BAB I PENDAHULUAN. untuk para pengemudi ojek dalam jaringan. Pengemudi ojek dalam jaringan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kendaraan darat, kendaraan laut, dan kendaraan udara. 1 Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem

Unsur-unsur pengaman TNKB yaitu berupa logo lantas dan pengaman lain yang berfungsi sebagai penjamin legalitas TNKB.

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. operasionalnya yakni GOJEK. Perusahaan seperti GOJEK menyatakan dalam

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2010 ada unit sedangkan pada tahun 2015 ada

BAB I PENDAHULUAN. Izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

HASIL WAWANCARA. ATD.M.SI dan Bapak Tri Bowo ATD.M.SI, perwakilan dari dinas perhubungan,

DAFTAR ISI. SAMPUL DEPAN... i. SAMPUL DALAM... ii. PRASYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... iii. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB I PENDAHULUAN. sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Hukum merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Hal ini

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tenta

BAB I PENDAHULUAN. layanan yang diperdagangkan kepada masyarakat. memperluas penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat. Selain itu, semakin

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

PEMERINTAH KOTA BATU

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pengangkutan terbagi dalam dua hal, yaitu pengangkutan orang dan/ atau barang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan peradaban suatu bangsa terus berkembang dengan pesat, hal ini

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN LOMBA TERTIB LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KOTA

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

I. PENDAHULUAN. Pengangkutan terbagi dalam dua hal, yaitu pengangkutan orang dan/atau barang

DAFTAR ISI. LEMBAR SURAT PERNYATAAN... iii. LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR... iv. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi. KATA PENGANTAR...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kecelakaan angkutan jalan pertahun ( darat)

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UMUM DI JALAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.04/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kegiatan pengangkutan baik orang maupun barang telah ada sejak zaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dahulu dalam melaksanakan kegiatannya yang diwujudkan dalam bentuk

LIKA-LIKU PERUBAHAN REGULASI TRANSPORTASI ONLINE DI INDONESIA Oleh: Deasy Kamila, S.H. Diterima : 16 April 2018; disetujui 23 April 2018

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu kota di dunia dengan kondisi kemacetan terparah

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau barang yang peruntukannya untuk umum atau pribadi. Kebutuhan

BAB IV. ANALISIS dan PEMBAHASAN. Seiring dengan semakin berkembangnya smartphone yang memiliki

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UNTUK UMUM

2 Perpanjangan IMTA. Retribusi Pengendalian Lalu Lintas merupakan salah satu cara pembatasan lalu lintas kendaraan bermotor pada ruas jalan tertentu,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM TIDAK DALAM TRAYEK

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan berperan sebagai sektor penunjang pembangunan (the promoting

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 17 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KEBUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 68 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI KABUPATEN PANDEGLANG ( Suatu Tinjauan Teknis )

PERATURAN DAERAH SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 6 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMINDAHAN KENDARAAN DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PERUBAHAN SIFAT DAN ATAU PERUBAHAN BENTUK KENDARAAN BERMOTOR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Bekerja sebagai pengemudi ojek memang memiliki suka duka tersendiri untuk para pengemudi ojek dalam jaringan. Pengemudi ojek dalam jaringan tersebut, yang memang karena tuntutan pekerjaan harus menghabiskan banyak waktu mereka di jalan raya, tentu memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dari pekerjaan lainnya. Risiko tersebut dapat berupa penipuan berupa orderan yang ternyata tidak ditemukan siapa yang memesan yang tentu menimbulkan kerugian materi untuk pengemudi ojek tersebut, pembatalan sepihak oleh penumpang yang telah melakukan pemesan, tidak menemukan alamat karena aplikasi yang tidak akurat, kecelakaan motor, hingga yang sering terjadi saat ini yaitu kekerasan secara lisan sampai fisik yang mereka terima dari para pengemudi ojek pangkalan yang mengganggap mereka semua sebagai kompetitor dan risiko tersebut biasanya terjadi ketika pekerjaan mereka berlangsung. Kita semua ketahui bahwa semua orang yang bekerja, pasti memiliki risiko dalam pekerjaan mereka. Hal tersebut juga tidak terlepas karena kehidupan manusia selalu berkisar antara ketidak pastian yang berkepanjangan dan terus menerus. Keadaan tidak pasti tersebut yang disebut sebagai risiko. Dalam kenyataannya, manusia selalu menghadapi risiko karena memang pada hakekatnya manusia merupakan suatu obyek tumpuan

risiko, yang sebagaimana sifat hakiki manusia itu sendiri dan lebih jelas, AS/NZS (Standar manajemen risiko dari Australia dan New Zaeland), mengatakan bahwa risiko merupakan peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat menimbulkan kerugian. 1 Pengertian secara jelas dan pasti mengenai risiko kerja memang belum ada hingga saat ini. Menurut Ramli, risiko dapat digambarkan sebagai peluang dan kemungkinan (probability) suatu bahaya untuk menghasilkan kecelakaan kerja serta tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan jika kecelakaan terjadi (severity). Keberadaan ojek dalam jaringan sendiri pun masih diperdebatkan di negara kita, hal tersebut dikarenakan legalitas keberadaan mereka di Indonesia masih dipertanyakan. Ojek dalam jaringan yang dianggap sebagai angkutan umum, juga telah mengalami perkembangan. Ojek yang semula hanya menyediakan jasa transportasi antar orang sekarang juga melakukan pengiriman paket bahkan pemesanan makanan. Peraturan-peraturan terkait yang dianggap bertentangan dengan keberadaan ojek dalam jaringan di Indonesia yakni sebagai berikut : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan : Pasal 47 (1) Kendaraan terdiri atas: a. Kendaraan bermotor; 1 Soeisno Djojosoedarso. 2003. Prinsip Prinsip Manajemen Risiko Asuransi, Salemba Empat, Jakarta, hlm.72 2

b. Kendaraan tidak bermotor. (2) Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis : a. Sepeda motor b. Mobil Penumpang; c. Mobil Bus; d. Mobil Barang; dan e. Kendaraan Khusus (3) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, c dan d dikelompokkan berdasarkan fungsi: a. Kendaraan bermotor perseorangan; b. Kendaraan bermotor umum. Pasal 53 (1) Kendaraan bermotor umum wajib dilakukan uji berkala dalam rangka pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan. Pasal 138 (1) Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau; (2) Angkutan umum dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum 3

Pasal 139 (1) Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota, antar provinsi serta lintas batas negara; (4) Penyedia jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 173 (1) Perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan. a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek; b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat. 2. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor: Pasal 39 (3) Warna TNKB sebagai berikut: a. dasar hitam, tulisan putih untuk kendaraan bermotor perseorangan dan kendaraan bermotor sewa; b. dasar kuning, tulisan hitam untuk kendaraan bermotor umum; c. dasar merah, tulisan putih untuk kendaraan bermotor dinas Pemerintah; 4

d. dasar putih, tulisan biru untuk kendaraan bermotor Korps Diplomatik negara asing; dan e. dasar hijau, tulisan hitam untuk kendaraan bermotor di kawasan perdagangan bebas atau (Free Trade Zone) yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, bahwa kendaraan bermotor tidak boleh dioperasionalkan/dimutasikan ke wilayah Indonesia lainnya. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan Pasal 23 (3) Kendaraan yang dipergunakan untuk pelayanan Angkutan orang dalam Trayek meliputi: a. Mobil Penumpang umum; dan/atau b. Mobil Bus umum. Pasal 43 (2) Kendaraan yang dipergunakan untuk pelayanan Angkutan orang dengan tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) paling sedikit: a. Mobil Penumpang umum; atau b. Mobil Bus umum 5

Berdasarkan Pasal-Pasal diatas, dapat dilihat yang dikategorikan sebagai angkutan umum adalah berupa mobil penumpang, mobil bus, mobil barang, atau kendaraan khusus (minimal kendaraan beroda tiga), itu berarti sepeda motor tidak dapat dianggap sebagai angkutan umum, dan tanda nomor kendaraan bermotor angkutan umum harus berwarna kuning bukan hitam. 2 Peraturan resmi yang menyebutkan bahwa ojek dalam jaringan ini sebagai angkutan umum memang belum juga dibuat sehingga hal tersebut tentu menimbulkan dampak buruk untuk perusahaan dan para pengemudi khususnya. Jika pemerintah berniat untuk menghapuskan keberadaan ojek dalam jaringan di Indonesia, maka hal tersebut bisa mengakibatkan risiko diputusnya hubungan kerja para pengemudi ojek dalam jaringan tersebut dan berdampak akan semakin bertambahnya pengangguran di negara kita. Peraturan resmi yang mengatur keberadaan ojek dalam pangkalan memang belum dibuatkan hingga saat ini, sehingga hal tersebut membawa dampak negatif mengenai perlindungan hukum yang diberikan oleh para perusahaan ojek dalam jaringan kepada para pengemudinya sebagai wujud nyata tanggung jawab mereka terhadap risiko kerja yang mungkin terjadi bahkan telah terjadi kepada para pengemudi mereka. Perlindungan hukum tersebut dapat berupa keikutsertaan pengemudi ojek dalam jaringan sebagai anggota BPJS baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan maupun mendapatkan asuransi kecelakaan lainnya, akan tetapi hingga saat ini perlindungan hukum tersebut masih belum penuh dirasakan oleh para 2 Ini aturan yang membuat gojek cs dilarang beroperasi oleh kemenhub, dalam : http://news.detik.com/berita/3098973/ini-aturan-yang-membuat-go-jek-cs-dilarang-beroperasioleh-kemenhub diakses pada tanggal 21 April 2016. 6

pengemudi ojek dalam jaringan, hal tersebut dapat dilihat dengan masih banyaknya pengemudi ojek dalam jaringan yang masih belum menjadi anggota Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) atau yang saat ini disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ataupun asuransi kecelakaan lainnya dari perusahaan. Hal tersebut, tidak terlepas dari masih belum adanya pengaturan yang jelas mengenai keberadaan ojek dalam jaringan tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pelaksanaan pemberian perlindungan hukum terhadap para pengemudi ojek dalam jaringan belum berjalan secara efektif, dan karena hal tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisa mengenai legalitas ojek dalam jaringan di Indonesia dan perlindungan terhadap risiko kerja para pengemudi ojek dalam jaringan di Indonesia dengan menuangkan di dalam tesis yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Risiko Kerja Para Pengemudi Ojek Dalam Jaringan. B. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka berikut ini adalah rumusan penelitian yang akan diteliti lebih lanjut oleh peneliti: 1. Bagaimana legalitas mengenai keberadaan ojek dalam jaringan di Indonesia? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap risiko kerja para pengemudi ojek dalam jaringan di Indonesia? 7

C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan penelitian pada sub-bab sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan menganalisis legalitas mengenai keberadaan ojek dalam jaringan di Indonesia. 2. Mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap risiko kerja para pengemudi ojek dalam jaringan di Indonesia. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya terkait mengenai perlindungan hukum terhadap risiko kerja para pengemudi ojek dalam jaringan dan legalitas akan keberadaan ojek dalam jaringan di Indonesia. 2. Manfaat Praktis Secara praktis manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian dan pembahasan dalam Tesis ini dapat digunakan sebagai sarana kepustakaan hukum bisnis khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap risiko kerja para pengemudi ojek dalam jaringan dan legalitas keberadaan ojek dalam jaringan di Indonesia. 8

E. Keaslian Penelitian Penelitian yang mengkaji tentang Perlindungan Hukum Terhadap Risiko Kerja Para Pengemudi Ojek Dalam Jaringan khususnya terkait legalitas keberadaan ojek dalam jaringan di Indonesia, sepanjang pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan sebelumnya dan sifatnya adalah asli, namun terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan Perlindungan Hukum Terhadap Risiko Kerja Para Pengemudi Ojek Dalam Jaringan, yaitu : 1. Pada Tahun 2010, penelitian Halimah, Tukang Ojek Di Makassar Studi Kasus 8 Tukang Ojek Di Kelurahan Tamalanrea Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar, Tesis di Program Studi Sosiologi Universitas Hasanuddin dengan rumusan masalah : a) Bagaimana Karakteristik Sosial Ekonomi Dari Para Tukang Ojek? b) Bagaimana Dinamika Jaringan Sosial Diantara Tukang Ojek? 2. Pada Tahun 2014, penelitian Andi Moh. Era. W, Urgensi Pengaturan Ojek Di Daerah Sebagai Angkutan Umum Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, Skripsi di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dengan rumusan masalah : a) Alasan Urgensi Pengaturan Ojek Di Dalam Undang-Undang; b) Alasan Hukum dan Rasionalitas Untuk Dibuatnya Aturan Mengenai Ojek Sebagai Angkutan Umum. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Risiko Kerja Para Pengemudi Ojek Dalam Jaringan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitianpenelitian sebelumnya terletak pada judul, rumusan masalah, serta lokasi 9

penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan normatif empiris yaitu menggabungkan penelitian hukum normatif dan empiris dengan mengambil lokasi penelitian di Jakarta. 10

11