PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian muncul sejak manusia mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu kelompok manusia untuk bergantung dan menetap pada suatu lahan, dan dengan demikian memicu munculnya suatu peradaban di daerah tersebut. Lahan pada pertanian merupakan salah satu faktor mutlak. Lahan difungsikan sebagai tempat manusia beraktifitas untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Utomo (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, lahan memiliki dua fungsi dasar yakni: Fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun perdesaan, perkebunan, hutan produksi dan lain-lain, Fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya. Pemanfaatan lahan untuk pertama kalinya dilakukan untuk pertanian. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, lahan berangsur-angsur mulai berubah ke banyak pemanfaatan lainnya. Perubahan penggunaan lahan dari pemanfaatan pertanian ke non pertanian disebut alih fungsi lahan atau konversi lahan. Alih fungsi lahan ini biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah. Pembangunan fisik yang sedang giat dilakukan belakangan ini bila ditinjau dari segi ekonomi akan memberikan peningkatan kepada kesejahteraan
masyarakat, tetapi akibat dari pembangunan tersebut adalah dibutuhkannya sejumlah luas lahan yang dikonversikan pemanfaatannya untuk tempat pembangunan. Widjanarko, dkk (2006) menyatakan berkembangnya sektor industri, jasa dan property pada era pertumbuhan ekonomi selama sepuluh tahun terakhir, pada umumnya telah memberikan tekanan pada sektor pertanian, konflik penggunaan dan pemanfaatan lahan bersifat dilematis, mengingat peluang untuk perluasan areal pertanian sudah sangat terbatas, sementara tuntutan terhadap kebutuhan lahan untuk perkembangan sektor industri, jasa, dan property semakin meningkat. Kajian tentang alih fungsi lahan sebenarnya bukanlah merupakan hal baru. Dari data sensus pertanian 1983-1993 diketahui lahan pertanian yang dikonversi di Indonesia mencapai 1,28 juta hektar, sensus pertanian berikutnya 1993-2003 konversi lahan pertanian tidak mengalami penurunan yang signifikan yaitu 1,26 juta hektar. Terutama sejak adanya kebijakan untuk mendorong investor dalam dan luar negeri untuk menanamkan modalnya di sektor non pertanian. Bila ditinjau dari luas daratan Indonesia yang hanya sepertiga dari total luas seluruh wilayahnya, dan luas daratan tersebut masih harus dikurangi dengan total luas hutan lindung, hutan produksi, pemukiman, industri dan infrastruktur, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 % pertahun (sumber: Sensus Penduduk Indonesia 2010) dan keadaan lahan pertanian yang terus menciut, pemenuhan stok pangan dalam negeri akan terganggu. Iqbal dan Sumaryanto (2007) menyatakan lahan pertanian sangat rentan terhadap alih fungsi, hal tersebut disebabkan oleh kepadatan penduduk, daerah pertanian yang banyak berdekatan lokasinya dengan daerah perkotaan, akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, pembangunan
sarana dan prasarana pemukiman, kawasan industri dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana wilayah dengan topografi seperti itu ekosistem dominan adalah pertanian. Konversi lahan ke penggunaan non pertanian umumnya bersifat menular. Konsekuensinya, sekali konversi lahan terjadi di suatu wilayah maka luas lahan yang dikonversi di lokasi tersebut akan semakin luas (Irawan, 2005). Keadaan ini semakin diperkuat jika petani mengalami kesulitan ekonomi sementara harga tanah di daerah tersebut semakin melambung tinggi dengan maraknya pembangunan, maka petani akan terdorong untuk menjual lahan pertaniannya sehingga laju alih fungsi lahan akan semakin meningkat. Kecamatan Medan Tuntungan terletak di wilayah Selatan Kota Medan dengan luas wilayahnya mencapai 20,58 km 2 yaitu sebesar 7,80% dari total luas Kota Medan. Kecamatan Medan Tuntungan merupakan pintu gerbang Kota Medan di sebelah Selatan yaitu pintu masuk dari Kabupaten Karo dan sekitarnya maupun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sumber: Badan Pusat Statistik). Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang terletak di pinggiran Kota Medan yang mengalami laju alih fungsi lahan tertinggi diantara kecamatan-kecamatan lainnya di kota ini (lihat Lampiran 3). Untuk mengetahui alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Medan dan Kecamatan Medan Tuntungan lima tahun terakhir (2006-2010) lebih jelasnya terdapat pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Perubahan Lahan Pertanian dan Non Pertanian di Kota Medan dan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006 dan 2010 Penggunaan Lahan 2006 Kota Medan 2010 Perubahan Kecamatan Medan Tuntungan 2006 2010 Perubahan Pekarangan 2.166 3.017 + 851 133 262 + 129 Tegal/ kebun 1.121 945-176 316 219-97 Sawah 2.321 2.160-161 310 260-50 Lahan Tidur (Non Produktif) 2.096 2.120 + 24 78 35-43 Bangunan 7.689 8.194 + 505 294 535 + 241 Lain-lain 11.117 10.074-1.043 927 747-180 +1.380 + 370 Jumlah 26.510 26.510 2.058 2.058-1.380-370 Sumber: Dinas Pertanian & Kelautan Kota Medan (Lampiran 3 ) Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kota Medan cenderung bergeser dari lahan produktif pertanian ke pemanfaatan non pertanian. Perubahan penggunaan lahan paling tinggi pada Kota Medan yaitu pada penggunaan lahan untuk pekarangan dan bangunan yaitu penambahan masingmasing sebesar 851 Ha dan 505 Ha selama periode tahun 2006 sampai 2010, begitu juga dengan Kecamatan Medan Tuntungan, perubahan penggunaan lahan paling tinggi yaitu pada penggunaan lahan untuk pekarangan dan bangunan yaitu penambahan masing-masing sebesar 129 Ha dan 241 Ha. Penambahan luas penggunaan lahan untuk pekarangan dan bangunan ini mengurangi luas penggunaan lahan untuk tegal/kebun, sawah dan lain-lain pada Kota Medan dan mengurangi luas lahan untuk tegal/kebun, sawah, lahan tidur (non produktif), dan
lain-lain pada Kecamatan Medan Tuntungan. Perbedaan penggunaan lahan antara Kota Medan dan Kecamatan Medan Tuntungan terjadi pada penggunaan lahan non produktif atau lahan tidur, pada Kota Medan, lahan non produktif ini mengalami penambahan luas lahan sebesar 24 Ha sedangkan untuk Kecamatan Medan Tuntungan lahan ini mengalami pengurangan. Begitu juga dengan jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani di kecamatan ini turut mengalami penurunan pula. Perubahan jumlah petani dari tahun 2006 sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini: Tabel 2. Perubahan Jumlah Petani di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006 dan 2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelurahan Baru Ladang Bambu Sidomulyo Lau Cih Namu Gajah Kemenangan Tani Simalingkar B Simpang Selayang Tanjung Selamat Mangga Jumlah Petani (Orang) Tahun 2006 Tahun 2010 211 162 71 79 41 149 353 229 266 134 1.727 1.674 2.713 631 218 179 209 - Jumlah 5.809 3.237 Sumber: Kantor Kecamatan Medan Tuntungan Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk bermatapencaharian sebagai petani di Kecamatan Medan Tuntungan selama periode tahun 2006 sampai 2010 mengalami pengurangan dari 5.809 petani pada tahun 2006 menjadi 3.281 pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.572 petani pada tahun 2006 tidak lagi bermatapencaharian sebagai petani pada tahun 2010. Kota Medan sebagai sebagai pusat pertumbuhan dan aktivitas ekonomi akan terus mengupayakan kelengkapan sarana dan prasarana penunjang dari
pertumbuhan dan aktivitas ekonomi tersebut. Pembangunan Kota Medan cenderung diarahkan ke daerah-daerah pinggiran kota yang dilakukan untuk membuka akses ke wilayah yang belum berkembang. Lahan yang semula difungsikan sebagai aktivitas non perkotaan akan beralih fungsi menjadi lahan perkotaan. Oleh karena hal tersebut di atas, penulis merasa perlu untuk menganalisis konversi lahan pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan. Identifikasi Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan untuk diidentifikasi berdasarkan uraian latar belakang di atas, yaitu: 1. Bagaimana laju konversi lahan pertanian tahun 2006-2010 di daerah penelitian? 2. Apakah faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian di daerah penelitian? 3. Bagaimanakah dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di daerah penelitian? 4. Bagaimanakah proyeksi luas lahan pertanian lima tahun mendatang (2015) di daerah penelitian? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah diatas, yaitu: 1. Untuk menganalisis laju konversi lahan pertanian tahun 2006-2010 di daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian di daerah penelitian. 3. Untuk menganalisis dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di daerah penelitian. 4. Untuk menganalisis proyeksi luas lahan pertanian lima tahun mendatang (2015) di daerah penelitian. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian dan diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam bentuk penelitian kepada pihakpihak yang membutuhkan informasi mengenai konversi lahan di perkotaan.