highest evennes of Bamboo was Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex heyne with an evennes of types of 0,3673 and lowest evennes found in Schizostachyum sp kind of 0,0743. Keywords: Bamboo, Diversity, Riam Odong Waterfall Forest PENDAHULUAN Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat pada lahan hutan antara lain adalah bambu. Bambu baik dalam skala kecil maupun skala besar mempunyai nilai ekonomi yang meyakinkan (Soemarno, 2012). Budaya masyarakat dari dahulu sampai sekarang menggunakan bambu untuk berbagai keperluan, sehingga bambu dapat dikategorikan sebagai hasil hutan yang serbaguna. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap kelestarian bambu terutama untuk jenis-jenis komersil. Di dalam kawasan hutan Riam Odong terdapat jenis-jenis bambu yang sering dimanfaatkan masyarakat sekitar kawasan tersebut sebagai bahan kerajinan, sehingga dikhawatirkan keberadaanya akan terganggu atau rusak. Selain itu, beberapa masalah yang dapat mengancam keberadaan bambu tersebut antara lain adalah pembalakan, 88

kebakaran, perambahan hutan untuk perkebunan dan sebagainya. Di sisi lain, belum adanya usaha pembudidayaan bambu tersebut dan pengendalian dalam pemanfaatannya. Langkah awal yang dapat dilakukan antara lain penelitian tentang keanekaragaman jenis bambu dalam kawasan hutan air terjun Riam Odong dusun Engkolai Kecamatan Jangkang Kabupaten Sanggau, yang nantinya diharapkan dapat menambah informasi mengenai keanekaragaman bambu di kawasan tersebut dan dilakukan penyuluhan pada masyarakat tentang pembudidayaan dan manfaat bambu. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan Air Terjun Riam Odong Dusun Engkolai Desa Tanggung Kecamatan Jangkang Kabupaten Sanggau dan dilaksanakan tiga minggu efektif di lapangan. Objek penelitian adalah semua jenis bambu yang dijumpai pada petak pengamatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode petak ganda. Menurut Kusmana (1997) teknik ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Luas kawasan ±10 Ha dibuat petak contoh dengan ukuran 10m x10 m (0, 01 Ha) sebanyak 50 petak contoh yang diletakkan secara sengaja (purposive). Peletakan petak contoh ditentukan berdasarkan keberadaan jenis bambu yang ditemui. Analisis Data 1. Kerapatan Menurut Mustika (2013), kerapatan menunjukkan jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam setiap petak contoh. Semakin banyak jumlah individu dalam petak contoh maka semakin tinggi kerapatannya. K = Jumlah individu suatu jenis Luas petak contoh (Ha) Kerapatan suatu jenis KR = Kerapatan seluruh jenis x 100% 2. Frekuensi Frekuensi merupakan perbandingan banyaknya petak yang terisi oleh suatu jenis tumbuhan terhadap jumlah petak seluruhnya, yang biasanya dinyatakan dalam persen ( Mustika, 2013). Semakin banyak petak yang pengamatan yang terdapat ditemukan suatu individu sejenis, maka semakin tinggi frekuensinya. Frekuensi = Jumlah petak ditemukannya suatu jenis Jumlah petak contoh Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi Suatu Jenis Frekuensi seluruh jenis x 100% 3. Indeks Nilai Penting (INP) Digunakan untuk menentukan jenisjenis bambu yang mendominasi suatu tipe hutan.dimana jenis yang mempunyai INP tertinggi merupakan jenis yang dominan. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978) untuk mengitung INP diperoleh dengan cara menjumlahkan Kerapatan relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR ). INP = KR + FR 4. Indeks Dominansi ( C ) Indeks Dominansi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran 89

jenis-jenis dominan. Jika dominansi lebih terkonsentrasi pada suatu jenis, nilai indeks dominansi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks dominansi akan rendah. Untuk menentukan nilai indeks dominansi digunakan rumus Simpson (1949) dalam Misra (1973). C = ( nnnn NN )² Dimana : C = Indeks Dominansi Simpson ni = Nilai Penting pada Spesies Ke i N = Total Nilai Penting 5. Indeks Keanekaragaman Jenis ( H ) Indeks Keanekaragaman Jenis menggambarkan tingkat kestabilan suatu komunitas tegakan. Semakin tinggi nilai H, maka komunitas vegetasi hutan tersebut semakin tinggi tingkat kestabilannya. Suatu komunitas yang memiliki nilai H < 1 dikatakan komunitas kurang stabil (keanekaragaman jenis rendah), jika nilai H antara 1-2 dikatakan komunitas stabil (keanekaragaman jenis sedang), dan jika nilai H > 2 dikatakan komunitas sangat stabil (keanekaragaman jenis tinggi) (Kent & Paddy, 1992). Untuk menentukan nilai H dapat menggunakan rumus Simpson berikut : ΣΣΣΣΣΣ ( nnnn 11) H =1 - NN ( NN 11) Dimana : H = Indeks Keanekaragaman Jenis Keseluruhan ni = Jumlah Individu Jenis ke i N = Jumlah Individu Seluruh Jenis 6. Indeks Kemerataan Jenis (E) Indeks ini menunjukkan pola sebaran populasi suatu jenis di dalam suatu komunitas, yaitu merata atau tidak. Jika nilai E semakin tinggi menunjukkan jenis-jenis dalam komunitas tersebut semakin menyebar. Berdasarkan Magurran (1988) : E < 0,3 menunjukkan kemerataan jenis tergolong rendah E = 0,3 0,6 menunjukkan kemerataan jenis tergolong sedang E > 0,6 maka kemerataan jenis tergolong tinggi. Untuk mengetahui nilai E dapat dihitung dengan menggunakan rumus Odum (1996) sebagai berikut : HH E = LLLL ( SS ) Dimana : E = Indeks Kemerataan Jenis H = Indeks Keanekaragaman Jenis Simpson S = Jumlah Jenis yang Ditemukan Ln = Logaritma Natural HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi lapangan yang dilaksanakan di kawasan hutan air terjun Riam Odong Dusun Engkolai Kecamatan Jangkang Kabupaten Sanggau ditemukan 3 jenis bambu dari 2 genus yang berbeda. Untuk jelasnya jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. 90

Tabel 1: Jenis dan Jumlah Bambu Yang Ditemukan Dalam Kawasan Hutan Air Terjun Riam Odong Dusun Engkolai Kecamatan Jangkang Kabupaten Sanggau No Nama Jumlah Nama Latin Lokal Petak Rumpun 1 Munti Schizostachyum sp 47 161 2 Poring Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer ex heyne 8 15 3 Buru Schizostachyum zollingeri (Stuedell) 12 28 Total 204 1. Indeks Nilai penting (INP) Dari hasil analisis data, diperoleh INP bambu (bambusodae) yang terdapat di Kawasan Hutan Air Terjun Riam Odong sebagaimana disajikan dalam tabel 2. Tabel 2 : INP Jenis Bambu (Bambusodae) / Importance Index Value No Jenis Bambu INP (%) 1 Munti (Schizostachyum sp) 149,07 2 Poring (Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer eh heyne 19,29 3 Buru (Schizostachyum zollingeri Stuedell) 31,64 Berdasarkan hasil analisis, jenis bambu yang dominan adalah jenis bambu munti dengan INP 149,07%, selanjutnya adalah jenis bambu buru sebesar 31,64%, dan yang terendah adalah jenis bambu poring 19,29%. Jenis bambu yang dominan dengan INP 149,07% adalah bambu munti, hal ini menunjukkan bahwa bambu munti mempunyai kemampuan beradaptasi yang tinggi dengan tempat tumbuhnya serta mempunyai pengaruh yang besar bagi kestabilan ekosistem hutan Air Terjun Riam Odong. Menurut Feranita (2007) INP berguna untuk menentukan dominansi terhadap jenis tumbuhan lainnya, karena dalam suatu komunitas yang bersifat heterogen nilai frekuensi, kerapataan dan dominansinya tidak dapat menggambarkan secara menyeluruh, maka untuk menentukan indeks nilai pentingnya yang mempunyai kaitan dengan struktur komunitasnya dapat diketahui dari indeks nilai pentingnya. Apabila INP suatu jenis bernilai tinggi maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut. 2. Indeks Dominansi (C) Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominansi lebih terkonsentrasi pada suatu jenis, nilai indeks dominansi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks dominansi akan rendah. Hasil perhitungan indeks dominansi dapat dilihat pada Tabel 3. 91

Tabel 3 : Nilai Indeks Dominansi Jenis Bambu (Bambusodae) / Dominance Index Value No Jenis Bambu C 1 Munti (Schizostachyum sp) 0,5555 2 Poring (Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer eh heyne 0,0093 3 Buru (Schizostachyum zollingeri Stuedell) 0,0250 Indeks Dominansi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis dominan. Jika dominansi lebih terkonsentrasi pada suatu jenis, nilai indeks dominansi akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks dominansi akan rendah (Misra,1973). Dari pola penyebaran dari indeks dominansi diperoleh bahwa jenis bambu yang lebih mendominasi kawasan Hutan Air Terjun Riam Odong adalah bambu munti dengan nilai dominansi nilai tertinggi (C = 0,555). Sementara jenis Bambu yang terendah tingkat dominansinya adalah bambu poring (C = 0,0093). Berdasarkan analisis data, diketahui bahwa bambu yang tumbuh di Kawasan Hutan Air Terjun Riam Odong tidak tumbuh secara mengelompok pada tempat-tempat tertentu, yang berarti ketiga jenis bambu tersebut tumbuh secara menyebar di Kawasan Hutan Air Terjun Riam Odong. 3. Indeks Keanekaragaman jenis (H ) Indeks Keanekaragaman Jenis menggambarkan tingkat kestabilan suatu komunitas tegakan. Semakin tinggi nilai H, maka komunitas vegetasi hutan tersebut semakin tinggi tingkat kestabilannya. Menurut Kent & Paddy (1992), nilai H yaitu : Nilai H < 1 dikatakan komunitas kurang stabil (keanekaragaman jenis rendah), Nilai H antara 1-2 dikatakan komunitas stabil (keanekaragaman jenis sedang), Nilai H > 2 dikatakan komunitas sangat stabil (keanekaragaman jenis tinggi). Tabel 4 : Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Bambu (Bambusodae) / Diversity Indeks Value No Jenis Bambu H' 1 Munti (Schizostachyum sp) 0,3779 2 Poring (Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer eh heyne 0,9949 3 Buru (Schizostachyum zollingeri Stuedell) 0,9817 Rata-rata 0,7848 Berdasarkan hasil analisis data seluruh jenis bambu di Kawasan Hutan Air Terjun Riam Odong memiliki keanekaragaman jenis rendah yaitu H = 92

0,7848 (H < 1 ). Hal ini dilihat dari sedikitnya jenis bambu yang ditemukan pada kawasan tersebut, karena faktor lingkungan tempat tumbuh yang kurang mendukung, dan faktor ekonomi jika dilihat dari jenis bambu yang ditemukan untuk bambu buru dan bambu poring adalah jenis bambu yang dapat dimanfaatkan untuk membuat bangunan maupun kerajinan tangan sehingga jumlahnya lebih sedikit ditemukan daripada jenis bambu munti yang hanya dimanfaatkan rebung atau bambu mudanya untuk konsumsi. Menurut Odum (1993) keanekaragaman jenis dalam suatu kawasan dipengaruhi 2 faktor yaitu jumlah jenis dan banyaknya individu untuk semua jenis. 4. Indeks Kemerataan Jenis (E) Indeks ini menunjukkan pola sebaran populasi suatu jenis di dalam suatu komunitas, yaitu merata atau tidak. Jika nilai E semakin tinggi menunjukkan jenis-jenis dalam komunitas tersebut semakin menyebar. Hasil perhitungan indeks kemerataan jenis bambu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 : Nilai Indeks Kemerataan Jenis Bambu (Bambusodae) / Evannes Index Value No Jenis Bambu E 1 Munti (Schizostachyum sp) 0,0743 2 Poring (Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer eh heyne 0,3676 3 Buru (Schizostachyum zollingeri Stuedell) 0,2946 Rata-rata 0,2455 Indeks kemerataan jenis digunakan untuk mengetahui kemerataan pembagian individu di anatara jenis-jenis yang ada dalam suatu habitat. Indeks ini menunjukkan pola sebaran populasi suatu jenis di dalam suatu komunitas, yaitu merata atau tidak. Jika nilai kemerataan relatif tinggi, maka keberadaan setiap jenis individu pada suatu komunitas dalam kondisi merata (Ridwansyah,2014). Hasil analisa data untuk Indeks kemerataan jenis bambu yang ditemukan adalah 0,2455 yang berarti memiliki kemerataan jenis yang rendah atau tidak merata. Hal ini disebabkan oleh kondisi topografi seperti kemiringan lereng dan ketinggian tempat dari permukaan. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada kawasan hutan Air Terjun Riam Odong ditemukan 3 jenis bambu dari 2 genus yang berbeda yaitu genus Dendrocalamus terdiri dari Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex heyne (bambu poring), genus Schizostachyum terdiri dari Schizostachyum sp (bambu munti) dan Schizostachyum zollingeri Stuedel (bambu buru). 2. Indeks keanekaragaman jenis Bambu yang ditemukan pada kawasan hutan Air Terjun Riam Odong menurut Simpson yaitu sebesar 0,7478, berarti menunjukkan 93

bahwa keanekaragaman jenis di kawasan tersebut rendah atau tidak stabil. 3. Jenis bambu yang mempunyai INP tertinggi adalah jenis bambu munti (Schizostachyum sp) dengan INP 149,07%, kemudian jenis bambu buru (Schizostachyum zollingeri Stuedel) yaitu sebesar 31,64%, dan yang terendah adalah jenis bambu poring (Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex heyne) yaitu sebesar 19,29%. Indeks Dominansi Bambu tertinggi adalah jenis Schizostachyum sp (C=0,5555) dan yang terendah Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex heyne (C=0,0093). Sedangkan Indeks Kemerataan Jenis (E) adalah 0,2455 yang berarti rendah atau tidak merata. DAFTAR PUSTAKA Kent, M and Paddy, C. 1992., Vegetation Desription and Analysis A Practical Approach. London Belhaven Press. Kusmana, C., 1997. Metode Survey Vegetasi.IPB. Bogor. Misra R. 1973., Ecology Work Book. New Delhi: Oxford and IBH Publishing Co Mustika, M., 2013.Keanekaragaman Tumbuhan Obat Dalam Kawasan Hutan Areal IUPHHK PT. Kalimantan Satya Kencana Kabupaten Melawi.Skripsi FakultasKehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak (Tidak Dipublikasikan). Odum, E.P., 1993. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Universitas Gajahmada. Yogyakarta. Ridwansyah, 2014.,Keanekaragaman Jenis Bambu Di Hutan Kota Kelurahan Bunut Kabupaten Sanggau.Rencana Penelitian Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak (Tidak Dipublikasikan). Soemarno, 2012.,https://bamboeindonesia.wordpr ess.com/. Diakses Juni 2015. Soerianegara, I dan A Indrawan., 1978. Ekologi Hutan. Pusat Pendidikan Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan. Direksi Perum Perhutani. Bogor. 94